(Bukan) Istri Pilihan - Akad Nikah Author's POV"Beneran kamu mau rujuk sama Lidia? Kamu nggak dengar mama bilang apa sama kamu?"Agung masih diam mendengarkan kemarahan sang mama, saat ia memberitahu akan rujuk dengan Lidia. Sedangkan -Pak Ringgo- papanya diam menatap layar televisi yang menampilkan acara berita."Kenapa kamu keras kepala? Sedangkan keluarga sudah sepakat dengan perjodohanmu dan Grace.""Sejak awal aku nggak setuju dengan rencana, Mama. Aku hanya akan menikah lagi dengan Lidia. Kami punya Lili, Ma. Keluarga setuju atau pun tidak, aku akan kembali menikahi Lidia."Bu Ringgo menatap marah pada putranya. "Mengenai Lili, kamu kan masih bisa menemuinya. Atau ambil dia dan ajak tinggal bersamamu."Tidak semudah itu. Apa mamanya pikir, Lidia akan diam saja kalau Lili diambil darinya?"Kamu nggak ingat apa yang terjadi dua tahun kemarin? Kita harus menanggung malu atas semua yang terjadi," lanjut Bu Ringgo."Itu salahku, Ma," bantah Agung. "Bahkan keluarga Lidia yang telah
Usai makan malam, Pak Bastian, Bu Mega, Lidia, dan Agung duduk di ruang keluarga. Sedangkan Lili sedang belajar bersama guru lesnya di ruangan lain yang biasanya digunakan juga untuk bersantai karena langsung menghadap ke taman samping yang ada miniatur air terjun di sana."Papa dan mama merestui kalian berdua jika ingin rujuk. Segera menikah, sama-sama saling mendukung dan memperbaiki diri. Menjadi orang tua yang bisa jadi panutan anak kalian. Tapi papa menyarankan, Agung tetap mengajak Lidia untuk menemui kedua orang tuamu. Minta restu apapun tanggapan mereka. Yang terpenting pada orang tua, jika nggak ingin bertemu keluarga yang lain.""Bener apa kata papamu. Kalian berdua tetap harus menemui kedua orang tuamu, Gung." Bu Mega setuju dengan pendapat sang suami. Apapun tanggapan mereka, yang terpenting tetap meminta restu."Kapan rencana kalian akad nikah?" tanya Pak Bastian."Minggu depan, Pa," jawab Agung spontan. Membuat Lidia menatapnya karena kaget. Sebab mereka belum membahas t
(Bukan) Istri Pilihan - Cinta yang Indah Author's POVMobil Agung langsung masuk ke dalam carport rumahnya. Hujan masih deras mengguyur malam. Mereka turun. Agung membuka pintu samping yang terus terhubung dari area carport ke ruang keluarga.Masuk ke dalam suasana rumah sepi. Ruang tamu hanya ada lampu malam yang menyala. Setelah mengunci pintu, ia menggandeng tangan istrinya menaiki tangga. "Mbak ART ke mana, Mas?" tanya Lidia sambil melangkah di samping suaminya."Aku suruh pulang sore tadi. Selama tiga hari dia nggak akan ke sini. Kita habiskan waktu tiga hari hanya berdua saja," jawab Agung sambil memandang sang istri. Tatapannya begitu jahil dan menyiratkan rencana besar dalam benaknya.Lidia bisa menangkap apa yang akan terjadi tiga hari ke depan. Siap-siap saja kalau ia akan dibuat tak berdaya oleh Agung.Mereka berdua masuk kamar. Agung mengunci pintu. Meski tiada sesiapa di sana, ia tidak ingin dibuat was-was. Kamar menguarkan wangi vanila, aroma kesukaan Lidia. Harumny
Baru tiga menit memejam, pintu kamar perlahan terbuka. Lidia muncul dari sana. Agung kembali duduk."Kutelepon nggak kamu angkat tadi," ujar Agung. "Aku lagi meeting, Mas. Selesai meeting kutelepon nomer Mas nggak aktif. Aku telepon rumah, katanya Mas sudah pulang." Lidia menjelaskan seraya melepaskan blazer yang dipakainya."Ponselku kehabisan baterai tadi."Agung menarik lengan istrinya supaya duduk di dekatnya. "Aku mau mandi dulu, Mas. Terus nyiapin pakaian. Setelah Lili pulang ngaji kita langsung berangkat, kan?""Iya. Kalau gitu kita mandi bareng.""Jangan. Biasanya Lili nyelonong masuk setelah pulang ngaji. Mas, duluan saja yang mandi. Biar aku nyiapin pakaian." Lidia membuka lemari. "Aku sudah bilang ke mbak yang nganterin Lili ngaji. Kita akan ngajak dia staycation sore ini," kata Agung sambil melepaskan kancing kemeja."Kenapa ngajak si mbak, Mas?""Aku sudah booking dua kamar. Tidak mungkin kita biarkan Lili tidur sendirian, kan?"Lidia diam sejenak. "Mas, memang nggak
(Bukan) Istri Pilihan Part 1 Sepi"Mas, nggak mau mengajakku bertemu Ayunda?" tanyaku pada lelaki yang baru saja duduk di kursi meja makan."Nanti saja kalau Ayun sudah sembuh. Dia sakit. Mas khawatir kalau kamu ikut, dia tambah histeris," jawab Mas Yosi sambil tersenyum.Histeris? Kenapa dia memilih satu kata yang tak masuk akal ini.Apa selain bodoh, aku ini terlihat seperti hantu yang menakutkan? Atau seperti ibu tiri yang jahat hingga membuat anak suamiku sampai histeris? Padahal sedikit pun aku belum pernah berkata kasar pada anak tiriku itu. Jangankan berkata kasar, menatapnya dengan tajam saja belum pernah. Aku selalu lembut dan ramah padanya. Walaupun ia tidak menyukaiku.Aku sadar akan posisiku, hanya sebagai ibu tiri. Selalu mengalah dalam kondisi apapun. Bahkan saat Mas Yosi harus mendampingi acara sekolahnya Ayunda bersama Mbak Mayang, mantan istrinya. Atau acara lain, jika Ayunda menginginkan papanya ikut serta bersama mereka.Sebenarnya apa sih fungsiku di sini? Usiaku
Akan tetapi Ruli memiliki otak yang cerdas. Encer menerima pelajaran. Berbeda jauh denganku yang bebal. Sering Ruli memberikan contekan padaku. Padahal aku nggak pernah meminta imbalan apapun setelah aku membantunya membayar uang sekolah.Mungkin Ruli kasihan padaku karena selalu salah menjawab dan menjadi bahan ejekan teman dan guru.Kami menjadi dua sahabat yang selalu bermasalah di sekolah. Ruli dengan keterlambatannya membayar biaya sekolah, sedangkan aku karena kebodohanku."Rencanamu apa sekarang?" tanyaku pada gadis yang diam memandang angkasa. Ruli baru saja berhenti kerja di sebuah toko, karena gajinya sangat kecil dan sering terlambat dibayar."Belum tahu. Mungkin mencari pekerjaan di pabrik.""Pabrik mana?""Mana saja yang ada lowongan. Aku masih pesen ke teman-teman. Kalau ada lowongan kusuruh ngabarin."Kami kembali terdiam di balkon kafe."Daripada nikah muda, gimana kalau kamu ikut kerja di pabrik saja. Cari pengalaman. Siapa tahu karirmu bagus di sana." Ruli menoleh ke
(Bukan) Istri Pilihan Part 2 Bertahan Sampai Kapan?Kurang sabar apa aku. Sudah empat tahun terlewati tapi tidak ada perubahan sama sekali. Anak itu makin besar, makin tahu caranya membenci.Kadang aku curiga akan kebersamaan Mas Yoshi dan mantan istrinya. Ini bukan sekedar demi anak. Jika mereka masih saling mencintai, untuk apa dulu bercerai."Jangan-jangan mereka selingkuh, Nas." Ruli berkata suatu hari. Saat aku main ke rumahnya."Nggak ada yang mencurigakan dari Mas Yoshi," jawabku menutupi kegundahan sendiri."Biasanya seorang istri itu, adalah orang yang paling terakhir tahu tentang perselingkuhan suaminya."Ruli benar. Karena mamaku mengalami hal itu. Beliau orang terakhir yang tahu tentang pernikahan kedua papa.Apa aku juga akan mengalaminya? Dadaku berdenyut nyeri. Terkoyak oleh pemikiran sendiri. Apa mungkin suamiku setega itu? Aku memang bukan wanita karir yang punya nama besar seperti mama, seperti kedua kakakku, dan seperti mantan istrinya Mas Yoshi. Tapi aku berusah
Mataku memejam, tapi aku masih bisa mendengar percakapan Mas Yoshi dan Ayun di seberang sana. Mereka memang melakukan video call. Gadis kecil itu ngotot supaya besok papanya datang lagi membawakan mainan. "Papa, harus datang besok!" teriaknya di akhir kalimat sebelum Mas Yoshi menyudahi panggilan.Setelah meletakkan ponselnya di nakas, Mas Yoshi memeluk dari belakang tanpa bicara apa-apa. Tidak juga memberitahuku kalau anaknya menginginkan papanya datang lagi besok.Sampai kapan kehidupan rumah tanggaku seperti ini. Apa karena aku hanya diam dan diam, jadi mereka merasa aku baik-baik saja. Apa karena di sana ada anak, makanya selalu diprioritaskan meski sudah bercerai?Sebab aku belum bisa memberikan keturunan, harus terus mengalah. Begitu?Kadang merasa sakit begini, aku tetap harus melaksanakan tanggungjawabku disaat ia mulai beraksi tak hanya sekedar memeluk. Apa aku selemah itu, hanya sekali saja untuk berkata 'tidak', aku tak mampu. Tetap meladeni dan dia menganggap aku baik-bai
Baru tiga menit memejam, pintu kamar perlahan terbuka. Lidia muncul dari sana. Agung kembali duduk."Kutelepon nggak kamu angkat tadi," ujar Agung. "Aku lagi meeting, Mas. Selesai meeting kutelepon nomer Mas nggak aktif. Aku telepon rumah, katanya Mas sudah pulang." Lidia menjelaskan seraya melepaskan blazer yang dipakainya."Ponselku kehabisan baterai tadi."Agung menarik lengan istrinya supaya duduk di dekatnya. "Aku mau mandi dulu, Mas. Terus nyiapin pakaian. Setelah Lili pulang ngaji kita langsung berangkat, kan?""Iya. Kalau gitu kita mandi bareng.""Jangan. Biasanya Lili nyelonong masuk setelah pulang ngaji. Mas, duluan saja yang mandi. Biar aku nyiapin pakaian." Lidia membuka lemari. "Aku sudah bilang ke mbak yang nganterin Lili ngaji. Kita akan ngajak dia staycation sore ini," kata Agung sambil melepaskan kancing kemeja."Kenapa ngajak si mbak, Mas?""Aku sudah booking dua kamar. Tidak mungkin kita biarkan Lili tidur sendirian, kan?"Lidia diam sejenak. "Mas, memang nggak
(Bukan) Istri Pilihan - Cinta yang Indah Author's POVMobil Agung langsung masuk ke dalam carport rumahnya. Hujan masih deras mengguyur malam. Mereka turun. Agung membuka pintu samping yang terus terhubung dari area carport ke ruang keluarga.Masuk ke dalam suasana rumah sepi. Ruang tamu hanya ada lampu malam yang menyala. Setelah mengunci pintu, ia menggandeng tangan istrinya menaiki tangga. "Mbak ART ke mana, Mas?" tanya Lidia sambil melangkah di samping suaminya."Aku suruh pulang sore tadi. Selama tiga hari dia nggak akan ke sini. Kita habiskan waktu tiga hari hanya berdua saja," jawab Agung sambil memandang sang istri. Tatapannya begitu jahil dan menyiratkan rencana besar dalam benaknya.Lidia bisa menangkap apa yang akan terjadi tiga hari ke depan. Siap-siap saja kalau ia akan dibuat tak berdaya oleh Agung.Mereka berdua masuk kamar. Agung mengunci pintu. Meski tiada sesiapa di sana, ia tidak ingin dibuat was-was. Kamar menguarkan wangi vanila, aroma kesukaan Lidia. Harumny
Usai makan malam, Pak Bastian, Bu Mega, Lidia, dan Agung duduk di ruang keluarga. Sedangkan Lili sedang belajar bersama guru lesnya di ruangan lain yang biasanya digunakan juga untuk bersantai karena langsung menghadap ke taman samping yang ada miniatur air terjun di sana."Papa dan mama merestui kalian berdua jika ingin rujuk. Segera menikah, sama-sama saling mendukung dan memperbaiki diri. Menjadi orang tua yang bisa jadi panutan anak kalian. Tapi papa menyarankan, Agung tetap mengajak Lidia untuk menemui kedua orang tuamu. Minta restu apapun tanggapan mereka. Yang terpenting pada orang tua, jika nggak ingin bertemu keluarga yang lain.""Bener apa kata papamu. Kalian berdua tetap harus menemui kedua orang tuamu, Gung." Bu Mega setuju dengan pendapat sang suami. Apapun tanggapan mereka, yang terpenting tetap meminta restu."Kapan rencana kalian akad nikah?" tanya Pak Bastian."Minggu depan, Pa," jawab Agung spontan. Membuat Lidia menatapnya karena kaget. Sebab mereka belum membahas t
(Bukan) Istri Pilihan - Akad Nikah Author's POV"Beneran kamu mau rujuk sama Lidia? Kamu nggak dengar mama bilang apa sama kamu?"Agung masih diam mendengarkan kemarahan sang mama, saat ia memberitahu akan rujuk dengan Lidia. Sedangkan -Pak Ringgo- papanya diam menatap layar televisi yang menampilkan acara berita."Kenapa kamu keras kepala? Sedangkan keluarga sudah sepakat dengan perjodohanmu dan Grace.""Sejak awal aku nggak setuju dengan rencana, Mama. Aku hanya akan menikah lagi dengan Lidia. Kami punya Lili, Ma. Keluarga setuju atau pun tidak, aku akan kembali menikahi Lidia."Bu Ringgo menatap marah pada putranya. "Mengenai Lili, kamu kan masih bisa menemuinya. Atau ambil dia dan ajak tinggal bersamamu."Tidak semudah itu. Apa mamanya pikir, Lidia akan diam saja kalau Lili diambil darinya?"Kamu nggak ingat apa yang terjadi dua tahun kemarin? Kita harus menanggung malu atas semua yang terjadi," lanjut Bu Ringgo."Itu salahku, Ma," bantah Agung. "Bahkan keluarga Lidia yang telah
"Mas mau meeting di kantor papa nanti jam dua. Makanya mas mampir pulang dulu." Yoshi mengusap pipi Yasha dan mengecupnya. "Yusa, mana?""Barusan tidur.""Kamu belum makan?" Yoshi memandang piring yang masih berisi penuh di atas nakas."Belum. Mau makan keburu Yasha nangis."Yoshi mengambil piring. "Mas suapi."Anastasya makan dari tangan Yoshi hingga makanan di piring tandas. Yasha kembali terlelap dan ditidurkan di atas tempat tidur. Untuk sementara ini kedua anaknya memang tidur di pisah. Khawatir akan saling ganggu jika salah satunya terbangun lebih dulu."Mas, mau makan apa sholat zhuhur dulu?" Anastasya bangkit dari duduknya."Mas sudah sholat sebelum masuk kamar tadi.""Ya udah, kalau gitu aku ambilin makan dulu." Anastasya keluar kamar dan kembali dengan nasi, lauk, potongan buah semangka, dan minum di nampan."Makasih, Sayang." Yoshi mengecup kening istrinya. Kemudian duduk di karpet ditemani Anastasya."Besok mas ada seminar tiga hari di Malang.""Nginep?" tanya Anastasya un
(Bukan) Istri Pilihan - Kita Akan Menikah Author's POVLidia bangkit dari duduknya sambil membenahi ikatan kimononya. "Aku nemui Sinta dulu, Mas. Ada hal penting yang akan kami bahas." Selesai bicara Lidia langsung keluar kamar. Sedangkan Agung bangkit dari duduknya dan berdiri di dekat jendela kamar. Menatap langit kelabu di atas sana.Sinta berdehem ketika Lidia masuk ke ruang kerja papanya. Ruangan yang lumayan luas. Ada meja panjang dengan kursi-kursi yang mengitarinya. Juga ada layar proyektor di sana. Biasa digunakan untuk meeting dadakan jika ada sesuatu yang harus dibahas segera."Pasti kamu mikir yang enggak-enggak tadi," ucap Lidia sambil duduk di depan adiknya.Dengan gaun se*si, tipis, dan dibalut kimono luarnya, rambut diikat asal-asalan dan terkesan semrawut, belum lagi wajah dan leher yang basah berpeluh, otomatis pikiran Sinta sudah terbang ke mana-mana. Apalagi jika ingat bagaimana Agung begitu agresif belakangan ini. Mereka manusia dewasa yang pernah hidup bersam
Sambil nyetir, Agung memperhatikan Lidia yang ketiduran bersandar pada jok. Wanita itu tidak bisa menahan kantuknya. Terbesit pula pikiran konyol ingin membawa Lidia pulang saja ke rumah mereka. Sampai mobil berhenti di depan pagar rumah, Lidia tidak terbangun. Akhirnya Agung pun bersedekap dan memejam, karena sudah ngantuk berat. Keduanya sama-sama tertidur hingga azan subuh berkumandang. Lidia yang terbangun lebih dulu, kaget dengan posisinya yang ternyata masih di dalam mobil. Di sebelahnya Agung masih lelap. Kenapa ia tidak dibangunkan ketika mereka sampai?"Mas." Lidia mengguncang pelan lengan mantannya.Dua kali panggilan, Agung membuka mata. Laki-laki itu menegakkan duduknya."Sudah subuh. Kenapa tadi malam mas nggak bangunin aku?""Kamu pules banget tidurnya."Lidia mengambil ponsel dari dalam tas, kemudian menelepon salah satu ART supaya membuka pintu pagar. Tak lama pintu pagar terbuka perlahan secara otomatis."Mas, aku turun dulu, ya. Hati-hati kalau nyetir," pesan Lidia
(Bukan) Istri Pilihan - Menikahlah Denganku Author's POVSuasana bahagia di restoran hotel sejam yang lalu berubah menjadi ketegangan di bangsal rumah sakit. Di akhir acara, Anastasya membisiki sang suami kalau perutnya terasa mulas tak tertahankan. Tanpa banyak bicara, Yoshi pamitan membawa Anastasya ke rumah sakit dan semua keluarga mengikuti. Sampai di rumah sakit sudah bukaan dua ketika diperiksa oleh bidan yang berjaga. Pak Bastian, Deny, Sinta, membawa anak-anak pulang. Sedangkan yang tinggal di rumah sakit, Yoshi, Bu Mega, Lidia, dan Agung. Jarak setengah jam kemudian Bu Nana dan Pak Yudi datang.Yoshi gelisah menemani Anastasya yang berjalan mondar-mandir di dalam ruangan. Ia ingat saat sang istri melahirkan anak pertama mereka waktu itu. Begitu menegangkan karena keadaan Anastasya yang sedang down. Malah sempat berwasiat pula pada kakaknya yang nomer dua. Semoga kali ini tidak ada drama lagi. Sekarang ini Yoshi menyarankan cesar, tapi Anastasya memilih lahiran pervaginam.
Bu Mega meninggalkan ruangan putrinya. Dia tidak bisa memaksa Lidia harus mengubah keputusannya. Biar putri sulungnya itu membuat keputusan sendiri. Walaupun sebagai nenek, ia sangat kashian pada Lili. Sebab dulu ia bertahan dengan rasa sakit demi melihat anak-anaknya tetap memiliki keluarga yang utuh. Sosok ayah yang ada untuk mereka. Broken home efeknya sangat luar biasa untuk psikologi seorang anak.Setelah sang mama pergi, Lidia membuka map yang diletakkan asistennya di atas meja. Namun jujur saja, pikirannya tidak bisa berkonsentrasi. Adakalanya ia ingin bisa hidup seperti kedua adiknya atau wanita lain di luar sana. Lifestyle yang sangat balance dan no overwork. Tapi kesendirian membuatnya gila kerja untuk menghilangkan kesepian.Sepertinya dialah penerus jejak nasib mamanya. Karena perselingkuhan papanya, sejak awal Lidia sudah dipersiapkan sang mama untuk menjadi wanita kuat, tangguh, dan mandiri. Persis seperti masa muda sang mama. Hanya saja, mamanya hidup dalam keluarga tan