Aku hidup.Tetapi rasanya seakan mati. Belenggu rasa sakit ini seperti menyayatku secara perlahan."Leana Pramita" ●●●"Memang keluarga mereka begitu menyusahkan, ya!" Alvaro menatap istri tercintanya dengan pandangan tak percaya, dia baru saja menerima pesan dari Elvano bahwa ayah Leana meninggal dunia, serta Arsen yang kecelakaan saat sedang menuju ke rumah sakit tempat Leana dirawat. "Ma, tolong. Aku tidak mau berantem gara-gara ini, dan jangan pernah mengatakan hal seperti ini lagi." Sania langsung mengatupkan bibirnya, dia kasihan serta kesal di saat yang bersamaan. Bagaimana tidak, padahal Sania akan pergi ke Itali untuk menyusul Sasmita, tapi dengan berita ini membuat keberangkatannya tertunda. "Maaf, Pa. Mama sedang banyak pikiran." Alvaro membuang pandangan ke arah lain, jujur saja dia begitu mencintai Sania. Apapun yang wanita itu lakukan Alvaro selalu mendukungnya, walau hal yang dia tak suka sekalipun. Tetapi untuk sekarang, rasanya dia tak mengenali sosok istrinya
Aku hidupTetapi serasa mati.~Leana Pramita~****Gundukan tanah merah segar itu tempat kedua orang tercintanya, Leana mengusapnya perlahan. Rasanya begitu sakit dan perih, setiap detakan jantungnya sangat menyakitkan. Sesak menghimpit dada, sampai-sampai rasanya mati rasa. Dulu ketika ibunya selalu melimpahkan Sasmita dengan kasih sayang serta materi, Leana hanya bisa melihatnya, lalu bersembunyi pada pojok kamarnya untuk menumpahkan tangisnya. Lambat laun, dengan adanya kehadiran Arsen, Leana sudah merasa tak sendiri. Adik kecilnya adalah pelipur lara ketika Leana diterpa gelombang kesedihan. Sedangkan ayahnya selalu menenangkannya dengan kata-kata lembutnya. Leana tak apa jika kehilangan segalanya, asalkan jangan ayahnya serta Arsen. Karena mereka berdua adalah hidupnya. Kehilangan mereka sama saja membunuhnya secara perlahan. Rasanya tak adil, kadang dia ingin mengeluh dan memberontak. Mengapa hidupnya begitu banyak terjangan badai. Apakah dirinya memang pantas mendapatkan sem
'Usai di sini'~Leana Pramita~●●●Kita memang tidak bisa memilih tempat di mana kita dilahirkan. Begitu pula dengan Leana, setelah rentetan kejadaian yang dialami, dia menyadari satu hal. Jika inilah jalan yang harus dia tempuh, bukankah dirinya begitu kuat? Sehingga Tuhan memberikannya cobaan yang begitu hebat. Awalnya dia marah dan tak terima, mengapa harus dirinya yang mendapat cobaan seperti ini. Namun, balik lagi. Tuhan mengujinya karena dia mampu, dan terbukti, Leana bisa melewati itu semua, walau dengan tertatih-tatih. "Lea, aku pulang dulu, ya?" Suara Cila membuyarkan lamunan Leana, perempuan itu tersenyum tipis sembari mengangguk pelan. "Hati-hati, maaf ngerepotin kamu terus." "Lea!" Cila berseru gemas. "Jangan ngomong gitu lagi, aku tidak pernah merasa direpotkan olehmu." Leana tersenyum tipis, sahabatnya ini memang selalu menemaninya. Terhitung satu minggu Leana dirawat di rumah sakit, tepatnya ketika dia pingsan di pemakan orang tercintanya. Setelah semua badai ya
Elvano yang akan menuju ruang rawat inap Leana menjadi terhenti ketika melihat siluet seseorang yang dia kenal. Pria itu melangkah mendekat, keningnya semakin berkerut ketika melihat sosok itu tak kunjung masuk. "Kenapa hanya berdiam diri?" Sasmita terkejut, dia beringsut mundur seraya menggelengkan kepala pelan. "Tidak apa-apa," kilahnya, dia menunduk dan semakin memundurkan langkahnya. Elvano terdiam, dia menunggu apa yang akan Sasmita sampaikan. Penampilan wanitu itu terlihat brantakan, jujur saja setelah kematian Arsen dan Bagus. Dirinya tak berkomunikasi lagi dengan Sasmita, dia disibukkan dengan merawat Leana. "Vano," ucap Sasmita sambil mengangkat kepalnya. "Boleh kita bicara di taman? Ada hal yang harus aku sampaikan." Melihat keterdiaman Elvano, membuat Sasmita buru-buru menambahkan. "Tolong, ini sangat penting." Elvano menatap pintu di hadapannya, lalu kembali mengalihkan atensi pada Sasmita. Pada akhirnya dia mengangguk, membuat senyuman cantik Sasmita terbit seketik
Pernah sakit, tapi tidak sesakit ini.~Elvano Mahendra~●●●Elvano pernah merasakan sakitnya ditinggal saat lagi sayang-sayangnya. Bahkan mimpinya hancur tak tersisa ketika sang pujaan lebih memilih karir dibanding dirinya. Namun, mengapa kata-kata yang keluar dari perempuan polos itu sangat memukul telak hatinya? Bahkan jauh lebih sakit ketika Sasmita pergi dari hidupnya. Leana Pramita, perempuan polos yang dinikahi karena desakan dari keluarganya besarnya. Elvano tidak pernah berekspektasi jika kata-kata itu terlontar dari bibir Leana, karena selama ini perempuan itu terlalu polos dan lugu. 'Mari berpisah' adalah kalimat yang membuat gejolak amarah Elvano membara, Elvano sangat menjunjung tinggi sebuah komitmen. Dari dulu dia selalu berpegang teguh pada prinsipnya yaitu menikah hanya sekali seumur hidup. Tetapi nyatanya pernyataan Leana mampu membuat dirinya lepas kendali, bahkan Elvano membentak perempuan itu tanpa sadar. Ingatannya kembali terlempar saat perdebatan mereka yan
Kamu curang, di saat aku memutuskan untuk membuka hati. Justru kamu meninggalkanku dengan luka baru.Tidakkah kamu sadar jika dirimu begitu egois?Lantas ke mana aku mencari jejakmu untuk mengatakan betapa aku membutuhkanmu di sisiku.~Elvano Mahendra~●●● Elvano meremas cincin pernikahannya yang dia lepas ketika perang dingin bersama Leana. Pria itu terus menggigit bibir bawahnya, bahkan sampai rasa asin mulai menginvasi indra pengecapnya.Elvano tak pernah menyangka akan apa yang menimpanya. Siapapun tolong, bangunkan dia dari semua mimpi buruknya. Karena Elvano tahu, bahwa dirinya tak akan pernah sanggup jika ini sebuah kenyataan.Dia menolak semua berita yang ada, Elvano masih terus menampik semua yang terjadi, tidak mungkin Leana meninggalkannya secepat ini."Vano, istirahat, ya. Papa tahu kamu sudah sangat lelah." Hening, tak ada tanggapan dari sang empu. Alvaro yang melihat keadaan putranya menjadi tak tega, sejak kemarin pria itu tak kunjung bangkit dari duduknya. Bahkan p
Kini aku menyadari, kehilanganmu sama saja seperti membuatku mati secara perlahan.~Elvano Mahendra~●●●Jika ditanya apa yang paling Elvano sesali selama pernikahannya, dia akan dengan lantang mengatakan sikap cuek dan kurang pekanya. Betapa hebatnya perempuan itu mampu menyembunyikan rasa sakitnya seorang diri, padahal bisa saja Leana mengadu padanya akan sikap tak baik yang diterima selama ini. Namun, Leana memilih bungkam. Seolah-olah tidak ada yang mengganggunya selama ini. Sementara itu, Sania masih terpaku ditempatnya. Dia menatap Elvano dengan pandangan tak percaya. "Va-vano, bagaimana mungkin kamu menuduh Mama seperti itu?" ucapnya sarat akan kesakitan mendalam. Aliran sungai pun mulai mengaliri pipi tirusnya. Elvano memejamkan mata, perasaan sesak dan murka menghantam dadanya secara bertubi-tubi. "Aku menemukan cek beserta surat itu di lemari Leana, jelas-jelas pengirimnya atas nama Mama sendiri. Dan—" Dia menelan ludah susah payah. "Mama menyuruh Leana pergi dari hidupk
Alvaro meremas ponsel yang dia genggam, laporan dari tim yang ditugaskan untuk menggali informasi tentang Leana perlahan terungkap. Sudah enam bulan lamanya, dan dia baru menemukan titik temunya. Alvaro meyakini dalang di balik semua ini pasti bukan orang sembarangan. Mengingat jika kinerjanya sangat rapi dan teliti. Bahkan tim yang dibentuk Alvaro sangat kesulitan menggali informasinya. Lalu atensinya kembali berfokus pada pemuda di hadapannya. "Menurut kamu, kemungkinan besar Leana yang berencana untuk kabur?" Zion menghembuskan nafas berat, sebelum membuka suara. "Iya, Om. Karena tidak mungkin Leana mematahkan kartu debit serta membuang dompetnya. Dan mengganti ponsel serta hanya menyimpan nomor Mbok Sumi, apalagi itu dilakukan sehari sebelum kecelakan itu terjadi. Semuanya seolah-olah sudah direncanakan dengan matang." Alvaro mengangguk mengerti, karena semua yang dikatakan Zion benar adanya, mereka melihat sendiri cctv yang menampilkan semua aktivitas Leana sebelum kecelak