Share

42. Prajurit Andalan

Penulis: Rat!hka saja
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
"Bisakah kamu menungguku di sana?" tanya Ibram menunjuk ke arah kedai yang semula mereka datangi. Terlihat di sana Hiswad sedang memakan rumput dalam keranjang.

Ahana mengangguk. “Baiklah, boleh aku memesan sesuatu di sana? Tidak akan ada yang mengenaliku dengan pakaian pelayan seperti ini. Justru akan terlihat mencurigakan jika aku hanya duduk tanpa memesan sesuatu bukan?” tanya Ahana menunggu keputusan suaminya. Wilayah ini asing baginya dan ia tidak ingin membuat masalah.

Kini gantian Ibram yang mengangguk. "Tentu. Bila pesanan itu ada serbuknya, jangan dimakan. Bila ada yang bicara padamu, abaikan dan tolak saja dengan halus."

"Aku tahu. Harus berapa kali lagi kamu akan mengatakannya. Tenanglah, aku ingat dengan jelas hal yang kamu katakan sebelum kita berangkat. Lagipula, siapa yang akan menggangguku?" ujar Ahana tenang. “Di sini tempat umum, ada banyak orang di sini dan jika ada yang berani macam-macam padaku, Hiswad akan menendang mereka seperti perintahku. Jika tetap di sini
Rat!hka saja

Ingat baik-baik namanya. Kalau kalian selalu ingat nama siapa?

| 1
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Bukan Jendral Tapi Pangeran   43. Nyanyian

    Dapur kediaman Pangeran Ibram dan Putri Ahana tampak sibuk. Beberapa pelayan baru saja selesai memotong daging teripang yang dibelinya tadi di pasar dermaga. Ahana sudah meminta para pelayan mengeringkan semuanya dan harus segera menumbuknya setelah benar-benar kering. Sedangkan teripang berukuran paling besar sengaja dipisahkan untuk menjadi lauk santap siang kali ini.Berbagai rempah pun diolah dan ditambahkan ke dalam masakan teripang emas itu. Melihat masakannya hampir matang, Ahana meminta mereka semua mulai membersihkan dapur dan bersiap menyajikan makan siang. la sendiri kembali ke kamarnya karena ingin kembali mandi. Seperti biasa, putri dari Ratu Maura itu akan bernyanyi seakan berada di dunianya sendiri.Suaranya yang bersenandung menarik langkah kaki seseorang yang baru saja memasuki ruang tamu kediamannya. Rumah yang dulunya selalu sepi dan tenang itu kini terlihat lebih berisik dari biasanya. Beberapa pelayan mondar-mandir di halaman belakang menjemur potongan daging teri

  • Bukan Jendral Tapi Pangeran   44. Untuk Ahana

    Ahana dan seluruh anggota kerajaan yang berada di istana turut hadir. Begitu mendengar dirinya menyetujui untuk hadir dalam pertemuan ini, para pelayan dan pengawal di istana mulai merumpi. Termasuk membicarakan para mentri yang katanya terlihat bahagia berjalan ke aula pertemuan. Tapi yang dilihat Ahana saat ini, justru sebaliknya. Mereka tampak tidak senang dengan kehadirannya. Semua orang sedang menunggu kehadiran Pangeran lbram dan Pangeran Sabir. Kedua pangeran itu memang meninggalkan istana subuh tadi. Pangeran Ibram mengunjungi pusat pelatihan prajurit pribadinya. Lain halnya Pangeran Sabir yang mengunjungi seorang tahanan di penjara lembah. "Yang Mulia Raja," ucap sekertaris kerajaan menghampiri. "Aku yakin dia akan segera datang," ujar Raja Abram yang kembali diingatkan. Ia sangat yakin jika adiknya akan segera meninggalkan apapun yang dikerjakannya saat ini setelah menerima pesan darinya. Pun demikian halnya dengan Sabir yang mungkin harus menunda tugasnya dan kembali ke i

  • Bukan Jendral Tapi Pangeran   45. Rencana Terselubung

    “Cium saja Kakak Ipar, tidak akan ada yang marah,” bisik Pangeran Samir. Pangeran Sabir berdeham lalu berkata, “Cari tempat lain sana!” “Kamu keren sekali Ahana. Aku salut padamu,” bisik Putri Alina berlalu menyusul langkah suaminya. Ahana tertunduk malu. Niatnya ternyata salah sasaran berbalik padanya bagai bumerang. Harusnya ia tidak percaya diri begitu saja. Bukankah tadi dirinya sendiri yang mengatakan jika suaminya sulit ditebak? “Ayo!” ajak Ibram menarik tangan Ahana untuk ikut bersamanya. “Ke mana?!” Ahana tersentak kaget. Ibram tersenyum tipis dan berbisik, “Sabir bilang cari tempat lain.” Ahana membelalak dan menggeleng kencang. Ia benar-benar ingin kabur sekarang. Suara pekikannya membuat beberapa pengawal dan pelayan istana menoleh saat suaminya tiba-tiba menggendongnya. Ahana benar-benar merasa malu saat ini dan pasrah menyembunyikan wajahnya. Langkah Ibram terhenti dan Ahana melirik siapa gerangan yang menghampiri mereka. “Hiswad?” Ahana mengernyit dan Ibram menuru

  • Bukan Jendral Tapi Pangeran   46. Kali Kedua

    Pangeran Ibram membelalak mendapati istri kecilnya tertidur sambil memeluk sebuah buku. Itu hal biasa sejak Ahana berbagi kamar dengannya, namun tidak dengan pemandangan yang tersaji di depan matanya. Gaun tidur istrinya tersingkap sampai menunjukkan betis dan pahanya yang mulus. Baru saja tangannya hendak menarik selimut, Ahana menggeliat sampai buku yang di peluknya terjatuh ke lantai. Suara khas benturan itu sama sekali tidak mengusiknya. Ibram berjongkok di sisi tempat tidur dan meraihnya. Sampul buku di tangannya kembali membuatnya terkejut. Buku itu adalah salah satu jurnal perjalanannya saat berkunjung ke beberapa kerajaan dan menyamar sebagai rakyat biasa. Kadang pula dirinya dan Zain menyamar sebagai buruh dengan berbagai pekerjaan kasar lainnya. Semua itu dilakukannya untuk mencari tahu hal apa saja yang bisa dimanfaatkannya dalam menjalin hubungan aliansi. Kini perjuangannya bersama Zain telah membuahkan hasil. Ibram menahan napas saat meletakkan buku itu di laci tepat di

  • Bukan Jendral Tapi Pangeran   47. Kecurigaan

    “Kenapa kau harus tahu?” balas Raja Abram cuek. Namun ia kembali teringat hewan berbisa yang dikatakan adiknya. “Lalu, di mana kau amankan hewan itu? Apa kau sudah membunuhnya? Jika belum, pastikan kau sudah melumpuhkannya sebelum menelan korban lagi.” “Kenapa kau harus tahu?” balas Ibram sebelum beranjak. “Ibram!!!” panggil Raja Abram mengepalkan kedua tangannya menahan kesal. Raja Abram heran mengapa adiknya bisa memiliki lidah seenteng itu dalam berucap. Pun demikian dengan caranya bersikap. Termasuk dalam hal menyembunyikan masalah sebesar ini. Mungkin hanya hewan kecil, namun sudah jelas jika ada yang berusaha mengancam keselamatan kedua adiknya itu. Sampai saat ini pun, Ibram seringkali mampu membuatnya tidak berkutik. Dirinya penasaran tapi sulit menggali informasi. Ingin bertanya langsung pada Ahana, namun menurutnya sendiri, Ahana sepetinya belum tahu hal ini. Ibram berbalik dan menyahut, “Aku sudah berjanji akan melatih Samir. Maaf, tapi aku lebih menyayanginya daripada d

  • Bukan Jendral Tapi Pangeran   48. Salah Sasaran

    Samir menggigit bibir dalamnya. Tapi ujung sepatunya sedikit digeser ke samping memberi Sabir isyarat agar segera memberi alasan. Ibram masih dengan raut wajah datar meraih gelas teh milik Samir. Melihat tingkah Ahana dan Samir yang kikuk dan berusaha menghindarinya, Ibram justru semakin yakin ada hal yang sengaja mereka sembunyikan. “Tidak ada yang lain Kakak Ipar," elak Alina sembari menawarkan tambahan teh tapi ditolak oleh Ibram. "Firasatku mengatakan, kamu sedang merahasiakan sesuatu dariku," kata Ibram pada istrinya yang sedang meraih gelas. Dugaannya tepat saat melihat tangan Ahana sedikit gemetar memegang gelasnya. Ahana menggedikkan bahu lalu membalas, "Itu firasatmu saja.” Ahana menoleh dan menatap tegas suaminya itu. "Mengapa reaksimu berlebihan?" Ibram kembali mendesak. "Karena kamu terus bertanya. Itu menyebalkan!” balas Ahana telak. Ibram kembali melipat kedua lengan di depan dadanya. Menyembunyikan tangan kanannya yang kembali gemetar dan kebas. “Aku penasaran, kar

  • Bukan Jendral Tapi Pangeran   49. Kecemesan

    "Samir mungkin bertemu Zain atau seseorang di depan. Karena itulah dia belum muncul sampai sekarang. Memangnya ada apa kau mencarinya? Apa Samir membuat kesalahan?” tanya Ibram. "Tidak, aku memintanya membawakan bukti penting dari Kapten Bagir setelah menyelidiki tempat penjagalan hewan di desa selatan, karena Kak Abram tidak mengizinkanku keluar ibukota. Dia seakan mengikat kakiku,” keluh Sabir yang kemudian menenggak habis minumannya. Ibram yang mengunyah jambu bijinya menimpali, “Baguslah.” "Kau senang?" tanya Sabir mengernyit melihat saudaranya yang begitu santai menghadapi situasi saat ini. Ibram justru mengangguk dan Sabir menggigit bibirnya kesal. Merasa ada kemungkinan terjadi perdebatan antara dua sepupu itu, Alina mencoba mencairkan ketegangan. "Ahana, apa yang sedang kau buat?" tanya Wanita yang hari ini mengenakan pakaian kuning lembut dengan sulaman bunga kenanga. Sama seperti aroma wewangian yang selalu digunakannya. "Aku sedang menulis surat untuk Hanan. Aku meminta

  • Bukan Jendral Tapi Pangeran   50. Ingkar Janji

    "Alina tidak mengirim pesan apapun. Biasanya kalau Alina tidak datang, dia akan menyisipkan kertas pesan di bawah mangkuk. Dia benar-benar marah padauk. Kalau dipikir… ini adalah pertama kalinya,” batin Pangeran Sabir sembari beristigfar. “Tuan, apa yang bisa aku lakukan untuk membantumu?" tanya Arwan yang berdiri di sisinya. Dengan wajah murung dan tatapan yang mengarah ke lantai, Pangeran Sabir menjawab, “Beritahu langsung Pangeran Ibram, aku tidak baik-baik saja. Katakan padanya aku melihat banyak pintu tapi tidak memiliki satu pun kunci untuk bisa membukanya.” *** Sambil bersenandung riang Pangeran Samir menaiki tangga batu kediaman Pangeran Ibram. Tapi ia terkejut karena pelayan mengatakan jika keduanya sudah pergi terburu-buru. Samir kecewa karena dirinya terlambat. "Apa semuanya baik-baik saja? Apa semalam terjadi sesuatu?” tanya Pangeran Samir pada pelayan dan dijawab bahwa semuanya baik-baik saja sama seperti kemarin. Pelayan itu bahkan mengutarakan keresahannya karena ha

Bab terbaru

  • Bukan Jendral Tapi Pangeran   56. Dilarang Berdebat

    Ahana membuka penutup kain dan melihat kembali sepasang pakaian untuknya dan Ibram. Keningnya berkerut karena selembar kertas terlipat di pakaian suaminya. Ahana melongo membaca pesan yang ditulis Ratu Ragina. 'Kumohon kali ini jangan berdebat atau bertengkar. Aku tahu belakangan ini kamu terlalu sibuk mempersiapkan keamanan untuk hari pujaku, Ibram. Tapi ingat, ini bukan tahun baru biasa untukmu, melainkan tahun baru pertama kalian sebagai pasangan. Bayi dalam perutku selalu menendang kuat jika mendengar kalian berdebat' "Di mana aku meletakkan surat itu tadi? Ayolah Ahana, cobalah untuk mengingatnya!" batinnya resah kemudian mengembalikan surat itu kembali ke posisinya semula. "Siang tadi aku makan lalu membaca buku di balkon, lalu ia dia memberikan obat dari tabib. Aku mengambil surat itu dan sepertinya aku menjatuhkannya. Oh, tidak," ujarnya mulai memeriksa lantai. Melihat tumpukan bukunya sudah tidak ada di meja, Ahana sadar jika seseorang membereskannya. Ahana bergegas ke

  • Bukan Jendral Tapi Pangeran   55. Persiapan Perayaan

    Seorang pelayan membawa bungkusan kue ke dapur. Kue itupun dibagikan pada lima orang pelayan. Mereka tampak sangat bahagia saat membuatnya. Anehnya, kue itu tidak langsung dinikmati melainkan mereka simpan. "Tuan Putri, apa Anda membutuhkan sesuatu?" tanya salah seorang pelayan yang meletakkan kembali kuenya lalu datang untuk menghampiri Ahana. "Sebenarnya, air minum di kamarku habis. Aku haus, jadi datang kemari,” ujar Ahana yang membuat mereka terkesiap. Mereka lupa karena Pangeran Ibram melarang siapa pun mengusik Ahana sejak kemarin malam. “Kalian semua sedang apa?” Ahana melihat mereka begitu sibuk, sementara dirinya baru bangun. Gara-gara semalaman begadang, dirinya kembali tidur siang setelah perutnya kenyang. Para pelayan itu saling tatap satu sama lain. Ahana turut merasa jika ada yang aneh. Ia mencari-cari keberadaaan Bibi Kaluna, namun wanita itu tidak ada di dapur. Kediamannya juga terasa sepi. "Oh ya, sup siang tadi siapa yang membuat? Masakan itu rasanya enak sekali,

  • Bukan Jendral Tapi Pangeran   54. Benang Puja

    “Kakak bergurau?” tanya Ahana yang merasa jika pertanyaan Sabir barusan adalah candaan. Sabir menggeleng karena dirinya sendiri tidak tahu. Selama ini perhatian Ahana memang tidak pernah kurang, hanya saja di antara mereka masih ada kecanggungan. Apalagi sejak beberapa hari ini Alina tampak menghindarinya. Entah itu benar atau tidak, dirinya takut berharap lebih. “Aku sudah bilang saat kita di kebun belakang. Mengapa Kakak masih ragu?” tanya Ahana merasa ada yang tidak beres. Sabir mulai menceritakan jika sejak kejadian Samir membahas perkara gigitan serangga di ruang makan, Alina sepertinya menghindarinya. Ahana rasanya ingin tertawa karena sebenarnya itu idenya. Dirinyalah yang meminta Alina membantunya dengan banyak hal agar bisa fokus pada hari pujanya. Selain itu Raja Abram juga meminta dirinya dan Alina agar tidak merepotkan Ibram dan Sabir yang menangani masalah teror. “Sepertinya belum.” Ahana melirik lengan Sabir. Sabir turut menoleh memperhatikan lengannya sendiri. Kedua

  • Bukan Jendral Tapi Pangeran   53. Hanya Ingin

    Kilau cahaya matahari sore menerpa wajah. Sepanjang perjalanan dari Burj Tijarun ke kantor kepolisian ibukota, Ahana tidak begitu memperhatikan sekitarnya. Selain derap langkah Hiswad yang cukup cepat, pandangannya terusik oleh silau matahari sore. Setibanya di depan gerbang, Hiswad langsung melenggang masuk. Sebelum tiba, suara ringkikan kuda hitam itu sudah memberi isyarat bagi beberapa polisi di tempat itu untuk segera membuka gerbang. Pangeran Ibram mengajak istrinya ke ruangan Pangeran Sabir. Putri Ahana kembali takjub dengan ornamen-ornamen di kantor penegak hukum kerajaan itu. Selain itu, ada banyak prajurit kepolisian yang sedang melakukan persiapan menjalankan misi. Pangeran Ibram baru saja hendak menghampiri sepupunya, namun Kapten Bagir langsung menghampiri dan melaporkan sesuatu yang mengejutkannya. Mengetahui suaminya sibuk, Ahana meminta izin menghampiri Sabir dan mengatakan akan menunggu di sana saja. Ibram setuju dan beranjak ke tempat autopsi mayat yang baru saja di

  • Bukan Jendral Tapi Pangeran   52. Terkejut

    Para mentri dan pejabat pemerintahan baru saja keluar dari aula pertemuan istana. Pangeran Samir masuk melalui pintu samping dengan langkah berat sembari menyeret pedangnya. Tak ayal suara logam yang nyaring itu mengalihkan perhatian Raja Abram, Pangeran Sabir dan sekretaris kerajaan. "Ada apa dengannya?" tanya Raja Abram. "Aku rasa Ibram baru saja memarahinya Kakak. Tubuhnya di sini tapi pikirannya di tempat lain,” jawab Pangeran Sabir menutup dokumen di tangannya. Bagaimana pun, dokumen itu bersifat rahasia dan adiknya belum boleh mengetahuinya. Tanpa salam dan tanpa sapaan, Pangeran Samir duduk di tangga dekat singgasana. Dia masih terdiam seperti orang yang kebingungan. Hening. Ketika ketiganya hanya saling tatap. Raja Abram memutuskan beranjak dan duduk di anak tangga kemudian merangkul adik sepupunya yang sedang murung itu. "Samir, ada apa? Apa Ibram memarahimu?” tanyanya lembut dan penuh perhatian. Tangan kanannya mengusap punggung sang adik. Samir menggeleng dan matanya m

  • Bukan Jendral Tapi Pangeran   51. Diserang Serangga

    “Aku ingkar janji dan menyakiti Alina. Jangan tanya apapun lagi karena ini urusan suami istri!” tegas Sabir ketika melihat adiknya buka mulut. Melihat pelototan kakaknya, kali ini Samir memilih menutup mulutnya kembali. Diam-diam ia melirik Alina yang terdiam tidak menanggapi permintaan maaf dari Sabir. Dalam benaknya bertanya-tanya mengapa Ibram dan Sabir begitu kompak? Hubungan Ibram dan Ahana kemarin tidak begitu baik karena menurut pelayan di sana, Ahana mendiamkan Ibram. Kini hal yang sama juga terjadi, Alina juga mendiamkan Sabir. "Kakak, apa benar… Kak Ibram pernah ditolak Panglima Ahlam jadi muridnya?” tanya Samir mengalihkan atensi pasangan itu. Diam-diam Sabir sangat bersyukur atas hal itu. "Benar,” sahut Sabir mengangguk. Tapi sudut matanya fokus pada sang istri. "Lalu… bagaimana kemudian Panglima Ahlam setuju menjadikannya murid?” desaknya ingin tahu. Samir membuka buku tebal yang dikirimkan Alina pagi tadi lalu mendekat pada kakaknya. Tatapannya begitu serius menyirat

  • Bukan Jendral Tapi Pangeran   50. Ingkar Janji

    "Alina tidak mengirim pesan apapun. Biasanya kalau Alina tidak datang, dia akan menyisipkan kertas pesan di bawah mangkuk. Dia benar-benar marah padauk. Kalau dipikir… ini adalah pertama kalinya,” batin Pangeran Sabir sembari beristigfar. “Tuan, apa yang bisa aku lakukan untuk membantumu?" tanya Arwan yang berdiri di sisinya. Dengan wajah murung dan tatapan yang mengarah ke lantai, Pangeran Sabir menjawab, “Beritahu langsung Pangeran Ibram, aku tidak baik-baik saja. Katakan padanya aku melihat banyak pintu tapi tidak memiliki satu pun kunci untuk bisa membukanya.” *** Sambil bersenandung riang Pangeran Samir menaiki tangga batu kediaman Pangeran Ibram. Tapi ia terkejut karena pelayan mengatakan jika keduanya sudah pergi terburu-buru. Samir kecewa karena dirinya terlambat. "Apa semuanya baik-baik saja? Apa semalam terjadi sesuatu?” tanya Pangeran Samir pada pelayan dan dijawab bahwa semuanya baik-baik saja sama seperti kemarin. Pelayan itu bahkan mengutarakan keresahannya karena ha

  • Bukan Jendral Tapi Pangeran   49. Kecemesan

    "Samir mungkin bertemu Zain atau seseorang di depan. Karena itulah dia belum muncul sampai sekarang. Memangnya ada apa kau mencarinya? Apa Samir membuat kesalahan?” tanya Ibram. "Tidak, aku memintanya membawakan bukti penting dari Kapten Bagir setelah menyelidiki tempat penjagalan hewan di desa selatan, karena Kak Abram tidak mengizinkanku keluar ibukota. Dia seakan mengikat kakiku,” keluh Sabir yang kemudian menenggak habis minumannya. Ibram yang mengunyah jambu bijinya menimpali, “Baguslah.” "Kau senang?" tanya Sabir mengernyit melihat saudaranya yang begitu santai menghadapi situasi saat ini. Ibram justru mengangguk dan Sabir menggigit bibirnya kesal. Merasa ada kemungkinan terjadi perdebatan antara dua sepupu itu, Alina mencoba mencairkan ketegangan. "Ahana, apa yang sedang kau buat?" tanya Wanita yang hari ini mengenakan pakaian kuning lembut dengan sulaman bunga kenanga. Sama seperti aroma wewangian yang selalu digunakannya. "Aku sedang menulis surat untuk Hanan. Aku meminta

  • Bukan Jendral Tapi Pangeran   48. Salah Sasaran

    Samir menggigit bibir dalamnya. Tapi ujung sepatunya sedikit digeser ke samping memberi Sabir isyarat agar segera memberi alasan. Ibram masih dengan raut wajah datar meraih gelas teh milik Samir. Melihat tingkah Ahana dan Samir yang kikuk dan berusaha menghindarinya, Ibram justru semakin yakin ada hal yang sengaja mereka sembunyikan. “Tidak ada yang lain Kakak Ipar," elak Alina sembari menawarkan tambahan teh tapi ditolak oleh Ibram. "Firasatku mengatakan, kamu sedang merahasiakan sesuatu dariku," kata Ibram pada istrinya yang sedang meraih gelas. Dugaannya tepat saat melihat tangan Ahana sedikit gemetar memegang gelasnya. Ahana menggedikkan bahu lalu membalas, "Itu firasatmu saja.” Ahana menoleh dan menatap tegas suaminya itu. "Mengapa reaksimu berlebihan?" Ibram kembali mendesak. "Karena kamu terus bertanya. Itu menyebalkan!” balas Ahana telak. Ibram kembali melipat kedua lengan di depan dadanya. Menyembunyikan tangan kanannya yang kembali gemetar dan kebas. “Aku penasaran, kar

DMCA.com Protection Status