Jantungnya berdegup dengan sangat hebatnya, ketika melihat sosok pria yang begitu sangat dirindukannya. Lebih 5 bulan tidak melihat Daffin, rasanya begitu sangat rindu. Pria itu tetap terlihat ganteng dan gagah seperti dulu ketika ditinggalkannya. Wajahnya yang tadi begitu sangat kesal dan marah saat berbicara dengan Hana, kini tersenyum manis ketika Daffin memandang ke arahnya.Dengan cepat, ia beranjak dari duduknya. Diberikannya senyum termanis untuk pria yang saat ini memakai helm di kepalanya. Ia berlari mengejar Daffin dengan mengambang tangannya. "Daf, aku merindukan mu." Kalimat awal yang lolos dari bibirnya. Rasanya sudah tidak sabar untuk memeluk tubuh pria yang dirindukannya. Tampilannya yang cantik, modis dan menggoda seperti ini, sudah pasti akan memikat hati Daffin. Berbeda terbalik dengan adik tirinya, yang sudah terlihat mulai semok dan hanya memakai daster rumahan saja. "Dia akan lebih tertarik kepada ku, dari pada kau Hana."Kalau tidak memikirkan kondisi kandungann
"Kenapa kamu tega, bahkan kamu tidak memandangku, tidak menegurku." Berliana berkata di dalam hati. Ia hanya berdiri dan diam ketika melihat Daffin yang pergi bersama dengan istrinya ke kamar. Berliana kembali duduk di sofa dan menikmati rasa sakit hingga ulu hatinya."Aku yakin, kamu bersikap seperti ini karena di depan Hana. Aku yakin, bahwa kamu sangat mencintai aku. Aku tidak tergantikan oleh siapapun." Rasa sakit dihatinya hilang seketika, saat membayangkan bahwa sikap Daffin seperti ini, hanya sekedar sandiwara.Daffin masuk ke dalam kamar sambil memegang tangan istrinya. Wajah yang tadi begitu sangat manis tersenyum untuknya, kini sudah berubah menjadi sosok yang sangat mengerikan yang menatapnya dengan tajam."Kenapa marah sih sayang." Daffin mengusap kepala istrinya.Hana tidak mungkin menceritakan semua yang diucapkan Berliana tadi kepadanya. Kini hatinya hanya merasa sakit, ketika memandang suaminya. Rasa cemburu, rasa takut akan kehilangan, rasa takut dicampakkan, sunggu
Daffin keluar dari kamar bersama dengan Hana. Diruang tamu ini, hanya ada Nia, yang duduk di sofa sambil memandang ponselnya. Ia sudah tidak melihat keberadaan Berliana di ruang tamu. "Apa dia sudah pergi?" Katanya dalam hati. Namun ia tidak berani untuk bertanya langsung kepada pengawal pribadi istrinya.Nia yang menyadari kedatangan Daffin dan juga Hana, dengan cepat beranjak dari duduknya. Wanita bertubuh tegap itu, berdiri tidak jauh dari sofa yang tadi didudukinya. "Mbak Nia, dia mana?" tanya Hana yang memandang pengawal pribadinya."Sudah pulang ibu." Nia tersenyum tipis.Mulut Hana membulat ketika mendengar ucapan pengawal pribadinya. Ia sangat senang ketika melihat Berliana yang tahu diri dan mau pergi tanpa harus diusir. "Ternyata si ulat bulu tahu diri juga ya, mau pulang tanpa diusir." wajah Hana masih tampak kesal.Di saat kondisi seperti ini, ia harus sangat berhati-hati untuk berbicara. Bila tidak, maka Hana pasti akan salah paham. Pada akhirnya, Daffin memilih untuk dia
Berlian keluar dari dalam lift dan langsung berjalan menuju ke kamarnya dengan memegang dinding. Dibukanya pintu apartemen dengan menekan tombol di samping pintu."Berli, sudah pulang." Susi senang melihat putrinya yang sudah masuk kedalam apartemen.Berliana menangis historis ketika mendengar pertanyaan dari mamanya."Ada apa nak? Kenapa Berli nangis seperti ini?" Susi tidak mengerti."Aku tidak terima ma, bila Hana bahagia. Seharusnya aku yang menjadi istri Daffin, bukan dia." Berliana berkata dengan nada suara yang tinggi."Apa maksudnya?" tanya Susi."Di depan mata aku, dia mencium wanita siluman itu. Dia dengan sangat teganya menunjukkan kemesraannya." Ia menangis dan menutup matanya dengan kedua tangannya.Darahnya mendidih ketika mendengar cerita putrinya. Sebagai seorang ibu, ia tidak terima bila putrinya diperlakukan seperti ini. "Daffin itu hanya marah nak. Mama yakin dia sangat mencintai kamu dan bila dia marah seperti ini, itu tandanya dia mencintai kamu. Apa yang dilakuk
"Hati-hati," jawab Hana yang kemudian tersenyum." Meskipun tahu Daffin saat ini sudah membohonginya, namun tidak bisa mengatakan apapun. Ia hanya merasakan sakit di hatinya."Iya sayang, Abang cuma sebentar. Adek istirahat aja ya, jaga anak-anak." Daffin tersenyum dan mengusap perut istrinya. Diciumnya perut Hana kiri dan kanan seperti yang selalu dilakukan. "Iya, Abang harus jaga kesehatan, ingat jangan terlalu capek. " Hana berusaha menahan air matanya yang siap menetes. Hatinya terasa begitu sangat sakit ketika melihat sikap Daffin yang seperti ini. Mengapa pria itu tidak mau jujur kepadanya. "Iya sayang, sudah pasti." Daffin tersenyum dan kemudian pergi. Dipandangnya punggung lebar suaminya yang semakin menjauh dan menghilang di balik pintu. "Meskipun Abang tidak mengatakan kepada Hana, kalau abang akan menemui Berliana, tapi Hana tahu, Abang akan menemui dia." Tangisnya pecah, ketika membayangkan suaminya yang akan menemui mantan calon istrinya.Kepercayaan yang telah dico
"Apa mungkin ada orang yang ingin menagih hutang kepada ku? Seingat ku, semua hutang yang dulu aku buat sudah aku bayar semua."Berliana menangis. Bayang akan peristiwa yang menyeramkan dimasa lalunya, kini melintas kembali dipandangnya. Ia pernah dikurung di dalam gudang selama tiga hari. Pada waktu itu, Berliana mencoba untuk lari dari kolektor. Namun nasibnya begitu sangat malang, karena debkolektor berhasil menemukannya. Sikapnya yang seperti ini, membuat debkolektor begitu sangat marah dan juga kesal. Debkolektor itu mengurungnya di dalam sebuah gudang. Mereka mengancam akan dibunuh, bila tidak mampu membayar hutang. Mengingat ini semua membuat dirinya begitu sangat ketakutan. Tidak ada sedikitpun penerangan di dalam ruangan ini sehingga dirinya tidak bisa melihat apa-apa. Berulang kali dicobanya untuk memandang apa saja yang terlihat, namun tetap saja tidak ada yang bisa untuk dilihatnya. "Mama, aku takut, mama tolong aku." Ia duduk dengan menekuk kan kakinya. "Jika sea
Didalam ruangan ini sendiri, sungguh membuatnya takut. Berbagai macam pikiran negatif kini mulai menggerogoti pikirannya. "Bagaimana bila aku dikurung di sini hingga sampai berhari-hari, bahkan hingga berminggu-minggu dan berbulan-bulan, tanpa ada yang tahu. Apa itu artinya, hidup ku akan berakhir disini dan membusuk di ruangan yang penuh dengan tikus seperti ini." Berliana menangis histeris, ketika membayangkan betapa menyedihkannya hidupnya yang harus berakhir di dalam gudang yang dipenuhi tikus seperti ini."Sebenarnya apa maunya?Mengapa dia melakukan hal ini kepadaku. Sebenarnya apa salahku kepadanya?Padahal selama ini, aku paling jarang menegurnya." Pertanyaan demi pertanyaan selalu saja dilontarkannya. Namun sampai saat ini, dirinya tidak menemukan jawaban dari semua pertanyaan sederhana tersebut.Ia hanya sibuk dengan pikirannya sendiri dan terus menangis. "Daf tolong aku Daf. Lihat apa yang dilakukannya terhadapku." Di saat kondisi yang seperti ini, dirinya begitu sangat be
Berliana menjerit ketika tubuhnya disiram asisten pribadi Daffin. "Ini sangat dingin," ucapnya ketika merasakan tubuhnya yang mengingil setelah air es menguyur seluruh tubuhnya. "Aku hanya menyuruhnya untuk menyirammu dengan air. Aku tidak mau tahu, dia memakai air apa. Bila dia menyirammu dengan air cabe sekalipun, itu bukan urusanku," ucapnya datar. "Apa semua ini kamu yang merencanakannya Daf?" Berliana menatap Daffin. Meskipun sudah tahu bahwa ini semua Daffin yang merencanakannya, namun tetap saja ia bertanya untuk meyakinkan dirinya. Daffin tertawa ngakak ketika mendengar pertanyaan bodoh dari Berliana. Bukan hanya dirinya saja yang tertawa saat ini, namun juga asisten pribadinya ikut menertawakan Berliana.Berliana diam layaknya orang bodoh, ketika ditertawakan seperti ini. Sepertinya tidak ada yang salah dengan pertanyaannya. "Apa kau mengira bahwa kedatanganku ke sini untuk menyelamatkanmu?" Daffin tersenyum tipis.Berliana menganggukkan kepalanya."Kau terlalu percaya
Hana hanya diam saat kalung indah itu melingkar di lehernya. "Abang, beneran ini?" Tanyanya yang masih tidak percaya. "Iya sayang, nanti kasih Abang bonus ya." Daffin tersenyum dan mengangkat 3 jarinya.Mata Hana terbuka lebar saat melihat tiga jari suaminya. "Maksudnya 3 ronde?" Wanita cantik itu bertanya dengan wajah serius."Iya dong sayang," jawab Daffin.Hana diam dan menelan air ludahnya. Namun wanita itu tidak mampu untuk menolak, berhubungan apa yang diberikan Daffin tidak sebanding dengan apa yang dia inginkan. "Jangankan 3, 10 aja Hana layani bang," kata Hana dengan candaan.Namun berbeda dengan tanggapan yang diberikan Daffin. Pria itu ternyata mengganggap apa yang dikatakan istrinya serius. "Kalau gitu sampai pagi ya sayang." Dengan sangat genit Daffin mengedipkan matanya.Hana diam dan menelan air ludahnya. Mengapa dia berkata seperti itu sehingga Daffin salah mengartikan. "Emang sanggup?" Dengan bodohnya Hana bertanya dan terkesan menantang sang suami. "Ya jelas sanggu
Hana begitu sangat menikmati liburnya di kota Dewata Bali. Sesuai dengan apa yang di katakan Daffin, ini merupakan perjalanan bulan madu pertama mereka setelah menikah. Ia memiliki waktu berdua dengan sang suami. Sedangkan kedua anaknya diasuh nenek, kakek dan baby sitter nya. Mama mertuanya benar-benar memberikannya waktu untuk berbulan madu. Hana tersenyum malu-malu ketika melihat Daffin menatapnya. "Kalau ada si kembar pasti lebih asik," ucapnya untuk menghilangkan rasa canggung. Meskipun sekarang mereka sudah memiliki dua bayi kembar, namun tetap saja Hana merasa canggung jika Daffin menatapnya tanpa berkedip."I love you," jawab Daffin dengan menyelisikan jari telunjuk dan jempolnya.Hana tertawa ketika melihat tingkah suaminya. "Lain yang dibilangin lain yang dijawab," ucapnya yang tersenyum malu."Emangnya tadi bilangin apa?" tanya Daffin yang mengulum senyumnya."Andaikan ada si kembar disini, pasti asik." Hana kembali mengulang ucapannya."Mana boleh si kembar datang kesini.
Udara yang tadi terasa dingin kini sudah berangsur menghangat dan matahari sudah mulai mengeluarkan panas paginya yang menyehatkan.Hana masih sangat nyaman dengan duduk di tepi pantai bersama bersama dengan Daffin. Dengan sangat manja menyandarkan kepalanya di bahu sang suami."Sayang, Abang mau ke kamar, ambil si kembar. Kalau nunggu bangun, takutnya nanti terlalu siang dan keburu panas." Daffin tersenyum dan mengusap kepala istrinya."He... He.... Tahu aja kalau Hana lagi malas berdiri," ucapnya dengan tersenyum. Sejak tadi ia begitu malas untuk beranjak dari duduknya. Duduk di tepi pantai, melihat air omba yang saling berkejaran, membuat hatinya tenang. Dalam waktu sebentar saja permasalahan yang selama ini menghimpit dadanya berangsur-angsur terlupakan."Mami si kembar malasnya level tinggi." Daffin tersenyum dan beranjak dari duduknya. Panas pagi seperti ini sangat dibutuhkan oleh kedua anaknya, karena itu mereka sudah berniat untuk menjemur si kembar setiap pagi, selama berad
Udara pagi terasa sangat segar ketika masuk ke lubang hidung dan mengisi paru-parunya. Hana berulang kali menarik napas yang panjang dan menghembuskan secara berlahan-lahan. Pagi ini dia menikmati segarnya udara pagi di tepi pantai. Matahari yang mulai terbit, menambah indahnya suasana pagi ini.Daffin menggenggam tangan istrinya. Pria berwajah tampan itu tersenyum ketika melihat rona bahagia yang terpancar di wajah ibu dua anak tersebut. "Nanti kalau si kembar sudah bangun pasti dia senang ya lihat pantai." Hana tersenyum. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi Kiandra dan juga Keyzia saat melihat keindahan pantai seperti sekarang. "Pasti minta masuk ke dalam air." Daffin tertawa. Baru saja membayangkan saja sudah membuat ia gemas sendiri. Si kembar sudah sangat pintar bermain. Apalagi jika diajak bermain air. Biasanya bayi kembar itu tidak akan mau keluar dari dalam air dan mami mereka akan kesulitan ketika membujuk kedua bayi kembarnya agar mau berhenti berendam. Daffin bis
Berliana mendongakkan kepalanya ke atas dan memandang langit yang sudah semakin gelap. Mungkin sebentar lagi hujan akan kembali turun. Angin yang berhembus kencang, membuatnya sedikit takut. "Mama, tenanglah di sini. Mau seperti apapun mama, aku akan tetap selalu menyayangi mama. Mama, aku pamit pulang, Aku juga akan pergi meninggalkan Indonesia, dalam waktu 3 bulan ini. Jadi mungkin aku tidak datang ke sini untuk melihat mama. Tapi aku janji, aku akan langsung ke sini, setelah aku kembali dari Korea. Aku akan menuruti semua yang mama katakan. Aku juga sudah mendapatkan identitas baru. Aku sudah tidak menjadi Berliana lagi." Diusapnya air mata yang mengalir deras. Semua kisah hidupnya, semua cerita indah tentang kebersamaannya dengan sang mama, akan disimpan di dalam memori ingatannya. Berliana sudah mendapatkan kabar dari pria yang membantunya membuat identitas baru. Pria itu mengabarkan bahwa identitas barunya sudah selesai. Itu artinya, ia sudah bisa pergi meninggalkan Indonesia.
"Selamat tidur anak ganteng mami." Hana tersenyum dan mencium pipi bulat Keandra kiri dan kanan. Ia juga mencium bibir kecil bayi laki-laki tersebut.Selamat tidur sayang mami yang cantik jelita." Hana tersenyum dan mencium pipi kiri dan kanan, bayi cantiknya. Di mata ibu dua anak itu, anak-anaknya makhluk yang paling sempurna. Keandra yang terlihat begitu tampan dan Keyzia yang tampak begitu sangat cantik. "Kenapa ya, kalau cium adek nggak pernah ada puasnya. Mami ngerasa selalu aja kurang." Hana tersenyum sambil menatap wajah cantik putrinya. Meskipun kedua anaknya sudah tidur, namun Hana tetap saja berbicara, seakan kedua bayi itu mendengar apa yang dikatakannya. Ia kembali mencium kening dan juga puncak kepala bayi yang berambut tebal tersebut. "Abang Kean, jangan nakal ya sama adek. Jangan digigit kuping, jangan disedot hidung dan juga pipi adek ya." Hana tersenyum memandang Keandra. Sebenarnya ia ingin memisahkan tempat tidur kedua bayi itu, namun jika tidur ditempat tidur ter
Bian tersenyum penuh kepuasan ketika melihat hasil persidangan Susi. "Manusia iblis," ejeknya. Selama beberapa minggu ini pria itu selalu mengikuti perkembangan kasus Susi. Dan hari ini dia begitu sangat bahagia karena mendengar keputusan hakim. Wanita itu membayar perbuatannya dengan nyawanya sendiri. Diambilnya telpon genggam yang terletak di atas meja. Ia langsung menghubungi nomor ponsel yang tersimpan di kontak telepon. Nomor ponsel yang selalu akan disimpannya. Suara panggilan telepon yang dilakukannya baru di angkat di panggil yang sudah ketiga kalinya. Biasanya Bian akan marah jika panggilan telepon yang dilaksanakannya diabaikan begitu saja. Namun saat ini, ia tidak marah, mungkin karena suasana hatinya yang sangat senang. "Halo." Suara serak yang menjawab telpon darinya, menandakan si penjawab telpon sedang menangis. "Pantas saja kamu bisa seperti ini Berliana, ternyata kamu keturunan iblis, betul nggak sih." Senyum penuh kemenangan terukir di wajah tampannya.Berliana
"Hana mau dengar semuanya ma." Hana memandang punggung Susi yang membelakanginya.Saya juga pernah merencanakan agar para preman melakukan perbuatan asusila kepada Hana. Setelah mereka puas dengan tubuhnya saya meminta agar menghabisi nyawanya. Karena apa Saya ingin terkesan seperti korban kejahatan preman yang mabuk. Namun nyatanya Hana tidak pulang ke rumah karena dia menginap di rumah teman sekolahnya. Dan hal itu sudah saya lakukan berulang kali. Namun selalu saja gagal dan pada akhirnya saya membatalkan rencana tersebut.Hana memegang dada yang terasa begitu sangat sakit dan sesak. Tidak terbayang olehnya ternyata wanita yang dinikahi ayahnya memang benar-benar iblis."Saya bahkan tidak pernah menyesal karena menghilangkan nyawa suami saya yang kebetulan bodoh itu. Karena jujur, saya tidak pernah mencintainya. Saya menikah dengan dia, hanya untuk mendapatkan harta dan uangnya. Dan semua itu karena dia yang terlalu bodoh dan terlalu berharap lebih kepada saya. Karena nyatanya, say
"Mama Berliana berlari dan memeluk Susi dengan erat. Air mata kesedihan tidak bisa di tutupinya. Susi tersenyum dan mengusap punggung putrinya. Senyum yang ditunjukkan sebagai bukti bahwa dirinya baik-baik saja. "Mama baik-baik aja nak.""Mama aku sungguh tidak sanggup." Berliana berkata di tengah isak tangisnya. Menyaksikan persidangan sang mama, sungguh membuat tubuhnya lemas dan tidak sanggup untuk menerima kenyataan pahit atas hukuman yang akan diterima oleh wanita yang sudah melahirkannya. Namun yang lebih membuat hatinya terasa sakit dan juga perih, ketika tidak bisa membela mamanya sama sekali. Ribuan kata makian untuk menghakimi perbuatan Susi. Mereka terlalu pandai untuk menilai dan menghakimi kesalahan yang orang lain lakukan. Ingin rasanya Berliana marah dan menangkis semua perkataan orang-orang itu. Namun apa yang dikatakan mereka benar. Semua fakta tidak bisa di pungkiri. Pada akhirnya dia berusaha untuk tuli dan tidak mendengarkan. Meskipun kenyataannya, apa yang dikat