Ketika di tengah kesibukannya Bu Mega masih bisa menyelesaikan S3-nya dengan sempurna di universitas paling bergengsi di Surabaya, Pak Bastian masih bertahan di S1, padahal banyak kesempatan ia bisa melanjutkan pendidikannya seperti saran sang istri. Untuk meningkatkan kualitas diri agar tidak kalah jauh dari istrinya. "Kamu nggak ingin pulang dulu untuk jenguk Sheireen?""Nggak, Ma. Dia anteng kata baby sitter-nya. Tadi sudah aku telepon.""Dari pernikahan papa dan mama, dari pernikahan kakakmu, dan dari pernikahan adikmu, kamu bisa belajar untuk mengambil hikmahnya. Jangan sampai rumah tanggamu seperti kami."Sinta mengangguk pelan. Deny suami dengan fisik sempurna sebelum kecelakaan membuat kakinya harus dipasang pen. Dia juga dari kalangan berada, hanya saja dua tahun yang lalu perusahaan keluarganya mengalami kebangkrutan. Dia suami yang baik meski tidak setampan Yoshi dan Agung."Besok atau lusa, usahakan bisa jenguk kakakmu.""Iya, Ma. Hari ini Mas Yoshi sudah ke sana.""Sekar
(Bukan) Istri Pilihan - Sasa dan Baby BoyAuthor's POVAnastasya masih bisa berjalan mondar-mandir di dalam ruangan setelah satu jam masuk ruang persalinan. Wanita itu tidak banyak bicara, sesekali berdiri dan mendesis ketika kontraksi datang.Rasa sakit bercampur dengan kekhawatiran tentang kondisi papanya. Dari semua yang ia miliki, Anastasya paling takut kehilangan Pak Bastian. Empat tahun lalu ia takut kehilangan Yoshi, makanya sebisa mungkin untuk bertahan. Namun saat tahu laki-laki itu tampak bahagia dengan mantan dan anaknya, luruh sudah pertahanan Anastasya.Yoshi mengusap-usap pinggang sang istri ketika wanita itu berdiri dengan kedua tangan bertumpu pada ranjang. Hanya ada mereka berdua dan Sinta dalam ruangan karena tidak boleh banyak yang menemani di sana. Bu Nana mondar-mandir antara ruang persalinan dan ICU."Aku mau minum, Mas," kata Anastasya lirih. Yoshi meraih botol minum di atas meja. Membantu sang istri minum pakai sedotan.Sebenarnya Yoshi sudah bilang ke dokter
Fauzi mengembuskan napas panjang. Rumit sekali jika membahas tentang perasaan. Seperti rumitnya perasaan pada Anastasya.Setiap kali mengingat perempuan itu, terasa ada beban berat dalam dadanya. Begini rasanya memendam cinta pada perempuan yang mustahil ia miliki. Kenapa ia salah menaruh rasa."Bu."Bu Eri mengangkat wajah."Ibu, mau ke rumah sakit lagi besok?""Nggak, Zi. Ibu sudah lega bisa menungguinya tadi. Semoga papa lekas pulih." Bu Eri berkata dengan nada berat. Jujur saja, kalau boleh ia memang ingin selalu menjenguk. Namun Bu Eri tahu diri. Kebaikan Bu Mega tidak ingin dimanfaatkannya. Dirinya harus sadar, hanya wanita kedua.Bu Eri bangkit dari duduknya untuk mengambil ponsel di atas bufet. Ada pesan masuk dari Pak Parmin. Belum membuka pesan saja dadanya berdebar hebat. Ada kabar apa ini? Kabar buruk apa kabar baik. Bu Eri masih mematung dengan perasaan campur aduk. Bayangan Pak Bastian yang terbaring seolah memenuhi netranya. Dia takut sekali akan menerima kabar yang pa
(Bukan) Istri Pilihan - DilemaAuthor's POVSenyum di bibir Yoshi lenyap seketika saat tangan itu kembali diam. Netranya terasa perih menahan air mata yang nyaris tumpah. Sinta menunduk dengan punggung terguncang karena tangis. "Dok, tadi jemarinya bergerak waktu saya pegang," kata Yoshi pada dokter Alya yang menghampiri."Iya, Pak. Secara medis sebenarnya kondisi istri Anda tidak apa-apa. Pendarahannya nggak parah dan tensinya juga mulai stabil," jawab dokter Alya. "Semoga tidak lama lagi istri Anda segera sadar, ya."Mendengar penjelasan dokter, Sinta berpikir kalau mental sang adik sedang down dan menyebabkannya tidak lekas siuman. Ia tahu betapa dekatnya Anastasya dengan papa mereka. Melihat papanya masih dalam keadaan koma, pasti membuatnya kehilangan g*irah hidup. Di antara mereka bertiga, Anastasya yang paling dekat dengan papanya sejak masih kecil."Nas, bangunlah. Anakmu nunggu ASI-mu. Dia nangis karena haus itu. Mbak nggak bisa nyusuin dia. Kamu harus bangun." Sinta berkat
Setelah dokter pergi, Bu Mega menghampiri suaminya. Wanita membenahi selimut Pak Bastian. "Sasa sudah ada di ruang perawatan, Pa. Sudah bisa menyusui. Anaknya ganteng." Bu Mega mengeluarkan ponsel dan menunjukkan foto bayi yang tengah tidur.Netra Pak Bastian berkaca-kaca. Terharu sekaligus bahagia. Jika tahu kisah tadi malam, pasti laki-laki itu sangat sedih. "Ganteng, kan? Hidungnya mancung banget," ujar Bu Mega. Dari perkataan dan sikap sang istri, Pak Bastian bisa merasakan kalau keadaan sudah berubah. Jauh sebelum peristiwa malam itu yang akhirnya membuat dirinya tak sadar hingga tadi malam."Sasa melahirkan jam berapa, Ma?""Jam setengah dua belas, Pa. Bersamaan dengan Papa sadar."Pak Bastian menarik napas panjang, tapi luka diperutnya seolah ketarik. Dokter Bumi memang bilang tadi, kalau melarang Pak Bastian bergerak berlebihan."Sakit, Pa?" Bu Mega kaget ketika sang suami mengernyit menahan sakit."Iya, tapi nggak apa-apa, Ma. Sebelum papa sadar itu, papa berada di suatu te
(Bukan) Istri Pilihan - Luka Seorang Istri "Bu, kita jenguk Nastasya sekarang," bisik Fauzi.Akhirnya Bu Eri mengangguk. Dia menyadari kalau putranya tidak nyaman. Fauzi pasti khawatir kalau Bu Mega atau kerabat mereka tiba-tiba datang untuk menjenguk Pak Bastian."Mas, aku sama Fauzi mau jenguk Sasa dulu ya. Dan setelah itu kami langsung pulang. Semoga Mas lekas pulih," pamit Bu Eri sambil memegang tangan suaminya. Fauzi juga lebih mendekat. "Pa, saya pulang, ya. Semoga papa lekas sehat.""Iya. Hati-hati kalau pulang."Fauzi mencium tangan Pak Bastian dengan takzim. Rasanya sungguh berat jika harus sampai berpisah, mereka sudah lama bersama dan Pak Bastian adalah orang yang sangat berjasa dalam hidupnya. Tapi kalau diteruskan pun hubungan mereka sangat rumit.Laki-laki itu melangkah keluar lebih dulu, ia tidak ingin melihat bagaimana cara ibu berpamitan pada suaminya. Kebahagiaan mereka berada di atas luka-luka wanita lain. Fauzi sebenarnya sudah memikirkan hal ini bertahun-tahun.
Yoshi menatap istrinya. "Mas akan membawamu dan anak kita pulang. Nanti setelah Yusa sudah umur sebulan lebih, kita bisa mengajaknya sambang ke rumah papa. Kamu istriku dan akan selamanya begitu. Jangan punya pikiran tentang perceraian. Kita nggak akan pernah bercerai. Sekarang masih ada permasalahan yang harus mas selesaikan. Mas nggak ingin terjadi apa-apa sama kamu dan Yusa."Mereka saling pandang. Si mbak yang duduk di sofa sambil memperhatikan si kecil, seolah membeku ditempatnya. Dia serba salah terjebak di situasi seperti itu. Mau pergi salah, duduk diam juga tidak enak."Mumpung anak kita tidur. Kamu juga tidur." Yoshi berdiri dan membantu Anastasya merebahkan diri. Kemudian dia pun duduk bersandar di dinding belakangnya. Matanya juga terasa pedih karena semalaman di tambah setengah hari ini tidak tidur sama sekali. Yoshi memejam.***L***"Udah kamu pikirkan to, Jeng. Setelah sekian lama kalian menikah, sekarang ingin cerai. Bukankah Jeng Mega dan Pak Bastian selama ini bisa
(Bukan) Istri Pilihan - Karena Keadaan Author's POV Bumi berdiri di hadapan Bu Mega, senyumnya ramah. "Eh, Dokter." Bu Mega berdiri. "Bagaimana keadaan suami saya. Apa sudah bisa pindah ke ruang perawatan?""Iya, Bu. Sudah boleh. Perawat sedang mempersiapkan untuk memindahkan Pak Bastian. Tinggal menunggu ibu, baru pasien akan dibawa ke ruang perawatan.""Makasih, Dok. Kalau gitu saya mau masuk ke dalam.""Monggo."Bu Mega melangkah masuk. Bumi masih memerhatikan hingga wanita itu hilang dibalik pintu kaca. Dia bisa melihat Bu Mega sedang sedih. Wajahnya tidak bisa menutupi itu. Tentu sakit sekali dipoligami. Bumi tidak bisa menebak-nebak, apa alasan Pak Bastian menduakan istrinya.Banyak alasan-alasan klise yang menjadi dalih kenapa harus menikah lagi. Kadang alasan itu hanya untuk membenarkan diri kenapa harus berpoligami.Bumi menghela nafas pelan, kemudian melangkah pergi.Sementara Bu Mega menghampiri brankar suaminya. Wanita itu tersenyum kemudian duduk. Dua orang perawat me
Baru tiga menit memejam, pintu kamar perlahan terbuka. Lidia muncul dari sana. Agung kembali duduk."Kutelepon nggak kamu angkat tadi," ujar Agung. "Aku lagi meeting, Mas. Selesai meeting kutelepon nomer Mas nggak aktif. Aku telepon rumah, katanya Mas sudah pulang." Lidia menjelaskan seraya melepaskan blazer yang dipakainya."Ponselku kehabisan baterai tadi."Agung menarik lengan istrinya supaya duduk di dekatnya. "Aku mau mandi dulu, Mas. Terus nyiapin pakaian. Setelah Lili pulang ngaji kita langsung berangkat, kan?""Iya. Kalau gitu kita mandi bareng.""Jangan. Biasanya Lili nyelonong masuk setelah pulang ngaji. Mas, duluan saja yang mandi. Biar aku nyiapin pakaian." Lidia membuka lemari. "Aku sudah bilang ke mbak yang nganterin Lili ngaji. Kita akan ngajak dia staycation sore ini," kata Agung sambil melepaskan kancing kemeja."Kenapa ngajak si mbak, Mas?""Aku sudah booking dua kamar. Tidak mungkin kita biarkan Lili tidur sendirian, kan?"Lidia diam sejenak. "Mas, memang nggak
(Bukan) Istri Pilihan - Cinta yang Indah Author's POVMobil Agung langsung masuk ke dalam carport rumahnya. Hujan masih deras mengguyur malam. Mereka turun. Agung membuka pintu samping yang terus terhubung dari area carport ke ruang keluarga.Masuk ke dalam suasana rumah sepi. Ruang tamu hanya ada lampu malam yang menyala. Setelah mengunci pintu, ia menggandeng tangan istrinya menaiki tangga. "Mbak ART ke mana, Mas?" tanya Lidia sambil melangkah di samping suaminya."Aku suruh pulang sore tadi. Selama tiga hari dia nggak akan ke sini. Kita habiskan waktu tiga hari hanya berdua saja," jawab Agung sambil memandang sang istri. Tatapannya begitu jahil dan menyiratkan rencana besar dalam benaknya.Lidia bisa menangkap apa yang akan terjadi tiga hari ke depan. Siap-siap saja kalau ia akan dibuat tak berdaya oleh Agung.Mereka berdua masuk kamar. Agung mengunci pintu. Meski tiada sesiapa di sana, ia tidak ingin dibuat was-was. Kamar menguarkan wangi vanila, aroma kesukaan Lidia. Harumny
Usai makan malam, Pak Bastian, Bu Mega, Lidia, dan Agung duduk di ruang keluarga. Sedangkan Lili sedang belajar bersama guru lesnya di ruangan lain yang biasanya digunakan juga untuk bersantai karena langsung menghadap ke taman samping yang ada miniatur air terjun di sana."Papa dan mama merestui kalian berdua jika ingin rujuk. Segera menikah, sama-sama saling mendukung dan memperbaiki diri. Menjadi orang tua yang bisa jadi panutan anak kalian. Tapi papa menyarankan, Agung tetap mengajak Lidia untuk menemui kedua orang tuamu. Minta restu apapun tanggapan mereka. Yang terpenting pada orang tua, jika nggak ingin bertemu keluarga yang lain.""Bener apa kata papamu. Kalian berdua tetap harus menemui kedua orang tuamu, Gung." Bu Mega setuju dengan pendapat sang suami. Apapun tanggapan mereka, yang terpenting tetap meminta restu."Kapan rencana kalian akad nikah?" tanya Pak Bastian."Minggu depan, Pa," jawab Agung spontan. Membuat Lidia menatapnya karena kaget. Sebab mereka belum membahas t
(Bukan) Istri Pilihan - Akad Nikah Author's POV"Beneran kamu mau rujuk sama Lidia? Kamu nggak dengar mama bilang apa sama kamu?"Agung masih diam mendengarkan kemarahan sang mama, saat ia memberitahu akan rujuk dengan Lidia. Sedangkan -Pak Ringgo- papanya diam menatap layar televisi yang menampilkan acara berita."Kenapa kamu keras kepala? Sedangkan keluarga sudah sepakat dengan perjodohanmu dan Grace.""Sejak awal aku nggak setuju dengan rencana, Mama. Aku hanya akan menikah lagi dengan Lidia. Kami punya Lili, Ma. Keluarga setuju atau pun tidak, aku akan kembali menikahi Lidia."Bu Ringgo menatap marah pada putranya. "Mengenai Lili, kamu kan masih bisa menemuinya. Atau ambil dia dan ajak tinggal bersamamu."Tidak semudah itu. Apa mamanya pikir, Lidia akan diam saja kalau Lili diambil darinya?"Kamu nggak ingat apa yang terjadi dua tahun kemarin? Kita harus menanggung malu atas semua yang terjadi," lanjut Bu Ringgo."Itu salahku, Ma," bantah Agung. "Bahkan keluarga Lidia yang telah
"Mas mau meeting di kantor papa nanti jam dua. Makanya mas mampir pulang dulu." Yoshi mengusap pipi Yasha dan mengecupnya. "Yusa, mana?""Barusan tidur.""Kamu belum makan?" Yoshi memandang piring yang masih berisi penuh di atas nakas."Belum. Mau makan keburu Yasha nangis."Yoshi mengambil piring. "Mas suapi."Anastasya makan dari tangan Yoshi hingga makanan di piring tandas. Yasha kembali terlelap dan ditidurkan di atas tempat tidur. Untuk sementara ini kedua anaknya memang tidur di pisah. Khawatir akan saling ganggu jika salah satunya terbangun lebih dulu."Mas, mau makan apa sholat zhuhur dulu?" Anastasya bangkit dari duduknya."Mas sudah sholat sebelum masuk kamar tadi.""Ya udah, kalau gitu aku ambilin makan dulu." Anastasya keluar kamar dan kembali dengan nasi, lauk, potongan buah semangka, dan minum di nampan."Makasih, Sayang." Yoshi mengecup kening istrinya. Kemudian duduk di karpet ditemani Anastasya."Besok mas ada seminar tiga hari di Malang.""Nginep?" tanya Anastasya un
(Bukan) Istri Pilihan - Kita Akan Menikah Author's POVLidia bangkit dari duduknya sambil membenahi ikatan kimononya. "Aku nemui Sinta dulu, Mas. Ada hal penting yang akan kami bahas." Selesai bicara Lidia langsung keluar kamar. Sedangkan Agung bangkit dari duduknya dan berdiri di dekat jendela kamar. Menatap langit kelabu di atas sana.Sinta berdehem ketika Lidia masuk ke ruang kerja papanya. Ruangan yang lumayan luas. Ada meja panjang dengan kursi-kursi yang mengitarinya. Juga ada layar proyektor di sana. Biasa digunakan untuk meeting dadakan jika ada sesuatu yang harus dibahas segera."Pasti kamu mikir yang enggak-enggak tadi," ucap Lidia sambil duduk di depan adiknya.Dengan gaun se*si, tipis, dan dibalut kimono luarnya, rambut diikat asal-asalan dan terkesan semrawut, belum lagi wajah dan leher yang basah berpeluh, otomatis pikiran Sinta sudah terbang ke mana-mana. Apalagi jika ingat bagaimana Agung begitu agresif belakangan ini. Mereka manusia dewasa yang pernah hidup bersam
Sambil nyetir, Agung memperhatikan Lidia yang ketiduran bersandar pada jok. Wanita itu tidak bisa menahan kantuknya. Terbesit pula pikiran konyol ingin membawa Lidia pulang saja ke rumah mereka. Sampai mobil berhenti di depan pagar rumah, Lidia tidak terbangun. Akhirnya Agung pun bersedekap dan memejam, karena sudah ngantuk berat. Keduanya sama-sama tertidur hingga azan subuh berkumandang. Lidia yang terbangun lebih dulu, kaget dengan posisinya yang ternyata masih di dalam mobil. Di sebelahnya Agung masih lelap. Kenapa ia tidak dibangunkan ketika mereka sampai?"Mas." Lidia mengguncang pelan lengan mantannya.Dua kali panggilan, Agung membuka mata. Laki-laki itu menegakkan duduknya."Sudah subuh. Kenapa tadi malam mas nggak bangunin aku?""Kamu pules banget tidurnya."Lidia mengambil ponsel dari dalam tas, kemudian menelepon salah satu ART supaya membuka pintu pagar. Tak lama pintu pagar terbuka perlahan secara otomatis."Mas, aku turun dulu, ya. Hati-hati kalau nyetir," pesan Lidia
(Bukan) Istri Pilihan - Menikahlah Denganku Author's POVSuasana bahagia di restoran hotel sejam yang lalu berubah menjadi ketegangan di bangsal rumah sakit. Di akhir acara, Anastasya membisiki sang suami kalau perutnya terasa mulas tak tertahankan. Tanpa banyak bicara, Yoshi pamitan membawa Anastasya ke rumah sakit dan semua keluarga mengikuti. Sampai di rumah sakit sudah bukaan dua ketika diperiksa oleh bidan yang berjaga. Pak Bastian, Deny, Sinta, membawa anak-anak pulang. Sedangkan yang tinggal di rumah sakit, Yoshi, Bu Mega, Lidia, dan Agung. Jarak setengah jam kemudian Bu Nana dan Pak Yudi datang.Yoshi gelisah menemani Anastasya yang berjalan mondar-mandir di dalam ruangan. Ia ingat saat sang istri melahirkan anak pertama mereka waktu itu. Begitu menegangkan karena keadaan Anastasya yang sedang down. Malah sempat berwasiat pula pada kakaknya yang nomer dua. Semoga kali ini tidak ada drama lagi. Sekarang ini Yoshi menyarankan cesar, tapi Anastasya memilih lahiran pervaginam.
Bu Mega meninggalkan ruangan putrinya. Dia tidak bisa memaksa Lidia harus mengubah keputusannya. Biar putri sulungnya itu membuat keputusan sendiri. Walaupun sebagai nenek, ia sangat kashian pada Lili. Sebab dulu ia bertahan dengan rasa sakit demi melihat anak-anaknya tetap memiliki keluarga yang utuh. Sosok ayah yang ada untuk mereka. Broken home efeknya sangat luar biasa untuk psikologi seorang anak.Setelah sang mama pergi, Lidia membuka map yang diletakkan asistennya di atas meja. Namun jujur saja, pikirannya tidak bisa berkonsentrasi. Adakalanya ia ingin bisa hidup seperti kedua adiknya atau wanita lain di luar sana. Lifestyle yang sangat balance dan no overwork. Tapi kesendirian membuatnya gila kerja untuk menghilangkan kesepian.Sepertinya dialah penerus jejak nasib mamanya. Karena perselingkuhan papanya, sejak awal Lidia sudah dipersiapkan sang mama untuk menjadi wanita kuat, tangguh, dan mandiri. Persis seperti masa muda sang mama. Hanya saja, mamanya hidup dalam keluarga tan