jangan lupa vote dan komen ya Kakak Terima kasih untuk Top Fans minggu ini... 1. Lussy Alya 2. Ajhen Ashar 3. Mohammad Ikhfan B Pertahankan posisi kalian sampai batas pengumuman event "Cinta Membara Penyelamat Nyawa" Ya... Akan ada hadiah merchandise menarik untuk 3 Top Fans di akhir periode. Full Cinta, From Qeqe Sunarya
Raya mengangguk setuju. Mereka pun mulai membungkus hadiah yang akan diberikan Raya pada Andro. Sebuah kotak berisikan test pack dan foto USG. Saat Oma dan Raya merencanakan semua itu, Jeta memasak makan siang untuk keduanya sesuai pesanan mereka. Melihat Oma dan Raya saling berbagi canda, membuat Jeta ikut bahagia. Dia bahagia melihat majikannya mendapatkan kebahagiaan yang dia cari selama ini. Terlihat jelas bagaimana cara Oma memperlakukan Raya, terlihat jika dia sangat menyayangi Raya. Majikannya itu selama ini sangat mencari sekali sosok yang kemudian hari bisa menjaga cucunya, dan sekarang ia menemukannya. Hari selanjutnya, setelah pemeriksaan kehamilan, Raya minum susu untuk ibu hamil sambil menunggu Andro pulang dari bekerja. Tepat saat dia sedang minum, suaminya datang. “Selamat malam, Sayang. Maaf aku terlambat,” ucap Andro memeluk Raya dari belakang sambil menciumi leher istrinya itu. Raya masih meminum susunya. Dai segera menghabiskannya sebelum Andro membuatnya tersed
“Sayang, malam ini aku akan pulang terlambat. Jika butuh sesuatu hubungi saja Hans.” Raya yang baru saja membuka matanya mengerutkan kening. “Kau sudah rapi.” Itu pernyataan, bukan pertanyaan. Raya baru saja bangun, dia mendapati Andro sudah sangat rapi dan siap untuk berangkat bekerja. Itu membuatnya menyadari kalau ini sudah pukul setengah sembilan. Raya segera duduk, dia mengapit selimut di tubuhnya. “Kenapa tidak membangunkanku?” “Kau tenang saja,” ucap Andro sambil menunduk, memberikan ciuman di bibir istrinya. “Tidur saja lagi, aku sudah meminta Pak Sam menyiapkan sarapan untukmu. Istirahatlah. Kau ingin minum susu?” Raya menggeleng. “Kau sudah sarapan?” Andro mengangguk, dia kembali fokus memakai dasinya. “Aku tadi minta Jeta membuatkan roti untukku dan juga untukmu. Tapi karena aku tahu kau sedang suka makan pancake, aku minta Pak Sam membuatkannya untukmu.” “Terima kasih.” “Bisakah aku mendapatkan ciuman darimu?” Andro menyodorkan pipinya yang sudah bersih dari jambang.
Di rumah, Raya makan siang seorang diri tadi Andro mengirimkan pesan dan mengatakan kalau dirinya tidak bisa pulang untuk makan siang di luar. Jelas itu membuat perasaan Raya yang sedang sensitif kembali menangis, dia sesenggukan di atas tempat tidurnya sampai akhirnya tertidur sendiri Raya sadar dirinya terlalu akan hal kecil seperti ini. Dia terlalu sensitif akhir-akhir ini, tapi Oma juga mengatakan semua itu normal. Sambil makan siang, Raya membaca buku bisnis milik andro. Pengetahuan bahasa ingris Raya semakin hari semakin meningkat. Raya merasa jika kemauan belajar yang datang dari diri sendiri lebih efektif daripada belajar bersama tutor atas kehendak orang lain. Tak terasa satu buku selesai ia baca sembari makan. Namun masih banyak buku lain yang belum ia baca.” Raya membuka ponselnya dan melihat video pelajaran bahasa Inggris sampai video yang ia tintin berhenti karena Oma menelepon dari kamarnya. Raya segera mengangkatnya. “Oma!” “Astaga!” Oma ikut berteriak. “Kenapa mata
“Selamat datang,” ucap Raya menyambut kedatangan suaminya, seperti biasa dia menunggu suaminya untuk makan malam. “Hai, Sayang,” ucap Andro mendekat dan memberikan ciuman di bibir Raya. Terlihat Andro yang sedikit ragu, terlihat bingung untuk mengatakan sesuatu ketika melihat meja makan yang masih rapi dan penuh dengan makanan, membuat Raya kebingungan. “Ada apa?” “Sayang, aku rasa kau tidak membaca pesanku.” “Pesanmu?” Raya bergegas mengambil ponselnya yang sedang diisi daya. Melihat dua pesan yang Andro kirimkan. Matanya menatap lama pesan singkat yang menjelaskan bahwa akan dia akan makan malam bersama investor. “Kamu sudah makan?” “Aku tidak keberatan kalau harus makan lagi, asal bersamamu.” “Tapi kamu pasti sudah kenyang tadi,” ucap Raya sambil melihat foto yang dikirimkan Andro di pesan singkatnya. Meja Andro penuh dengan hidangan laut, sialnya saat ini menu makanan di rumah juga kerang dan cumi goreng. “Tidak apa-apa, Sayang, aku bisa memakannya tanpa nasi.” “Tidak usah
Ini adalah hari yang situnggu-tunggu oleh Raya, dia akan memberi kejutan untuk suaminya bersama Oma. Saat bersiap di rumah, Raya menelepon Oma yang masih dikamarnya. “Oma, kita berangkat bersama?” “Sayang, maafkan Oma, barusan Oma diare, kau duluan tidak apa-apa?” “Astaga, lekas sembuh Oma. Aku tidak apa-apa. Nanti Raya akan segera pulang bersama cucu Oma.” “Oke, Oma tunggu kalian. Jangan lupa ambil kue di toko Cherry, Oma memesannya atas nama Nyonya Andromeda.” Raya melihat hadiah di dalam kotak kecil sudah ada di dalam tas miliknya. Berarti sekarang tugasnya hanya tinggal mengambil kue. Hans sudah siap d bawah seperti biasa. “Selamat siang, Nona.” “Selamat siang, Sekretaris Hans.” Raya masuk ke dalam mobil. “Kita ke toko kue lebih dulu, ya Hans.” “Baik, Nona.” Di perjalanan, Raya ingat bagaimana pagi dan malam tadi Andro menyinggung soal ulangtahun, dan dirinya sengaja pura-pura lupa untuk hal itu. Raya ingin semuanya menjadi kejutan. Saat masuk ke dalam toko kue, hans me
Raya menyimpan di meja sekretaris Andro dan mulai memasang lilin di sana. Setelahnya dia membawanya menuju pintu ruangan Andro. Sayangnya, pintu itu tidak tertutup rapat, membuat Raya mendengar suara tawa Prabu di dalam sana. “Woho! Ha ha ha ha! Kau menang Kakak. Selamat, ini sudah lebih dari enam bulan. Kau hebat, kata-katamu terbukti. Istrimu masih bertahan di sisimu.” Raya menegang disana. “Ini artinya aku menang taruhan denganmu lagi?” “Ya, Kak. Kau selalu menang, aku bahkan gagal menikah tahun ini. Selamat, kau mendapatkan kapal pesiarku.” “Kapalnya sudah aku ambil.” “Aku tahu, itu milikmu.” Seketika itu pula Raya merasa pusing, mula dan sesak. Penglihatannya tidak bisa fokus. Menelan semua kepahitan yang ada. Kenyataan bahwa Andro pernikahan mereka hanyalah taruhan Andro demi mendapatkan kapal pesiar. Raya merasa bingung, marah dan ingin berteriak. Jadi selama ini, ini alasan Andro setuju menikahinya menggantikan Yarina. Perasaan itu dia telan semua sendirian, sampai akh
Perlahan, pemilik bulu mata lentik itu membuaka matanya. Dia merasa silau dengan sinar matahari, sampai tangan Raya otomatis menyentuh perutnya yang datar. Saat itulah Andro yang senantiasa siaga di samping Raya tersenyum. “Sayang, kau sudah sadar?” “Bayiku?” “Mereka baik-baik saja,” ucap Andro mencium tangan Raya yang masih dia genggam. Sadar akan apa yang terjadi, Raya menarik tangannya dari Andro dan mendudukkan dirinya seketika. Wajah Raya memperlihatkan jelas ketakutannya. “Sayang, tenanglah. Ada apa?” “Pergi! Pergi kamu laki-laki jahat!” “Sayang, tenang!” “Aa! Jangan sentuh aku!” Raya histeris saat Andro hendak menyentuhnya, air matanya jatuh mengingat apa yang telah diperbuat laki-laki itu. “Sayang…” “Berhenti memanggilku seperti itu, kamu jahat!” Teriak Raya dengan air mata yang terus mengalir. Tatapan matanya memperlihatkan rasa sakit yang amat mendalam. “Raya…” “Keluar!” “Dengarkan penjelasanku dulu.” “Keluar!” “Aku mohon.” Tangan Andro terus ditepis, Raya eng
“Raya benci Andro, Oma.” “Oma tahu Sayang, Oma tahu. Oma tidak akan membelanya, sekarang yang kau perlukan hanyalah sembuh lebih dulu, pulihkan tenaga supaya bayi mu sehat. Ingat, kau sedang mengandung.” Raya diam tidak memberikan banyak respon, yang mana membuat Oma memilih untuk memberi ruang padanya. Oma duduk di sofa yang ada di kamar itu, menatap Raya yang tak bergerak seperti mayat hidup. Raya berjalan ke kamar mandi di tuntun oleh Jeta. ketika Raya masuk dan Jeta menunggu di luar, Oma memnaggil Jeta. “Jeta, apa dia mengatakan sesuatu padamu?” “Hanya beberapa kalimat tentang bagaimana dirinya membenci tuan muda, Nyonya.” Oma menarik napas dalam. “Apa yang harus kulakukan? Aku tidak ingin keduanya berpisah, tapi aku mengerti perasaan Ria. Dai pasti sakit hati.” “Saran saya, Nyonya Besar. Anda bantu pertemukan mereka sebentar saja. Beri pengertian pada Nona Muda agar mendengarkan penjelasan dari Tuan Muda.” Oma berdecak. “Aku saja enggan mendengar penjelasan bodohnya, apal