"Siapa yang memerintahkan mu untuk mendekatiku?" Daffin berkata dengan wajah yang menegang.Wajahnya pucat Pasih ketika mendengar pertanyaan Daffin. Ia tidak menduga, bahwa pria itu sudah mengetahui tentang hal ini. Dengan cepat Berliana menggelengkan kepalanya. "Cukup sudah kau membohongi aku Berliana." Daffin dengan sangat marah dan menendang keras ember yang berada dekat kakinya, hingga ember itu terpelanting ke dinding.Berliana begitu sangat takut ketika melihat kemarahan Daffin yang seperti ini. Selama mereka menjalin hubungan, tidak pernah pria itu marah seperti ini kepadanya. "Tidak ada yang memerintahkanku, Daf, percayalah " Ia berharap Daffin percaya dengan ucapannya."Siapa orang yang membantumu keluar dari permasalahan hutang?" Berliana menelan air ludahnya yang terasa amis karena luka di bibirnya. Mengapa, kau tidak bisa menjawab, Berliana?" tanya Daffin."Aku tidak pernah berhutang." Berliana berusaha mengelak."Kau dan ibu mu, bersekongkol menjual dua mobil milik
Daffin duduk di belakang kursi kemudi. Pria itu memijat pelipis keningnya. "Mengapa dia tidak mau mengatakan siapa orang yang telah memerintahnya. Aku lihat, sampai kapan kau mampu untuk bertahan Berliana. Aku yakin, dia tidak akan mampu bertahan dan pada akhirnya dia akan mengatakan kepadaku siapa orang yang sebenarnya sudah memerintahkannya.""Sudah sampai pak," ucap sopir yang membawa mobilnya. Daffin menganggukkan kepalanya dan kemudian turun dari dalam mobil. Pria itu bercermin di depan kaca jendela mobilnya, untuk melihat seperti apa saat ini wajahnya. Setelah yakin bahwa tampilannya sudah sempurna dan terlihat biasa-biasa saja, barulah ia melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah. Saat tadi akan pergi ke keluar, Hana begitu sangat biasa melepaskannya. tanpa ada curiga dan banyak tanya. Ia yakin saat pulang, istrinya pasti tidak akan menerornya dengan berbagai macam pertanyaan tentang Berliana. Disaat kondisi seperti ini, ia harus sangat berhati-hati ketika menghadapi istrinya. J
Dikemudikannya mobil menuju ke kos-kosan lama istri. Bila dalam kondisi seperti ini, sudah pasti Hana akan mencari tempat tinggal sementara. Kemudian besar tempat yang akan ditujunya, rumah teman-teman dekatnya. Daffin sudah mengetahui, Cinta adik satu kos Hana, yang paling dekat dengannya. Karena itu, tempat pertama yang akan didatanginya, adalah rumah kos-kosan tempat Hana dulu tinggal. Daffin turun dari mobil. Dengan sangat cepat, pria itu berjalan menuju rumah kos. "Assalamualaikum." Diketuknya pintu kosan yang dalam keadaan terbuka. Saat ini sudah hampir jam 9 malam. Ia masih memiliki waktu sebentar untuk bertamu. Lewat dari jam 9, pintu dan pagar di tutup. ya tahu aturan di kosan ini tidak boleh tamu laki-laki masuk ke ruang tamu dan tertempel peraturan di dinding."Waalaikumsalam, cari siapa bang?" jawab mahasiswi yang menjawab salam Daffin."Apa ada Cinta?" tanya Daffin."Oh kalau untuk Abang pasti adalah bang," jawab mahasiswi itu dengan tersenyum genit. Di saat malam sep
Begitu keluar dari dalam mobil, pria itu langsung menuju ke ruman Nara. Diketuknya pintu rumah yang saat ini sudah tertutup rapat. Bersyukur lampu di dalam rumah masih dalam keadaan menyala yang berarti, bahwa si pemilik rumah masih dalam keadaan terbangun. "Assalamualaikum Bu," ucap Daffin."Iya, Waalaikum salam, ada apa ya, mas Daffin?" Tanya mama Nara yang memang sudah mengenal Daffin, karena sudah beberapa kali datang ke rumahnya. "Saya ingin bertemu Nara sebentar Tante, apa boleh?" Tanya Daffin."Oh boleh, tunggu sebentar tante panggilkan." "Iya tante." Daffin sedikit tersenyum dan menunggu di teras rumah. "Abang Daffin cari Nara?" Nara tampak terkejut, ketika melihat suami sahabatnya datang di jam malam seperti ini."Iya Nara, abang mau tanya, apa Hana ada datang kesini?"Nggak ada bang, apa Hana pergi dari rumah?" Nara memandang Daffin.Daffin menganggukkan kepalanya. Tubuhnya lemah seketika. Harapannya pupus sudah, ketika mendengar jawaban dari gadis di depannya. Ia berha
Bab 115Satu persatu hotel mulai ditelusurinya. Namun sampai saat ini, tidak ditemukannya keberadaan Hana. "Ke mana lagi aku harus mencari. Ini sudah jam 02.00 malam, sedangkan aku tidak mendapatkan sedikitpun informasi tentang istriku. Daffin mengacak-ngacak rambutnya. Rasa bersalah, menyesal, hanya ini yang dirasakannya. Berulang kali mengutuk dirinya sendiri. Mengapa dulu ia memperlakukan istrinya dengan tidak baik. Mengapa dulu kalimat- kalimat yang menyakitkan diucapkannya untuk membuat istrinya tersakiti. Namun kini ia yang harus tersakiti dengan apa yang dulu dikatakan. Dikeluarkannya ponsel milik Hana di dalam saku celananya. Dipandangnya ponsel itu dan kemudian membuka kunci ponsel dengan sidik jarinya.Daffin mengecek panggilan terakhir yang dilakukan Hana. Panggilan terakhir sore, saat Hana menghubunginya. Kemudian panggilan untuk pengawal Nia, sore.Hatinya sungguh tidak tenang. Ia mulai mengecek isi ponsel istrinya. Namun tidak ada satupun petunjuk yang bisa diambilnya.
Daffin terbangun dan memandang jam digital di dalam mobilnya. Tangannya memegang kepala yang terasa sakit dan berat. "Papi yakni, akan bisa menemukan kalian. Papi yakin, anak-anak Papi sedang bermain dengan mami. Kalian pasti sedang menunggu papi. Kalian apa sudah makan nak?Apa pagi ini, mami sarapannya banyak?" Daffin begitu sangat mencemaskan istri serta kedua calon anak-anaknya. Ia kembali melanjutkan mencari istrinya. Meskipun kepalanya terasa begitu sakit dan juga berat, namun semangatnya tidak akan pernah hilang. Daffin mengendarai mobilnya menuju ke hotel selanjutnya mobil hitam yang dikemudikannya, berhenti di sebuah hotel kelas biasa. "Hana orangnya sangat sederhana, pasti dia mencari hotel yang sewanya murah." Daffin mengingat seperti apa sifat istrinya. Hampir semua hotel mewah di datanginya, namun tetap saja tidak menemukan istrinya di sana.Dengan cepat, ia turun dari dalam mobil dan langsung menuju ke dalam hotel. "Permisi mbak, saya ingin mencari tamu yang bernama
Nara dan Fatan duduk di sebuah restoran yang berada di hotel tempat terakhir kali mereka mencari keberadaan Hana. Kini mereka sedang makan siang berdua. "Seharusnya aku pakai baju yang cantik, jadi pas makan di restoran seperti ini, nggak malu-maluin." Nara memandang Fatan. Semalam, ia pergi dengan buru-buru tanpa mengganti piyama tidur yang dipakainya. Hingga sampai sekarang Nara masih memakai piyama tidur. Namun karena dinginnya di dalam mobil yang memakai AC, membuat dirinya tidak tahan dan pada akhirnya Fatan meminjamkannya jaket.Fatan tertawa ketika mendengar ucapan gadis tersebut. "Bila orangnya cantik, mau pakai baju apa aja, tetap cantik," jawabnya."Abang bukan orang pertama yang berkata seperti ini." Nara tersenyum dengan lebar.Fatan diam memandang gadis itu ternyata begitu sangat narsis dan memiliki percaya diri yang tinggi."Setelah selesai makan siang ini, kamu pulang saja. Aku akan melanjutkan mencarinya sendiri." Fathan memandang Nara yang sedang memakan nasi dan s
"Akhirnya dia mau berbicara. Tapi aku sedang tidak ingin mengurusnya." Daffin merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Ia seakan sudah tidak perduli dengan Berliana. Kehadiran wanita itu, hanya untuk merusak kebahagiaannya. Dulu, disaat ia benar-benar cinta dan akan menikahi Berliana, wanita itu pergi di saat hari pernikahan sudah hitungan hari. Sekarang, disaat dirinya sudah bahagia bersama dengan istrinya, wanita itu kembali dan membuat istrinya pergi meninggalkannya. "Sebenarnya, apa motif dia berbuat seperti ini?" Daffin mulai berfikir. "Ah sudahlah, aku akan tanya langsung dengan dia, nanti. Sekarang biar saja, dia menikmati berada di ruangan itu. Aku tidak perlu datang ke sana dengan terburu-buru." Saat ini yang dibutuhkannya, beristirahat sejenak. Ia harus memiliki tenaga dan tubuh yang sehat, agar bisa kembali mencari istrinya. Bagi Daffin, Hana jauh lebih penting dan berharga, dari Berliana.Berada di dalam kamar ini, membuat dirinya begitu sangat merindukan istrinya. "Sel