Beranda / Rumah Tangga / Bukan Jodoh Pilihan / 5. Senyum Bidadari Dingin

Share

5. Senyum Bidadari Dingin

Penulis: Bai_Nara
last update Terakhir Diperbarui: 2021-12-28 08:53:02

🍁 Gilang 🍁

Menurut kalian lebih baik memiliki raganya tapi tidak hatinya atau memiliki hatinya tapi tidak raganya? Silakan kalian pilih karena untuk saat ini aku tidak punya pilihan alias mentok tembok jadi aku belum punya jalan keluar. Apalagi memilih.

Tiga bulan lamanya kami menikah, namun Tiara masih saja dingin kepadaku. Padahal aku sudah berusaha bersikap manis padanya. Yang membuatku sedih adalah sikapnya begitu hangat jika sedang bersama Mamah, Papah bahkan Hana. Dia bisa menjadi pribadi yang hangat bahkan selalu tersenyum.

Senyum itu, adalah senyum terindah yang pernah kulihat. Secara fisik, baik Tiara dan Amanda sama-sama cantik. Tapi entahlah, aku tidak mengerti dengan urusan hati. Sungguh aku akui aku telah jatuh cinta pada istriku karena senyumnya. Senyum tercantik yang pernah kulihat ternyata ada padanya. Sayang senyum itu tak pernah terbit untukku.

Berbagai cara kulakukan untuk membuatnya jatuh cinta, minimal menerima kehadiranku. Namun, masih gagal. Beruntung aku masih tinggal dengan Papah mertua sehingga kesempatan untuk berdekatan terbuka lebar jika kami berada dalam satu ruangan bersama Papah mertua.

Aku tahu Tiara akan berpikir kalau ciuman pertamanya diambil olehku di hadapan Papah saat hari ulang tahunnya. Padahal dia salah. Dia tak tahu jika setiap malam aku pasti mencium semua bagian wajahnya termasuk bibirnya yang tipis namun menggoda.

Tiara punya kebiasaan kalau sudah tidur seperti mayat hidup. Gak bakalan bangun walau ada suara bom di dekatnya. Kesempatan buatku. Hahaha. Terserah kalian mau mengataiku maling, toh aku maling sama istriku sendiri kok. Gak ada yang rugi malah aku yang happy bisa menikmati bibirnya yang menjadi candu buatku.

“Mas Gilang.”

Aku menatap ke arah Amanda yang memanggilku, bagaimana mungkin aku tak mendengar pintu yang dibuka? Kenapa dia harus sekantor denganku? Kurang ajar si Firman itu. Dia sengaja sepertinya, dialah yang merekomendasikan agar Amanda bekerja di sini sebagai sekretarisnya. Untung bukan sekretarisku.

“Ya Manda. Ada apa?”

“Makan siang, yuk.”

“Maaf Manda, aku sudah bawa bekal.” Aku mencoba beralasan.

“Ya udah bekalnya dikasihkan ke orang lain saja, Pak Roni si satpam misalnya. Ayok kita keluar.”

Sorry Manda. Plis jangan kayak gini. Aku sudah punya istri. Jangan buat aku menjadi lelaki jahat lagi, aku minta maaf karena tak berhasil memperjuangkanmu. Tapi aku mohon, kamu jangan berubah. Jadilah Manda yang tegar dan bermartabat,” ucapku dengan nada lembut. Berharap apa yang aku ucapkan didengar oleh Amanda kali ini.

“Aku gak butuh jadi bermartabat, toh semua orang akan menganggapku rendah karena kelakuan ibu dan kakakku. Jadi, kalau aku dianggap murahan. Aku gak peduli.”

“Aku peduli, Manda.” Suaraku meninggi.

“Kalau Mas peduli sama Manda, ayo kita balikan. Aku akan memaafkan Mas asal kita bisa selalu bersama. Manda bahkan rela walau harus jadi yang kedua.”

Amanda mendekat ke arahku dan mencondongkan tubuhnya sehingga bagian dadanya hampir terlihat olehku namun aku segera bangkit.

“Keluar Amanda!”

“Mas ....” Suaranya manja.

“Keluar!” Kali ini suaraku lebih tinggi.

“Jahat kamu, Mas.”

Amanda pergi meninggalkan ruangan dengan berderai air mata. Aku sama sekali tak ingin mengejarnya. Dulu setiap dia menangis aku akan berusaha menghiburnya, tapi sekarang tidak lagi.

Entahlah, sekarang pandanganku tentang Amanda berubah. Sekarang aku malah berpikir dia tidaklah sebaik yang aku lihat dulu. Perkataan Mamah kini selalu terngiang-ngiang terus kalau Amanda tak berbeda jauh dengan ibunya.

Bahkan kini aku selalu membanding-bandingkan Amanda dengan Tiara. Meski Tiara dingin namun dia sangat ramah sekali pada orang lain. Dia pun selalu menjaga jarak dengan lelaki. Tidak seperti Amanda yang mudah bergaul bahkan tak segan bercanda dengan lawan jenis sampai melibatkan sentuhan tangan pada bahu, tangan atau paha lawan jenisnya. Dulu tingkah Amanda ini kuanggap karena dia memang orangnya supel, namun sekarang pola pikirku tentang Amanda berubah. Menjelang waktu pulang, pintu ruanganku terbuka. Aku menatap rekan kerja sekaligus rivalku dengan mimik muka datar.

“Kamu tadi apain Amanda?” Firman datang dan langsung menginterogasiku.

“Mengusirnya karena dia hampir menggodaku.”

“Lang.”

“Plis Firman, kamu tahu antara aku dan Manda pernah ada hubungan tapi kamu malah sengaja merekomendasikan dia. Kamu berharap agar kami CLBK gitu? Kamu ingin aku hancur karena dicap tukang selingkuh dan gak bisa melupakan mantan gitu? Hebat ya Fir.”

“Lang bukan gitu, maksud aku gak gitu. Aku kasihan sama Manda karena dia meminta pekerjaan untuknya. Kebetulan aku butuh sekretaris jadi aku ....”

“Dan membuat aku jadi korbannya gitu?”

“Lang.”

“Makasih Fir, kamu berhasil. Aku tahu kita saingan dalam hal pekerjaan tapi caramu gak mutu tahu. Tapi tenang saja, hari ini hari terakhir aku di sini. Aku memutuskan membantu perusahaan Papah. Selamat ya Fir. Jabatan yang kamu inginkan, sebentar lagi akan kamu dapatkan. Satu saranku, hati-hati dengan Amanda. Ingat kamu punya anak dan istri. Jangan sampai apa yang terjadi pada Om Farhan juga terjadi sama kamu. Karena jika hal itu sampai terjadi, yang akan kamu dapatkan hanya penyesalan seumur hidup, sama seperti papahmu.”

Mimik muka Firman berubah, wajahnya memerah menahan kesal. Terlihat dia sangat tidak terima dengan perkataanku. Tapi masa bodoh, memang seperti itu kenyataannya.

“Makasih untuk semuanya, maaf jika aku membuatmu merasa tersisih di perusahaan milik papahmu.”

Aku melenggang meninggalkan kantor yang hampir lima tahun ini menjadi tempatku mengasah kemampuan. Cukup aku merasa diserang terus dari belakang oleh Firman bahkan dengan menggunakan Amanda. Selama dua bulan ini aku mencoba bertahan karena memang aku berniat menyelesaikan proyek yang tengah menjadi tanggung jawabku. Om Farhan, ayah Firman sangat menyayangkan keputusanku tapi tak bisa berbuat banyak karena alasanku memang tepat.

Aku sengaja mampir ke toko roti milik istriku. Saat akan memasuki ruang pribadinya, kudengar dia tengah bercerita dengan Mamah. Lagi, kulihat senyum itu. Senyum yang membuatku jatuh cinta bahkan untuk kesekian kalinya. Heran, bayangan Amanda tak pernah lagi hadir bahkan lewat mimpiku. Semua sudah tergantikan oleh seorang Tiara.

“Hahaha. Eh, Gilang. Baru datang Nak?”

Aku sedikit kaget, rupanya Mamah menyadari kehadiranku. Aku pun masuk dan duduk di samping Tiara. Sengaja biar kami berdekatan. Lalu menjawab pertanyaan Mamah.

“Baru saja Mah. Mamah sudah makan?”

“Nih, makan kue buatan istri kamu enak deh.”

“Iya. Memang enak. Dek, mas minta tolong ambilin brownis sama bolen ubinya ya?” Aku sengaja mengerjainya. Aku tahu dia tidak akan berani bersikap dingin padaku.

“Dek.” Sengaja kupanggil lagi namanya. Hehehe.

“Eh. Iya Mas,” ucapnya sedikit gelagapan.

“Makasih, Dek.” Aku mengucapkan terima kasih dengan tulus setelah dia mengambilkan pesananku dan membawa secangkir kopi. Tiara tahu kalau aku ini pecinta kopi makanya sengaja membuatkan sekalian, mungkin biar gak aku kerjai terus. Hahaha.

Aku segera meminumnya. Hem ... ini bukan kopi buatannya. Kukerjai lagi ah.

“Hem ... kok beda yah?” ucapku setelah meneguk kopinya.

“Beda kenapa Nak?” tanya Mamah.

“Rasa kopinya Mah. Pasti bukan kamu yang bikin?” Aku menatap Tiara.

“Aku kok Mas yang bikin,” elaknya.

“Bukan. Kopi bikinan kamu gak kayak gini.” Aku pun bersikukuh.

“Terserah.”

“Ganti, bikinin mas lagi yang baru,” titahku tegas.

Meski bersungut-sungut Tiara membuatkan kopi lagi untukku.

“Makasih,” ucapku dengan menampilkan senyum manis.

Kemudian aku segera mencicipinya. Gila! Asin banget. Waduh! Rupanya aku dikerjai balik ini.

“Kenapa Mas? Mau dibikinin lagi?” tanyanya dengan wajah kalem tanpa dosa.

“E-enggak,” jawabku.

“Oh. Soalnya kalau mau minta dibikinin lagi, aku gak tahu mesti bikin yang gimana lagi.” Tiara masih memasang mimik muka polos.

“Gak usah ini udah pas kok.”

Sungguh terlalu sekali dia, mau tak mau aku terpaksa meminum kopi buatannya sampai habis.

“Mamah pergi dulu ya. Jangan Lupa besok ikut nginep di rumah eyangnya Gilang di Jogja. Soalnya kita mau ngadain peringatan kematiannya.”

“Iya Mah,” jawab Tiara.

Setelah mobil Mamah menghilang, Aku langsung ngibrit berlari masuk ke dalam. Aku menuju dapur dan langsung mengambil air putih. Menenggaknya sampai tiga gelas. Lina dan pegawai yang lain keheranan melihat tingkahku. Kemudian aku masuk lagi ke ruangan Tiara.

“Kamu sengaja banget ya.”

Dia hanya melirikku sekilas lalu memilih membersihkan meja kerjanya. Astaga!

“Aku ‘kan cuma mau dibuatin kopi sama kamu, Tiara. Ya Allah berapa sendok garam yang kamu kasih sih?” tanyaku.

Tiara masih tak bersuara, dia malah membawa gelas ke bagian dapur untuk dicuci. Ya Allah, sampai kapan bidadariku ini mau menerimaku. Akhirnya aku menjatuhkan pantatku pada sofa.

***

Mumpung tanggal merah, seperti biasa aku akan ikut bersepeda bersama teman-teman komunitasku. Karena nanti siang aku ada kepentingan makanya aku hanya bersepeda sebentar. Pukul delapan aku sudah sampai di rumah yang sepi. Hanya Tiara yang ada di rumah.

Karena punya kunci cadangan, dengan mudah aku memasuki rumah dan langsung menuju ke kamarku. Posisi pintu yang setengah terbuka menjadikan pintu tak bersuara saat aku melebarkannya agar aku bisa masuk.

Aku ternganga, mataku melotot melihat keindahan yang baru pertama kali kulihat. Apalagi saat Tiara menaruh kakinya di atas kursi sungguh ...? Agh, membuat sesuatu di dalam tubuhku terbangun dan ingin melepaskan diri dari sarang yang menutupinya. Sial!

Tiara yang kaget melihat kedatanganku, langsung berlari menuju kamar mandi. Aku bingung, apa yang harus aku lakukan atau apa yang harus aku katakan? Tanpa sadar aku mendekati pintu kamar mandi, berusaha mengetuk pintu namun urung saat kudengar suara tangisan Tiara. Ya Allah, kenapa harus seperti ini? Kapan kebekuan di antara kami akan mencair ya Allah?

*****

Bab terkait

  • Bukan Jodoh Pilihan   6. Si Buaya Dapat Kemeja

    🍁 Tiara 🍁Semenjak kejadian handuk, aku semakin bersikap dingin bahkan di depan Papah. Aku tak peduli, aku merasa terhina sekali. Dalam bayanganku Gilang pasti bersorak karena melihat yang harusnya tak boleh dia lihat dan dia akan membandingkannya dengan Amanda.Dalam tiga bulan pernikahan kami, mau tak mau kadang kami harus seranjang terutama jika menginap di rumah mertua. Tapi kalau di rumah, aku tidak mau seranjang lagi dengan Gilang.Aku kini selalu tidur di ruang kerjaku, masa bodoh tubuhku harus menahan rasa sakit akibat tidur di sofa yang penting aku tidak seranjang dengannya.Selama seminggu ini, kami tak pernah bertegur sapa. Bahkan saat kami sedang perjalanan ke Jogja bersama keluarga besarnya aku memilih pura-pura tidur hingga mobil sampai di tempat tujuan.“Ayok Nduk, beginilah rumah orang tua papahnya Gilang. Masih model kuno. Sengaja dipertahankan seperti ini karena rumah ini menyimpan begitu banyak kenangan, ya &lsqu

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-30
  • Bukan Jodoh Pilihan   7. Es Batu Mulai Mencair

    🍁 Gilang 🍁Aku senang sekali Tiara membelikanku kemeja batik. Bahkan malam harinya langsung aku pakai.“Kamu mau kemana, Lang?” tanya Budhe Narti.“Gak kemana-mana, Budhe.”“Kok pake batik?”“Gak papa kepingin aja.”“Ya ampun Mas, itu belum dicuci juga,” gerutu Hana.“Biarin.”“Mambu Mas.”“Ya gak usah cium-ciumlah. Gitu aja repot.”“Astaga! Mbak Tiara yang sabar ya sama kelakuan nyeleneh masku.”Kulihat Tiara hanya tersenyum kikuk. Ya Allah, kapan es batu dalam hati istriku mencair? Sungguh aku tersiksa.***“Baru pulang kerja, Lang?”“Iya Pah. Tiara mana?”“Tadi di depan, kayaknya beli sesuatu di warung Pak Ulin.”“Oh.”Aku tengah mencopot sepatuku ketikaPapah mengajakku bicara serius.&

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-30
  • Bukan Jodoh Pilihan   8. Unboxing, Oh No!

    🍁 Tiara 🍁Aku tersipu malu. Astaga apa yang baru kulakukan? Kenapa aku membalas ciumannya? Bodoh! Daripada memikirkan kejadian tadi aku lebih memilih mengangkat teleponku.“Ya Halo?”“Mbak Tiara?”“Kenapa Asih. Tumben nelepon?”“Budhe, Mbak Tiara. Budhe sakit. Sekarang ada di rumah sakit.”Aku kaget untuk beberapa saat kemudian menarik napasku pelan.“Ya sudah, aku akan ke sana.”“Baik, Mbak.”Aku berbalik dan kaget karena hampir saja menabrak Gilang. Ngapain tuh cowok di belakangku.“Kenapa?” tanya Gilang penasaran.“Mamahku sakit, aku harus ke Semarang malam ini juga.”“Ya udah ayuk.”“Ayuk kemana?” Aku mengernyit bingung.“Ke Semarang lah tapi sebelumnya kita pulang dulu.” Akumasih bingung. Maksudnya apa?“Tiar, ini mau dibereskan ap

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-30
  • Bukan Jodoh Pilihan   9. Ungkapan Gilang

    Aku tengah merenung di dekat kandang ayam milik Paklik Widodo, ayahnya Asih. Aku meratapi nasibku yang sudah dibuka segelnya. Astaga! Kenapa aku diam saja? Kenapa juga aku sangat menikmatinya. Ya Tuhan Tiara, kamu kenapa?Hampir satu jam aku duduk di atas dingklik atau jengkok (kursi kecil). Setelah mengurus Mamah dan menyuapinya aku langsung bersembunyi di sini. Aku sangat malu jika harus bertemu dengan Gilang pun dengan anggota keluarga yang lain. Aku bahkan sengaja memakai sweater dengan bagian leher yang tertutup karena leherku penuh dengan tanda merah buatan Gilang.“Di sini rupanya! Aku cari-cari dari tadi loh.”Aku kaget, lalu menoleh ke sumber suara. Gilang berjongkok di depanku, kemudian menatapku dengan tatapan menghujam namun lembut. Aku gugup dan segera memalingkan muka.“Hahaha.”Gilang tertawa tapi aku memilih tetap memalingkan muka.“Terima kasih ya, beneran acara buka segel yang luar biasa. Kamu

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-30
  • Bukan Jodoh Pilihan   10. Kabar Duka

    🍁 Gilang 🍁Aku masih merengkuh istriku, Tiara. Padahal kemarin aku sangat bahagia karena bisa memiliki raganya. Aku segera menggendong Tiara dan merebahkannya di atas ranjang. Kubelai rambutnya penuh sayang dan kuhapus air matanya dengan kecupan. Aku bahkan mengecup bibirnya mesra. Hingga kurasakan kecupan balik.Entah dorongan darimana kecupan itu berubah menjadi semakin panas dan sekali lagi aku dan Tiara menyatu dalam gairah panas yang selalu didamba pasangan halal.Keesokan harinya aku terbangun dan tak kudapati Tiara di sampingku. Aku panik, takut Tiara melakukan hal-hal yang nekat. Aku langsung asal memakai baju dan segera mencari Tiara.Kegelisahanku sirna tatkala melihat Tiara dengan telaten tengah menyeka Mamah. Aku pun kembali ke kamar dan segera memutuskan mandi, tepatnya mandi junub dan melaksanakan salat subuh.***“Iya Lang?”“Papah sehat?”“Alhamdulillah. Tiara bagaimana?”

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-30
  • Bukan Jodoh Pilihan   11. Positif.

    🍁 Tiara 🍁Hampa. Itulah yang kurasakan beberapa hari ini semenjak kematian Mamah. Meski aku masih membencinya, tapi jauh di lubuk hatiku, aku sungguh menyayanginya.Kami sudah kembali ke Purwokerto pada hari kedelapan setelah kematian Mamah. Aku masih belum bekerja, pikiran dan tenagaku sungguh tak tersisa. Tiga hari ini aku hanya bergelung di kasur tanpa melakukan apapun. Papah, Gilang, dan Mamah Gita sering sekali menghiburku. Namun, aku masih dirundung kesedihan. Aku masih belum mampu untuk lepas dari kesedihanku.Gilang dan Papah semakin protektif padaku, terutama Gilang. Semenjak dia tahu aku mengkonsumsi pil penenang, dia semakin posesif. Aku sungguh membencinya tapi sisi hatiku yang lain menyukainya.“Tiar.”“Pah.”Papah mendekatiku dan duduk di tepi ranjang.“Kamu jangan seperti ini Tiar. Bagaimana pun kamu harus terus hidup. Papah tahu kamu menyayangi mamah kamu terlepas apapun kesalahan yang d

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-31
  • Bukan Jodoh Pilihan   12. Ngidam

    Kamu mau makan apa?” Suara Gilang terdengar lembut sekali. Aku menggeleng.“Ngemil ya. Kamu mau buah atau apa?”Aku menatap Gilang yang juga menatapku dengan binar mata yang tak bisa kudefinisikan.“Mau soto Mbah Man,” sahutku lirih.“Oke. Tunggu ya.”Gilang mengecup keningku lama lalu segera pergi mencari makanan yang kuinginkan. Tak kurang dari setengah jam, Gilang sudah kembali dengan dua mangkok soto.“Makan ya? Aku suapin.”“Gak. Aku bisa sendiri.”“Baiklah.”Aku mulai makan dengan pelan, alhamdulillah ternyata perutku gak mual. Kulirik Gilang yang juga tengah melahap sotonya. Entah kenapa air liurku jadi menetes.“Kenapa?” tanyanya.“Tukeran.”“Hah?”“Tukeran,” rengekku manja.Meski heran Gilang manut saja dan akhirnya aku menghabiskan soto milik Gilang den

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-31
  • Bukan Jodoh Pilihan   13. Memantapkan Hati

    🍁 Gilang 🍁Aku masih mengusap lembut kepala Tiara, tak lupa menyanyikan lagu nina bobo dengan suara sumbang. Aku sama sekali tak punya bakat menyanyi namun entah kenapa semenjak hamil Tiara tak pernah bisa tidur tanpa kehadiranku. Ya Allah, kamu gemesin banget Dek.Meski aku tahu ini pengaruh hormon kehamilan tapi aku senang. Setidaknya kehamilan Tiara membuat kami dekat. Jujur, aku sangat bahagia mengetahui Tiara hamil. Rupanya apa yang kami lakukan setiap malam melahirkan benih di rahim Tiara.Semenjak pulang dari Semarang, Tiaraselalu murung, hampir setiap hari aku dan Papah memberinya semangat hingga tanpa sengaja keadaan membuat kami harus menyatu lagi. Dan setelahnya hampir setiap malam kami selalu menyatu. Tentu aku yang memulainya. Meski sedikit memaksa toh akhirnya Tiara mau juga bahkan menikmatinya. Hahaha.Alhamdulillah, hanya butuh waktu satu bulan Tiara hamil juga. Hem ... andai pernikahan kami bukan karena perjodohan mungkin Tiara su

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-31

Bab terbaru

  • Bukan Jodoh Pilihan   35. Muara Cinta

    Menjalani kehidupan berumah tangga itu bagaikan naik roller coaster. Kadang naik, kadang turun, kadang landai lintasannya. Namun, semua itu selalu disyukuri oleh pasangan Shaka dan Safa. Meski terkadang keributan selalu ada tetapi mereka bersyukur, rasa cinta yang awalnya tak ada kini begitu tersemai membuat masing-masing tak pernah menyalahkan masa lalu mereka.Ya, meski pertemuan keduanya tidak baik hingga melakukan kesalahan fatal. Tetapi keduanya bertekad untuk menjalani rumah tangga dengan lebih baik. Safa yang selama ini selalu menganggap jika kisah percintaannya selalu berakhir tragis, akhirnya menemukan muara cintanya. Dia adalah Shaka. Lelaki baik yang mampu menjadikannya ratu di rumah. Meski kadang suaminya sedikit menyebalkan tetapi Safa tetap cinta. Orang kan gak ada yang sempurna termasuk dirinya. Asal dia jangan diduakan, itu sudah jadi harga mati.Dan Shaka yang selalu dibayangi kesalahan sang ayah, kini menemukan cintanya. Dia adalah Safa. Safa yang telah membuatnya ja

  • Bukan Jodoh Pilihan   34. Balas Dendam Shaka

    Hampir dua minggu Shaka dirawat setelah sadar dari komanya. Kini Shaka mulai berlatih berjalan dengan bantuan tongkat kruk. Selama seminggu sekali dia harus kontrol hingga pada bulan ketiga setelah dia sadar, Shaka sudah bisa berjalan dengan lancar meski kadang-kadang masih merasakan nyeri pada kaki yang pernah terluka.Hari ini, adalah hari persidangan akhir dari Firman untuk kasus pembunuhan berencana terhadap Amanda dan calon suaminya. Shaka datang bersama Safa, Ajeng, Ari, Revan, Gilang, Erik dan Radit.Sidang berjalan lancar karena Firman sepertinya sudah pasrah. Setelah pembacaan putusan sidang, hakim kepala mengetuk palu sebagai tanda berakhirnya sidang. Shaka menemui Firman. Firman menatap Shaka dengan penuh amarah."Puas kamu. Puas kalian?!" teriaknya dari balik kursi roda. Cedera kaki Firman lebih parah dari Shaka sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk penyembuhan.Firman terus mengumpati Shaka namun balasan Shaka adalah sebuah pelukan. Membuat Firman terdiam. Bahk

  • Bukan Jodoh Pilihan   33. Shaka Sadar

    Shaka membuka matanya. Ternyata dia berada di sebuah taman yang indah. Shaka mengelilingi taman guna mencari seseorang yang bisa dia tanyai. Shaka merasa heran. Dia merasa asing dengan tempat yang dia datangi saat ini."Aku dimana? Bukannya aku kecelakaan. Safa mana?"Shaka terus saja berkeliling hingga tatapannya tertuju pada sosok lelaki yang sedang duduk di bawah pohon rindang dengan memangku seorang gadis kecil. Shaka berjalan ke arahnya. "Pak maaf. Apa Ba—"Lelaki yang dipanggil oleh Shaka mendongakkan wajah lalu tersenyum. Shaka sendiri hanya bisa mengatupkan bibirnya. Cukup lama Shaka berada dalam keterdiaman pun lelaki tua di depannya dan sosok gadis cilik yang dengan santai bergelayut manja pada pangkuan sang kakek."Kakek, aku rindu Mamah.""Iya sayang, ayok kita temui ibumu."Lelaki itu berdiri, dia menggenggam tangan si gadis cilik, bersama-sama keduanya berbalik. Baru tiga langkah kedua pasangan itu melangkah namun dicegah oleh Shaka."Tunggu. Kalian mau kemana?"Lelaki

  • Bukan Jodoh Pilihan   32. Farhan Pamit

    Revan menatap sinis pada Bayu dan Farhan. Mereka semua dipanggil ke kantor polisi terkait peristiwa tabrak lari yang dialami Shaka dan Safana. Polisi sudah menindaklanjuti laporan Revan, bahkan bukti-bukti sudah sampai di hadapan penyidik. Revan tentu saja tersenyum puas. Sudah bisa dipastikan dua orang itu akan di penjara setelah keluar dari rumah sakit. Revan sudah mendapatkan kabar jika Firman sudah sadar. Dan itu bagus. Polisi jadi bisa langsung menindak si biang onar."Jadi begitulah, Pak Farhan dan Pak Bayu. Semua bukti mengarah pada Saudara Firman terkait kecelakaan yang dialami Saudara Shaka dan istrinya. Dan satu hal lagi. Pihak kepolisian Surabaya sudah berhasil menangkap Saudara Hari. Saudara Hari sudah memberikan keterangan sejelas-jelasnya perihal kematian Saudari Amanda dan calon suaminya. Dan tentu saja, Pak Farhan pasti paham maksud saya."Sang penyelidik berhenti bicara. Dia sengaja menjeda kalimatnya. Farhan hanya bisa menunduk pasrah."Iya Pak.""Kami akan terus me

  • Bukan Jodoh Pilihan   31. Penyesalan

    Ajeng sedang menangis di bahu sang suami. Pun dengan Andini. Dia bahkan sempat pingsan saat mendengar anak dan menantunya mengalami musibah.Revan yang baru datang bersama Alif langsung menuju TKP. Kini, keduanya sedang mendengarkan kronologi kejadian yang menimpa adiknya dari salah satu petugas."Tabrak lari?" tanya Revan."Iya, Pak. Berdasarkan rekaman CCTV, di sekitar jalan yang dilewati Ibu Safa dan Pak Shaka, terekam jelas jika mobil sempat berhenti lalu tiba-tiba melaju kencang saat kedua korban hendak menyeberang.""Kurang ajar. Plat nomernya bisa dilacak?""Sedang dilacak, Pak. Kebetulan plat nomernya terbaca di CCTV. Beberapa korban yang lain juga sempat memotretnya."Revan manggut-manggut. Sang polisi pamit untuk kembali bertugas. Sementara Revan dan Alif segera masuk ke rumah sakit dan segera menuju ruang IGD rumah sakit Bunda Kasih."Pah, Mah. Om, Tante. Gimana Safa sama Shaka?"Andini langsung memeluk putranya. Dia menceritakan kondisi Safa dan Shaka."Keponakanku gimana?

  • Bukan Jodoh Pilihan   30. Firman Gelap Mata

    Firman melempar ponselnya dengan keras. Beruntung ponselnya adalah ponsel mahal sehingga tahan banting. Dia marah karena lagi-lagi akan masuk ke dalam penjara. Pasal yang ditujukan padanya saat ini adalah pencemaran nama baik, pelaku video mesum dan penyebarnya. Sementara Diana yang duduk di sofa apartemennya hanya bisa menunduk. Dia pun akan dijebloskan ke penjara dengan tuduhan pencemaran nama baik dan pelaku video mesum."Argh. Pengacara yang disewa kamu itu kenapa bisa kalah? Kamu bilang dia salah satu pengacara terbaik. Kenapa bisa kalah?""A-aku gak tahu.""Arghhhh!"Firman membanting apa saja yang ada di apartemennya. Diana sendiri lebih memilih diam. Sesekali mengelus perutnya. Ponsel Firman kembali berdering. Dengan malas-malasan dia berjalan menuju dimana ponselnya tergeletak. Nama yang tertera di layar membuat Firman mengernyit, dia segera mengangkat ponselnya."Hai, Bro. Ada a—""Polisi sudah menemukan bukti keterlibatan kamu dalam kematian Amanda dan calon suaminya. Oran

  • Bukan Jodoh Pilihan   29. Radit Menenangkan Diri

    Safa kaget ketika membuka pintu. Tampaklah Diana yang tersenyum sendu ke arah Safa."Diana.""Hai, Fa. Boleh aku masuk?"Sebelum Safa berkata terdengar suara sang ibu mertua yang menanyakan siapa yang datang."Siapa Fa?"Ajeng mendekat ke arah pintu. Saat tahu siapa tamu yang datang, wajah Ajeng yang awalnya terlihat ceria menjadi berubah. Ada rasa tak suka yang tak bisa dia sembunyikan."Hai, Tante Ajeng. Apa kabar?" Diana berusaha berbasa-basa."Baik. Ada keperluan apa kamu ke sini, Diana?" Ajeng langsung bertanya to the point."Diana cuma mau minta maaf, Tante.""Kami sudah melupakan semuanya, jadi kamu tak perlu minta maaf lagi.""Tapi Diana sungguh menyesal, Tante. Diana merasa belum lega kalau belum meminta maaf.""Tidak perlu. Cukup kamu jangan lagi muncul dalam kehidupan kami, terutama kehidupan Shaka dan Safa. Itu sudah lebih dari cukup. Kami tak meminta lebih."Diana hanya bisa tersenyum sendu. Tatapannya mengarah pada Safa yang berdiri tak jauh dari dia."Maafkan aku, Fa.

  • Bukan Jodoh Pilihan   28. Bertemu Mariana

    Safa berhenti, dia membungkuk untuk mengambil botol susu milik seorang anak yang terjatuh."Ini, Mbak botol susunya.""Iya, makasih Mbak. Maaf tadi saya— Safa."Mariana menatap kaget ke arah Safa, pun dengan Safa. Keduanya tak sengaja bertemu di sebuah mall. Semenjak hamil besar, Safa memang sering bolak balik ke toilet. Pun kali ini. Namun, dalam perjalanan kembali dari toilet, dia melihat seorang ibu yang sedang kesusahan membawa barang belanjaan sambil menggendong anaknya. Sang bayi menangis meminta susu. Sang ibu pun memberinya dengan sedikit kesusahan karena bayinya bergerak terlalu kencang hingga botol susu yang hendak Mariana serahkan malah terjatuh.Kedua mantan sahabat hanya saling terdiam. Safa yang pertama sadar, karena mendengar suara tangisan bayi."Lapar ya? Ini."Safa membantu sang bayi dengan mengarahkan ujung dot pada mulutnya. Sebelumnya Safa sudah membersihkan ujung dot dengan tissue yang ada dalam tasnya. Sang bayi yang sudah menemukan sumber makanannya berhenti m

  • Bukan Jodoh Pilihan   27. Ayah VS Anak

    Plak! Sebuah tamparan keras Farhan layangkan untuk Firman. Dia menatap putranya penuh amarah. Marisa yang melihat sang anak ditampar hanya bisa menjerit sementara Firman mengelus pipinya dengan amarah pula."Mau sampai kapan kamu kayak gini hah? Belum puas kamu dulu menghamili Desty dan Amanda. Lalu ini apa? Kamu menghamili dua wanita sekaligus."Farhan membanting foto-foto Firman sedang beradegan mesra dengan dua wanita. Yang satu bernama Laila, sekretaris Firman saat ini. Sementara satunya lagi adalah Diana."Orang tua Laila, minta kamu nikahin dia. Ayah Diana juga minta kamu bertanggung jawab. Pokoknya papah gak mau tahu. Kamu harus nikahin keduanya." Farhan masih menatap putranya dengan raut murka."Kenapa marah? Firman kan ngikutin jejak Papah. Bukannya Papah juga gitu, selingkuh sama Mamah."Plak. Tamparan lagi-lagi mampir di pipi Firman."Tapi papah hanya khilaf sekali. Setelah itu, papah menyesal dan papah bertaubat. Tapi kamu! Kamu malah menjadikan Diana alat untuk memfitna

DMCA.com Protection Status