Keadaan perusahaan terpantau sibuk pada siang hari. Setiap orang yang berada di ruangannya sibuk dengan tugas dan pekerjaan mereka masing-masing.Begitupun dengan Wisnu. Pria dengan kemeja berwarna biru itu memijit keningnya sendiri yang terasa berdenyut bukan main.Beberapa saat yang lalu ia baru saja mendapatkan kabar dari Chandra jika ada masalah di perusahaan. Seorang karyawan senior ketahuan menggelapkan sejumlah dana perusahaan dan menyebabkan kerugian.Wisnu tidak habis pikir, selama ini ia selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk karyawan-karyawan nya. Ia selalu berusaha memanusiakan setiap orang meski ada kalanya ia menjadi begitu tegas. Namun, pria itu tidak habis pikir, mengapa masih saja ada karyawannya yang tega menusuknya dari belakang.Manusia memang lebih menyeramkan, bukan?Pintu ruangannya diketuk, Chandra masuk setelah dipersilahkan.Pria itu membawa satu gelas minuman dan memberikannya pada Wisnu. Ia juga sama, masalah yang tengah dihadapi perusahaan saat in
Jam makan siang. Wisnu masih saja berkutat dengan setumpuk kertas di meja kerjanya, sesekali pria itu membenarkan letak kacamata yang menggantung di hidung mancung nya.Laporan keuangan perusahaan masih coba ia telaah lebih dalam, berusaha mencari bukti-bukti lebih agar bisa dengan mudah menjebloskan karyawan yang sudah berkhianat.Pintu ruangan diketuk, Wisnu mempersilahkan tanpa melihat siapa yang datang."Kamu masih sibuk?"Rupanya itu Diandra. Wanita dengan terusan selutut berwarna peach dengan rambut yang digerai bebas itu berjalan ke arah Wisnu dengan sebuah tas berukuran sedang.Ia meletakkan tas yang rupanya berisikan kotak makan siang di meja sofa yang ada di ruangan Wisnu."Ayo istirahat dulu, kita makan siang. Aku yakin kamu belum makan siang dan terlalu larut sama pekerjaan."Wisnu diam. Ia hanya memperhatikan Diandra yang tengah menyiapkan makanan untuknya.Riasan tipis yang wanita itu pakai mampu menyamarkan raut wajah pucat nya, tapi hal itu masih saja membuat Wisnu me
Perlakuan kasar Wisnu pada Aruna kian menjadi. Pria itu mendorong tubuh mungil Aruna ke atas sofa dan menindih nya. Bibir pria itu juga masih senantiasa melumat serta memberikan serangan agresif pada sang gadis.Bukannya Aruna tidak melakukan perlawanan. Ia melakukannya. Namun tenaga yang dimilikinya saat ini begitu jauh jika dibandingkan dengan Wisnu.Tangis Aruna kian kencang saat satu tangan Wisnu mulai meraba bagian leher dan turun ke bawah. Dalam hati ia terus meronta, meminta pada Tuhan agar mengirimkan siapa saja untuk menolongnya."KAK WISNU!!"Tepat disaat Wisnu akan melakukan tindakan kian jauh, Sofie datang dan berteriak nyaring.Gadis itu berlari cepat menghampiri keduanya dan memukulkan remote televisi ke kepala Wisnu yang seketika membuat pria itu oleng dan terjatuh.Cepat-cepat Sofie menolong Aruna. Ia membantu gadis itu berdiri dan berlari ke arah anak tangga guna menuju ke lantai dua.Wisnu yang terkapar di lantai berteriak, memanggil dengan keras serta melemparkan
Salah tingkah. Wisnu mendadak tidak bisa berpikir apa yang akan dirinya katakan, lidahnya juga mendadak kelu untuk berucap.Pria itu hanya bisa diam di tempat dengan sesekali menggaruk tengkuk karena salah tingkah. Apalagi melihat bagaimana raut wajah Aruna yang jauh dari kata baik-baik saja."Ada perlu apa?" gadis itu bertanya dengan suara lirih dan serak.Wisnu gagap sementara waktu, ia melirik ke sana ke mari berusaha mencari-cari cara supaya ia bisa menyampaikan tujuannya segera.Jujur saja ia merasa tidak enak hati dengan Aruna."Aku sudah memesan makanan, jika kau lapar kau bisa turun ke bawah.""Ya."Sedetik kemudian pintu tertutup. Wisnu yang masih berdiri di sana hanya terdiam dengan sesekali mengedipkan mata.Sepertinya Aruna benar-benar dalam kondisi yang tidak baik, dan itu artinya apa yang dilakukannya semalam benar-benar buruk.Ah, Wisnu merasa begitu menyesal.Dengan langkah gontai pria itu berjalan menuruni anak tangga, melangkah ke arah dapur dan duduk di meja makan y
"Kalian sudah pulang? Aku khawatir."Sofie berjalan mendekat, ia kemudian berdiri di samping Aruna dengan senyum tipis.Gadis itu juga sesekali melirik ke arah Chandra yang hanya diam terpaku di sana."Ya. Maaf aku lupa memberitahu mu, Chandra,""Tidak masalah. Aku hanya khawatir karena sebelumnya kau sedang dalam perasaan yang kurang baik. Tapi sepertinya sekarang sudah jauh lebih baik," sahut Sofie cepat.Ia sempat melihat sebentar ke arah boneka yang ada dalam gendongan Aruna.Senyum kecil itu terlihat kecut, juga kepalanya yang tiba-tiba menunduk.Aruna bukannya tidak peka, ia tahu suasana aneh yang tiba-tiba saja ada di sekitar mereka. Atau lebih tepatnya antara Chandra dan Sofie."Aku pulang dulu."Chandra beranjak, pria itu juga sempat terdiam di bangku kemudi selama beberapa saat sebelum kemudian kembali keluar dari mobil miliknya."Sofie," panggilnya dengan suara lirih.Yang dipanggil mendongak, bisa Aruna lihat jika matanya sudah berkaca-kaca seolah menahan tangis. Dan saat
Keadaan perusahaan hari itu terbilang cukup lengang. Wisnu masih berkutat dengan laptop juga kacamata yang menempel di hidungnya.Soal karyawan yang mengkhianati perusahaan, sudah ada titik terang. Rupa-rupanya ia bekerja sama dengan saingan bisnis Wisnu demi mendapatkan upah yang jauh lebih besar.Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh, namun Wisnu masih belum melihat tanda-tanda kehadiran Chandra sama sekali.Pria itu juga tidak memberinya kabar, jika memang sekiranya ia akan absen untuk hari ini.Wisnu meletakkan ponsel miliknya di atas meja, ia menghela napas kasar begitu teringat dengan pertanyaan Diandra semalam.Ia jatuh cinta dengan Aruna? Tidak mungkin!Meski mereka berstatus sebagai suami istri, namun perasaan Wisnu masih valid hanya untuk Diandra seorang.Ia memang sempat beberapa kali memikirkan Aruna, namun itu tidak lebih dari sekedar perasaan bersalah. Tidak lebih.Akan sangat lucu bila memang benar ternyata ia menyukai istri sirinya itu.Iya, 'kan?Pintu diketuk. Wisnu
Cukup lama untuk Aruna berpikir. Sampai-sampai Wisnu meng goyang-goyang kan ukuran tangannya sesekali."Tidak mau, ya," gumamnya lirih.Dan pada saat Wisnu akan kembali menarik ukuran tangannya, dengan cepat Aruna bergerak. Ia menjabat tangan Wisnu dengan erat."Ya. Mulai saat ini kita adalah teman. Oh, mungkin rekan kerja sama."Wisnu mengangguk, senyum cerah terkembang di wajah pria itu saat ini. Membuatnya terlihat lebih bersahabat daripada biasanya."Kalau begitu, aku pulang dulu."Wisnu mengangguk. Ia tidak bisa mengantarkan Aruna pulang, meski ia ingin. Hal itu hanya akan membuat hubungan mereka menjadi canggung lagi.Dan soal Aruna. Gadis itu memilih untuk melupakan apa yang terjadi antara ia dan Wisnu pada malam itu, tidak ada gunanya juga untuk menyimpan rasa sakit hati.Saat Aruna sedang berjalan di lorong perusahaan, sebuah tangan menariknya ke salah satu ruangan.Aruna yang panik hampir saja berteriak, jika saja tidak ada orang yang menghentikannya dengan cepat.Pria yang
Ruangan putih dengan bau obat-obatan itu jadi hal pertama yang Diandra rasakan setelah membuka mata. Wanita yang masih terbaring di ranjang rumah sakit itu meleguh, sedikit bergerak meski tubuhnya terasa sakit di sana-sini.Ia terduduk perlahan, hendak mengambil air minum yang ada di nakas meski agak kesulitan."Biar saya bantu."Seorang perawat datang membantu, ia memberikan Diandra minum yang kemudian wanita itu minum sedikit.Perawat wanita dengan hijab yang menutup kepala, juga sebuah catatan yang ia bawa-bawa tersenyum ramah. Ia bertanya soal beberapa hal pada Diandra dengan intonasi nada ceria."Kondisi Ibu Diandra sudah jauh lebih baik dari sebelumnya, tapi meski begitu Ibu Diandra harus tetap rutin menjalani pengobatan dan kemoterapi agar lekas sembuh," ucapnya sambil tersenyum.Diandra tersenyum getir, sembuh. Apa ia bisa?Dirinya memang bukan ahli dalam bidang kesehatan, tapi ia tahu penyakit apa yang tengah menggerogoti tubuhnya saat ini.Kanker darah, atau leukimia. Kan
Pukul tiga dini hari saat Wisnu dikejutkan dengan suara rintihan pelan yang berasal dari sebelahnya. Pria itu menoleh dengan mata yang masih setengah terpejam."Kamu kenapa?" tanya pria itu dengan suara serak. "Perutku tiba-tiba saja terasa sakit," keluh Aruna sembari memegangi perut buncitnya.Omong-omong kandungan wanita itu saat ini sudah menginjak bulan ke sembilan. Dan menurut perkiraan Dokter, wanita itu akan melahirkan dua minggu dari sekarang.Pelan-pelan Wisnu coba bantu menenangkan, tangan besarnya ia gunakan untuk mengelus perlahan perut sang istri berharap dengan itu rasa sakit yang diderita bisa mereda."Perutku mulas," ucap Aruja tiba-tiba."Ayo, aku bantu ke kamar mandi."Saat Wisnu hendak membantu Aruna untuk bangun dari tidurnya, wanita itu terkejut saat mendapati kasur yang ditempatinya sebelumnya basah."Kamu mengompol?" tanya Wisnu."Air ketubannya pecah."Keduanya sempat terdiam sesaat, sebelum kemudian kepanikan melanda mereka. Wisnu dengan siap siaga memapah Ar
Dua tahu sudah semuanya berlalu. Seperti harapan yang terkabul, kehidupan Aruna dan keluarganya begitu baik semenjak hari itu.Anak-anak yang tumbuh sehat dan menggemaskan, perkembangan perusahaan yang kembali naik setelah terungkapnya rekaman percakapan rencana kriminal Celine yang tanpa sengaja bocor.Membuat para investor yang sebelumnya mencabut saham mereka dari perusahaan kembali bergabung bahkan menanam saham lebih besar dari sebelumnya.Juga soal pernikahan Aruna dan Wisnu. Keduanya memutuskan untuk membuat pesta resepsi sekaligus untuk mengumumkan pernikahan mereka pada khayalak ramai.Hal itu guna membersihkan nama Aruna dan meluruskan kesalahpahaman yang ada. Tentunya dengan menutup beberapa fakta jika sebenarnya Diandra yang meminta wanita itu untuk menjadi ibu pengganti.Seperti saat ini, Aruna yang tengah mengawasi David juga Nadine yang tengah bermain di halaman belakang tersentak saat sebuah pelukan mengejutkannya dari arah belakang.Itu adalah Wisnu. Pria itu baru saja
Wisnu yang merasa tidak tahan melihat adegan itu memilih keluar lebih dulu, membiarkan dua wanita itu saling menumpahkan perasaannya masing-masing."Tolong jaga Nadine, saat ini dirinya tidak memiliki siapapun lagi," kata mbak Riri setelah pelukan keduanya terlepas.Aruna mengangguk, wanita itu akan melakukan tugasnya dengan tulus karena jauh sebelum ia memikirkan permintaannya untuk mengadopsi Nadine, memang wanita itu sudah menyayangi Nadine selayaknya ia menyayangi David, anaknya sendiri."Pasti mbak, pasti. Aku juga sudah menganggap Nadine selayaknya anakku sendiri jauh sebelum ini.""Ya, aku percaya pada kalian. Maaf atas segala perbuatanku," kata wanita itu menunduk."Sudah, mbak. Setiap orang pasti pernah berbuat kesalahan, yang harus dilakukan hanya berubah menjadi seseorang yang lebih baik di masa depan. Dan lagi, aku yakin bahwasanya Mbak Riri sebenarnya adalah orang yang baik."Belum sempat Mbak Riri menjawab perkataan Aruna, seorang sipir masuk dan berkata jika waktu merek
Wanita itu menatap ke arah Wisnu dengan sengit."Apa yang mbak lakukan? Kenapa mbak tega pada David?!" tanya Wisnu marah.Wanita itu tersenyum, Mbak Riri atau yang bernama asli Arini itu terkekeh kemudian tertawa terbahak-bahak. Ia menunjuk Wisnu dengan ibu jarinya."Karena orang sepertimu pantas mendapatkannya!" Amarah terpancar begitu jelas di wajah Mbak Riri, wanita itu seolah menyimpan dendam yang teramat besar kepada Wisnu."Apa kamu ingat dengan seorang gadis yang juga pelayan di rumah Celine? Gadis polos yang dengan bodohnya membantumu keluar dari rumah itu hanya karena beranggapan kamu adalah seorang lelaki baik-baik. APA KAMU MENGINGATNYA!!"Wisnu tersentak, ingatannya kembali terputar saat ia menjadi korban tawanan Celine saat itu.Tentu saja ia ingat, seorang gadis yang begitu baik mau membebaskannya meski taruhannya ia sendiri yang akan menjadi korban tabiat buruk Celine.Dan disaat itu ia teringat dengan janjinya pada gadis itu. Bahwa ia akan melindungi keluarganya dari
Tidak ada yang dilakukan Wisnu, ia hanya duduk diam dengan pandangan kosong ke arah depan.Kepalanya tidak bisa berpikir, ia tidak tahu apa ya g sebenarnya ada dalam hatinya sekarang. Semuanya terlalu bercampur aduk hingga ia sendiri tidak tahu apa yang jadi tujuannya saat ini.Ia tentu tidak ingin berpisah dari Aruna, mau bagaimanapun sejujurnya dirinya begitu mencintai wanita itu.Namun di sisi lain dirinya hanya takut, ia takut jika di masa depan Celine juga akan kembali melakukan hal gila lainnya, bahkan lebih.Memang, keadaan wanita itu juga tidak lebih baik daripada David. Ia mengalami pendarahan juga patah tulang yang cukup serius, namun rasa takut itu tentu masih ada dalam perasaan Wisnu saat ini.Ia hanya tidak ingin baik Aruna ataupun David akan menjadi korban lagi, sudah cukup untuk sekarang."Melamunkan apa?"Pria itu tersentak. Seorang pria paruh baya duduk di sebelahnya di depan ruang tunggu kamar VIP. Omong-omong beberapa jam yang lalu David sudah bisa dipindahkan ke r
"DAVID!!"Teriakan itu tidak terelakan, air mata turun begitu saja dari pelupuk mata si wanita. Ia meraung, melihat bagaimana buah hatinya harus menjadi korban dari perasaan egois seseorang.Wisnu yang juga ada di sana tampak tidak jauh berbeda. Pria itu sama terkejutnya, tidak menyangka dengan apa yang dilakukan Celine.Wanita itu benar-benar nekat.Melihat bagaimana histerisnya Aruna, Wisnu segera menahan wanita itu saat ia ingin mengikuti jejak Celine terjun ke bawah sana.Wisnu memeluk Aruna yang meraung keras, keduanya menangis hebat perasaan mereka hancur berkeping-keping.Tangisan Aruna belum juga reda, justru terdengar kian keras dan menyayat hati saat wanita itu melihat bagaimana tubuh mungil buah hatinya yang bersimbah darah tergeletak di atas brankar."David, sayang."Rasanya Aruna tidak mampu lagi untuk berdiri di atas kakinya, hingga tidak lama kemudian wanita itu ambruk tidak sadarkan diri.Wisnu yang juga masih menangis bersusah payah untuk membopong tubuh istrinya, mes
"Ada apa?" Aruna bertanya khawatir.Wisnu tidak langsung menjawab, pria itu justru langsung menggandeng tangan sang istri dan membawanya kembali ke lantai tempat mereka menginap.Melihat Wisnu yang tampak terburu-buru, membuat Aruna kebingungan. Namun tiap kali wanita itu bertanya, sang suami tidak menjawab apapun."Sebenarnya ada apa? Kenapa kamu tampak terburu-buru?" Wisnu masih saja tidak mengatakan apapun sampai keduanya tiba di depan pintu kamar. Pria itu langsung masuk ke dalam dan membereskan barang-barang mereka dengan asal.Memasukan pakaian ke dalam koper juga beberapa barang lainnya dengan terburu."Wisnu, kamu kenapa? Apa yang sebenarnya terjadi!"Tidak tahan, Aruna menyentak kegiatan sang suami yang tengah memasukan pakaian ke dalam koper. Ia memegang erat bahu sang suami dan menatap matanya dalam."Tenangkan dirimu, dan katakan apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Aruna dengan lebih tenang.Wisnu yang semula nampak begitu panik, berangsur-angsur mulai terlihat tenang. Ia
Tanpa terasa Aruna dan Wisnu telah menghabiskan waktu tiga hari di negara gingseng tersebut. Keduanya banyak menghabiskan waktu bersama dengan berjalan-jalan ke Namsan tower, sungai Han juga berburu jajanan kaki lima khas negeri yang begitu terkenal dengan budanya hiburannya tersebut.Saat itu malam pukul dua belas malam. Cuaca di kota Seoul begitu dingin karena memang waktu yang mulai memasuki musim gugur. Aruna sudah siap dengan pakaian tidurnya. Wanita itu terduduk di depan sebuah meja sembari mengoleskan skincare routine nya saat dari arah kamar mandi Wisnu muncul.Pria itu baru saja selesai membersihkan diri setelah hampir seharian keduanya berjalan-jalan juga bersenang-senang."Wangi sekali, istriku," kata Wisnu sembari mengusap rambut basahnya dengan handuk.Aruna hanya terkekeh, ia kemudian meraih sebuah hairdryer dan mendekat ke arah sang suami yang terduduk di tepi ranjang.Ia mulai mengeringkan rambut hitam Wisnu dengan hati-hati juga teliti, sementara si lelaki sibuk mem
Malam hari berlalu dengan cepat. Pagi ini Aruna tengah disibukkan dengan acara memasak untuk bekal piknik David juga orang tuanya.Suasana rumah yang cukup sepi membuat tiap pergerakan Aruna terdengar cukup nyaring, juga bau masakan yang tercium hingga lantai atas.Pergerakan wanita itu terhenti saat tiba-tiba sepasang lengan kekar melingkar pada pinggang nya. Sejurus kemudian ia merasakan beban di bahu sebelah kiri.Wisnu, pria yang baru saja terbangun dari tidurnya itu bergelayut manja pada bahu sang istri, mencium dengan rakus aroma yang kian menjadi candu tiap harinya."Mandilah dulu, setelah itu antar David ke rumah Ayah dan Ibu," kata Aruna masih sembari menata makanan dalam wadah bekal.Wisnu hanya bergumam dengan suara serak, pria itu justru kian mengeratkan pelukannya juga sesekali menciumi leher sang istri yang menimbulkan sensasi geli."Hentikan, bagaimana jika dilihat David?""Tidak apa, anak itu akan senang jika memiliki seorang adik," sahut Wisnu ngawur."Lepaskan dulu,