Aku hidupTetapi serasa mati.~Leana Pramita~****Gundukan tanah merah segar itu tempat kedua orang tercintanya, Leana mengusapnya perlahan. Rasanya begitu sakit dan perih, setiap detakan jantungnya sangat menyakitkan. Sesak menghimpit dada, sampai-sampai rasanya mati rasa. Dulu ketika ibunya selalu melimpahkan Sasmita dengan kasih sayang serta materi, Leana hanya bisa melihatnya, lalu bersembunyi pada pojok kamarnya untuk menumpahkan tangisnya. Lambat laun, dengan adanya kehadiran Arsen, Leana sudah merasa tak sendiri. Adik kecilnya adalah pelipur lara ketika Leana diterpa gelombang kesedihan. Sedangkan ayahnya selalu menenangkannya dengan kata-kata lembutnya. Leana tak apa jika kehilangan segalanya, asalkan jangan ayahnya serta Arsen. Karena mereka berdua adalah hidupnya. Kehilangan mereka sama saja membunuhnya secara perlahan. Rasanya tak adil, kadang dia ingin mengeluh dan memberontak. Mengapa hidupnya begitu banyak terjangan badai. Apakah dirinya memang pantas mendapatkan sem
'Usai di sini'~Leana Pramita~●●●Kita memang tidak bisa memilih tempat di mana kita dilahirkan. Begitu pula dengan Leana, setelah rentetan kejadaian yang dialami, dia menyadari satu hal. Jika inilah jalan yang harus dia tempuh, bukankah dirinya begitu kuat? Sehingga Tuhan memberikannya cobaan yang begitu hebat. Awalnya dia marah dan tak terima, mengapa harus dirinya yang mendapat cobaan seperti ini. Namun, balik lagi. Tuhan mengujinya karena dia mampu, dan terbukti, Leana bisa melewati itu semua, walau dengan tertatih-tatih. "Lea, aku pulang dulu, ya?" Suara Cila membuyarkan lamunan Leana, perempuan itu tersenyum tipis sembari mengangguk pelan. "Hati-hati, maaf ngerepotin kamu terus." "Lea!" Cila berseru gemas. "Jangan ngomong gitu lagi, aku tidak pernah merasa direpotkan olehmu." Leana tersenyum tipis, sahabatnya ini memang selalu menemaninya. Terhitung satu minggu Leana dirawat di rumah sakit, tepatnya ketika dia pingsan di pemakan orang tercintanya. Setelah semua badai ya
Elvano yang akan menuju ruang rawat inap Leana menjadi terhenti ketika melihat siluet seseorang yang dia kenal. Pria itu melangkah mendekat, keningnya semakin berkerut ketika melihat sosok itu tak kunjung masuk. "Kenapa hanya berdiam diri?" Sasmita terkejut, dia beringsut mundur seraya menggelengkan kepala pelan. "Tidak apa-apa," kilahnya, dia menunduk dan semakin memundurkan langkahnya. Elvano terdiam, dia menunggu apa yang akan Sasmita sampaikan. Penampilan wanitu itu terlihat brantakan, jujur saja setelah kematian Arsen dan Bagus. Dirinya tak berkomunikasi lagi dengan Sasmita, dia disibukkan dengan merawat Leana. "Vano," ucap Sasmita sambil mengangkat kepalnya. "Boleh kita bicara di taman? Ada hal yang harus aku sampaikan." Melihat keterdiaman Elvano, membuat Sasmita buru-buru menambahkan. "Tolong, ini sangat penting." Elvano menatap pintu di hadapannya, lalu kembali mengalihkan atensi pada Sasmita. Pada akhirnya dia mengangguk, membuat senyuman cantik Sasmita terbit seketik
Pernah sakit, tapi tidak sesakit ini.~Elvano Mahendra~●●●Elvano pernah merasakan sakitnya ditinggal saat lagi sayang-sayangnya. Bahkan mimpinya hancur tak tersisa ketika sang pujaan lebih memilih karir dibanding dirinya. Namun, mengapa kata-kata yang keluar dari perempuan polos itu sangat memukul telak hatinya? Bahkan jauh lebih sakit ketika Sasmita pergi dari hidupnya. Leana Pramita, perempuan polos yang dinikahi karena desakan dari keluarganya besarnya. Elvano tidak pernah berekspektasi jika kata-kata itu terlontar dari bibir Leana, karena selama ini perempuan itu terlalu polos dan lugu. 'Mari berpisah' adalah kalimat yang membuat gejolak amarah Elvano membara, Elvano sangat menjunjung tinggi sebuah komitmen. Dari dulu dia selalu berpegang teguh pada prinsipnya yaitu menikah hanya sekali seumur hidup. Tetapi nyatanya pernyataan Leana mampu membuat dirinya lepas kendali, bahkan Elvano membentak perempuan itu tanpa sadar. Ingatannya kembali terlempar saat perdebatan mereka yan
Kamu curang, di saat aku memutuskan untuk membuka hati. Justru kamu meninggalkanku dengan luka baru.Tidakkah kamu sadar jika dirimu begitu egois?Lantas ke mana aku mencari jejakmu untuk mengatakan betapa aku membutuhkanmu di sisiku.~Elvano Mahendra~●●● Elvano meremas cincin pernikahannya yang dia lepas ketika perang dingin bersama Leana. Pria itu terus menggigit bibir bawahnya, bahkan sampai rasa asin mulai menginvasi indra pengecapnya.Elvano tak pernah menyangka akan apa yang menimpanya. Siapapun tolong, bangunkan dia dari semua mimpi buruknya. Karena Elvano tahu, bahwa dirinya tak akan pernah sanggup jika ini sebuah kenyataan.Dia menolak semua berita yang ada, Elvano masih terus menampik semua yang terjadi, tidak mungkin Leana meninggalkannya secepat ini."Vano, istirahat, ya. Papa tahu kamu sudah sangat lelah." Hening, tak ada tanggapan dari sang empu. Alvaro yang melihat keadaan putranya menjadi tak tega, sejak kemarin pria itu tak kunjung bangkit dari duduknya. Bahkan p
Kini aku menyadari, kehilanganmu sama saja seperti membuatku mati secara perlahan.~Elvano Mahendra~●●●Jika ditanya apa yang paling Elvano sesali selama pernikahannya, dia akan dengan lantang mengatakan sikap cuek dan kurang pekanya. Betapa hebatnya perempuan itu mampu menyembunyikan rasa sakitnya seorang diri, padahal bisa saja Leana mengadu padanya akan sikap tak baik yang diterima selama ini. Namun, Leana memilih bungkam. Seolah-olah tidak ada yang mengganggunya selama ini. Sementara itu, Sania masih terpaku ditempatnya. Dia menatap Elvano dengan pandangan tak percaya. "Va-vano, bagaimana mungkin kamu menuduh Mama seperti itu?" ucapnya sarat akan kesakitan mendalam. Aliran sungai pun mulai mengaliri pipi tirusnya. Elvano memejamkan mata, perasaan sesak dan murka menghantam dadanya secara bertubi-tubi. "Aku menemukan cek beserta surat itu di lemari Leana, jelas-jelas pengirimnya atas nama Mama sendiri. Dan—" Dia menelan ludah susah payah. "Mama menyuruh Leana pergi dari hidupk
Alvaro meremas ponsel yang dia genggam, laporan dari tim yang ditugaskan untuk menggali informasi tentang Leana perlahan terungkap. Sudah enam bulan lamanya, dan dia baru menemukan titik temunya. Alvaro meyakini dalang di balik semua ini pasti bukan orang sembarangan. Mengingat jika kinerjanya sangat rapi dan teliti. Bahkan tim yang dibentuk Alvaro sangat kesulitan menggali informasinya. Lalu atensinya kembali berfokus pada pemuda di hadapannya. "Menurut kamu, kemungkinan besar Leana yang berencana untuk kabur?" Zion menghembuskan nafas berat, sebelum membuka suara. "Iya, Om. Karena tidak mungkin Leana mematahkan kartu debit serta membuang dompetnya. Dan mengganti ponsel serta hanya menyimpan nomor Mbok Sumi, apalagi itu dilakukan sehari sebelum kecelakan itu terjadi. Semuanya seolah-olah sudah direncanakan dengan matang." Alvaro mengangguk mengerti, karena semua yang dikatakan Zion benar adanya, mereka melihat sendiri cctv yang menampilkan semua aktivitas Leana sebelum kecelak
Derai air mata perempuan manis itu tak henti-hentinya mengalir dari netra beningnya. Di sisi kiri dan kanan-nya terdapat dua sosok mungil yang Tuhan anugerahkan untuknya. Leana Pramita, yang sekarang sudah menjadi seorang ibu. Dia tak pernah menyangka akan berada di titik ini. Tiga hari yang lalu, di mana dia bisa melahirkan kedua buah hatinya secara normal. Leana tentu shock karena setelah melakukan ultrasonografi pada usia kandungannya tujuh belas minggu, sang dokter mengatakan jika dirinya hamil anak kembar. Padahal sebelumnya, saat ia memeriksakan pada dokter pribadi keluarga Elvano. Tidak ada pembicaraan mengenai ini, sang Dokter hanya mengatakan Leana harus memperbanyak porsi makan serta menjaga kesehatan. Bunyi ketukan pintu disusul oleh eksistensi pria yang selama ini ada disisinya membuat Leana menerbitkan senyuman. "Hai, bagaimana perasaanmu." Pria itu mendekat seraya mengambil duduk didekat hospital bed. "Baik, apalagi melihat mereka berada di sisiku. Rasanya ini adala
Waktu terus berjalan, terhitung sudah dua bulan pencarian Aditya maupun Azura. Dan tidak ada tanda-tanda mereka ditemukan. Semua cara sudah Elvano serta Alvaro lakukan, tapi nihil. Bahkan keluarga besar mereka meminta untuk mengikhlaskan. Sedangkan untuk, Risa. Perempuan itu sudah dinyatakan meninggal, walau jasadnya tak kunjung ditemukan karena kondisi mobil yang sudah rusak parah serta terbakar. Elvano menghembuskan nafas lelah, dia masih mengingat wajah sendu papanya ketika melihat potret sang paman sewaktu masa sekolah. Elvano tahu, semarah-marahnya papanya, tetap saja rasa sayang sebagai saudara sangatlah kuat. Apalagi Aditya adalah adik semata wayang dari seorang Alvaro Mahendra. Akan tetapi, apa mau dikata. Mungkin ini adalah garis takdir yang harus mereka lalui. Dan mereka semua harus menerimanya dengan berlapang dada. “Harusnya malam itu aku tidak memukul, Om Aditya.”Leana menatap sendu Elvano yang sedari tadi menatap kosong ke arah depan. Jika boleh jujur, Leana juga mer
Andai waktu bisa diputar kembali, Alvaro tetap kukuh ikut bersama Elvano dan Aditya. Namun, semua sudah terjadi. Tak ada yang bisa disalahkan, yang paling membuat dada Alvaro sesak adalah malam itu terakhir kalinya ia bertemu sang adik. Sebelum kejadian tragis itu terjadi. Ya, benar. Kapal tempat Azura disekap itu meledak dan terbakar hebat. Alvaro ingat betul saat Elvano menelponnya dengan nada bergetar, ketika dia sudah sampai di lokasi yang disebutkan oleh sang putra. Masyarakat terlihat berkumpul melihat kobaran api yang begitu besar di tengah lautan. Sementara Elvano terduduk dengan pandangan kosong sambil memangku Leana yang terkulai lemas di depan pintu gudang. “Apa yang terjadi, Vano?” Alvaro bertanya heran, pasalnya Elvano belum juga menyadari kehadirannya, dan mengapa pria itu tak kunjung membawa Leana ke rumah sakit?Alvaro yang tak sabaran menginstruksikan pada Tama, sang sekretaris untuk bertanya pada anak buah Elvano yang terlihat menunduk di belakang pria itu dengan
“Ck, pergi kalian semua!” Risa berseru dari ambang pintu, mengapa anak buahnya begitu bodoh? Padahal dia hanya menyuruh untuk melihat kondisi Leana yang tak diberi makan sedari kemarin, tapi lihatlah kelakuan mereka semua. Malah menggoda Leana dengan rayuan kotor. Bukan begini rencana, Risa. Tapi anak buahnya yang tak punya otak itu justru melakukan sebaliknya. “Cepat! Apa yang kalian tunggu!” Emosi juga lama-lama, padahal baru saja dia dari lantai atas untuk melihat Azura yang terus menangis, jika tak diancam mungkin gadis kecil itu akan semakin menangis histeris. “Ma-maaf, Bos. Bukankah kamu bilang jika eksekusi saja perempuan ini?” Pria berkepala plontos yang sedari tadi paling mengincar Leana seketika melayangkan protes—walau dalam hati cukup ketar-ketir akan respon, Risa.Risa menggeram kesal, lalu menampar satu-satu pria di hadapannya. “Punya otak dipakai! Cepat keluar, dan segera pindahkan Azura ke tempat yang sudah saya siapkan! Jika Aditya sudah masuk ke dalam kapal itu, lan
Aditya meremas ponselnya, pria itu terlihat meragu untuk sesaat. Memejamkan mata pelan sembari melafalkan dalam hati jika semuanya baik-baik saja. Aditya kembali melihat kontak yang tertera pada layar benda pipih berbentuk persegi panjang itu.Tangan pria itu tanpa sadar bergetar ketika menekan nomor telepon yang akan dituju. Dan pada akhirnya tersambung, masih belum ada tanda-tanda jika objek yang dituju akan mengangkatnya. Pada deringan kelima, barulah terdengar suara serak yang memenuhi gendang telinga. Aditya berdebar dengan bibir kelu, sudah lama dia tak berbicara dengan saudara satu-satunya itu. “Halo, jika tidak berbicara juga, saya tutup, sepertinya Anda salah sambung.” Aditya menggigit bibir gugup, lidahnya terasa kelu saat akan membuka suara. “Baiklah, saya matikan jika—”“Mas … Al-alva …,” potong pria itu susah payah, dia mengepalkan tangan dengan jantung bergemuruh hebat ketika tak mendapatkan respon apapun dari seberang sana. Selama beberapa saat terjadi keheningan,
“LEANA!!” Elvano terbangun dengan napas memburu, keringat dingin membasahi pelipisnya.“Syukurlah, Papa sangat khawatir sama kamu.”Elvano yang belum tersadar apa yang terjadi hanya menatap bingung Alvaro serta Tama, wajah mereka terlihat begitu khawatir ketika menatap ke arahnya. Elvano meringis, memegang pelipisnya yang terasa berdenyut hebat. Setelah mengingat apa yang terjadi, dia semakin panik dan langsung melompat turun dari atas Kasur.Namun, dikarenakan kondisi tubuhnya yang masih lemah, pria itu terjatuh. Dengan kepala yang semakin berdentum hebat.“Apa yang kamu lakukan!” seru Alvaro ketika melihat tingkah sang putra. “Kamu ini baru saja siuman dari pingsan. Jangan berbuat ulah!” Alvaro membantu Elvano untuk kembali berbaring. Tidakkah Elvano tahu jika Alvaro begitu khawatir? Apalagi saat anak buah Elvano memberitahukan bahwa sang putra jatuh pingsan ketika mencari keberadaaan Leana serta Azura.Elvano terkena panic attack, yang terjadi akibat kecemasan secara berlebihan. A
Risa tersenyum keji, dia sangat menikmati wajah pucat pasi dari perempuan di hadapannya saat ini. “Jika aku menyedihkan, maka kamu jauh lebih menyedihkan,” ucapnya seraya bersiap-siap menekan dalam pisau yang ada di tangannya.Leana melonglong kesakitan ketika benda tajam itu menekan perutnya begitu dalam, dia tak pernah merasakan kesakitan yang begitu nyata seperti ini. Semua ini terlalu sakit, dan Leana tahu jika dia tak akan bisa selamat kali ini. Di tengah rasa sakit yang mulai mengambil alih kesadarannya, Leana mengingat wajah kedua putra putrinya. Semua kenangan mereka bak film yang sedang diputar, canda dan tawa Nathan serta Nala terus berputar dalam ingatannya. Apakah jika dia sudah tiada anak-anaknya akan terus bahagia? Dan jika nanti ada yang menggantikan perannya─apa perempuan itu akan memperlakukan putra putrinya sama seperti dirinya? Leana mulai terisak hebat, ternyata rasa sakit akibat tikaman Risa gak ada apa-apanya dibandingkan berpisah dengan anak-anaknya. “Akh! S
“Berhati-hatilah, Vano. Aku tidak ingin kamu lengah.”Elvano menganggukkan kepala, setelah tersadar jika Zion tak melihatnya. Pria itu berdehem sembari menjawab pelan. “Tentu.” Toh, mana mungkin Risa bisa menembus penjagaan ketatnya. “Bagaimana keadaan Zelina, apa dia sudah mulai mendingan?” Hembusan lelah menginvasi indra pendengaran Elvano. “Begitulah, Papa sama Mama menyarankan jika kami berlibur. Tapi mungkin setelah Zelina benar-benar sembuh total.” Elvano yang mendengar nada sedih itu kembali dirundung amarah, jika Risa serta Aditya tertangkap. Elvano Sendiri yang memberikan hukuman setimpal untuk mereka, sudah cukup kekacauan yang diperbuat. “Vano, sudah dulu ya. Zelina sudah bangun soalnya, sampaikan salamku pada si kembar dan Leana.” “Hm, pasti.” Elvano mematikan panggilan, lalu melangkah menuju Leana berada. Kening pria itu berkerut ketika tak menemukan seorangpun di sana, ke mana mereka semua?Elvano berjalan menuju kamar paling ujung, berpikir bahwa Leana sedang menid
Jika boleh memilih, Leana lebih baik berhadapan dengan makhluk tak kasat mata dari pada manusia gila yang nekat melakukan apa saja. Contohnya, seperti sekarang ini, raut menyala-nyala yang Risa tampakkan membuat bulu kudu Leana meremang oleh rasa takut yang tak bisa dideskripsikan. Seringai pada bibir ranum berpoles lipstik merah itu semakin menambah kesan keji dari Risa. “Long time no see, Leana. Kamu semakin cantik saja. Dan aku semakin iri melihatnya.” Leana tersentak kaget ketika Risa tiba-tiba menekan kuat lehernya. Perbedaan tinggi mereka membuat Risa diuntungkan, apalagi tubuh perempuan itu sangat unggul jika dibandingkan Leana yang mungil. “Pasti menyenangkan, bukan? Menjadi seorang nyonya di kediaman Elvano Mahendra─”“Sayang!”Perkataan Risa terhenti kala perempuan itu mendengar suara Elvano yang memanggil Leana. “Ck, sayang sekali waktu kita hanya sebentar, tapi kamu tenang saja. Kita akan mempunyai waktu luang yang sangat banyak, dan aku akan menceritakan semuanya.” R
Beberapa hari setelah kejadian itu, Leana terlihat pendiam. Perempuan itu juga selalu was-was dalam segala hal. Elvano yang notabenenya peka akan apa yang terjadi pada sang istri segera mencari tahu. Mulai dari saat di mana perubahan sikap Leana, sampai dia melacak apa yang terjadi di butik sang istri, tak ada yang aneh sebenarnya, kecuali pada sore hari ketika Leana menerima paket yang diserahkan oleh karyawannya. Ketika Elvano mengecek rekaman cctv yang ada di dalam ruangan Leana, rahang pria itu bergetar ketika melihat wajah ketakutan Leana saat membuka box putih berpita gold itu.Elvano tak tahu apa isinya, karena setelah itu Leana membuangnya ke tong sampah, lalu memanggil satpam butiknya. “Mas! Ngagetin aja!” Leana memegang dadanya—menatap kesal ke arah sang suami. "Habisnya kamu melamun terus sedari tadi, mikirin apa, hm?" Elvano mendekap tubuh mungil istrinya dari belakang, dia akan menunggu sampai Leana siap menceritakan semuanya.Leana terdiam, dia kembali melempar pandan