“Sejak awal kita berteman, kamu sudah tau kalau aku sudah punya suami. Keakraban kita terjalin semata-mata kamu temanku dan kita satu tempat kerja” Wailea menarik nafas yang dalam dan kembali melanjutkan kalimatnya. “Aku pikir selama ini kamu tulus berteman denganku, tetapi aku salah” sambil menangis, Wailea menjauh meninggalkan Helix yang saat itu juga sedang berada di meja makan kantin.
Hati Helaix kembali morat-marit. Seolah-olah ada sebuah batu raksasa mengenai tepat di dadanya. Kata suami yang ia dengar langsung dari bibir Wailea membuatnya merasa pedih. Helix memang sudah tahu tentang kenyataan itu, bahkan satu hari setelah Helix diterima bekerja di perusahaan Sumber Cahaya. Waktu itu ada salah satu staff yang memanggil Wailea dengan sebutan pengantin baru. Ya, Wailea memang sudah menikah. Namun, pernikahannya baru seumur jagung. Saat itulah perasaan Helix berkecamuk dan dilema. Satu sisi ia ingin mundur, tetapi di sisi lain hati kecilnya malah menahannya untuk tetap diperasaan ini.
Begitu pahit kenyataan yang harus dia rasakan. Mengetahui jika seseorang yang selama ini ia cari malah sudah jadi milik orang lain. Tetapi walaupun begitu, Helix tetap pada pendiriannya yaitu dia akan tetap berjuang untuk mendapatkan hati Wailea. Ini memang gila, tetapi akan lebih gila lagi jika ia pergi dan tak bisa menatap wajah indah Wailea. Seharusnya aku datang lebih cepat, gerutu hatinya.
Dibalik luka hatinya itu, Helix tetap mencoba menjalin hubungan pertemanan yang baik dengan Wailea. Ia memang sengaja menciptakan keakraban itu diantara mereka berdua dengan tujuan agar bisa mendapatkan hati Wailea. Walaupun ia tahu jika itu sangat mustahil, tetapi ia tetap mencoba.
Lain halnya dengan apa yang di rasakan Wailea. Dia hanya menganggap Helix sebagai sahabat terdekatnya. Karna bersama Helix, Wailea mampu menjadi dirinya sendiri tanpa harus berpura-pura. Perasaan nyaman yang tidak ia temukan ketika sedang bergaul dengan teman lainnya. Dimana mereka hanya mementingkan penampilan, memamerkan kekayaan dan hidup penuh kebahagiaan karena bisa traveling kesana kemari. Hanya ada kemunafikan dan pesta pora.
Keakraban Helix dan Wailea terjalin tanpa perlu waktu yang lama. Ini dikarenakan banyaknya kesamaan diantara mereka. Salah satunya adalah urusan hobi. Mereka sama-sama lebih suka menghabiskan waktu untuk menonton film di rumah daripada sibuk keluyuran tanpa arah. Memasak juga hobi mereka. Mencoba menu-menu baru, berkreasi dan lain sebagainya.
Saat Helix melihat Wailea melangkah menjauhinya, perasaan bersalah Helix pun muncul. Bukan karena dia menyampaikan perasaan itu pada Wailea, melainkan karena Wailea menangis karnanya.
Keesokkan harinya, seperti biasa Wailea sudah bagun pagi untuk menyiapkan sarapan. Dia sudah terlihat begitu sibuk di dapur. Wailea menyiapkan roti dengan selai kacang dan juga jus mangga. Ini adalah sarapan rutin yang ia lakukan selama delapan bulan menjadi istri seorang Rezo. Sesudah menyiapkan sarapan di atas meja, Wailea bergegas menyiapkan kemeja dan celana hitam berbahan kain di atas kasur untuk suaminya.
“Kemeja biru favorit ku” kata Rezo sambil tersenyum pada istrinya.
Wailea seketika memeluk Rezo dari belakang. Ia menceritakan tentang Helix yang mengungkapkan perasaan padanya. Wailea memang selalu menceritakan tentang apapun pada suaminya itu. Tidak ada yang tertutupi termasuk soal dirinya dan Helix yang memang bersahabat dengan akrab.
Rezo kemudian membalikkan badan karna terkejut. Alisnya mengkerut menandakan ketidak nyamanannya akan hal yang diceritakan istrinya itu. Rezo lalu memeluk Wailea dengan sangat hangat.
“Tetaplah biasa padanya. Dengan begitu dia tidak akan tersinggung dan membuatnya berfikir untuk berbuat nekat” kata Rezo.
Sesampainya Wailea di kantor, terlihat di atas meja reception sudah berdiri sebuah kotak makan berwarna merah jambu. Isinya ternyata seporsi nasi goreng dihiasi dengan taburan bawang goreng dan irisan sosis sapi. Kelihatannya lezat, pikirnya sambil mengendus aroma dari celah-celah tutup kotak makan itu. Terlintas dalam benaknya jika makanan itu berasal dari Helix, lalu dengan cepat ia kembali menaruh kotak itu di atas meja. “Jangan lupa dimakan” kata Helix yang tiba-tiba sudah berada di samping Wailea. Wajah Wailea berubah muram, terlihat begitu kesal. Dia mendorong kotak nasi kearah Helix tanpa memandangnya. “Bawa saja! Aku tidak mau” tegas Wailea. “Kamu menghindariku ?” tanya Helix. “Tolong jauhi aku. Aku ini sudah punya suami” mata Wailea mulai berkaca-kaca. Hatinya terasa berat menjauhi Helix. Banyak hal yang membuat Wailea merasa berat menjauhi Helix. Wailea merasa sudah terlalu banyak menyusahkan atau pun berutang budi kepada Hel
“Untuk apa kamu memakan dua menu sekaligus? Tidak baik untuk dietmu” dengan suara tawa kecil helix menutup telepon. Wailea yang masih kesal tidak punya pilihan lain selain memakan nasi goreng buatan Helix. Keraguan hatinya untuk memakan nasi goreng itu pun sirna, ketika suapan pertama mendarat di lidahnya. Wahhh ini enak sekali, katanya dalam hati. Kini tak segan ia menyuapi nasi goreng itu ke dalam mulutnya dengan begitu cepat. Saat ia sedang menikmati makanannya, terlihat segerombolan orang di arah luar dipimpin oleh sang presdir berjalan mendekat ke arah Lobby. Wailea yang panik segera mencari tissue dengan niat untuk membuang yang ada di dalam mulutnya karena belum sempat dikunyah dan ditelan. “Merunduk!” Helix menekan bahu Wailea dan membiarkannya bersembunyi di bawah meja. “Selamat siang pak” Helix menjamu para tamu. “Tolong antarkan mereka ke ruang meeting, saya mau ke ruang kerja saya dulu mengambil beberapa dokumen” perintah san
Disisi lain, Helix yang sedari tadi fokus dengan ponsel di tangannya mulai merasa curiga dengan titik keberadaan Wailea. Ya, Helix memang sengaja memasang GPS ponsel Wailea pada ponselnya. Dengan tujuan agar ia selalu tahu dimanapun keberadaan Wailea. Dari sejak pesan Helix telah diterima Wailea, saat itulah Helix sudah memantau titik keberadaan Wailea. Tanpa berfikir panjang, Helix segera meninggalkan ruang meeting dan mencari titik keberadaan Wailea. Saat Helix sampai, dilihatlah taksi itu. Tak segan Helix memecahkan kaca yang membuat serpihan kaca itu mengenai si sopir taksi. Sopir taksi itu pun terbelalak dan dengan segera membuka kunci. Helix yang geram, menarik sopir taksi itu keluar dari mobil dan kemudian memukulnya tanpa ampun. Wailea berlari keluar dari mobil dan memeluk Helix. Ia mencoba menahan Helix agar jangan sampai Helix membunuh orang itu. Disaat Helix berhenti memukulnya, si sopir taksi langsung mengambil kesempatan untuk melarikan diri. Helix
"Maaf Lea, tapi mau bagaimana lagi kalau sudah tugas" jawab Rezo. "Tapi besok ulang tahunku" Wailea mengingatkan. "Kita masih bisa rayakan di ulang tahun berikutnya dan berikutnya lagi kan?" kata Rezo mencoba menenangkan istrinya. Keesokkan harinya, Wailea sudah bangun dan mempercantik dirinya. Ia berharap untuk sempat menghantarkan Rezo ke bandara. "Aku ikut mengantarmu ya" Wailea meminta dengan penuh senyuman. "Aku bawa mobil dan akan ku parkir di bandara. Jadi kamu tidak usah mengantarku" jawaban Rezo cukup mematahkan semangat Wailea. Dengan kehampaan hati, Wailea mengantarkan Rezo memasukki mobilnya. Wailea masih terus menunggu ucapan selamat dari suaminya itu. Namun, hingga sampai Rezo pergi, tak ada satu kalimat apapun yang ia ucapkan. Jangankan mengucapkan selamat ulang tahun, memuji dirinya yang sudah cantik saja tidak. Mungkin dia benar-benar sibuk, pikirnya dalam hati. *** "Happy birthday cantik" Helix mengham
Helix saat itu hanya tersenyum bangga melihat Wailea yang memiliki hati yang begitu baik. Sejauh Wailea tahu perasaan Helix, tak ada sekalipun ia memanfaatkan situasi. Bahkan Wailea selalu sungkan ketika hanya Helix yang bisa menolongnya dalam situasi apapun. "Oke, kalau kamu merasa berat. Ada satu cara untuk membalasnya" kata Helix sambil tersenyum jahat. Wailea mulai curiga akan kalimat yang akan dilontarkan Helix. "Ahh... Sudahlah, percuma bicara sama kamu" kata Wailea. "Wanita ini sungguh membuatku gemas. Aku belum selesai bicara" sahut Helix. "Aku tahu mau mu. Sampai kapanpun aku tidak akan bisa membalas perasaanmu" tegas Wailea. "Mbak receptionist, jangan keGR-an. Cara membalasnya cukup dengan mentraktirku saja di restoran enak langganan kita" kata Helix sambil tertawa mengejek. Wailea tersipu malu mendengarnya. Wajahnya memerah. Untuk menutupi rasa malunya, ia pun berpura-pura menatap layar komputer seolah-olah sibuk.
Lenny kembali menjelaskan pada Wailea apa yang sebenarnya ia tahu. Rezo memang mengajukan ijin di kantor untuk pergi ke luar kota, tepatnya Sumatera tempat dimana ibu Wailea tinggal. Alasan Rezo adalah untuk berlibur bersama keluarga untuk merayakan ulang tahun Wailea.Mendengar semuanya seperti sangat aneh, Wailea mencoba untuk berfikir positif. Wailea meyakini dirinya jika sang suami sengaja membohonginya dan seolah tidak ingat akan hari ulang tahunnya agar semua rencana untuk memberikan kejutan padanya tidak gagal. Mungkin saja Rezo hendak mengajak mama untuk datang ke Jakarta, pikirnya dalam hati.Setelah berbincang dengan Lenny, Wailea pun kembali ke dalam restoran melanjutkan makan siangnya yang tertunda.“Kamu kenal Lenny, Hel?” tanya Wailea sambil mengunyah makanan di mulutnya. Helix pun tersedak. Hampir saja makanan di mulutnya lompat keluar mengenai wajah Wailea. Wailea menepuk punggung Helix, mencoba membantunya mengeluarkan makanan
“Terima kasih, ma. Suara mama kenapa lemas sekali? Mama sakit?” tanya Wailea khawatir. Suara lembut dari seberang telepon adalah suara dari seseorang yang amat Wailea cintai. Dia adalah Weni, ibu kandung Wailea. Weni bagaikan batu karang di tepi pantai. Beribu kali dihantam gelombang tetapi tetap berdiri dengan tegar. “Biasa, Lea. Kurang enak badan” sahut Weni. “Mama sudah ke dokter?” tanya Wailea lagi dengan suara yang mulai panik. “Sudah sayang, jangan khawatir ya. Rezo mana, Lea?” tanya Weni. Wailea tersentak, dia terdiam sejenak. Mengapa mama bertanya soal Rezo, tanyanya dalam hati. Hal ini cukup membuat Wailea lemas hingga membuatnya duduk di sofa merahnya. Tanpa Wailea sadari, dia melamun cukup lama. Weni yang menunggu jawaban Wailea sempat memanggilnya beberapa kali hingga akhirnya Wailea tersadar dari lamunannya. “Oh, Rezo masih lembur, ma” suara Wailea terdengar sedikit bergetar. Ia terpaksa harus membohongi orang tuanya karen
Kaki Wailea mendadak lemas dan dahinya dipenuhi dengan keringat. Jantungnya berdegup begitu kencang. Panik, ya memang Wailea sedang panik saat ini. Kenapa kamu tega membohongiku, jerit hati Wailea. Sesaat setelah Wailea merasa lebih baik. Dia pun langsung berjalan menuju ruang kerja Robin, sang direktur utama. “Silahkan Wailea, ada apa?” tanya Robin. Robin memang sosok direktur yang sangat disegani banyak orang. Karena kewibawaannya dan juga rasa pengertian dia yang begitu besar pada karyawan. Robin adalah anak dari sang presiden direktur. Itu sebabnya ketika dia menunjuk Wailea sebagai pengganti Brandon, semua menyetujuinya karena percaya akan pilihannya itu. Wailea mencoba menjelaskan titik permasalahannya dan memang seperti biasa Robin langsung mengerti posisinya. “Silahkan selesaikan dulu masalahmu. Saya mau kamu tampil dengan baik ketika pengangkatan nanti” kata Robin dengan sangat bijak. Kini terlihat wajah Wailea yang kembali dihiasi se
"Saya rasa istri bapak takut saat mendengar suara anda, makanya dia pergi dari sini tanpa membawa barang" ujar Luna saat Helix hendak menduduki kursi plastik merah di teras rumah Luna. Helix terheran, mengapa bisa wanita di hadapannya itu berfikir jika dia adalah suami dari Wailea. Helix pun bertanya-tanya siapakah wanita ini, karena baru pertama kalinya dia melihat Luna. "Saya ini resepsionis hotel di Bali yang berhasil anda buat kehilangan pekerjaan. Pantas saja anda tega kepada orang lain, kepada istri anda sendiri saja anda teganya bukan main" sahut Luna kesal. Helix semakin bingung dibuatnya. "Dari tadi saya perhatikan ucapan anda melantur tidak ada arahnya. Kenapa anda pikir saya ini suami Wailea?" tanya Helix penasaran. "Kalau anda bukan suaminya, lalu kenapa foto anda ada di dompetnya?" tegas Luna. Helix terdiam dan berfikir. "Saya tidak sengaja melihat foto anda di dompet mbak Wailea. Foto 3x4 sih, tapi sangat jelas kalau itu foto anda" lanjut Luna. Ingin rasanya Helix
Setelah selesai diobati, Wailea berjalan menuju toko disebelah klinik. Dia membeli sebuah topi dan masker. Tujuannya agar perban dikepala tidak terlihat dan wajahnya pun tidak terlihat karena ditutupi masker. Setelah itu kembali Wailea mencari taksi dan melanjutkan perjalanannya menuju bandara. Seolah sudah di lancarkan jalannya, disaat Wailea sampai dia pun langsung mendapatkan penerbangan tepat pada waktunya. Dia segera mengurus tiket dan lain sebagainya. Beberapa jam kemudian Wailea telah tiba di Sumatra. Tak sabar rasa hati ingin bertemu sang ibu dan memeluknya erat. Dia sudah membayangkan untuk menceritakan semua yang telah dialaminya selama ini. Setelah menggunakan kendaraan umum, Wailea pun sampai di halaman rumah sang ibu. Tangisan tak mampu lagi ditahan olehnya, dia segera berlari menuju pintu utama. Tooookkk... Tokk... Tokkk.. Suara ketukan pintu yang sangat lembut. Seseorang dari dalam rumah membukakan pintu. Wailea terkejut saat melihat seseorang yang tidak dia kenal be
Cuaca pagi yang mulai terasa hangat oleh mentari. Wailea terbangun dan tersadar jika dirinya tidak di rumah itu lagi. Wailea mengambil ponselnya dan kemudian menyambungkan pada kabel pengisian daya. Pasti sudah banyak pesan dari orang-orang yang mencariku, katanya dalam hati. "Selamat pagi mbak. Ayo sarapan dulu" ajak Luna. Luna kembali dikejutkan dengan darah yang mulai memenuhi perban dan juga bahkan meninggalkan noda pada sarung bantalnya. "Maaf Luna, saya jadi mengotori barang kamu" kata Wailea sungkan. "Itu bukan masalah mbak, bisa dicuci dan kembali bersih. Yang jadi masalah sekarang adalah, perban dan obat saya kebetulan habis. Jadi saya harus beli dulu ke apotek" kata Luna. Wailea mengambil dompetnya dan memberikan sejumlah uang. "Terima uang ini ya. Kamu sudah memberiku tempat dan makanan bahkan obat. Aku tidak tenang jika kamu tidak menerimanya". "Mbak Wailea sama sekali tidak merepotkan saya. Saya malah senang bisa membantu. Tapi apa tidak lebih baik mbak Lea ke ruma
Wailea terus mengendarai motornya ke arah yang dia sendiri pun tak tahu. Untuk sementara darahnya sudah terhenti karena perban dan obat yang dia pakai sebelum pergi. Mengapa Wailea memilih pergi? Mengapa dia tidak tetap tinggal disana dan meminta pertolongan? Karena merasa Ruben sangat marah padanya dan juga Rezo, dia pun memilih untuk bertahan sendiri. Dia juga tahu jika Helix masih dalam keadaan kesal padanya, jadi lebih baik dia tidak menghubungi siapapun. Dengan sebuah ransel kecil, Wailea membawa sedikit pakaiannya. Dia yakin untuk kembali ke rumah Weni. Hatinya kini terasa sangat lelah dengan semuanya. Karena kepalanya yang terasa masih sangat berat, Wailea pun tak imbang kemudian hampir menabrak seorang wanita. Dia membanting stang motornya dan kemudian terjatuh. "Mbak baik-baik saja?" tanya seorang wanita yang terlihat panik. "Maafkan saya, saya tidak hati-hati" kata Wailea sembari melepaskan helm di kepalanya. "Mbak Wailea" kata wanita itu. Wailea mencoba mengingat siapa
Ttookkk... Tookkk... Ttoookkkk. Suara ketukan itu terdengar sangat kasar. Helix segera keluar dari kamarnya menuju pintu utama dan membukakan pintu. Bbbuuukkkkk... Sebulan pukulan yang sangat kuat mendarat di pelipis Helix. "Apa-apaan ini?" tanya Helix sembari menyentuh pelipisnya yang langsung membiru dan bengkak. "Apa anda puas sekarang menghancurkan rumah tangga anak dan juga menantu saya?" tanya Ruben dengan sangat geram. "Maksud bapak apa?" tanya Helix kebingungan. "Saya tahu jika anda memiliki hubungan dengan menantu saya" jawab Ruben dengan penuh emosi. "Saya memang punya hubungan dengan menantu anda, tetapi hanya sebatas hubungan rekan kerja dan juga teman dekat. Apanya yang salah?" tanya Helix lagi. "Terlalu banyak kebohongan yang kalian semua ciptakan" ujar Ruben. "Saya memang punya perasaan dengan Wailea, tetapi dia tidak pernah menyambut perasaan saya ini sekalipun. Mungkin saya akan sangat bahagia jika anda memukul saya karena tuduhan anda benar. Asal anda tahu,
Wailea terdiam membeku, air matanya yang sedari tadi menetes kini berhenti seketika. Keadaan hatinya sangat buruk dan sama sekali tidak beraturan. Kini matanya tertuju kepada secarik kertas bermaterai di atas meja. Bercerai? Apakah ini ujung dari perjuanganku selama ini? Wailea berjalan mendekati meja dan mulai meraih dokumen tersebut. Dipandangilah isi surat itu dari atas hingga bawah. Ini kali pertama di dalam hidupnya merasakan begitu berat ketika memegang secarik kertas. Bayang-bayang yang menakutkan kini meliputi pikirannya. Bagaimana dengan mama? Bagaimana dengan papa Ruben? Bagaimana nasibku nanti? Apa pandangan orang-orang terhadapku yang menjadi janda hanya dalam waktu sekejap mata? Aku harus bagaimana? Terlalu banyak suara yang kini bersarang di kepalanya. "Boleh aku bertanya? Jika kalian menjawabnya dengan jujur, maka aku akan segera menandatangani surat ini dan pergi" tantang Wailea. Ketty dan Rezo saling pandang dan kemudian mempersilahkan Wailea untuk mengajukan perta
Hati Papinka terasa membara mendengar sindiran Ruben yang begitu menyakitkan namun benar adanya. Wajah Papinka dan Ketty memerah karena menahan malu dan emosi. Seolah mereka terkena telak dari Ruben, Ketty pun memutar otak agar bagaimana caranya mereka bisa kembali berada di posisi yang aman. "Asal om tahu, kami tidak pernah menyembunyikan hubungan kami ini di depan Wailea. Bahkan dia tahu jika saya dan Rezo berlibur di Bali" kata Ketty membuat suasana semakin kacau. Ruben tercengang dan seketika itu juga menatap Wailea. "Apa benar yang dia katakan?" tanya Ruben. Bibir Wailea terasa berat hendak menjawab pertanyaan itu. Entah dia harus bagaimana sekarang menghadapi situasi yang mulai menyudutkannya itu. "Maafkan Lea, pa" sahut Wailea tanpa pembelaan apapun. Jantung Ruben kini terasa nyeri dan sakit. Dia pun memegang dadanya dan mencoba untuk tetap bertahan. Sungguh sulit dipercaya namun pernyataan itu tak dibantah oleh Wailea. "Om tahu kenapa Wailea tidak bertindak apa-apa? Karen
Helix tersungkur lemas tak berdaya, matanya tak sanggup menahan air mata. Tersadar jika ternyata perasaannya tak bertepuk sebelah tangan. Betapa hancurnya dia, menyaksikan orang yang mencintainya harus mengorbankan kehidupannya demi orang lain. Cinta memang tidak harus memiliki, tetapi cinta yang mereka alami adalah sesuatu yang sangat rumit dan pelik. Helix mengambil ponsel dan mencoba menghubungi Wailea. Namun sayang, ponsel Wailea dalam keadaan kehabisan baterai dan mati. Helix terus menatap surat itu diiringi dengan air mata yang tak henti-hentinya membasahi pipi. Mencintai orang selama bertahun tahun dan akhirnya bertemu dengan dia tetapi dalam keadaan telah dimiliki orang lain, bukanlah hal terberat bagi Helix. Namun saat mengetahui jika orang yang dia cintai juga mencintainya namun berjuang demi kebahagiaan orang lain membuatnya rapuh dan terasa sangat menyakitkan. Disaat Helix tengah merasakan kepedihannya seorang diri di sudut ruangan, Wailea dan Ruben pun sampai di halam
"Helix, ini hari terakhir Wailea bekerja. Jadi tolong kamu bahas berdua dengannya untuk setiap projek yang masih dalam tahap pengerjaan" kata Robin."Hari teakhir? Maksudnya bagaimana?" tanya Helix terkejut. "Kalian bicara ya, saya tinggal" sahut Robin lalu meninggalkan ruangan mereka."Ada apa Wailea?" tanya Helix panik."Aku akan pindah besok, Hel" jawab Wailea lemas."Kenapa mendadak sekali?" tanya Helix lagi."Memang mendadak, karena ini keputusan Rezo" jawab Wailea. "Kamu bahkan tahu kalau selingkuhan suamimu sedang mengandung, tetapi kamu tetap bertahan?" tanya Helix jengkel. Dia menggaruk kepalanya dengan sangat keras. Perasaan kesal yang tidak mampu ditutupi. -----Waktu berjalan dengan sangat cepat. Kini jam sudah menunjukkan pukul empat sore. Sepanjang hari Helix dan Wailea hanya diam dan fokus akan pekerjaan. Komunikasi mereka pun dilakukan melalui chat. Keheningan dan kebekuan yang belum pernah terjadi sebelumnya diantara mereka.Hingga tiba saatnya jam pulang kerja, He