Beranda / Pernikahan / Bukan Jodoh Pilihan / 3. Masa Lalu Kelabu

Share

3. Masa Lalu Kelabu

Penulis: Bai_Nara
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

🍁 Tiara 🍁

Aku tengah berjalan menyusuri toko rotiku. Aku lulusan sarjana ilmu gizi dan memilih bekerja dengan membuat usahaku sendiri. Savira Cake and Bakery diambil dari nama mendiang adikku. Dia meninggal saat berusia lima bulan. Aku sangat sedih saat itu. Tujuh tahun kunantikan kehadirannya. Setelah dia lahir ternyata aku hanya diberi kebahagiaan menjadi kakak selama lima bulan. Aku pikir aku akan mempunyai adik lagi ternyata mamahku malah bercerai dengan Papah saat usiaku menginjak delapan tahun.

Benci, marah sekaligus rindu berkecambuk dalam hatiku kala itu. Aku sangat membencinya. Dia bahkan menjadi lebih perhatian pada kedua anak tirinya daripada diriku, hingga saat usiaku sepuluh tahun, aku menangis memintanya datang ke acara ulang tahunku. Saat itu hujan lebat disertai petir. Aku ke sana ditemani Mbok Nem, pengasuhku.

Dia menolak tegas dengan alasan sedang hamil muda, adikku katanya. Masih kuingat dengan jelas binar wajah bahagianya saat mengatakan sedang hamil anak suaminya. Saat itu aku marah. Sangat marah. Entah karena saat itu aku masih kecil, atau karena aku merasa teraniaya.

Ditengah hujan petir yang menggelegar aku mengucap sesuatu yang mungkin menjadi doa dan diijabah oleh Tuhan. Karena selepas aku mengatakannya, kudengar suara petir menyambar sangat keras bahkan aku dan Mbok Nem sampai ketakutan. Mbok Nem dengan penuh kasih memelukku yang ketakutan. Mbok Nem justru yang bertindak seperti ibuku, sedangkan ibuku sendiri mengacuhkanku demi suami barunya dan calon anaknya.

“Hiks ... hiks ....”

“Sudahlah Non Tiara, ‘kan ada papahnya Non sama Mbok Nem. Nanti kita beli balon yang banyak lalu minta papah membeli kue yang besar ya,” hibur Mbok Nem kala itu.

“Hiks ... hiks. Tiara benci sama Mamah, Mbok. Tiara benci. Hiks. Hiks.”

“Sudah Non, ayok ganti baju. Kita masuk ke dalam rumah.”

“Tiara benci Mamah, Mbok. Tiara benci. Tiara gak sudi punya adik lagi. Cukup Savira, Tiara gak akan pernah punya adik dari Mamah gak akan pernah selamanya,” ucapku penuh amarah kala itu.

Jeder! Sesaat setelah aku mengucapkan kalimat itu terdengar petir yang menyambar keras sekali. Aku sampai meringkuk ketakutan, bahkan Mbok Nem juga. Cukup lama kami hanya saling berpelukan.

“Ya Allah Tiara, Nduk.”

Kulihat papahku tengah berlari dari arah mobilnya. Dia langsung memelukku penuh sayang.  Dalam pelukannya aku merasa tenang sekali. Tak ada lagi ketakutan. Tak ada lagi amarah. Sejak saat itu aku sudah berjanji akan selalu bersama Papah dan membahagiakannya. Entah dia mau menikah lagi ataupun tidak, aku tak peduli.

Satu bulan sejak peristiwa itu, aku mendengar kabar mamahku keguguran. Dia terjatuh saat di kamar mandi. Janin yang baru berusia tiga bulanan itu tak bisa diselamatkan bahkan kudengar sejak saat itu Mamah tak pernah hamil lagi hingga sekarang.

Aku tak tahu apa yang terjadi saat itu. Tapi aku merasa kejadian yang dialami oleh Mamah, akibat doaku. Doa anak yang merasa terabaikan. Mbok Nem yang mengetahui jika Mamah keguguran, kini selalu menasehatiku untuk menjaga omongan disaat kita marah. Jangan sampai orang menjadi rugi karena omongan kita. Omongan bisa berarti doa. Takutnya itu akan berbalik pada diri kita.

Sejak saat itu aku mulai berdamai dengan takdirku. Aku sudah tak pernah berharap lagi akan mendapat kasih sayang Mamah. Kami putus komunikasi hingga sekarang. Bahkan aku tak tahu dimana dia sekarang ini.

***

“Kamu itu aneh,” kata sahabatku Wiwin. Dia seorang ibu rumah tangga dengan dua putra. Satu berusia empat tahun yang satunya setahun.

“Aneh kenapa?”

“Kamu itu baru menikah kemarin. Kok sudah kerja lagi.”

“Memangnya kalau aku sudah nikah kenapa?”

“Ya Allah, Tiar. Aku itu bingung sama kamu. Suamimu itu ganteng loh. Kalau aku jadi kamu tak kekepin dianya. Tak kurung di rumah aja. Gak boleh keluar-keluar,” cerocosnya.

Aku memilih diam tak menanggapi. Lagian aku sedang fokus untuk eksperimen usahaku membuat donut dari ubi ungu.

“Permisi, Mbak.” Lina salah satu pegawaiku datang.

“Iya Lin, ada apa?”

“Ada tamu.”

“Siapa?” tanyaku.

“Gak tahu Mbak. Ibu-ibu paruh baya dengan ... maaf penampilan menyedihkan. Kurus kayak gak terurus,” ucap Lina sambil berbisik.

“Oh, suruh tunggu di ruang penerima tamu ya, Lin!”

“Oke, Mbak.”

Setelah menyelesaikan eksperimenku dan mencuci tangan, aku menemui tamu tersebut.

Deg.

Tiba-tiba amarah yang hampir 20 tahun aku pendam muncul lagi. Tapi aku berusaha meredam emosiku. Aku berjalan dengan anggun melewatinya dan duduk di kursi seberang. Kami terpisahkan oleh meja.

“Tiara Sayang. Apa kabarmu, Nak?” Wanita paruh baya itu bermaksud memelukku tapi aku melengos, enggan menerima pelukannya. Dia tertegun, kemudian memilih duduk kembali. Hening, tak ada satu pun yang bicara.

Kuamati wajahnya yang dulu sangat cantik, yang sebagian besar diturunkan pada wajahku. Kulihat wajahnya seperti memendam banyak penderitaan, entahlah tapi aku tak peduli.

“Kamu masih marah sama mamah, Nduk?”

“Menurut Mamah?”

“Kalau kamu sudah dewasa kamu akan mengerti apa yang mamah lakukan. Mamah hanya mengikuti kata hati.”

“Iyalah Ma, Tiara ngerti kok. Yang membedakan manusia beretika dan tak beretika ‘kan bagaimana cara mereka menyelesaikan masalah. Termasuk Mamah.”

“Sayang. Mamah mohon jangan hakimi mamah lagi. Cukup kedua eyangmu, keluarga mamah dan papahmu serta keluarga istri pertama Om Irwan. Jangan kamu juga, Sayang. Mamah menderita Nduk,” ucapnya sambil meneteskan air mata.

“Loh kok menderita, Mah. Bukannya seneng nikah sama mantan. Sampai keluarga sendiri ditinggalkan. Lagian Mamah juga sudah punya anak ‘kan dari Om Irwan,” sinisku.

“Sejak mamah keguguran, mamah gak pernah bisa hamil lagi, Nduk. Dan Om Irwan sudah meninggal 5 tahun yang lalu karena sakit.”

Aku memilih tak menyahuti cerita Mamah.

“Kamu tahu Nduk, pernikahan mamah dan Om Irwan tak pernah bahagia. Keluarga istri pertama Om Irwan membenci mamah dan Om Irwan. Seluruh harta Om Irwan diambil alih oleh mereka dan diserahkan hanya kepada kedua anaknya. Padahal itu hasil usaha Om Irwan juga, tapi alasan mereka karena modal sebagian besar dari almarhum sang istri. Kami harus banting tulang Nduk, untuk membiayai hidup kami. Awalnya kami berharap dengan kehamilan mamah, kami akan lebih bahagia. Tapi ternyata mamah keguguran dan tak pernah hamil lagi.” Mamah menyusut air matanya.

“Eyangmu memarahi mamah, beliau bilang kalau ini karma mamah karena menyia-nyiakan kamu dan papahmu. Semenjak Mas Irwan sakit, mamah banting tulang. Mamah pernah salah dan mamah tak ingin melakukan hal yang sama untuk Mas Irwan. Karena itu, mamah memilih bertahan,” lanjutnya.

“Lalu, sekarang mau Mamah apa? Pengen balikan sama Papah gitu? Maaf, Tiara gak akan pernah setuju. Cukup sekali, Mamah pernah bikin Papah kecewa. Sekarang Tiara sudah besar. Tiara gak akan mengijinkan Mamah menyakiti Papah lagi.”

“Enggak Nduk, mamah malu. Mamah tak berani mengemis-ngemis cinta sama papahmu. Dulu saat kami bertemu 3 tahun yang lalu, mamah tanya kenapa dia tak menikah lagi. Mamah saat itu berfikir kalau papahmu masih mencintai mamah. Sehingga mamah berusaha mendekati papahmu.”

Aku shock mendengarnya. Papah tak pernah menceritakan sudah bertemu Mamah lagi.

“Mamah pikir papahmu masih mencintai mamah sehingga membayar semua utang-utang mamah. Ternyata semua dugaan mamah salah. Dia murni hanya membantu mamah karena mamah yang melahirkan kamu. Saat mamah meminta maaf dan ingin rujuk. Papahmu tidak mau. Ternyata alasannya menduda selama ini, karena Mas Bara tidak ingin memberimu mamah baru jika nanti mamah baru yang dia pilih sama seperti mamah bahkan mungkin lebih buruk lagi,” lirih Mamah.

Aku terkejut dengan pernyataan Mamah. Rasanya aku semakin tak ingin jauh dari Papah, walau surga di telapak kaki ibu, tapi aku tak pernah melihat surga itu. Mamah hanya memberiku sebuah neraka bernama kebencian. Sedang Papah selalu memberiku gambaran akan surga dunia itu melalui kasih sayangnya.

“Mamah tahu mamah salah, mamah hanya ingin punya kesempatan buat menyayangi kamu. Mamah akan pulang ke Semarang. Tolong sering-seringlah mengunjungi mamah. Mamah pergi. Dan selamat atas pernikahanmu, mamah berharap kamu bahagia. Walau mamah tak pernah bisa memberi contoh rumah tangga yang baik untukmu. Tapi mamah selalu mendoakan sebuah keluarga yang terbaik untukmu.”

Setelah Mamah pergi, luruh juga air mataku. Ternyata rasa cinta dan rindu itu masih ada. Hanya rasa itu membaur bersama kebencian.

*****

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Aini Rizki
tiara sebenernya gadis yg baik tapi karna trauma jadi tambah penasaran aja
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Bukan Jodoh Pilihan   4. Handuk

    Genap tiga bulan pernikahanku dengan Gilang. Namun, hubungan kami masih dingin. Lebih tepatnya akulah yang menjarak. Gilang selalu berusaha mencairkan kecanggungan kami. Tapi aku memilih menutup mata, telinga dan hati. Masa bodoh, kalau dia lelah pasti dia akan menceraikanku. Apalagi aku tahu jika Amanda sudah kembali dan bekerja di kantor yang sama dengannya.Dan aku pun tahu, Amanda tengah berupaya merebut Gilang dariku. Baguslah, biarkan si pelakor beraksi. Sebentar lagi buaya cap badak bakalan terpikat. Dan aku akan melenggang bebas, sendiri seperti dulu.Beberapa kali Mamah memintaku mengunjunginya, namun tak pernah kugubris. Aku selalu berpikir aku tak butuh ibu seperti dia, lagian aku masih mempunyai ayah yang menyayangiku setulus hati. Suami? Halah, sebentar lagi paling juga lari ke pelukan mantannya.“Tiara?”“Mamah. Kapan datang?” ternyata Mamah mertua yang datang.“Baru saja. Wah, toko roti kamu semakin rame

  • Bukan Jodoh Pilihan   5. Senyum Bidadari Dingin

    🍁 Gilang 🍁Menurut kalian lebih baik memiliki raganya tapi tidak hatinya atau memiliki hatinya tapi tidak raganya? Silakan kalian pilih karena untuk saat ini aku tidak punya pilihan alias mentok tembok jadi aku belum punya jalan keluar. Apalagi memilih.Tiga bulan lamanya kami menikah, namun Tiara masih saja dingin kepadaku. Padahal aku sudah berusaha bersikap manis padanya. Yang membuatku sedih adalah sikapnya begitu hangat jika sedang bersama Mamah, Papah bahkan Hana. Dia bisa menjadi pribadi yang hangat bahkan selalu tersenyum.Senyum itu, adalah senyum terindah yang pernah kulihat. Secara fisik, baik Tiara dan Amanda sama-sama cantik. Tapi entahlah, aku tidak mengerti dengan urusan hati. Sungguh aku akui aku telah jatuh cinta pada istriku karena senyumnya. Senyum tercantik yang pernah kulihat ternyata ada padanya. Sayang senyum itu tak pernah terbit untukku.Berbagai cara kulakukan untuk membuatnya jatuh cinta, minimal menerima kehadiranku. Namun, m

  • Bukan Jodoh Pilihan   6. Si Buaya Dapat Kemeja

    🍁 Tiara 🍁Semenjak kejadian handuk, aku semakin bersikap dingin bahkan di depan Papah. Aku tak peduli, aku merasa terhina sekali. Dalam bayanganku Gilang pasti bersorak karena melihat yang harusnya tak boleh dia lihat dan dia akan membandingkannya dengan Amanda.Dalam tiga bulan pernikahan kami, mau tak mau kadang kami harus seranjang terutama jika menginap di rumah mertua. Tapi kalau di rumah, aku tidak mau seranjang lagi dengan Gilang.Aku kini selalu tidur di ruang kerjaku, masa bodoh tubuhku harus menahan rasa sakit akibat tidur di sofa yang penting aku tidak seranjang dengannya.Selama seminggu ini, kami tak pernah bertegur sapa. Bahkan saat kami sedang perjalanan ke Jogja bersama keluarga besarnya aku memilih pura-pura tidur hingga mobil sampai di tempat tujuan.“Ayok Nduk, beginilah rumah orang tua papahnya Gilang. Masih model kuno. Sengaja dipertahankan seperti ini karena rumah ini menyimpan begitu banyak kenangan, ya &lsqu

  • Bukan Jodoh Pilihan   7. Es Batu Mulai Mencair

    🍁 Gilang 🍁Aku senang sekali Tiara membelikanku kemeja batik. Bahkan malam harinya langsung aku pakai.“Kamu mau kemana, Lang?” tanya Budhe Narti.“Gak kemana-mana, Budhe.”“Kok pake batik?”“Gak papa kepingin aja.”“Ya ampun Mas, itu belum dicuci juga,” gerutu Hana.“Biarin.”“Mambu Mas.”“Ya gak usah cium-ciumlah. Gitu aja repot.”“Astaga! Mbak Tiara yang sabar ya sama kelakuan nyeleneh masku.”Kulihat Tiara hanya tersenyum kikuk. Ya Allah, kapan es batu dalam hati istriku mencair? Sungguh aku tersiksa.***“Baru pulang kerja, Lang?”“Iya Pah. Tiara mana?”“Tadi di depan, kayaknya beli sesuatu di warung Pak Ulin.”“Oh.”Aku tengah mencopot sepatuku ketikaPapah mengajakku bicara serius.&

  • Bukan Jodoh Pilihan   8. Unboxing, Oh No!

    🍁 Tiara 🍁Aku tersipu malu. Astaga apa yang baru kulakukan? Kenapa aku membalas ciumannya? Bodoh! Daripada memikirkan kejadian tadi aku lebih memilih mengangkat teleponku.“Ya Halo?”“Mbak Tiara?”“Kenapa Asih. Tumben nelepon?”“Budhe, Mbak Tiara. Budhe sakit. Sekarang ada di rumah sakit.”Aku kaget untuk beberapa saat kemudian menarik napasku pelan.“Ya sudah, aku akan ke sana.”“Baik, Mbak.”Aku berbalik dan kaget karena hampir saja menabrak Gilang. Ngapain tuh cowok di belakangku.“Kenapa?” tanya Gilang penasaran.“Mamahku sakit, aku harus ke Semarang malam ini juga.”“Ya udah ayuk.”“Ayuk kemana?” Aku mengernyit bingung.“Ke Semarang lah tapi sebelumnya kita pulang dulu.” Akumasih bingung. Maksudnya apa?“Tiar, ini mau dibereskan ap

  • Bukan Jodoh Pilihan   9. Ungkapan Gilang

    Aku tengah merenung di dekat kandang ayam milik Paklik Widodo, ayahnya Asih. Aku meratapi nasibku yang sudah dibuka segelnya. Astaga! Kenapa aku diam saja? Kenapa juga aku sangat menikmatinya. Ya Tuhan Tiara, kamu kenapa?Hampir satu jam aku duduk di atas dingklik atau jengkok (kursi kecil). Setelah mengurus Mamah dan menyuapinya aku langsung bersembunyi di sini. Aku sangat malu jika harus bertemu dengan Gilang pun dengan anggota keluarga yang lain. Aku bahkan sengaja memakai sweater dengan bagian leher yang tertutup karena leherku penuh dengan tanda merah buatan Gilang.“Di sini rupanya! Aku cari-cari dari tadi loh.”Aku kaget, lalu menoleh ke sumber suara. Gilang berjongkok di depanku, kemudian menatapku dengan tatapan menghujam namun lembut. Aku gugup dan segera memalingkan muka.“Hahaha.”Gilang tertawa tapi aku memilih tetap memalingkan muka.“Terima kasih ya, beneran acara buka segel yang luar biasa. Kamu

  • Bukan Jodoh Pilihan   10. Kabar Duka

    🍁 Gilang 🍁Aku masih merengkuh istriku, Tiara. Padahal kemarin aku sangat bahagia karena bisa memiliki raganya. Aku segera menggendong Tiara dan merebahkannya di atas ranjang. Kubelai rambutnya penuh sayang dan kuhapus air matanya dengan kecupan. Aku bahkan mengecup bibirnya mesra. Hingga kurasakan kecupan balik.Entah dorongan darimana kecupan itu berubah menjadi semakin panas dan sekali lagi aku dan Tiara menyatu dalam gairah panas yang selalu didamba pasangan halal.Keesokan harinya aku terbangun dan tak kudapati Tiara di sampingku. Aku panik, takut Tiara melakukan hal-hal yang nekat. Aku langsung asal memakai baju dan segera mencari Tiara.Kegelisahanku sirna tatkala melihat Tiara dengan telaten tengah menyeka Mamah. Aku pun kembali ke kamar dan segera memutuskan mandi, tepatnya mandi junub dan melaksanakan salat subuh.***“Iya Lang?”“Papah sehat?”“Alhamdulillah. Tiara bagaimana?”

  • Bukan Jodoh Pilihan   11. Positif.

    🍁 Tiara 🍁Hampa. Itulah yang kurasakan beberapa hari ini semenjak kematian Mamah. Meski aku masih membencinya, tapi jauh di lubuk hatiku, aku sungguh menyayanginya.Kami sudah kembali ke Purwokerto pada hari kedelapan setelah kematian Mamah. Aku masih belum bekerja, pikiran dan tenagaku sungguh tak tersisa. Tiga hari ini aku hanya bergelung di kasur tanpa melakukan apapun. Papah, Gilang, dan Mamah Gita sering sekali menghiburku. Namun, aku masih dirundung kesedihan. Aku masih belum mampu untuk lepas dari kesedihanku.Gilang dan Papah semakin protektif padaku, terutama Gilang. Semenjak dia tahu aku mengkonsumsi pil penenang, dia semakin posesif. Aku sungguh membencinya tapi sisi hatiku yang lain menyukainya.“Tiar.”“Pah.”Papah mendekatiku dan duduk di tepi ranjang.“Kamu jangan seperti ini Tiar. Bagaimana pun kamu harus terus hidup. Papah tahu kamu menyayangi mamah kamu terlepas apapun kesalahan yang d

Bab terbaru

  • Bukan Jodoh Pilihan   35. Muara Cinta

    Menjalani kehidupan berumah tangga itu bagaikan naik roller coaster. Kadang naik, kadang turun, kadang landai lintasannya. Namun, semua itu selalu disyukuri oleh pasangan Shaka dan Safa. Meski terkadang keributan selalu ada tetapi mereka bersyukur, rasa cinta yang awalnya tak ada kini begitu tersemai membuat masing-masing tak pernah menyalahkan masa lalu mereka.Ya, meski pertemuan keduanya tidak baik hingga melakukan kesalahan fatal. Tetapi keduanya bertekad untuk menjalani rumah tangga dengan lebih baik. Safa yang selama ini selalu menganggap jika kisah percintaannya selalu berakhir tragis, akhirnya menemukan muara cintanya. Dia adalah Shaka. Lelaki baik yang mampu menjadikannya ratu di rumah. Meski kadang suaminya sedikit menyebalkan tetapi Safa tetap cinta. Orang kan gak ada yang sempurna termasuk dirinya. Asal dia jangan diduakan, itu sudah jadi harga mati.Dan Shaka yang selalu dibayangi kesalahan sang ayah, kini menemukan cintanya. Dia adalah Safa. Safa yang telah membuatnya ja

  • Bukan Jodoh Pilihan   34. Balas Dendam Shaka

    Hampir dua minggu Shaka dirawat setelah sadar dari komanya. Kini Shaka mulai berlatih berjalan dengan bantuan tongkat kruk. Selama seminggu sekali dia harus kontrol hingga pada bulan ketiga setelah dia sadar, Shaka sudah bisa berjalan dengan lancar meski kadang-kadang masih merasakan nyeri pada kaki yang pernah terluka.Hari ini, adalah hari persidangan akhir dari Firman untuk kasus pembunuhan berencana terhadap Amanda dan calon suaminya. Shaka datang bersama Safa, Ajeng, Ari, Revan, Gilang, Erik dan Radit.Sidang berjalan lancar karena Firman sepertinya sudah pasrah. Setelah pembacaan putusan sidang, hakim kepala mengetuk palu sebagai tanda berakhirnya sidang. Shaka menemui Firman. Firman menatap Shaka dengan penuh amarah."Puas kamu. Puas kalian?!" teriaknya dari balik kursi roda. Cedera kaki Firman lebih parah dari Shaka sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk penyembuhan.Firman terus mengumpati Shaka namun balasan Shaka adalah sebuah pelukan. Membuat Firman terdiam. Bahk

  • Bukan Jodoh Pilihan   33. Shaka Sadar

    Shaka membuka matanya. Ternyata dia berada di sebuah taman yang indah. Shaka mengelilingi taman guna mencari seseorang yang bisa dia tanyai. Shaka merasa heran. Dia merasa asing dengan tempat yang dia datangi saat ini."Aku dimana? Bukannya aku kecelakaan. Safa mana?"Shaka terus saja berkeliling hingga tatapannya tertuju pada sosok lelaki yang sedang duduk di bawah pohon rindang dengan memangku seorang gadis kecil. Shaka berjalan ke arahnya. "Pak maaf. Apa Ba—"Lelaki yang dipanggil oleh Shaka mendongakkan wajah lalu tersenyum. Shaka sendiri hanya bisa mengatupkan bibirnya. Cukup lama Shaka berada dalam keterdiaman pun lelaki tua di depannya dan sosok gadis cilik yang dengan santai bergelayut manja pada pangkuan sang kakek."Kakek, aku rindu Mamah.""Iya sayang, ayok kita temui ibumu."Lelaki itu berdiri, dia menggenggam tangan si gadis cilik, bersama-sama keduanya berbalik. Baru tiga langkah kedua pasangan itu melangkah namun dicegah oleh Shaka."Tunggu. Kalian mau kemana?"Lelaki

  • Bukan Jodoh Pilihan   32. Farhan Pamit

    Revan menatap sinis pada Bayu dan Farhan. Mereka semua dipanggil ke kantor polisi terkait peristiwa tabrak lari yang dialami Shaka dan Safana. Polisi sudah menindaklanjuti laporan Revan, bahkan bukti-bukti sudah sampai di hadapan penyidik. Revan tentu saja tersenyum puas. Sudah bisa dipastikan dua orang itu akan di penjara setelah keluar dari rumah sakit. Revan sudah mendapatkan kabar jika Firman sudah sadar. Dan itu bagus. Polisi jadi bisa langsung menindak si biang onar."Jadi begitulah, Pak Farhan dan Pak Bayu. Semua bukti mengarah pada Saudara Firman terkait kecelakaan yang dialami Saudara Shaka dan istrinya. Dan satu hal lagi. Pihak kepolisian Surabaya sudah berhasil menangkap Saudara Hari. Saudara Hari sudah memberikan keterangan sejelas-jelasnya perihal kematian Saudari Amanda dan calon suaminya. Dan tentu saja, Pak Farhan pasti paham maksud saya."Sang penyelidik berhenti bicara. Dia sengaja menjeda kalimatnya. Farhan hanya bisa menunduk pasrah."Iya Pak.""Kami akan terus me

  • Bukan Jodoh Pilihan   31. Penyesalan

    Ajeng sedang menangis di bahu sang suami. Pun dengan Andini. Dia bahkan sempat pingsan saat mendengar anak dan menantunya mengalami musibah.Revan yang baru datang bersama Alif langsung menuju TKP. Kini, keduanya sedang mendengarkan kronologi kejadian yang menimpa adiknya dari salah satu petugas."Tabrak lari?" tanya Revan."Iya, Pak. Berdasarkan rekaman CCTV, di sekitar jalan yang dilewati Ibu Safa dan Pak Shaka, terekam jelas jika mobil sempat berhenti lalu tiba-tiba melaju kencang saat kedua korban hendak menyeberang.""Kurang ajar. Plat nomernya bisa dilacak?""Sedang dilacak, Pak. Kebetulan plat nomernya terbaca di CCTV. Beberapa korban yang lain juga sempat memotretnya."Revan manggut-manggut. Sang polisi pamit untuk kembali bertugas. Sementara Revan dan Alif segera masuk ke rumah sakit dan segera menuju ruang IGD rumah sakit Bunda Kasih."Pah, Mah. Om, Tante. Gimana Safa sama Shaka?"Andini langsung memeluk putranya. Dia menceritakan kondisi Safa dan Shaka."Keponakanku gimana?

  • Bukan Jodoh Pilihan   30. Firman Gelap Mata

    Firman melempar ponselnya dengan keras. Beruntung ponselnya adalah ponsel mahal sehingga tahan banting. Dia marah karena lagi-lagi akan masuk ke dalam penjara. Pasal yang ditujukan padanya saat ini adalah pencemaran nama baik, pelaku video mesum dan penyebarnya. Sementara Diana yang duduk di sofa apartemennya hanya bisa menunduk. Dia pun akan dijebloskan ke penjara dengan tuduhan pencemaran nama baik dan pelaku video mesum."Argh. Pengacara yang disewa kamu itu kenapa bisa kalah? Kamu bilang dia salah satu pengacara terbaik. Kenapa bisa kalah?""A-aku gak tahu.""Arghhhh!"Firman membanting apa saja yang ada di apartemennya. Diana sendiri lebih memilih diam. Sesekali mengelus perutnya. Ponsel Firman kembali berdering. Dengan malas-malasan dia berjalan menuju dimana ponselnya tergeletak. Nama yang tertera di layar membuat Firman mengernyit, dia segera mengangkat ponselnya."Hai, Bro. Ada a—""Polisi sudah menemukan bukti keterlibatan kamu dalam kematian Amanda dan calon suaminya. Oran

  • Bukan Jodoh Pilihan   29. Radit Menenangkan Diri

    Safa kaget ketika membuka pintu. Tampaklah Diana yang tersenyum sendu ke arah Safa."Diana.""Hai, Fa. Boleh aku masuk?"Sebelum Safa berkata terdengar suara sang ibu mertua yang menanyakan siapa yang datang."Siapa Fa?"Ajeng mendekat ke arah pintu. Saat tahu siapa tamu yang datang, wajah Ajeng yang awalnya terlihat ceria menjadi berubah. Ada rasa tak suka yang tak bisa dia sembunyikan."Hai, Tante Ajeng. Apa kabar?" Diana berusaha berbasa-basa."Baik. Ada keperluan apa kamu ke sini, Diana?" Ajeng langsung bertanya to the point."Diana cuma mau minta maaf, Tante.""Kami sudah melupakan semuanya, jadi kamu tak perlu minta maaf lagi.""Tapi Diana sungguh menyesal, Tante. Diana merasa belum lega kalau belum meminta maaf.""Tidak perlu. Cukup kamu jangan lagi muncul dalam kehidupan kami, terutama kehidupan Shaka dan Safa. Itu sudah lebih dari cukup. Kami tak meminta lebih."Diana hanya bisa tersenyum sendu. Tatapannya mengarah pada Safa yang berdiri tak jauh dari dia."Maafkan aku, Fa.

  • Bukan Jodoh Pilihan   28. Bertemu Mariana

    Safa berhenti, dia membungkuk untuk mengambil botol susu milik seorang anak yang terjatuh."Ini, Mbak botol susunya.""Iya, makasih Mbak. Maaf tadi saya— Safa."Mariana menatap kaget ke arah Safa, pun dengan Safa. Keduanya tak sengaja bertemu di sebuah mall. Semenjak hamil besar, Safa memang sering bolak balik ke toilet. Pun kali ini. Namun, dalam perjalanan kembali dari toilet, dia melihat seorang ibu yang sedang kesusahan membawa barang belanjaan sambil menggendong anaknya. Sang bayi menangis meminta susu. Sang ibu pun memberinya dengan sedikit kesusahan karena bayinya bergerak terlalu kencang hingga botol susu yang hendak Mariana serahkan malah terjatuh.Kedua mantan sahabat hanya saling terdiam. Safa yang pertama sadar, karena mendengar suara tangisan bayi."Lapar ya? Ini."Safa membantu sang bayi dengan mengarahkan ujung dot pada mulutnya. Sebelumnya Safa sudah membersihkan ujung dot dengan tissue yang ada dalam tasnya. Sang bayi yang sudah menemukan sumber makanannya berhenti m

  • Bukan Jodoh Pilihan   27. Ayah VS Anak

    Plak! Sebuah tamparan keras Farhan layangkan untuk Firman. Dia menatap putranya penuh amarah. Marisa yang melihat sang anak ditampar hanya bisa menjerit sementara Firman mengelus pipinya dengan amarah pula."Mau sampai kapan kamu kayak gini hah? Belum puas kamu dulu menghamili Desty dan Amanda. Lalu ini apa? Kamu menghamili dua wanita sekaligus."Farhan membanting foto-foto Firman sedang beradegan mesra dengan dua wanita. Yang satu bernama Laila, sekretaris Firman saat ini. Sementara satunya lagi adalah Diana."Orang tua Laila, minta kamu nikahin dia. Ayah Diana juga minta kamu bertanggung jawab. Pokoknya papah gak mau tahu. Kamu harus nikahin keduanya." Farhan masih menatap putranya dengan raut murka."Kenapa marah? Firman kan ngikutin jejak Papah. Bukannya Papah juga gitu, selingkuh sama Mamah."Plak. Tamparan lagi-lagi mampir di pipi Firman."Tapi papah hanya khilaf sekali. Setelah itu, papah menyesal dan papah bertaubat. Tapi kamu! Kamu malah menjadikan Diana alat untuk memfitna

DMCA.com Protection Status