Jangan lupa vote and komen ya kakak Terima kasih untuk kakak kakak Top Fans minggu ini !. Lussy Alya 2. Ajhen Ashar 3. Bruno yang lain juga ya.... jangan lupa vote teruuus.
“Huam…” Raya menguap dan menarik selimut menutupi wajahnya. Sinar matahari masuk melalui jendela kamarnya yang sudah terbuka, bias cahayanya jatuh ke atas tempat tidur. Menghangatkan ruangan. Raya menggeliat pelan di bawah selimut. Terdengar suara pelan dari sana. Dia menggeliat lagi, menarik selimut dan menggulungnya dengan badan lalu bergoyang ke kanan dan ke kiri. Mengumpulkan separuh nyawanya dengan cara ini. “Kau sudah bangun?” Suara Andro terdengar berat di pagi hari. Raya menjatuhkan selimutnya ke lantai karena terlonjak kaget, dia mengambil bantal menutupi dirinya lalu mengintip. “Sayang.” Memanggil Andro dengan suara pelan, memastikan kalau itu benar suaminya. Mata Raya memindai sekitarnya, dia terheran. Aku dimana? Bukankah semalam aku ada dikamarku? Dan seharusnya aku juga sendirian karena aku mengunci pintunya. Raya panik, berusaha mengingat kejadian semalam. Raya masih mengintip di balik bantalnya. Suaminya sedang duduk di sofa memakai jubah handuk. Raya menggoyang
“Bagaimana kalau kita mulai dari sini.” menunjuk dada telanjang Raya dengan jarinya. Habislah aku! Tanpa aba-aba Andro meremas dada Raya, remasannya lembut. Namun mematikan bagi wanita itu. Andro mendekatkan wajahnya, meraih pinggang Raya untuk menariknya agar tak berjarak dengannya. Saat tangan Andro masih terus meremas lembut dada Raya sebelah kanan. Kini bibir Andro mulai mendekat, “aku harus memberimu pelajaran.” Bibir laki-laki itu pun begitu lembut melumat bibir Raya. Raya semakin tak kuasa menahan gejolak di dirinya ketika jemari Andro mulai memilin pucuk dadanya. “Akh!” Bibir itupun tak kuasa meloloskan suara pekikkan, membuat Andro semakin gemas dan menurunkan bibirnya ke titik sensitif dada Raya. Melumat dan menghisapnya penuh penghayatan. “Ssh!” sekali lagi Raya kelepasan. Seketika ia menutup bibirnya. Tapi suara-suara yang keluar dari bibir Raya tak bisa ditarik kembali, dan semua itu membuat hasrat Andro semakin menjadi. Respon otaknya membawa jemari miliknya untuk
Entah kenapa, tiba-tiba Andro meminta Pak Sam untuk menyiapkan makan malam di ruang kerja saja. Dia dan Raya akan makan malam disitu.Saat makanan sedang dihidangkan, Raya kembali diam dan berargumen dalam isi kepalanya sendiri. Andro yang melihatnya, mendekat untuk bicara dengan istrinya itu.“Aku butuh penjelasan, Raya.”“Terima kasih Pak Sam,” ucap Raya pada Pak Sam yang telah selesai menyiapkan makanan.Pak Sam menunduk untuk pamit dan segera pergi dari ruang kerja Andro.“Ayo kita makan.” Raya menyendok nasi ke dalam piring Andro.Yang Andro tidak suka, Raya terlihat ceria bersama Radit, tapi bersamanya Raya terlihat dingin dan masa bodoh. Kalau dipikir-pikir, Raya jarang tertawa. Lebih banyak diam tersipu dari pada tertawa seperti tadi.“Aku mau bicara.” Andro mengulangi kata-katanya.Raya menghentikan tangannya yang tadi sibuk menyiapkan makanan di piring mereka, dia menatap pria itu.“Tentang Kak Radit?”“Andro terkekeh. “Kau pandai sekali.”Raya menarik napasnya mendengar suar
Ketika berada di kamar mandi, Raya menatap pantulan dirinya di cermin. Dia merasa kalau dadanya semakin membengkak. “Astaga, ini kenapa semakin besar, apa karena Andro sering memainkannya?” Raya menarik napas dalam, dia duduk di atas closet. Merasakan pusing yang kembali melanda. “Kenapa ini? Kenapa aku merasa sangat pusing?” Tak lama, Raya merasa mual. Dia muntah, membuka mulut menghadap wastafel. Raya sengaja mengalirkan kran air supaya suara muntahnya tidak terdengar. Raya merasa lesu, dia duduk terdiam kembali di closet. Tanpa sadar Raya memegang perutnya. “Seharusnya aku sudah datang bulan, tapi ini belum juga…” gumamnya pelan. Ada rasa gelisah saat Raya membayangkan dirinya hamil, dia ketakutan. “Apa aku hamil?” Dia takut dirinya belum siap menjadi seorang ibu yang mana harus menjaga, melindungi dan membahagiakan anaknya. Namun di sisi lain, Raya bahagia jika itu benar terjadi. Artinya di telah diberi kepercayaan oleh Tuhan. “Apa aku benar-benar hamil?” “Raya Sayang, apa
Raya mendekat pada seorang perempuan yang membereskan dekorasi seorang diri. Wajahnya terlihat menahan kekesalan, rautnya seperti perempuan jutek yang enggan diajak bicara. Melihat kedatangan Raya saja, dia hanya menatap dan membisu. Bukan seperti tatapan sendu dan penuh keakraban, tapi tatapan dingin yang memperlihatkan seolah jiwa yang ada di dalam dirinya telah mati. “Halo, aku–” “Ada apa Nona, jika anda kemari untuk membantu, saya tidak butuh bantuan anda,” gadis itu langsung menyela sebelum kalimat Raya selesai diucapkan dengan logat sedikit medok. Raya tidak bisa berkata-kata, dia duduk begitu saja di samping perempuan yang memasukkan beberapa hiasan ke dalam kotak kardus. “Mari aku bantu.” Dia masih diam tidak menjawab perkataan Raya. “Namaku Raya, siapa namamu?” Raya mengangkat tangannya. Gadis itu menjabat sesaat sambil berkata, “Rara.” “Rara? Nama kita hampir sama ya, Rara, Raya.” Raya tersenyum, “senang bertemu denganmu.” Rara kembali tidak menjawab, dia sibuk berber
Raya segera mendekat ke sofa dan membawa benda itu ke kamar mandi. Di kamar mandi, Raya membaca instruksinya, segera menampung air seni milik nya dan dengan jantung berdebar kencang, dia memperhatikan benda yang sudah dicelupkannya itu. Sampai akhirnya, memperlihatkan dua garis merah. Air mata Raya jatuh begitu saja, dia tersenyum lebar. “Ya Tuhan, aku hamil.” *** “Selamat pagi, Sayang,” ucap Andro menarik pinggang Raya supaya jarak mereka berdekatan. Raya yang belum sadar sepenuhnya hanya menggeliat, berbalik ke arah Andro lalu memejamkan matanya lagi. Raya baru tertidur beberapa jam semalam, dan tidak bisa menutup matanya saat mengingat dirinya sedang hamil. “Bangun, Sayang, sudah siang.” Raya menguap lebar, dia malah bersandar di dada Andro dan memejamkan mata semakin rapat. “Sayang…” Raya masih diam, membuat Andro heran dengan keadaaan Raya yang akhir-akhir ini malas bangun dari tempat tidur. Raya selalu memejamkan matanya dan seolah sulit bangun. Raya menggeleng tanpa sa
Andro makan dengan terburu-buru, dalam hitungan menit dia sudah selesai. Dan itu membuat Raya juga bergegas untuk mengantarkan Andro ke pintu depan. “Diam di kamar saja, nanti.” “Iya.” “Jika kau butuh apa-apa hubungi saja Hans.” “Iya.” “Ehem.” Raya hanya diam, sudah lama Andro tidak menggunakan kode itu, biasanya dia meminta langsung. “Ehem, ehem, ehem.” “Sayang…” “Apa? Ayo cium aku.” Raya menggeleng. “Aku belum sikat gigi, aku baru saja muntah.” “Aku tidak peduli,” ucap Andro hendak mencium Raya. Sayangnya Raya menutup mulutnya dan menggeleng. Andro mengangkat bahu. “Aku tidak peduli,” ucapnya lalu mencium tangan Raya yang menutupi bibir. “Baiklah, aku pergi.” *** Ketika Raay masuk ke dalam rumah, ia sudah di hadang oleh Oma. “Ria,” penuh semangat Oma menghampiri Raya. “Ria?” Dan saat Raya melihat Oma, dia tertawa, “Aku hamil, Oma!” “Aaa…!” Oma berteriak dan memeluk Raya dengan erat, Jeta yang melihat itu hanya tersenyum. “Sudah ke dokter?” Raya menggeleng. “Aku ba
Raya mengangguk setuju. Mereka pun mulai membungkus hadiah yang akan diberikan Raya pada Andro. Sebuah kotak berisikan test pack dan foto USG. Saat Oma dan Raya merencanakan semua itu, Jeta memasak makan siang untuk keduanya sesuai pesanan mereka. Melihat Oma dan Raya saling berbagi canda, membuat Jeta ikut bahagia. Dia bahagia melihat majikannya mendapatkan kebahagiaan yang dia cari selama ini. Terlihat jelas bagaimana cara Oma memperlakukan Raya, terlihat jika dia sangat menyayangi Raya. Majikannya itu selama ini sangat mencari sekali sosok yang kemudian hari bisa menjaga cucunya, dan sekarang ia menemukannya. Hari selanjutnya, setelah pemeriksaan kehamilan, Raya minum susu untuk ibu hamil sambil menunggu Andro pulang dari bekerja. Tepat saat dia sedang minum, suaminya datang. “Selamat malam, Sayang. Maaf aku terlambat,” ucap Andro memeluk Raya dari belakang sambil menciumi leher istrinya itu. Raya masih meminum susunya. Dai segera menghabiskannya sebelum Andro membuatnya tersed
Arin dan juga Samuel bergegas menuju rumah Cantika begitu pulang sekolah. Suasananya jauh berbeda dari sebelumnya, semua orang di sana terlihat sangat berduka."Nek, Cantika mana ya?" tanya Arin sambil memberi salam."Ada di dalam, sana ke kamarnya ya."Arin langsung menarik tangan Samuel untuk mengikuti langkahnya, mereka memasuki kamar Cantika dimana sosok itu terlihat sedang bersiap. mereka akan pergi ke gereja untuk Misa Arwah."Cantika?"Sosok itu langsung menoleh seketika, air matanya langsung turun begitu dia melihat Arin. Sosok yang lebih kecil itu langsung menangis dengan kuat saat Arin memeluknya. Mengungkapkan perasaanya yang sebenarnya. Cantika benar benar merasa tersakiti, kehilangan sosok yang selalu bersamanya, membesarkannya, dia kehilangannya saat itu juga.Dunianya terasa runtuh, bahkan Cantika tidak yakin dirinya bisa bertahan tanpa sosok itu."Hei, udah.... Inget loh, Mama kamu ada di tempat terbaik bersama dengan Tuhan," ucap Arin mencoba untuk menenagkan sahabatn
Gala kembali ke rumah setelah mengantarkan sang Pujaan Hati. Dia terdiam sejenak di ambang pintu, rasanya sangat sepi tanpa kedua orang tua dan juga adik adiknya yang selalu ribut."Hiks... Aku merindukan kalian," ucapnya dengan Satu Tetes air mata yang tidak sempat jatuh; Gala lebih dulu menyukainya. "Tapi... Rasanya tenang sekali, hehehe."BUK!"Astaga naga!" teriak Gala dengan spontan saat sebuah sendal melayang dan mengenai kepalanya, akan membuatnya kini tengah tertunduk di atas lantai.Belum juga memarahi sosok yang membuatnya terjatuh dia terlebih dulu melihat dua orang yang sedang kejar-kejaran. "Kembali ke sini, Alden, kau harus mandi," teriak Mentari sambil membawa ember dan gayung yang berisi air.Di belakang sana ada pelayan yang berusaha mengeringkan lantai supaya tidak ada yang terjatuh. Gala mengerjapkan matanya. "Apa yang terjadi?" tanya Gala pada sang pelayan."Mari saya bantu Anda berdiri, Tuan muda.""Berapa lama mereka seperti itu?""Sejak Tuan Alden pulang ke ruma
Galuh berjalan begitu saja melewati Gala dan gerombolannya, membuat Mentari menghela napas kemudian mengikuti sosok itu."Heh, kau mau kemana?!" teriak Gala pada sang adik."Masuk kelas.""Kenapa bersama dengannya?!""Kami sekelas!""Iya juga," gumam Gala baru mengingat.Yang mana membuat Cantika speechless dengan. Gala, tapi hal itu tidak mengurangi kekaguman Cantika terhadap sosok di depannya itu."Kapten, bisa kami Kembali ke kelas sekarang?""Ya, kembalilah ke kelas kalian, dan belajarlah dengan giat. Sudah sana.”Mereka yang ikut menghadang Galuh adalah pasukan basket, dimana Samuel yang memanggil mereka semua lewat Group Chat atas perintah Gala. Saat semuanya mulai bubar, di sana mulai tertinggal Gala yang masih menggenggam tangan Cantika, bersama dengan Samuel yang masih menatap heran pada pasangan baru itu."Lu ngapain masih di sana?" tanya Gala menyadari keberadaan Samuel."Lu jangan lupa, Gal, ada PR yang belum kelar. Cantika, bilang sama Gala buat berhenti nyontek sama gue
"Mommy dan Daddy akan ke Amerika sebentar, untuk menemani Oma sambil mengurus beberapa hal. Jaga baik baik adikmu ya. Dan jika butuh sesuatu, minta saja pada Samuel.""What the....," ucapan Gala terhenti tatkala dia mendapatkan tatapan tajam dari sang Mommy. "Kenapa Samuel?""Dia temanmu 'kan? Daddy tau dia bisa diandalkan, jadi Daddy memberinya upah untuk menjagamu." Andro bicara sambil memakai jasnya."Eoohh, dia itu lelet, Dad. Lagipula aku bisa sendiri.""Jangan seperti itu," ucap Raya dengan lembut, yang sontak membuat Gala bungkam. Mana bisa dia melawan bidadari kesayangannya. Jadi dia merentangkan tangannya dan memeluk sang Mommy. "Apa ini? nanti parfume Mommy menempel.""Hati hati dijalan ya, Mom. Jangan khawatirkan yang lain, adik adik akan aman bersama denganku."PLETAK! Andro melayangkan jitakan di kepala anaknya, membuat Gala mengaduh sambil melepaskan pelukannya. "Daddy ini kenapa?!""Pamitannya nanti, jangan lebay. Kau ini habis nonton apa semalam?""Film India," gumam G
Kenyataannya, mereka berdua hanya makan saat pulang sekolah saja. Selebihnya Gala kembali mengantarkan Cantika karena dirinya tiba-tiba ditelpon oleh sang pelatih untuk ke sekolah dan melakukan persiapan untuk pertandingan."Maaf ya, aku akan mengajakmu main lagi lain kali.""Jangan khawatir, aku baik baik saja," ucap Cantika yang masih berada di bangku belakang kuda besi tersebut.Sementara Gala tidak bisa menahan kekecewaannya terhadap diri sendiri. "Nanti malam aku akan menghubungimu, mengirimimu pesan. Oke?""Oke," ucap Cantika yang masih sedikit kikuk karena status diantara mereka kini tengah berubah.Yang mana pria yang sedang dia peluk saat ini adalah pacarnya. Astaga, rasanya Cantika ingin mati saja ketika mengingat Gala adalah pacaranya."Dan masalah Laura, jangan biarkan dia menggertakmu oke? Aku akan meminta pengacaraku untuk membereskannya.""Apa yang akan kau lakukan, Gala?" tanya Cantika khawatir."Tidak banyak, hanya membuatnya jera.""Jangan keterlaluan ya, dia bersika
Sesuai perkataannya, Cantika tidak bisa berangkat bersama dengan Gala, dia berangkat bersama sang Kakek dimana dia diajak terlebih dahulu untuk makan bubur di tempat kesukaan kakeknya sebelum mereka pergi ke sekolah."Apa kau menyukai Gala?" tanya sang Kakek tiba tiba."Hmm? Ya, aku menyukainya, Kakek.""Jangan setengah-setengah jika suka, gas terus jika memang benar benar suka padanya," ucap sang Kakek saat Cantika sedang memakan bubur.Membuatnya tersedak dan batuk beberapa kali. Cantika menatap ponselnya, dimana Gala terakhir menghubunginya tadi malam, dimana dia mengatakan akan menagih jawaban sepulang sekolah. Dia juga berkata akan terlambat datang ke sekolah karena ada urusan dengan Daddy nya."Sudah makannya?""Sudah, Kek.""Ayo berangkat, anak cantik harus rajin," ucap sang Kakek membayar makanannya sebelum kembali menaiki motor bebek. "Kakek pulangnya nanti agak malam, sampaikan sama Nenek ya. Kakek harus memilah barang barang untuk di museum.""Iya, Kek.""Lumayan, Pak Praka
Cantika tidak bisa melupakan kejadian tadi pagi, dimana Gala menjadi diam mematung. Apakah sahabatnya itu sakit? Apakah dia masih marah padanya?Entahlah, Cantika bingung. Dia tidak ingin Gala sakit."Hei," panggil Laura pada Cantika.Membuat perempuan dengan rambut sebahu itu menoleh. "lya?""Nomor lima, bisakah aku melihat jawabanmu?""Um... bukankah ini pendapat masing-masing?""Anggap saja sebagai imbalan karena pacarku Gala telah mengantar jemputmu."Kalimat itu membuat Cantika tidak berdaya, akhirnya dia memberikan bukunya pada Laura saat guru sedang keluar dari kelas.Dia kembali melamun, memikirkan Gala.Sampai seseorang datang ke mejanya."Cantika, maaf aku lupa. Tadi Gala menitipkan ini untukmu," ucap salah satu anak perempuan memberikan bungkusan roti dan juga susu. "Dia memberikan bungkusan roti dan juga susu. "Dia bilang kau harus tumbuh dengan baik."Sontak, seluruh kelas yang mendengar mengatakan, "Ciiiiieeeeeee.... Cantika Cieeeee..."Kemudian disusul dengan kalimat kal
Dalam perjalanan, Laura berusaha menggoda Gala. Dia sesekali bergerak hingga bagian bawah gaunnya sedikit terangkat. Yang mana hal itu membuat Gala mengerutkan keningnya, dia heran Laura yang tidak bisa diam sejak tadi."Apa kau baik baik saja?" Tanya Gala dengan polosnya."Ah iya... aku hanya merasa tidak nyaman dengan pakaian yang aku pakai."Gala mengangguk. "Nah, aku juga akan memberitahumu tadi. Itu terlihat seperti alat memasak nasi milik Oma ku. Wahh..., apalagi suaranya kresek kresek," ungkap Gala mengatakan apa yang ada di dalam pikirannya. "Kau berubah pikiran? Ingin kembali?""Tidak, aku tidak mau kembali. Teman temanku sudah menungguku di sana," ucap Laura yang memilih untuk diam. Dia heran bagaimana bisa Gala berhenti tertarik padanya hanya sampai di titik ini. Pria itu tidak menanyakan sesuatu yang menjadi tanda kalau pria itu ingin memilikinya.Bagaimana Laura tau? Tentu saja dia memiliki banyak pengalaman dengan pria pria di luar sana. Dan pria lebih muda tidak sulit d
Cantika berusaha menahan tawanya ketika melihat Galayang menengadah dengan dokter yang mencoba mengambil mangga mungil itu dari lubang hidungnya. Untuk menahan tawanya, Cantika memalingkan wajahnya, sementara tangannya terus digenggam oleh Galayang sesekali merengek karena rasa pegal dan malu."Tutup tirainya!" teriak Galasaat melihat beberapa pasang mata yang melihat ke arahnya sambil menahan tawa. Yang mana membuat dokter itu memberikan isyarat pada perawat untuk segera menutup tirai.Mereka berada di ruang terbuka yang berada di dekat lobi, kepanikan Galamembuatnya lupa kalau dirinya adalah pemilik rumah sakit ini dan tidak datang ke lantai VVIP. Dia berlari dan langsung duduk di hospital bed yang ada di sana, sementara Cantika sibuk mencari bantuan.Dokter yang mengenali siapa Galalangsung menanganinya di sana, melihat Galayang panic juga membuat dokter itu lupa untuk membawanya ke lantai VVIP di paling atas."Apakah keluar?" tanya Galamasih menengadahkan kepala mengadahkan lubang