Salah tingkah. Wisnu mendadak tidak bisa berpikir apa yang akan dirinya katakan, lidahnya juga mendadak kelu untuk berucap.Pria itu hanya bisa diam di tempat dengan sesekali menggaruk tengkuk karena salah tingkah. Apalagi melihat bagaimana raut wajah Aruna yang jauh dari kata baik-baik saja."Ada perlu apa?" gadis itu bertanya dengan suara lirih dan serak.Wisnu gagap sementara waktu, ia melirik ke sana ke mari berusaha mencari-cari cara supaya ia bisa menyampaikan tujuannya segera.Jujur saja ia merasa tidak enak hati dengan Aruna."Aku sudah memesan makanan, jika kau lapar kau bisa turun ke bawah.""Ya."Sedetik kemudian pintu tertutup. Wisnu yang masih berdiri di sana hanya terdiam dengan sesekali mengedipkan mata.Sepertinya Aruna benar-benar dalam kondisi yang tidak baik, dan itu artinya apa yang dilakukannya semalam benar-benar buruk.Ah, Wisnu merasa begitu menyesal.Dengan langkah gontai pria itu berjalan menuruni anak tangga, melangkah ke arah dapur dan duduk di meja makan y
"Kalian sudah pulang? Aku khawatir."Sofie berjalan mendekat, ia kemudian berdiri di samping Aruna dengan senyum tipis.Gadis itu juga sesekali melirik ke arah Chandra yang hanya diam terpaku di sana."Ya. Maaf aku lupa memberitahu mu, Chandra,""Tidak masalah. Aku hanya khawatir karena sebelumnya kau sedang dalam perasaan yang kurang baik. Tapi sepertinya sekarang sudah jauh lebih baik," sahut Sofie cepat.Ia sempat melihat sebentar ke arah boneka yang ada dalam gendongan Aruna.Senyum kecil itu terlihat kecut, juga kepalanya yang tiba-tiba menunduk.Aruna bukannya tidak peka, ia tahu suasana aneh yang tiba-tiba saja ada di sekitar mereka. Atau lebih tepatnya antara Chandra dan Sofie."Aku pulang dulu."Chandra beranjak, pria itu juga sempat terdiam di bangku kemudi selama beberapa saat sebelum kemudian kembali keluar dari mobil miliknya."Sofie," panggilnya dengan suara lirih.Yang dipanggil mendongak, bisa Aruna lihat jika matanya sudah berkaca-kaca seolah menahan tangis. Dan saat
Keadaan perusahaan hari itu terbilang cukup lengang. Wisnu masih berkutat dengan laptop juga kacamata yang menempel di hidungnya.Soal karyawan yang mengkhianati perusahaan, sudah ada titik terang. Rupa-rupanya ia bekerja sama dengan saingan bisnis Wisnu demi mendapatkan upah yang jauh lebih besar.Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh, namun Wisnu masih belum melihat tanda-tanda kehadiran Chandra sama sekali.Pria itu juga tidak memberinya kabar, jika memang sekiranya ia akan absen untuk hari ini.Wisnu meletakkan ponsel miliknya di atas meja, ia menghela napas kasar begitu teringat dengan pertanyaan Diandra semalam.Ia jatuh cinta dengan Aruna? Tidak mungkin!Meski mereka berstatus sebagai suami istri, namun perasaan Wisnu masih valid hanya untuk Diandra seorang.Ia memang sempat beberapa kali memikirkan Aruna, namun itu tidak lebih dari sekedar perasaan bersalah. Tidak lebih.Akan sangat lucu bila memang benar ternyata ia menyukai istri sirinya itu.Iya, 'kan?Pintu diketuk. Wisnu
Cukup lama untuk Aruna berpikir. Sampai-sampai Wisnu meng goyang-goyang kan ukuran tangannya sesekali."Tidak mau, ya," gumamnya lirih.Dan pada saat Wisnu akan kembali menarik ukuran tangannya, dengan cepat Aruna bergerak. Ia menjabat tangan Wisnu dengan erat."Ya. Mulai saat ini kita adalah teman. Oh, mungkin rekan kerja sama."Wisnu mengangguk, senyum cerah terkembang di wajah pria itu saat ini. Membuatnya terlihat lebih bersahabat daripada biasanya."Kalau begitu, aku pulang dulu."Wisnu mengangguk. Ia tidak bisa mengantarkan Aruna pulang, meski ia ingin. Hal itu hanya akan membuat hubungan mereka menjadi canggung lagi.Dan soal Aruna. Gadis itu memilih untuk melupakan apa yang terjadi antara ia dan Wisnu pada malam itu, tidak ada gunanya juga untuk menyimpan rasa sakit hati.Saat Aruna sedang berjalan di lorong perusahaan, sebuah tangan menariknya ke salah satu ruangan.Aruna yang panik hampir saja berteriak, jika saja tidak ada orang yang menghentikannya dengan cepat.Pria yang
Ruangan putih dengan bau obat-obatan itu jadi hal pertama yang Diandra rasakan setelah membuka mata. Wanita yang masih terbaring di ranjang rumah sakit itu meleguh, sedikit bergerak meski tubuhnya terasa sakit di sana-sini.Ia terduduk perlahan, hendak mengambil air minum yang ada di nakas meski agak kesulitan."Biar saya bantu."Seorang perawat datang membantu, ia memberikan Diandra minum yang kemudian wanita itu minum sedikit.Perawat wanita dengan hijab yang menutup kepala, juga sebuah catatan yang ia bawa-bawa tersenyum ramah. Ia bertanya soal beberapa hal pada Diandra dengan intonasi nada ceria."Kondisi Ibu Diandra sudah jauh lebih baik dari sebelumnya, tapi meski begitu Ibu Diandra harus tetap rutin menjalani pengobatan dan kemoterapi agar lekas sembuh," ucapnya sambil tersenyum.Diandra tersenyum getir, sembuh. Apa ia bisa?Dirinya memang bukan ahli dalam bidang kesehatan, tapi ia tahu penyakit apa yang tengah menggerogoti tubuhnya saat ini.Kanker darah, atau leukimia. Kan
Suasana restoran saat itu tidak terlalu sepi, namun aura sunyi hadir ditengah-tengah tiga orang dewasa yang duduk melingkar di sebuah meja berbentuk bundar.Ia adalah Chandra, Sofie juga Aruna.Sebelumnya, Wisnu telah me reservasi sebuah meja di restoran berkonsep modern yang cukup terkenal di kota tersebut.Dan sepertinya yang diketahui, pada akhirnya Wisnu memutuskan untuk melakukan makan malam romantis di rumah dengan mendatangkan seorang koki untuk memasak langsung di rumah.Seperti inilah pada akhirnya. Wisnu memberikan tiga orang tersebut sebuah hadiah makan malam gratis di restoran yang sebelumnya ia pesan.Tidak ada penolakan. Dengan alasan mubazir pada akhirnya Chandra, Sofie juga Aruna mengiyakan tawaran Wisnu."Kalian mau pesan apa?" Chandra membuka suara lebih dulu.Pria satu-satunya diantara dua wanita itu menyodorkan buku menu ke arah masing-masing dari mereka. Suasana yang begitu kaku dan canggung.Sofie mengambil buku menu lebih dulu, ia kemudian memanggil seorang sta
Suasana menjadi tegang tatkala siswa yang berseru mendekat, ia menatap tajam ke arah Chandra yang hanya diam dengan pandangan kosong."Kau! Kau sudah membunuh Delina!" serunya sambil mencoba menyerang Chandra.Para guru langsung menahan siswa tersebut dan mengamankannya ke ruangan terdekat. Sementara beberapa guru lainnya coba mendekati Chandra secara pelan-pelan.Puluhan bahkan ratusan murid dan warga sekolah berkerumun. Mereka semua berkumpul dengan rasa penasaran yang begitu besar soal apa yang sedang terjadi."Chandra, bisa kau letakkan dulu Delina?" seorang guru wanita berujar lembut.Tanpa perintah dua kali Chandra menurut. Ia meletakkan tubuh Delina yang sudah lemas dengan bercak darah di sana-sini dengan perlahan.Sang guru wanita mengangguk lirih, pandangan matanya mengarah ke arah lain lain sampai kemudian dua lelaki menyergap Chandra dari arah belakang.Tidak ada perlawanan, Chandra menurut saat tubuhnya tersungkur ke tanah dan dua tangannya terlipat ke belakang juga terika
"Darimana saja kalian?"Diandra berdiri di ambang pintu dengan wajah terheran. Di tangannya ada sebuah kantong plastik berwarna hitam yang diasumsikan sebagai plastik sampah."Siapa sayang?" Kepala Wisnu menyembul di balik tubuh Diandra. Pria itu terdiam saat melihat Aruna juga Chandra baru saja kembali secara bersama-sama."Aku nganterin Aruna pulang. Sorry, kemaleman. Tadi ada urusan mendadak," ucap Chandra memberi alasan."Iya. Tapi lain kali jangan kemaleman, nggak enak diliat tetangga," jawab Diandra.Chandra hanya mengacungkan jempol dan berpamitan pulang. Namun sebelum itu, pria itu menyempatkan diri untuk mengelus surai Aruna juga tersenyum manis ke arah gadis itu.Membuat Aruna terdiam dengan wajah bersemu."Keluar boleh, tapi ingat waktu. Ini rumah bukan hotel!"Wisnu berucap tegas sambil berlalu masuk ke dalam, meninggalkan Aruna juga Diandra yang terdiam..Perkataan Wisnu membuat dua perempuan yang ada di sana merasa kebingungan. Khususnya Aruna.Ia tahu dirinya tidak se