(Bukan) Istri Pilihan - Undangan Author's POV "Lidia. Ayo, masuk!" Yoshi yang melangkah ke ruang tamu melihat Lidia tengah melepas sepatu di depan pintu."Sendirian?""Sama Mama." Lidia menoleh ke belakang. Bu Mega masih mengambil sesuatu dari mobilnya.Saat itu Anastasya keluar kamar sambil menggendong bayinya. Lidia langsung mendekat dan memeluk si bungsu. Yoshi mengambil Yusa dari istrinya. Membiarkan dua bersaudara menangis dan melepaskan rindu. Lidia yang sesenggukan lalu diajak duduk di sofa.Mereka baru bertemu setelah setahun lebih tidak pernah berjumpa. Saling meminta maaf dan berangkulan. Terkadang untuk menyadari sesuatu kesalahan, lebih dulu akan mendapatkan teguran yang tidak di sangka-sangka.Bu Mega masuk, juga disambut pelukan dan ciuman dari Anastasya. Ibu dan anak berdekapan. Anastasya sangat bahagia, sang mama sudi mengunjunginya. Hal yang selalu diimpikan sejak dulu. Bisa dekat, bisa saling ngobrol sebagai seorang ibu dan anak perempuannya. Setelah bertahun-tahu
Feeling orang tua tidak sepenuhnya salah. Apalagi mamanya pasti membuat keputusan dengan penuh pemikiran dan perhitungan. Termasuk keputusannya sekarang."Papa, udah nggak kontrol lagi kan, Ma?" tanya Anastasya."Masih perlu kontrol sekali lagi.""Kemarin sore papa nelepon aku, papa kelihatan nggak bersemangat banget. Mungkin karena kondisinya belum pulih benar, ya, Ma?"Bu Mega mengangguk saja. Disamping Anastasya jangan tahu dulu, dirinya juga sudah lelah.Satu jam kemudian, Bu Mega dan Lidia pamitan. Bu Mega di antar ke kantor dulu, baru kemudian Lidia pulang. Sebelum urusan kelar, dia tidak akan kembali bekerja. Ekstra pengawasan untuk Lili, supaya tidak diambil paksa oleh keluarga suaminya.***L***"Zi, kamu nggak telat ke kantor. Jam segini belum berangkat," tegur Bu Eri pada Fauzi yang masih sibuk di depan laptopnya di kamar. Kebetulan pintu kamarnya terbuka. Tapi laki-laki itu sudah berpakaian rapi."Nggak, Bu. Hari ini aku ada jadwal ke lapangan. Mungkin dalam waktu dekat aku
(Bukan) Istri Pilihan - Pertemuan Dua Istri Author's POV"Ada yang ingin kamu ceritakan?" tanya Yoshi seraya membimbing istrinya untuk duduk. Ia yakin kalau kesedihan Anastasya bukan hanya tentang undangan itu. Pasti ada hal lain. Karena yang berkaitan dengan Mayang, Anastasya terlihat sudah bodo amat. Ini yang sebenarnya membuat Yoshi khawatir. Apa yang sebenarnya tengah di rencanakan istrinya. Berpisah darinya?Yoshi tidak akan membiarkan hal itu terjadi."Mama dan Lidia cerita apa saja tadi?" tanya Yoshi saat Anastasya masih diam."Apa yang Mas tahu tentang mereka? Tentang orang tuaku?"Yoshi tidak langsung menjawab. Ia menggenggam tangan istrinya. Wajah Anastasya terlihat sangat sedih. "Papa dan mamaku hendak bercerai, kan?""Siapa yang bilang?""Jawab saja, Mas. Apa yang Mas ketahui?""Kita bisa mencegahnya, Sayang. Sekarang support anak-anak sangat dibutuhkan buat papa dan mama. Kalian yang bisa membuat mereka tetap bersama."Air mata Anastasya bercucuran. "Siapa yang ngasih
Di sebuah Rumah Makan Ayam Bakar Wong Solo, dua perempuan duduk berhadapan. Di meja depan mereka ada dua gelas teh hangat dan sepiring french fries. Usia dua wanita ini hanya selisih setahun. Bu Mega lebih tua dari Bu Eri.Sedangkan di meja sebelahnya, Bu Nana memperhatikan besannya yang tengah berbincang dengan madunya. Sebenarnya mereka tadi tidak sengaja berserempak di hipermarket. Bu Mega yang keluar dengan Bu Nana mampir sebentar untuk membelikan beberapa pasang pakaian untuk Yusa, bertemu dengan Bu Eri yang tengah berbelanja."Bu Eri, apa hak Anda mengatur saya? Saya tidak sedang melakukan penawaran siapa yang harus bertahan dan siapa yang harus mundur atau tetap menjalani pernikahan seperti ini. Saya sudah membuat keputusan untuk hidup saya sendiri. Saya juga nggak akan ikut campur keputusan apa yang akan Bu Eri dan Pak Bas ambil. Silakan saja kalau ingin meneruskan pernikahan kalian. Saya nggak akan menghalangi. Urusan saya akan saya selesaikan sendiri," jawab Bu Mega dengan
(Bukan) Istri Pilihan - Jangan Seperti Mama Author's POVPak Bastian yang tengah memangku baby Yusa kaget melihat kedatangan istri dan besannya. Dia sendiri juga baru setengah jam sampai di rumah putri bungsunya. Anastasya tersenyum senang menyambut mama dan mertuanya. Namun deg-degan juga saat papa dan mamanya bertemu. Ingat tentang situasi di rumah mereka waktu itu.Namun Bu Mega bersikap biasa saja. Wanita itu langsung melangkah ke belakang setelah memberikan barang bawaannya pada sang anak. Sedangkan Bu Nana duduk di sofa dekat Pak Bastian.Bu Mega kembali ke depan sambil membawakan dua cangkir teh untuk dirinya dan sang besan. Sebab di atas meja sudah ada secangkir kopi milik suaminya. Wanita itu duduk santai menyesap tehnya. "Pak Bas, sudah sejak tadi?" tanya Bu Nana."Barusan, Jeng. Mau ke kantor, mampir dulu nengok cucu," jawab Pak Bastian, tapi pandangannya menyapa Bu Mega sejenak. Sang istri tenang memegang cangkir dan tatakan seraya ngobrol dengan Anastasya.Dan begitul
Nasib Bu Mega sama persis seperti Anastasya yang sangat disayangi mertua. Bedanya Bu Mega adalah gadis yang sangat lincah dan Anastasya anak perempuan yang kalem. Bagi orang tua Pak Bastian, Bu Mega cocok mendampingi putranya yang memang lambat dan terlalu santai.Sekarang mereka duduk berdua di sebuah lesehan yang menghadap pantai lepas. Ada dua kelapa muda dan pisang goreng di meja depannya."Besok sidangnya Lidia. Papa masih berharap, kita jangan sampai berpisah, Ma.""Aku bukan istri yang sesuai impianmu, Pa.""Siapa yang bilang. Papa-lah yang nggak tahu diri telah membuat hubungan kita serumit ini. Papa yang salah telah menghadirkan orang ketiga di antara kita."Bu Mega tersenyum samar. "Kalau aku istri yang baik, yang peduli, tentu Papa nggak akan mencari kenyamanan pada wanita lain. Aku terlalu sibuk mengurus apa yang seharusnya Papa kerjakan. Harusnya aku biarkan saja. Namun aku telah melampaui batas otoritasku sebagai istri dan ibu." Perkataan Bu Mega merendahkan dirinya, sek
(Bukan) Istri Pilihan - Luka Seorang AnakAuthor's POVYoshi menarik simpul dasi untuk melonggarkannya. Kemudian duduk di kursi. Egi duduk tepat di depannya. Mereka baru saja pulang dari pengadilan."Kasus iparmu tampaknya akan berkepanjangan, Bro.""Sepertinya begitu," jawab Yoshi sambil menghela nafas panjang."Agung melayangkan tuntutan pencemaran nama baik pula pada Lidia. Hmm, mengada-ngada. Padahal orang pun sudah lupa akan perselingkuhannya. Sekarang diungkit lagi. Seneng banget jadi santapan media.""Itu hak dia sebenarnya. Tapi akan membuat kasus ini berkepanjangan dan mempermalukannya sendiri. Sebab perselingkuhan itu memang dilakukannya.""Padahal di antara mereka ini ada anak juga. Kenapa nggak mencoba berdamai saja, kalaupun Agung akan menjalani hukuman kasus penganiayaan itu, pasti nggak lama. Setelah vonis, aku yakin dia akan melakukan lobi sana sini supaya hukuman disunat hanya tinggal separuh." Ini pendapat Egi.Yoshi tersenyum samar. Kadang pusing juga memikirkan pr
"Papa, ingin mereka tetap poligami, begitu?" tanya Bu Nana."Mereka sudah menjalani ini sepuluh tahun. Mungkin kekisruhan ini hanya sementara dan mereka bisa berbaikan lagi nanti. Sayang banget kalau semuanya hancur berantakan, Ma. Kecuali Bu Eri punya kesadaran sendiri untuk mundur.""Namanya pelakor mana mau ngalah. Apalagi sekarang tahu kalau Bu Mega yang justru ingin mundur. Ya dia gigih bertahan-lah.""Dia wanita kedua, Ma.""Dih, apa Papa nggak tahu apa beda pelakor dengan wanita kedua? Wanita kedua itu perempuan yang kehadirannya direstui sama istri pertama. Dia datang dengan cara baik-baik, bisa mengambil hati istri pertama baik-baik. Dia yang mau masuk rumah tangga orang harus punya adab, dong. Bukan sembunyi-sembunyi bertahun-tahun. Nggak tahu malu memang. Sebenarnya Pak Bas dan perempuan itu sama-sama nggak tahu malu."Yoshi yang melihat mamanya sewot hanya geleng-geleng kepala. "Kamu juga, Yosh. Awas kalau sampai mama dengar kamu backstreet sama Mayang, habislah kamu di t
Baru tiga menit memejam, pintu kamar perlahan terbuka. Lidia muncul dari sana. Agung kembali duduk."Kutelepon nggak kamu angkat tadi," ujar Agung. "Aku lagi meeting, Mas. Selesai meeting kutelepon nomer Mas nggak aktif. Aku telepon rumah, katanya Mas sudah pulang." Lidia menjelaskan seraya melepaskan blazer yang dipakainya."Ponselku kehabisan baterai tadi."Agung menarik lengan istrinya supaya duduk di dekatnya. "Aku mau mandi dulu, Mas. Terus nyiapin pakaian. Setelah Lili pulang ngaji kita langsung berangkat, kan?""Iya. Kalau gitu kita mandi bareng.""Jangan. Biasanya Lili nyelonong masuk setelah pulang ngaji. Mas, duluan saja yang mandi. Biar aku nyiapin pakaian." Lidia membuka lemari. "Aku sudah bilang ke mbak yang nganterin Lili ngaji. Kita akan ngajak dia staycation sore ini," kata Agung sambil melepaskan kancing kemeja."Kenapa ngajak si mbak, Mas?""Aku sudah booking dua kamar. Tidak mungkin kita biarkan Lili tidur sendirian, kan?"Lidia diam sejenak. "Mas, memang nggak
(Bukan) Istri Pilihan - Cinta yang Indah Author's POVMobil Agung langsung masuk ke dalam carport rumahnya. Hujan masih deras mengguyur malam. Mereka turun. Agung membuka pintu samping yang terus terhubung dari area carport ke ruang keluarga.Masuk ke dalam suasana rumah sepi. Ruang tamu hanya ada lampu malam yang menyala. Setelah mengunci pintu, ia menggandeng tangan istrinya menaiki tangga. "Mbak ART ke mana, Mas?" tanya Lidia sambil melangkah di samping suaminya."Aku suruh pulang sore tadi. Selama tiga hari dia nggak akan ke sini. Kita habiskan waktu tiga hari hanya berdua saja," jawab Agung sambil memandang sang istri. Tatapannya begitu jahil dan menyiratkan rencana besar dalam benaknya.Lidia bisa menangkap apa yang akan terjadi tiga hari ke depan. Siap-siap saja kalau ia akan dibuat tak berdaya oleh Agung.Mereka berdua masuk kamar. Agung mengunci pintu. Meski tiada sesiapa di sana, ia tidak ingin dibuat was-was. Kamar menguarkan wangi vanila, aroma kesukaan Lidia. Harumny
Usai makan malam, Pak Bastian, Bu Mega, Lidia, dan Agung duduk di ruang keluarga. Sedangkan Lili sedang belajar bersama guru lesnya di ruangan lain yang biasanya digunakan juga untuk bersantai karena langsung menghadap ke taman samping yang ada miniatur air terjun di sana."Papa dan mama merestui kalian berdua jika ingin rujuk. Segera menikah, sama-sama saling mendukung dan memperbaiki diri. Menjadi orang tua yang bisa jadi panutan anak kalian. Tapi papa menyarankan, Agung tetap mengajak Lidia untuk menemui kedua orang tuamu. Minta restu apapun tanggapan mereka. Yang terpenting pada orang tua, jika nggak ingin bertemu keluarga yang lain.""Bener apa kata papamu. Kalian berdua tetap harus menemui kedua orang tuamu, Gung." Bu Mega setuju dengan pendapat sang suami. Apapun tanggapan mereka, yang terpenting tetap meminta restu."Kapan rencana kalian akad nikah?" tanya Pak Bastian."Minggu depan, Pa," jawab Agung spontan. Membuat Lidia menatapnya karena kaget. Sebab mereka belum membahas t
(Bukan) Istri Pilihan - Akad Nikah Author's POV"Beneran kamu mau rujuk sama Lidia? Kamu nggak dengar mama bilang apa sama kamu?"Agung masih diam mendengarkan kemarahan sang mama, saat ia memberitahu akan rujuk dengan Lidia. Sedangkan -Pak Ringgo- papanya diam menatap layar televisi yang menampilkan acara berita."Kenapa kamu keras kepala? Sedangkan keluarga sudah sepakat dengan perjodohanmu dan Grace.""Sejak awal aku nggak setuju dengan rencana, Mama. Aku hanya akan menikah lagi dengan Lidia. Kami punya Lili, Ma. Keluarga setuju atau pun tidak, aku akan kembali menikahi Lidia."Bu Ringgo menatap marah pada putranya. "Mengenai Lili, kamu kan masih bisa menemuinya. Atau ambil dia dan ajak tinggal bersamamu."Tidak semudah itu. Apa mamanya pikir, Lidia akan diam saja kalau Lili diambil darinya?"Kamu nggak ingat apa yang terjadi dua tahun kemarin? Kita harus menanggung malu atas semua yang terjadi," lanjut Bu Ringgo."Itu salahku, Ma," bantah Agung. "Bahkan keluarga Lidia yang telah
"Mas mau meeting di kantor papa nanti jam dua. Makanya mas mampir pulang dulu." Yoshi mengusap pipi Yasha dan mengecupnya. "Yusa, mana?""Barusan tidur.""Kamu belum makan?" Yoshi memandang piring yang masih berisi penuh di atas nakas."Belum. Mau makan keburu Yasha nangis."Yoshi mengambil piring. "Mas suapi."Anastasya makan dari tangan Yoshi hingga makanan di piring tandas. Yasha kembali terlelap dan ditidurkan di atas tempat tidur. Untuk sementara ini kedua anaknya memang tidur di pisah. Khawatir akan saling ganggu jika salah satunya terbangun lebih dulu."Mas, mau makan apa sholat zhuhur dulu?" Anastasya bangkit dari duduknya."Mas sudah sholat sebelum masuk kamar tadi.""Ya udah, kalau gitu aku ambilin makan dulu." Anastasya keluar kamar dan kembali dengan nasi, lauk, potongan buah semangka, dan minum di nampan."Makasih, Sayang." Yoshi mengecup kening istrinya. Kemudian duduk di karpet ditemani Anastasya."Besok mas ada seminar tiga hari di Malang.""Nginep?" tanya Anastasya un
(Bukan) Istri Pilihan - Kita Akan Menikah Author's POVLidia bangkit dari duduknya sambil membenahi ikatan kimononya. "Aku nemui Sinta dulu, Mas. Ada hal penting yang akan kami bahas." Selesai bicara Lidia langsung keluar kamar. Sedangkan Agung bangkit dari duduknya dan berdiri di dekat jendela kamar. Menatap langit kelabu di atas sana.Sinta berdehem ketika Lidia masuk ke ruang kerja papanya. Ruangan yang lumayan luas. Ada meja panjang dengan kursi-kursi yang mengitarinya. Juga ada layar proyektor di sana. Biasa digunakan untuk meeting dadakan jika ada sesuatu yang harus dibahas segera."Pasti kamu mikir yang enggak-enggak tadi," ucap Lidia sambil duduk di depan adiknya.Dengan gaun se*si, tipis, dan dibalut kimono luarnya, rambut diikat asal-asalan dan terkesan semrawut, belum lagi wajah dan leher yang basah berpeluh, otomatis pikiran Sinta sudah terbang ke mana-mana. Apalagi jika ingat bagaimana Agung begitu agresif belakangan ini. Mereka manusia dewasa yang pernah hidup bersam
Sambil nyetir, Agung memperhatikan Lidia yang ketiduran bersandar pada jok. Wanita itu tidak bisa menahan kantuknya. Terbesit pula pikiran konyol ingin membawa Lidia pulang saja ke rumah mereka. Sampai mobil berhenti di depan pagar rumah, Lidia tidak terbangun. Akhirnya Agung pun bersedekap dan memejam, karena sudah ngantuk berat. Keduanya sama-sama tertidur hingga azan subuh berkumandang. Lidia yang terbangun lebih dulu, kaget dengan posisinya yang ternyata masih di dalam mobil. Di sebelahnya Agung masih lelap. Kenapa ia tidak dibangunkan ketika mereka sampai?"Mas." Lidia mengguncang pelan lengan mantannya.Dua kali panggilan, Agung membuka mata. Laki-laki itu menegakkan duduknya."Sudah subuh. Kenapa tadi malam mas nggak bangunin aku?""Kamu pules banget tidurnya."Lidia mengambil ponsel dari dalam tas, kemudian menelepon salah satu ART supaya membuka pintu pagar. Tak lama pintu pagar terbuka perlahan secara otomatis."Mas, aku turun dulu, ya. Hati-hati kalau nyetir," pesan Lidia
(Bukan) Istri Pilihan - Menikahlah Denganku Author's POVSuasana bahagia di restoran hotel sejam yang lalu berubah menjadi ketegangan di bangsal rumah sakit. Di akhir acara, Anastasya membisiki sang suami kalau perutnya terasa mulas tak tertahankan. Tanpa banyak bicara, Yoshi pamitan membawa Anastasya ke rumah sakit dan semua keluarga mengikuti. Sampai di rumah sakit sudah bukaan dua ketika diperiksa oleh bidan yang berjaga. Pak Bastian, Deny, Sinta, membawa anak-anak pulang. Sedangkan yang tinggal di rumah sakit, Yoshi, Bu Mega, Lidia, dan Agung. Jarak setengah jam kemudian Bu Nana dan Pak Yudi datang.Yoshi gelisah menemani Anastasya yang berjalan mondar-mandir di dalam ruangan. Ia ingat saat sang istri melahirkan anak pertama mereka waktu itu. Begitu menegangkan karena keadaan Anastasya yang sedang down. Malah sempat berwasiat pula pada kakaknya yang nomer dua. Semoga kali ini tidak ada drama lagi. Sekarang ini Yoshi menyarankan cesar, tapi Anastasya memilih lahiran pervaginam.
Bu Mega meninggalkan ruangan putrinya. Dia tidak bisa memaksa Lidia harus mengubah keputusannya. Biar putri sulungnya itu membuat keputusan sendiri. Walaupun sebagai nenek, ia sangat kashian pada Lili. Sebab dulu ia bertahan dengan rasa sakit demi melihat anak-anaknya tetap memiliki keluarga yang utuh. Sosok ayah yang ada untuk mereka. Broken home efeknya sangat luar biasa untuk psikologi seorang anak.Setelah sang mama pergi, Lidia membuka map yang diletakkan asistennya di atas meja. Namun jujur saja, pikirannya tidak bisa berkonsentrasi. Adakalanya ia ingin bisa hidup seperti kedua adiknya atau wanita lain di luar sana. Lifestyle yang sangat balance dan no overwork. Tapi kesendirian membuatnya gila kerja untuk menghilangkan kesepian.Sepertinya dialah penerus jejak nasib mamanya. Karena perselingkuhan papanya, sejak awal Lidia sudah dipersiapkan sang mama untuk menjadi wanita kuat, tangguh, dan mandiri. Persis seperti masa muda sang mama. Hanya saja, mamanya hidup dalam keluarga tan