'Kita Selesai' Kalimat yang Leana lontarkan bak tombak berkarat yang menusuk jantungnya, Elvano semakin meraung dengan bahu naik turun. Tak peduli jika seluruh isi rumah mendengarkan tangisnya. "Jadi, mari kita mulai semuanya dari awal. Aku, si kembar dan Mas Elvano. Kita akan membuat keluarga kecil yang bahagia." Seketika Elvano menghentikan tangisnya, dia menatap Leana dengan pipi penuh air mata. "Ma-maksud kamu apa, Sayang? Ki-kita ...?" lirihnya terbata-bata. Elvano tak salah dengar, bukan? Jika Leana ingin memulai hubungan kembali dengannya. Leana tersenyum tipis, lalu mengusap air mata Elvano yang sudah mengalir deras. "Maksud aku, semua masa lalu serta kesakitan kita sudah selesai. Jadi, untuk selanjutnya kita akan membangun keluarga kecil yang bahagia. Mas mau, 'kan untuk memulai dari awal denganku?" Elvano menggigit bibir bawahnya, setelahnya mengangguk kuat. "Mau, Sayang! Mau!" serunya kencang. "Tapi kamu tidak bercanda, bukan? Jika iya aku akan sangat marah denganmu!"
Dulu Leana tak ingin berekspektasi tinggi mengenai pernikahannya dengan Elvano, mengingat tidak ada cinta di hati mereka. Leana juga sadar diri jika dirinya hanya sosok pengganti sang kakak. Namun, sekarang Elvano memberikannya dunia yang selama ini tak berani dia mimpikan. Elvano mengumumkan pernikahan mereka tepat di hari ulang tahunnya. Sahabat serta kerabat pun ikut andil, para wartawan juga memadati hotel tempat acara itu berlangsung. Keluarga Mahendra menjadi perbincangan hangat pada malam ini, baik di televisi maupun media sosial. Mengingat jika putra satu-satunya pebisnis besar ini sudah ada yang punya. Tak ada harapan lagi bagi para perempuan yang bermimpi untuk bersanding dengan Elvano Mahendra. "Apa kamu bahagia?" bisik Elvano pertama kali ketika sampai di kamar hotel mereka. Leana melempar senyum manis, lalu menyatukan keningnya dengan sang suami. "Ya, terima kasih." Elvano memejamkan mata, nyaman sekali kala berada dekat dengan sang pujaan. "Terima kasih juga sudah m
Sasmita mendecih, dia sangat muak melihat sikap Leana yang sok menasehatinya. "Iya, andai kamu tidak datang. Mungkin aku sudah mengandung anak Elvano!" "Kak!" Leana berteriak marah, kali ini Sasmita benar-benar keterlaluan. "Aku tidak heran jika semua orang meninggalkanmu, kamu egois dan keras kepala. Tidak selamanya apa yang kamu inginkan akan selalu kamu dapatkan!" Leana beringsut menjauh, dia menormalkan nafasnya yang memburu, Leana merasa jika kedatangannya hanya sia-sia. Sasmita memang tidak akan pernah bisa berubah."Ya, memang manusia sepertiku pantas ditinggalkan, bukan? Apalah aku dibandingkan kamu, dari dulu dunia seolah-olah memihakmu." Sasmita berujar serak, kini raut menyebalkan itu tergantikan dengan wajah pedih. "Kamu tahu? Aku selalu iri dengan apa yang kamu dapatkan. Mulai dari kasih sayang Arsen dan Ayah, mereka sangat menyayangimu. Bahkan Ayah selalu menjadi tameng ketika kamu dimarahi oleh Ibu. Belum lagi kamu mempunyai teman yang sangat setia padamu, aku iri. K
Tak terasa usia si kembar sudah memasuki dua belas bulan. Leana dan Elvano semakin menikmati perannya menjadi orang tua. Memang melelahkan, tapi di sisi lain sangat mendebarkan kala menyaksikan tumbuh kembang sang buah hati."Mas, aku curiga deh. Kalau Mas Zion sama Mbak Zelina lagi tidak akur? Coba Mas perhatikan tingkah mereka, seperti sedang menjauh satu sama lain. Benar tidak?" Ketahuilan, Leana sangat anti mencampuri urusan orang. Namun, entah mengapa kisah Zion dan Zelina membuatnya tertarik. "Hah? Tumben kamu peduli tentang hubungan orang, Sayang." Elvano melepas setelan kerjanya, dia beringsut mendekat pada sang istri. "Em, tidak apa-apa. Aku hanya penasaran, soalnya gemas sekali tahu! Memangnya selama ini Mas tidak curiga jika mereka menjalin hubungan?" Elvano menggeleng polos, Elvano yang pada dasarnya manusia dengan tingkat kepekaan yang begitu minim. Mana tahu perihal seperti ini. "Lho, jangan bilang kalau Mas juga tidak tau kalau dulu Mbak Zelina sering membuatku
"Jelaskan." Titah Elvano kepada kedua sahabatnya, setelah Zelina mengatakan hal itu. Elvano langsung menyuruh Zion ke rumahnya, dan benar saja. Ternyata Zion sedang mencari keberadaan Zelina yang tiba-tiba kabur saat mereka di restoran."Kita memang menjalin hubungan, sekitar lima bulan yang lalu." Zion melirik Zelina, perempuan itu langsung membuang pandangan ke arah lain. "Aku bukan berniat tidak memberitahu kamu, Vano. Tapi mau menunggu momen yang tepat saja." Elvano menggeram kesal, Leana yang melihat itu mengelus lembut lengan sang suami. "Zelina yang menyatakan perasaannya—""Jangan kasih tahu, Vano! Bilang saja kamu yang menembak!" Zion meringis melihat wajah Zelina yang mode senggol bacok."Iya, aku yang nembak Zelina. Sebenarnya aku juga menyukai Zelina dari kita SMA, tapi kamu tahu sendiri. Zelina sangat lengket padamu. Aku pikir dia menaruh rasa terhadapmu, untuk itu aku mundur. Aku juga tidak mau membuat persahabatan kita renggang gara-gara cinta."Zion menatap Elvano sej
Hari ini jadwal Nathan dan Nala bersama mertuanya, dan Sania serta Alvano sudah membawa mereka pergi sejak pagi. Leana tersenyum melihat hasil kreasinya, perempuan itu ingin memberikan kejutan kecil pada sang suami. Ini adalah kedua kalinya Leana Leana berkunjung ke tempat kerja Elvano, pertama saat awal-awal hubungan pernikahan mereka. "Ibu, kenapa ke dapur. Ada yang Ibu butuhkan?" Keadaan Rosita memang cukup membaik akhir-akhir ini, Elvano yang mengurus semua pengobatannya. Dan Leana tak henti-hentinya bersyukur akan hal itu. "Tidak, Ibu memang sengaja ingin menemuimu." Leana menghentikan kegiatannya, dia melangkah mendekat ke arah Rosita. "Ayo, kita ke ruang keluarga saja, Bu." Rosita menggeleng, dia justru menarik tangan Leana menuju kamarnya. "Bu—" "Lea, sekali saja." Leana melangkah dengan hati tak karuan, setelah Arsen pergi. Leana tak lagi mengunjungi kamar sang adik, yang sekarang sudah ditempati oleh Rosita. Bukannya Leana takut, tapi dia tak bisa. Karena Leana pasti
Setelah keluar dari kamar mandi, mood Leana sangat buruk. Dan Elvano menyadari hal itu. Terbukti ketika mereka sampai di rumah, perempuan itu hanya diam membisu. Elvano memang hanya setengah hari bertugas hari ini, mengingat jika dia akan meeting bersama sang papa. "Sayang, apa ada yang menyakitimu? Atau aku melakukan kesalahan?" "Siapa, Friska?"Kening Elvano berkerut, dia mengingat-ngingat nama perempuan yang Leana sebutkan. "Friska? Memangnya dia siapa, Sayang?"Leana mencebik, dia bersedekap dada sembari mendudukkan bokongnya pada pinggir kasur. "Dokter Friska, bukankah Mas di rumah sakit yang sama dengannya?"Elvano mengangguk mengerti. "Aku pikir siapa, dia Dokter kandungan, memangnya kenapa? Apa dia mengganggumu?"Leana memincing curiga. "Mas taHu jika dia menyukai, Mas?" Elvano menggeleng polos. "Memangnya iya? Kenapa bisa?" Leana mengelus dadanya, punya suami model Elvano rasanya ketar-ketir sekali. "Ya, bisalah! Dia perempuan. Sedangkan Mas laki-laki." Elvano terkekeh, d
Hari ini adalah hari yang paling spesial bagi Zion serta Zelina. Pesta pernikahan mereka begitu meriah nan mewah. Leana menggamit lengan Elvano, gugup sekali rasanya. Untung Elvano selalu menenangkannya. "Mas, mengapa mereka semua melihat ke arah kita. Bukankah pemeran utamanya Mas Zion dan Mbak Zelina?" Elvano tersenyum simpul, tangannya semakin menggamit erat pinggang sempit sang istri. "Kamu cantik sekali, Sayang. Aku sampai ingin mencolok semua mata pria yang melihatmu."Leana menggeram kesal. "Mas, aku serius!" Rajuknya dengan nada tertahan. Elvano semakin dibuat gemas, dia sengaja mengecup pelipis Leana. Dan itu mampu menimbulkan kegaduhan. "Mau nangis .…" Mata Leana mulai berkaca-kaca, dia menghentikan langkahnya seraya menunduk. "Hei, Sayang!" Elvano menjadi panik seketika. "Maaf, hm. Janji tidak akan seperti itu lagi." Leana mendongak, lalu menarik jari kelingking Elvano, dan mengaitkannya pada jari kelingkingnya sendiri. "Janji?" ucapnya polos.Elvano menggigit bibir b
Waktu terus berjalan, terhitung sudah dua bulan pencarian Aditya maupun Azura. Dan tidak ada tanda-tanda mereka ditemukan. Semua cara sudah Elvano serta Alvaro lakukan, tapi nihil. Bahkan keluarga besar mereka meminta untuk mengikhlaskan. Sedangkan untuk, Risa. Perempuan itu sudah dinyatakan meninggal, walau jasadnya tak kunjung ditemukan karena kondisi mobil yang sudah rusak parah serta terbakar. Elvano menghembuskan nafas lelah, dia masih mengingat wajah sendu papanya ketika melihat potret sang paman sewaktu masa sekolah. Elvano tahu, semarah-marahnya papanya, tetap saja rasa sayang sebagai saudara sangatlah kuat. Apalagi Aditya adalah adik semata wayang dari seorang Alvaro Mahendra. Akan tetapi, apa mau dikata. Mungkin ini adalah garis takdir yang harus mereka lalui. Dan mereka semua harus menerimanya dengan berlapang dada. “Harusnya malam itu aku tidak memukul, Om Aditya.”Leana menatap sendu Elvano yang sedari tadi menatap kosong ke arah depan. Jika boleh jujur, Leana juga mer
Andai waktu bisa diputar kembali, Alvaro tetap kukuh ikut bersama Elvano dan Aditya. Namun, semua sudah terjadi. Tak ada yang bisa disalahkan, yang paling membuat dada Alvaro sesak adalah malam itu terakhir kalinya ia bertemu sang adik. Sebelum kejadian tragis itu terjadi. Ya, benar. Kapal tempat Azura disekap itu meledak dan terbakar hebat. Alvaro ingat betul saat Elvano menelponnya dengan nada bergetar, ketika dia sudah sampai di lokasi yang disebutkan oleh sang putra. Masyarakat terlihat berkumpul melihat kobaran api yang begitu besar di tengah lautan. Sementara Elvano terduduk dengan pandangan kosong sambil memangku Leana yang terkulai lemas di depan pintu gudang. “Apa yang terjadi, Vano?” Alvaro bertanya heran, pasalnya Elvano belum juga menyadari kehadirannya, dan mengapa pria itu tak kunjung membawa Leana ke rumah sakit?Alvaro yang tak sabaran menginstruksikan pada Tama, sang sekretaris untuk bertanya pada anak buah Elvano yang terlihat menunduk di belakang pria itu dengan
“Ck, pergi kalian semua!” Risa berseru dari ambang pintu, mengapa anak buahnya begitu bodoh? Padahal dia hanya menyuruh untuk melihat kondisi Leana yang tak diberi makan sedari kemarin, tapi lihatlah kelakuan mereka semua. Malah menggoda Leana dengan rayuan kotor. Bukan begini rencana, Risa. Tapi anak buahnya yang tak punya otak itu justru melakukan sebaliknya. “Cepat! Apa yang kalian tunggu!” Emosi juga lama-lama, padahal baru saja dia dari lantai atas untuk melihat Azura yang terus menangis, jika tak diancam mungkin gadis kecil itu akan semakin menangis histeris. “Ma-maaf, Bos. Bukankah kamu bilang jika eksekusi saja perempuan ini?” Pria berkepala plontos yang sedari tadi paling mengincar Leana seketika melayangkan protes—walau dalam hati cukup ketar-ketir akan respon, Risa.Risa menggeram kesal, lalu menampar satu-satu pria di hadapannya. “Punya otak dipakai! Cepat keluar, dan segera pindahkan Azura ke tempat yang sudah saya siapkan! Jika Aditya sudah masuk ke dalam kapal itu, lan
Aditya meremas ponselnya, pria itu terlihat meragu untuk sesaat. Memejamkan mata pelan sembari melafalkan dalam hati jika semuanya baik-baik saja. Aditya kembali melihat kontak yang tertera pada layar benda pipih berbentuk persegi panjang itu.Tangan pria itu tanpa sadar bergetar ketika menekan nomor telepon yang akan dituju. Dan pada akhirnya tersambung, masih belum ada tanda-tanda jika objek yang dituju akan mengangkatnya. Pada deringan kelima, barulah terdengar suara serak yang memenuhi gendang telinga. Aditya berdebar dengan bibir kelu, sudah lama dia tak berbicara dengan saudara satu-satunya itu. “Halo, jika tidak berbicara juga, saya tutup, sepertinya Anda salah sambung.” Aditya menggigit bibir gugup, lidahnya terasa kelu saat akan membuka suara. “Baiklah, saya matikan jika—”“Mas … Al-alva …,” potong pria itu susah payah, dia mengepalkan tangan dengan jantung bergemuruh hebat ketika tak mendapatkan respon apapun dari seberang sana. Selama beberapa saat terjadi keheningan,
“LEANA!!” Elvano terbangun dengan napas memburu, keringat dingin membasahi pelipisnya.“Syukurlah, Papa sangat khawatir sama kamu.”Elvano yang belum tersadar apa yang terjadi hanya menatap bingung Alvaro serta Tama, wajah mereka terlihat begitu khawatir ketika menatap ke arahnya. Elvano meringis, memegang pelipisnya yang terasa berdenyut hebat. Setelah mengingat apa yang terjadi, dia semakin panik dan langsung melompat turun dari atas Kasur.Namun, dikarenakan kondisi tubuhnya yang masih lemah, pria itu terjatuh. Dengan kepala yang semakin berdentum hebat.“Apa yang kamu lakukan!” seru Alvaro ketika melihat tingkah sang putra. “Kamu ini baru saja siuman dari pingsan. Jangan berbuat ulah!” Alvaro membantu Elvano untuk kembali berbaring. Tidakkah Elvano tahu jika Alvaro begitu khawatir? Apalagi saat anak buah Elvano memberitahukan bahwa sang putra jatuh pingsan ketika mencari keberadaaan Leana serta Azura.Elvano terkena panic attack, yang terjadi akibat kecemasan secara berlebihan. A
Risa tersenyum keji, dia sangat menikmati wajah pucat pasi dari perempuan di hadapannya saat ini. “Jika aku menyedihkan, maka kamu jauh lebih menyedihkan,” ucapnya seraya bersiap-siap menekan dalam pisau yang ada di tangannya.Leana melonglong kesakitan ketika benda tajam itu menekan perutnya begitu dalam, dia tak pernah merasakan kesakitan yang begitu nyata seperti ini. Semua ini terlalu sakit, dan Leana tahu jika dia tak akan bisa selamat kali ini. Di tengah rasa sakit yang mulai mengambil alih kesadarannya, Leana mengingat wajah kedua putra putrinya. Semua kenangan mereka bak film yang sedang diputar, canda dan tawa Nathan serta Nala terus berputar dalam ingatannya. Apakah jika dia sudah tiada anak-anaknya akan terus bahagia? Dan jika nanti ada yang menggantikan perannya─apa perempuan itu akan memperlakukan putra putrinya sama seperti dirinya? Leana mulai terisak hebat, ternyata rasa sakit akibat tikaman Risa gak ada apa-apanya dibandingkan berpisah dengan anak-anaknya. “Akh! S
“Berhati-hatilah, Vano. Aku tidak ingin kamu lengah.”Elvano menganggukkan kepala, setelah tersadar jika Zion tak melihatnya. Pria itu berdehem sembari menjawab pelan. “Tentu.” Toh, mana mungkin Risa bisa menembus penjagaan ketatnya. “Bagaimana keadaan Zelina, apa dia sudah mulai mendingan?” Hembusan lelah menginvasi indra pendengaran Elvano. “Begitulah, Papa sama Mama menyarankan jika kami berlibur. Tapi mungkin setelah Zelina benar-benar sembuh total.” Elvano yang mendengar nada sedih itu kembali dirundung amarah, jika Risa serta Aditya tertangkap. Elvano Sendiri yang memberikan hukuman setimpal untuk mereka, sudah cukup kekacauan yang diperbuat. “Vano, sudah dulu ya. Zelina sudah bangun soalnya, sampaikan salamku pada si kembar dan Leana.” “Hm, pasti.” Elvano mematikan panggilan, lalu melangkah menuju Leana berada. Kening pria itu berkerut ketika tak menemukan seorangpun di sana, ke mana mereka semua?Elvano berjalan menuju kamar paling ujung, berpikir bahwa Leana sedang menid
Jika boleh memilih, Leana lebih baik berhadapan dengan makhluk tak kasat mata dari pada manusia gila yang nekat melakukan apa saja. Contohnya, seperti sekarang ini, raut menyala-nyala yang Risa tampakkan membuat bulu kudu Leana meremang oleh rasa takut yang tak bisa dideskripsikan. Seringai pada bibir ranum berpoles lipstik merah itu semakin menambah kesan keji dari Risa. “Long time no see, Leana. Kamu semakin cantik saja. Dan aku semakin iri melihatnya.” Leana tersentak kaget ketika Risa tiba-tiba menekan kuat lehernya. Perbedaan tinggi mereka membuat Risa diuntungkan, apalagi tubuh perempuan itu sangat unggul jika dibandingkan Leana yang mungil. “Pasti menyenangkan, bukan? Menjadi seorang nyonya di kediaman Elvano Mahendra─”“Sayang!”Perkataan Risa terhenti kala perempuan itu mendengar suara Elvano yang memanggil Leana. “Ck, sayang sekali waktu kita hanya sebentar, tapi kamu tenang saja. Kita akan mempunyai waktu luang yang sangat banyak, dan aku akan menceritakan semuanya.” R
Beberapa hari setelah kejadian itu, Leana terlihat pendiam. Perempuan itu juga selalu was-was dalam segala hal. Elvano yang notabenenya peka akan apa yang terjadi pada sang istri segera mencari tahu. Mulai dari saat di mana perubahan sikap Leana, sampai dia melacak apa yang terjadi di butik sang istri, tak ada yang aneh sebenarnya, kecuali pada sore hari ketika Leana menerima paket yang diserahkan oleh karyawannya. Ketika Elvano mengecek rekaman cctv yang ada di dalam ruangan Leana, rahang pria itu bergetar ketika melihat wajah ketakutan Leana saat membuka box putih berpita gold itu.Elvano tak tahu apa isinya, karena setelah itu Leana membuangnya ke tong sampah, lalu memanggil satpam butiknya. “Mas! Ngagetin aja!” Leana memegang dadanya—menatap kesal ke arah sang suami. "Habisnya kamu melamun terus sedari tadi, mikirin apa, hm?" Elvano mendekap tubuh mungil istrinya dari belakang, dia akan menunggu sampai Leana siap menceritakan semuanya.Leana terdiam, dia kembali melempar pandan