Haiiiii semuanya, terimaksih ya yang udah berkenan baca dan setia menunggu. Mari sekarng kita rajin update hoho "♡"
Kini aku menyadari, kehilanganmu sama saja seperti membuatku mati secara perlahan.~Elvano Mahendra~●●●Jika ditanya apa yang paling Elvano sesali selama pernikahannya, dia akan dengan lantang mengatakan sikap cuek dan kurang pekanya. Betapa hebatnya perempuan itu mampu menyembunyikan rasa sakitnya seorang diri, padahal bisa saja Leana mengadu padanya akan sikap tak baik yang diterima selama ini. Namun, Leana memilih bungkam. Seolah-olah tidak ada yang mengganggunya selama ini. Sementara itu, Sania masih terpaku ditempatnya. Dia menatap Elvano dengan pandangan tak percaya. "Va-vano, bagaimana mungkin kamu menuduh Mama seperti itu?" ucapnya sarat akan kesakitan mendalam. Aliran sungai pun mulai mengaliri pipi tirusnya. Elvano memejamkan mata, perasaan sesak dan murka menghantam dadanya secara bertubi-tubi. "Aku menemukan cek beserta surat itu di lemari Leana, jelas-jelas pengirimnya atas nama Mama sendiri. Dan—" Dia menelan ludah susah payah. "Mama menyuruh Leana pergi dari hidupk
Alvaro meremas ponsel yang dia genggam, laporan dari tim yang ditugaskan untuk menggali informasi tentang Leana perlahan terungkap. Sudah enam bulan lamanya, dan dia baru menemukan titik temunya. Alvaro meyakini dalang di balik semua ini pasti bukan orang sembarangan. Mengingat jika kinerjanya sangat rapi dan teliti. Bahkan tim yang dibentuk Alvaro sangat kesulitan menggali informasinya. Lalu atensinya kembali berfokus pada pemuda di hadapannya. "Menurut kamu, kemungkinan besar Leana yang berencana untuk kabur?" Zion menghembuskan nafas berat, sebelum membuka suara. "Iya, Om. Karena tidak mungkin Leana mematahkan kartu debit serta membuang dompetnya. Dan mengganti ponsel serta hanya menyimpan nomor Mbok Sumi, apalagi itu dilakukan sehari sebelum kecelakan itu terjadi. Semuanya seolah-olah sudah direncanakan dengan matang." Alvaro mengangguk mengerti, karena semua yang dikatakan Zion benar adanya, mereka melihat sendiri cctv yang menampilkan semua aktivitas Leana sebelum kecelak
Derai air mata perempuan manis itu tak henti-hentinya mengalir dari netra beningnya. Di sisi kiri dan kanan-nya terdapat dua sosok mungil yang Tuhan anugerahkan untuknya. Leana Pramita, yang sekarang sudah menjadi seorang ibu. Dia tak pernah menyangka akan berada di titik ini. Tiga hari yang lalu, di mana dia bisa melahirkan kedua buah hatinya secara normal. Leana tentu shock karena setelah melakukan ultrasonografi pada usia kandungannya tujuh belas minggu, sang dokter mengatakan jika dirinya hamil anak kembar. Padahal sebelumnya, saat ia memeriksakan pada dokter pribadi keluarga Elvano. Tidak ada pembicaraan mengenai ini, sang Dokter hanya mengatakan Leana harus memperbanyak porsi makan serta menjaga kesehatan. Bunyi ketukan pintu disusul oleh eksistensi pria yang selama ini ada disisinya membuat Leana menerbitkan senyuman. "Hai, bagaimana perasaanmu." Pria itu mendekat seraya mengambil duduk didekat hospital bed. "Baik, apalagi melihat mereka berada di sisiku. Rasanya ini adala
"Aku menemukanmu, dan aku sangat merindukanmu, Sayang." Elvano berhasil, dia menemukan kembali rumahnya. Selama ini Elvano tidak pernah menduga jika Leana akan berada di pulau ini. Dan mengenai Sagara, awas saja duda yang satu itu. Elvano akan memberi pelajaran kepadanya. Selama ini dia yang ada di balik punggung Leana. Pria itu sangat tahu caranya memanfaatkan privilege yang dia punya. Ah, satu lagi, sepertinya Elvano harus berterima kasih pada sahabat Leana. Berkat pelacak serta penyelidikan dari detektifnya. Pada akhirnya dia bisa menemukan tempat Leana bersembunyi selama ini. Leana melepas pelukan Elvano kasar, lalu menatap pria itu tajam. "Aku tekankan sekali lagi untuk pergi dari sini, Mas!" Elvano terdiam, dia menatap Leana lekat. Perasaan yang dia sangkal selama ini ternyata adalah cinta. Apa yang Leana miliki sehingga dalam kurun waktu singkat bisa membuat dirinya merasakan jatuh sejatuh jatuhnya. Elvano tak tahu, apa alasan dia bisa menaruh hati pada Leana. Semua pe
Perkataan Leana mampu membuat tubuh Elvano menegang, pria itu menatap istrinya dengan tatapan sakit dan kecewa disaat yang bersamaan"Aku butuh waktu, Mas."Elvano mengusap wajahnya frustasi, Dia tahu kalau dirinya terlalu terburu-buru. Tetapi, dia juga membutuhkan Leana dalam hidupnya, dia tidak bisa jauh dari perempuan yang sudah ada dalam hatinya itu. Elvano menghela nafas berat seraya menatap wajah Leana lekat. "Baik, aku akan memberikanmu waktu, tapi aku harus tinggal di sini." Leana menggeleng ribut, mana mungkin Elvano tinggal di sini. Sedangkan ada Cila dan bi Mina ada di rumahnya. "Tidak, Mas. Tidak boleh! Aku perlu waktu, Jangan memaksa atau aku akan menjauh lagi dari hidup Mas Elvano!" ancam Leana, yang mampu membuat Elvano semakin dilanda kefrustasian."Baik, aku akan tinggal di daerah dekat sini, tapi kamu jangan ke mana-mana." Leana hanya bergeming, dia tak mengiyakan maupun menolak, setelahnya Elvano memeluk perempuan itu. "Aku pergi dulu, besok aku akan ke sini lagi.
Selang satu bulan kemudian, Leana kembali ke kediaman Elvano, dia tak menyangka jika para pekerja di sana menyambutnya begitu hangat. Leana juga bertemu dengan sahabat Elvano serta mertuanya saat di Lombok, dia terharu kala mereka ternyata masih sangat mempedulikannya. "Mas, aku tidak mau, ya. Kalau kamu sampai ngulang kejadian satu minggu yang lalu, aku tidak enak tahu! Padahal Kak Sagara sudah membantuku sejauh ini." Leana berucap kesal pada Elvano. Setelah dia menidurkan si kembar, Leana kembali berfokus kepada suaminya yang bak bayi besar itu. "Kenapa harus menyebutnya, kakak?! Memangnya kalian adik kakak?" Leana mendesah lelah, selalu ini yang Elvano perdebatkan. "Fine, tapi jangan seperti itu lagi. Kasihan tahu, dia capek-capek sehabis pulang kerja malah Mas kasarin. Padahal niatnya cuma ingin bertemu si kembar." Leana tak pernah menduga jika perubahan sikap Elvano sangat drastis, dia bahkan kewalahan menghadapinya. "Dia saja yang lebay. Padahal aku cuma memberinya salam per
"Nathan, sayang. Kenapa hm? Sayangnya Mama mengantuk, ya?" Leana mencium gemas pipi sang putra, terkadang Leana tak terima kala melihat wajah Nathan serta Nala yang begitu mirip dengan Elvano. Hanya mata mereka yang mirip dengannya. "Lucunya, anak ganteng harus bobok siang, ya. Adik Nala saja sudah pulas, tuh." Leana semakin gemas kala Nathan tersenyum tipis sambil memejamkan mata. Astaga, Leana tak pernah menyangka jika yang ada di dalam crib itu kedua anaknya. Yang lahir dari rahimnya sendiri. Setelah sepuluh menit lamanya, Nathan pun tertidur pulas. Leana mengecup pipi si kembar sebelum keluar menuju kamarnya. Dia sudah tidak bekerja, karena ingin fokus pada tumbuh kembang putra putrinya. Leana lantas bersiap-siap karena akan pergi rumah sakit tempat Cila di rawat. Perempuan itu akhirnya tumbang karena kelelahan bekerja. "Bi Mina, tolong jagain Nathan sama Nala, ya? Saya pergi ke rumah sakit sebentar untuk menjenguk, Cila." Leana memang memboyong bi Mina ke kediamannya, untuk me
Hal pertama yang Elvano lihat ketika membuka mata adalah raut dingin Leana, pria itu terdiam sejenak. Saat mengingat apa yang terjadi, barulah dia berseru sembari memegang tangan Leana erat. "Maaf, Sayang! Maafkan aku, tapi sumpah demi apa pun, ini semua tidak seperti yang kamu pikirkan!" Leana bergeming, dia sama sekali tak menunjukkan reaksi apapun. Apalagi kala mendengar nada bicara Elvano yang bergetar. "Aku hanya ingin menyelesaikan semuanya, tapi dia mencampurkan obat pada makananku. Itu bukan kesalahanku, Sayang! Kamu sendiri yang datang sebelum perempuan itu berbuat lebih." Elvano mencium punggung tangan Leana, dia semakin ketakutan ketika tak mendapat respon apapun."Sayang ... bicaralah. Jangan membuatku takut!" Pria itu bangkit dari tidurnya dan memeluk Leana erat. Dia benar-benar akan memberikan Sasmita pelajaran jika Leana kembali salah paham padanya. "Sayang …." rengeknya, hilang sudah harga diri serta wibawanya jika menyangkut kecintaannya, memang—sekarang Elvano sudah
Waktu terus berjalan, terhitung sudah dua bulan pencarian Aditya maupun Azura. Dan tidak ada tanda-tanda mereka ditemukan. Semua cara sudah Elvano serta Alvaro lakukan, tapi nihil. Bahkan keluarga besar mereka meminta untuk mengikhlaskan. Sedangkan untuk, Risa. Perempuan itu sudah dinyatakan meninggal, walau jasadnya tak kunjung ditemukan karena kondisi mobil yang sudah rusak parah serta terbakar. Elvano menghembuskan nafas lelah, dia masih mengingat wajah sendu papanya ketika melihat potret sang paman sewaktu masa sekolah. Elvano tahu, semarah-marahnya papanya, tetap saja rasa sayang sebagai saudara sangatlah kuat. Apalagi Aditya adalah adik semata wayang dari seorang Alvaro Mahendra. Akan tetapi, apa mau dikata. Mungkin ini adalah garis takdir yang harus mereka lalui. Dan mereka semua harus menerimanya dengan berlapang dada. “Harusnya malam itu aku tidak memukul, Om Aditya.”Leana menatap sendu Elvano yang sedari tadi menatap kosong ke arah depan. Jika boleh jujur, Leana juga mer
Andai waktu bisa diputar kembali, Alvaro tetap kukuh ikut bersama Elvano dan Aditya. Namun, semua sudah terjadi. Tak ada yang bisa disalahkan, yang paling membuat dada Alvaro sesak adalah malam itu terakhir kalinya ia bertemu sang adik. Sebelum kejadian tragis itu terjadi. Ya, benar. Kapal tempat Azura disekap itu meledak dan terbakar hebat. Alvaro ingat betul saat Elvano menelponnya dengan nada bergetar, ketika dia sudah sampai di lokasi yang disebutkan oleh sang putra. Masyarakat terlihat berkumpul melihat kobaran api yang begitu besar di tengah lautan. Sementara Elvano terduduk dengan pandangan kosong sambil memangku Leana yang terkulai lemas di depan pintu gudang. “Apa yang terjadi, Vano?” Alvaro bertanya heran, pasalnya Elvano belum juga menyadari kehadirannya, dan mengapa pria itu tak kunjung membawa Leana ke rumah sakit?Alvaro yang tak sabaran menginstruksikan pada Tama, sang sekretaris untuk bertanya pada anak buah Elvano yang terlihat menunduk di belakang pria itu dengan
“Ck, pergi kalian semua!” Risa berseru dari ambang pintu, mengapa anak buahnya begitu bodoh? Padahal dia hanya menyuruh untuk melihat kondisi Leana yang tak diberi makan sedari kemarin, tapi lihatlah kelakuan mereka semua. Malah menggoda Leana dengan rayuan kotor. Bukan begini rencana, Risa. Tapi anak buahnya yang tak punya otak itu justru melakukan sebaliknya. “Cepat! Apa yang kalian tunggu!” Emosi juga lama-lama, padahal baru saja dia dari lantai atas untuk melihat Azura yang terus menangis, jika tak diancam mungkin gadis kecil itu akan semakin menangis histeris. “Ma-maaf, Bos. Bukankah kamu bilang jika eksekusi saja perempuan ini?” Pria berkepala plontos yang sedari tadi paling mengincar Leana seketika melayangkan protes—walau dalam hati cukup ketar-ketir akan respon, Risa.Risa menggeram kesal, lalu menampar satu-satu pria di hadapannya. “Punya otak dipakai! Cepat keluar, dan segera pindahkan Azura ke tempat yang sudah saya siapkan! Jika Aditya sudah masuk ke dalam kapal itu, lan
Aditya meremas ponselnya, pria itu terlihat meragu untuk sesaat. Memejamkan mata pelan sembari melafalkan dalam hati jika semuanya baik-baik saja. Aditya kembali melihat kontak yang tertera pada layar benda pipih berbentuk persegi panjang itu.Tangan pria itu tanpa sadar bergetar ketika menekan nomor telepon yang akan dituju. Dan pada akhirnya tersambung, masih belum ada tanda-tanda jika objek yang dituju akan mengangkatnya. Pada deringan kelima, barulah terdengar suara serak yang memenuhi gendang telinga. Aditya berdebar dengan bibir kelu, sudah lama dia tak berbicara dengan saudara satu-satunya itu. “Halo, jika tidak berbicara juga, saya tutup, sepertinya Anda salah sambung.” Aditya menggigit bibir gugup, lidahnya terasa kelu saat akan membuka suara. “Baiklah, saya matikan jika—”“Mas … Al-alva …,” potong pria itu susah payah, dia mengepalkan tangan dengan jantung bergemuruh hebat ketika tak mendapatkan respon apapun dari seberang sana. Selama beberapa saat terjadi keheningan,
“LEANA!!” Elvano terbangun dengan napas memburu, keringat dingin membasahi pelipisnya.“Syukurlah, Papa sangat khawatir sama kamu.”Elvano yang belum tersadar apa yang terjadi hanya menatap bingung Alvaro serta Tama, wajah mereka terlihat begitu khawatir ketika menatap ke arahnya. Elvano meringis, memegang pelipisnya yang terasa berdenyut hebat. Setelah mengingat apa yang terjadi, dia semakin panik dan langsung melompat turun dari atas Kasur.Namun, dikarenakan kondisi tubuhnya yang masih lemah, pria itu terjatuh. Dengan kepala yang semakin berdentum hebat.“Apa yang kamu lakukan!” seru Alvaro ketika melihat tingkah sang putra. “Kamu ini baru saja siuman dari pingsan. Jangan berbuat ulah!” Alvaro membantu Elvano untuk kembali berbaring. Tidakkah Elvano tahu jika Alvaro begitu khawatir? Apalagi saat anak buah Elvano memberitahukan bahwa sang putra jatuh pingsan ketika mencari keberadaaan Leana serta Azura.Elvano terkena panic attack, yang terjadi akibat kecemasan secara berlebihan. A
Risa tersenyum keji, dia sangat menikmati wajah pucat pasi dari perempuan di hadapannya saat ini. “Jika aku menyedihkan, maka kamu jauh lebih menyedihkan,” ucapnya seraya bersiap-siap menekan dalam pisau yang ada di tangannya.Leana melonglong kesakitan ketika benda tajam itu menekan perutnya begitu dalam, dia tak pernah merasakan kesakitan yang begitu nyata seperti ini. Semua ini terlalu sakit, dan Leana tahu jika dia tak akan bisa selamat kali ini. Di tengah rasa sakit yang mulai mengambil alih kesadarannya, Leana mengingat wajah kedua putra putrinya. Semua kenangan mereka bak film yang sedang diputar, canda dan tawa Nathan serta Nala terus berputar dalam ingatannya. Apakah jika dia sudah tiada anak-anaknya akan terus bahagia? Dan jika nanti ada yang menggantikan perannya─apa perempuan itu akan memperlakukan putra putrinya sama seperti dirinya? Leana mulai terisak hebat, ternyata rasa sakit akibat tikaman Risa gak ada apa-apanya dibandingkan berpisah dengan anak-anaknya. “Akh! S
“Berhati-hatilah, Vano. Aku tidak ingin kamu lengah.”Elvano menganggukkan kepala, setelah tersadar jika Zion tak melihatnya. Pria itu berdehem sembari menjawab pelan. “Tentu.” Toh, mana mungkin Risa bisa menembus penjagaan ketatnya. “Bagaimana keadaan Zelina, apa dia sudah mulai mendingan?” Hembusan lelah menginvasi indra pendengaran Elvano. “Begitulah, Papa sama Mama menyarankan jika kami berlibur. Tapi mungkin setelah Zelina benar-benar sembuh total.” Elvano yang mendengar nada sedih itu kembali dirundung amarah, jika Risa serta Aditya tertangkap. Elvano Sendiri yang memberikan hukuman setimpal untuk mereka, sudah cukup kekacauan yang diperbuat. “Vano, sudah dulu ya. Zelina sudah bangun soalnya, sampaikan salamku pada si kembar dan Leana.” “Hm, pasti.” Elvano mematikan panggilan, lalu melangkah menuju Leana berada. Kening pria itu berkerut ketika tak menemukan seorangpun di sana, ke mana mereka semua?Elvano berjalan menuju kamar paling ujung, berpikir bahwa Leana sedang menid
Jika boleh memilih, Leana lebih baik berhadapan dengan makhluk tak kasat mata dari pada manusia gila yang nekat melakukan apa saja. Contohnya, seperti sekarang ini, raut menyala-nyala yang Risa tampakkan membuat bulu kudu Leana meremang oleh rasa takut yang tak bisa dideskripsikan. Seringai pada bibir ranum berpoles lipstik merah itu semakin menambah kesan keji dari Risa. “Long time no see, Leana. Kamu semakin cantik saja. Dan aku semakin iri melihatnya.” Leana tersentak kaget ketika Risa tiba-tiba menekan kuat lehernya. Perbedaan tinggi mereka membuat Risa diuntungkan, apalagi tubuh perempuan itu sangat unggul jika dibandingkan Leana yang mungil. “Pasti menyenangkan, bukan? Menjadi seorang nyonya di kediaman Elvano Mahendra─”“Sayang!”Perkataan Risa terhenti kala perempuan itu mendengar suara Elvano yang memanggil Leana. “Ck, sayang sekali waktu kita hanya sebentar, tapi kamu tenang saja. Kita akan mempunyai waktu luang yang sangat banyak, dan aku akan menceritakan semuanya.” R
Beberapa hari setelah kejadian itu, Leana terlihat pendiam. Perempuan itu juga selalu was-was dalam segala hal. Elvano yang notabenenya peka akan apa yang terjadi pada sang istri segera mencari tahu. Mulai dari saat di mana perubahan sikap Leana, sampai dia melacak apa yang terjadi di butik sang istri, tak ada yang aneh sebenarnya, kecuali pada sore hari ketika Leana menerima paket yang diserahkan oleh karyawannya. Ketika Elvano mengecek rekaman cctv yang ada di dalam ruangan Leana, rahang pria itu bergetar ketika melihat wajah ketakutan Leana saat membuka box putih berpita gold itu.Elvano tak tahu apa isinya, karena setelah itu Leana membuangnya ke tong sampah, lalu memanggil satpam butiknya. “Mas! Ngagetin aja!” Leana memegang dadanya—menatap kesal ke arah sang suami. "Habisnya kamu melamun terus sedari tadi, mikirin apa, hm?" Elvano mendekap tubuh mungil istrinya dari belakang, dia akan menunggu sampai Leana siap menceritakan semuanya.Leana terdiam, dia kembali melempar pandan