Sherly menyipitkan matanya. “Kok kamu jadi salahin aku? Harusnya yang kamu salahkan itu Alana. Siapa suruh dia seenaknya pegang-pegang tangan kamu dengan mesra. Ya jelas aku marah lah, sayang. Kamu ‘kan calon suami aku!”
“Tapi kelakukan kamu di dalam bioskop yang menampar Alana, sudah menunjukan betapa kamu terlihat lebih rendah dari dia. Kamu bukan hanya mempermalukanku. Tapi juga mempermalukan dirimu sendiri. Kamu benar-benar membuatku muak, Sherly!” kesal Andra mendengkus masam.
“Sekarang kamu pulang saja sendiri! Jangan ikut dengan mobilku!” Mulut Sherly membuka saat Andra mengatakan itu lalu membalikan badannya melangkah menuju mobil.
“Andra! Tidak bisa begitu dong, sayang. Aku ‘kan ke sini sama kamu, ya aku pulang harus sama kamu juga?” Sherly menjeritkan protesnya. Sambil menenteng-nenteng tas belanjaannya yang banyak, Sherly mencoba membujuk Andra.
“Pulang saja nai
“Kamu tahu kalau aku sangat serius sama kamu ‘kan, Alana?” tanya Danu dan Alana hanya menunduk, menarik napasnya sejenak. Kemudian kembali menatap Danu dengan tatapan meminta maaf seraya menggelengkan kepalanya.“Maaf, Danu. Aku tidak bisa. Sekali lagi aku minta maaf..”Danu membuang napasnya kasar, ia melepaskan genggaman tangan Alana sambil manggut-manggut. “Ya. Aku sudah bisa menebaknya, Alana. Lagi dan lagi aku pasti akan ditolak,” ucap Danu sambil berusaha memaksakan senyumnya untuk menutupi hatinya yang kecewa.“Tapi aku akan terus menunggumu selama kamu masih sendiri. Karena aku tidak akan pernah merasa lelah meski aku tahu kalau cintamu belum tentu pasti.” Danu kembali melemparkan senyumnya pada Alana. Membuat Alana menatapnya tidak enak hati.‘Maafkan aku, Danu. Kamu adalah seorang lelaki yang sangat baik. Kamu tidak pantas untukku. Kamu tidak pantas untuk menjagaku dan Rehan
Arwen adalah seorang Papa yang ideal. Meskipun ia harus melakukan segala cara untuk bisa mewujudkan apapun yang Sherly inginkan.“Dan ya. Papa tahu, apa yang menyebabkan Andra meninggalkanku dan pulang sendirian?”Kening Arwen berkerut menatap Sherly. Kemudian Arwen menggelengkan kepalanya.“Semua ini karena Alana, Pa. Alana! Mantan istri Andra yang miskin dan murahan itu!” cetus Sherly, dan Arwen mengangkat sebelah alisnya.“Alana?” tanya Arwen. Ia memang pernah mendengar jika nama mantan istri Andra adalah Alana. Tapi selama hidupnya, Arwen belum pernah bertemu dengan Alana sekalipun. Jadi ia tidak tahu seperti apa rupa mantan istri Andra itu.“Iya, Pa. Aku dan Andra bertemu dengan Alana di bioskop. Dan dengan beraninya, Alana malah menyentuh tangan Andra di depan mataku sendiri. Aku tidak terima, Pa. Jadi aku menamparnya. Dan karena itulah Andra marah padaku. Andra bilang katanya aku sudah membuat
Hanya tinggal sepuluh menit lagi ia berangkat ke Jogja. Ketika itu suara cempreng Rehan terdengar memekikan telinga. Bocah itu keluar dari kamarnya dan berlari menghampiri Danu.“Ayah! Ayah! Nanti Ayah akan cuti lagi ‘kan? Nanti kita akan ketemu lagi ‘kan, Yah?” tanya Rehan yang merangkulkan kedua tangannya di leher Danu. Sementara Rehan sendiri duduk di atas pangkuan lelaki tampan yang ia panggil ayah itu.“Rehan! Jangan seperti itu, sayang? Tolong turun dari pangkuannya Ayah Danu,” suruh Alana menegur sikap Rehan yang terkadang memang kelewat manja pada Danu.Rehan mengangguk. Hendak turun dari atas paha—Danu. Tapi Danu menggelengkan kepalanya dengan tegas.“Tidak apa-apa, Alana. Biarkan saja seperti ini.”“Tapi dia sudah berat, Danu,” protes Alana. Dan Danu masih menggelengkan kepalanya, kali ini sambil terkekeh pelan.“Rehan tidak berat. Kalau kamu yang aku pangku, b
Sebelum membuka pintu, Sherly mengalihkan pandanganya pada Andra. “Sayang, kamu tunggu aku sebentar ya. Aku mau ngantar Evelyn dulu ke kamar kecil. Awas loh, kamu jangan tinggalin aku sendirian lagi!” pesan Sherly sambil memasang wajah merengut.Andra hanya memutar bola matanya.“Hemm..” lalu ia berdeham sebagai jawaban.Hingga akhirnya Sherly dan Evelyn benar-benar keluar dari mobilnya. Sementara Andra harus menunggu di balik kemudi, sambil sesekali melirik kearah arloji yang melingkar di pergelangan tangannya.“Ck! Menyusahkan. Kalau aku tinggalkan dia lagi, urusannya bisa runyam nanti. Si tukang ngadu itu pasti akan mengadu lagi pada Mama dan Papa. Aku malah jika harus mendengarkan ocehan mereka,” gumam Andra sambil mengetuk-ngetukan jemarinya di permukaan setir. Berusaha mengusir kebosanan karena menunggu Sherly yang tengah mengantar keponakannya ke kamar kecil.Namun saat itu, bola mata And
“Hallo, Pak Andra. Ada yang bisa aku bantu?” tanya Alana saat lagi dan lagi Andra menelponnya. Namun kali ini lelaki itu menelpon ketika jam makan siang sudah tiba.“Kamu jangan makan siang di pantry! Aku mau makan siang di luar. Dan aku mau kamu menemaniku!”TUT!Alana kembali membuang napasnya lelah. Sebagaimana kebiasaan Andra, lelaki itu selalu saja mematikan telpon tanpa menunggu sahutan dari orang lain. Dan Alana tahu sekali, kalau perintah Andra tadi memang tak akan bisa ia bantah.Tak lama Andra keluar dari ruang kerjanya. Sambil membenarkan letak jasnya, Andra melemparkan tatapannya yang terasa dingin pada Alana.“Aku tidak mau makan di restoran dekat kantor. Makanan di sana membuat perutku bosan. Cepat ambil tasmu dan ikut aku ke mobil!” perintah Andra.“Baik, Pak Andra.” Alana menganggukan kepalanya. Lantas bergegas tangannya menyambar sebuah tas selempang berwarna
“Hallo, Iya Pak Andra?” Alana mengangkat telpon dari Andra yang menghubungi Alana dari ruang kerjanya.Ya. Andra dan Sherly sudah tiba di kantor setengah jam yang lalu. Dan sepertinya saat ini mereka tengah sarapan bersama di dalam ruangan Andra. Karena tadi Alana melihat OB yang mengantarkan beberapa dus makanan yang Andra pesan dari restoran yang tak jauh dari kantor.‘Alana! Antarkan berkas-berkas penting yang harus ku cek dan tandatangani. Sekarang!’ pinta Andra kemudian menutup telponnya begitu saja.Alana hanya bisa membuang napas pelan. Terbesit rasa ragu di dalam hatinya.“Semoga saja di dalam sana, Andra dan Sherly tidak sedang melakukan sesuatu yang tidak ingin ku lihat,” gumam Alana pelan. Kemudian ia meraih berkas yang Andra minta di atas meja kerjanya. Dan kakinya berjalan pelan menuju ruangan Andra.Sementara itu, di ruang kerja Andra, Sherly tampak memaksa lelaki itu untuk m
“Iya, Ma. Dan Mama tahu tidak, tadi pagi Rehan ketemu lagi loh sama Om Baik. Kami bertemu di sekolah. Rehan seneeng banget bisa bertemu lagi sama dia. Soalnya Om itu ramah, terus keren. Rambutnya juga klimis dan yang paling Rehan suka adalah tubuhnya tinggi. Rehan saja kalah jauh tingginya sama Om itu,” tutur Rehan menceritakan tentang sosok Om Baik pada Alana.Dan Alana hanya mendengarkan sembari memasang wajah penasaran. Ucapan Rehan seakan menarik hati Alana bahwa sosok Om Baik itu memang sangat ramah dan penyayang pada anak kecil. Terbukti, hanya dengan dua kali bertemu saja Rehan sudah langsung menyukai sosok Om Baik yang ia ceritakan.“Kamu sudah tahu siapa nama Om Baik itu?” tanya Alana dan Rehan menepuk keningnya.“Aduh, Rehan lupa lagi mau tanya namanya, Ma. Kok Rehan bisa pelupa ya. Nanti lain kali kalau bertemu lagi pasti Rehan akan tanyain siapa nama Om itu. Oh iya. Kalau Mama sendiri, apa Mama tidak mau ketemu sama Om B
Tapi ia tak urung mengikuti langkah Darma dari belakang. Sambil memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana. Kaki panjang Andra melangkah, hendak masuk ke dalam mobil yang akan membawanya ke perusahaan.Saat tiba di perusahaannya, Andra melihat suasana di dalam kantornya sudah berubah. Ruang Aula yang luas itu kini telah disulap menjadi sebuah ruangan yang dihias dengan balon-balon berwarna. Juga bunga-bunga yang cantik di beberapa sudut. Terhampar meja-meja panjang yang menyajikan makanan dan berbagai dessert, serta minuman yang akan memanjakan para tamu undangan yang hadir di acara malam ini.Karena malam ini adalah acara ulang tahun perusahaan, maka sebuah kue yang berukuran cukup besar juga sudah siap sedia di sana. Rencananya nanti Andra dan Darma lah yang akan memotong kue itu.‘Di mana Alana? Apa dia belum datang? Atau justru tidak akan datang?’ gumam Andra bertanya-tanya dalam hati. Matanya celingukan kesana-kemari mencari sosok wanita yan
Yang seketika membuat Alana menelan ludahnya. Alana lalu menggigit bibir. Tentu saja ia mengerti dengan apa maksud dari perkataan Andra barusan. Andra mempertanyakan apakah ia sudah boleh menyentuh Alana lagi malam ini? Ya. Karena setelah kelahiran Alin, Andra sama sekali belum buka puasa. Ia berusaha menahannya hingga Alana siap.“Belum..” cicit Alana pelan. Membuat Andra menghela napasnya. “Jahitannya belum kering. Jadi kita belum bisa melakukannya malam ini,” dusta Alana pada Andra.Karena sebenarnya jahitanya sudah kering. Alana bahkan sudah siap jika Andra ingin menyentuhnya. Hanya saja, Alana sengaja mengerjai Andra.Alana sengaja membohongi Andra karena ia sudah mempersiapkan sebuah kejutan untuk suaminya itu.“Begitu ya? Ya sudah. Tidak apa-apa,” ucap Andra meskipun terdengar helaan pelan yang keluar dari mulutnya.Alana menangkup kedua tangan Andra yang masih memeluk perutnya.“Kamu ti
Waktu berlalu begitu cepat. Tanpa terasa kini usia Alin sudah memasuki bulan ketiga. Alin sudah pintar mengoceh dan mengemut tangannya sendiri. Kadang ia akan menjambak pelan rambut Andra dan Rehan saat Papa dan kakaknya itu menciumi wajahnya.“Alin! Sayang! Berapa kali Papa bilang, berhenti mengemuti tanganmu seperti ini. Tadi ‘kan sebelum berangkat ke taman, kamu sudah minum susu yang banyak dari Mama Alana. Perut kamu pasti sudah kenyang ‘kan? Jadi sekarang hentikan mengemut tangannya ya!” Andra menarik tangan Alin yang mengepal dan masuk ke dalam mulutnya.Andra tidak ingin Alin terbiasa melakukan itu. Tapi yang namanya bayi berusia tiga bulan. Tentu saja dia tidak akan mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Papanya.Berulang kali Andra menarik tangan Alin dari mulut mungilnya, berulang kali pula Alin tetap memasukan tangannya itu ke dalam mulut lagi.Hingga akhirnya Andra menyerah. Ia menghembuskan napasnya pelan.“B
Kening Alana berkerut menatap pada suaminya."Alindra?" ulang Alana.Dan Andra langsung mengangguk mantap."Ya. Alindra. Alindra Wijaya. Dia akan menjadi seorang perempuan yang kuat dan berhati lembut. Dia akan pintar dan berwawasan luas. Dia juga akan tumbuh menjadi orang yang penuh kasih sayang. Semua orang akan memanggilnya dengan sebutan Alin!" ujar Andra menuturkan.Membuat Alana yang mendengarnya kini menarik kedua sudut bibirnya ke samping.Hingga membentuk sebuah senyuman."Alindra Wijaya? Aku setuju. Nama yang sangat indah," ucap Alana.Kemudian ia mengelus pipi mungil Alin yang masih sibuk menyusu--di dadanya."Hei, Alin! Ini Mama! Kata Papa, mulai sekarang nama kamu adalah Alin, ya. Nanti kamu akan bertemu dengan kakak Rehan. Juga dengan kedua nenek kamu. Kakak Rehan pasti akan senang saat melihat kamu yang secantik ini!" ujar Alana.Ya. Rehan adalah salah
“Emhh.. Maaf Pak Andra! Mr. Steve! Saya mau pamit ke kamar kecil dulu sebentar. Boleh?” tanya Vani dengan wajah sungkan.Yang kemudian langsung diangguki oleh Andra dan Mr. Steve.“Tentu saja boleh. Silakan Vani!”Vani mengangguk. Lalu ia bangkit berdiri sambil meraih ponselnya. Kaki Vani terus bergerak menjauhi meja itu. Lantas ia berhenti ketika berada di dekat kamar kecil.Vani segera saja mengangkat panggilan dari Nita.“Hallo Nyonya Nita! Mohon maaf saya baru mengangkat telpon Anda. Ada yang bisa saya bantu, Nyonya?” tanya Vani setelah menempelkan ponselnya di telinga kanan.‘Kenapa ponsel Andra tidak aktif? Sejak tadi saya menghubungi ponsel Andra sampai berpuluh-puluh kali. Tapi tidak satu pun yang tersambung. Jadi saya menghubungimu. Mana Andra?! Saya mau bicara dengannya?’ tanya Nita dari seberang telpon.Pertanyaan Nita itu seketika membuat Vani menggigit bibirnya. Ia tergugu dan
Sambil memegangi kepalanya dengan sebelah tangan, Andra menatap Alana dengan alis yang bertaut.“Kenapa kepalaku dijitak?” tanya Andra dengan memasang wajah sok polos.Alana berkaca pinggang di hadapannya. “Aku melakukan itu agar isi otak suamiku tetap waras. Ini sudah malam ‘kan? Kalau aku yang mandikan, bisa-bisa kita menghabiskan waktu berjam-jam di dalam kamar mandi itu. Karena aku sudah tahu betul dengan apa yang ada di dalam pikiranmu!” Alana berkata dengan tegas. Dan dagunya terangkat kearah Andra.Andra mengusap wajahnya dengan sebelah tangan, kemudian ia menghembuskan napasnya pelan. Lalu matanya menatap Alana lurus.“Hhh.. padahal aku sudah membelikanmu bunga. Tapi aku tidak mendapatkan balasan apa-apa,” gumam Andra pelan.Namun gumaman itu masih bisa terdengar dengan jelas di telinga Alana. Hingga membuat kedua bola mata Alana melebar dan ia mendelik kearah suaminya.“Oh! Jadi kamu sengaja membe
Membuat Alana dan Rehan sama-sama tersenyum mendengarnya.“Oh iya. Apa PR-nya Rehan sudah selesai?” tanya Andra yang melemparkan tatapanya ke arah buku tulis milik Rehan.“Sudah, Pa. Kalau untuk PR-nya, aku sudah mengerjakannya tadi. Sekarang hanya tinggal belajar membaca saja. Karena besok ada tes membaca oleh Ibu Guru,” sahut Rehan menjawab. Dan Andra mengangguk-anggukan kepalanya.“Oh begitu. Baiklah. Berhubung sekarang Papa sudah pulang ke rumah. Jadi bagaimana kalau Papa saja yang membantu kamu belajar membaca? Kamu mau?” Andra menaruh tas kerjanya di atas tempat tidur Rehan. Kemudian ia bertanya pada bocah kecil itu.“Mau Pa! Rehan mau!” seru Rehan dengan senang. Sampai ia mengangkat kedua tangannya ke atas hingga Andra terkekeh menggeleng-gelengkan kepalanya.Namun Alana menatap Andra dengan mengerutkan keningnya.“Tapi, Andra. Kamu ‘kan baru pulang dari kantor. Pasti k
“Apa pensil warnanya sudah? Jangan sampai ada yang tertinggal, Rehan!” Alana sedang mengecek perlengkapan sekolah Rehan yang ada di tas anak itu.“Sudah Rehan masukan semuanya, Ma? Isi tasku sudah lengkap, ‘kan?” Rehan balas bertanya pada Alana yang duduk di tepi ranjang sambil meneliti isi tas anak lelakinya itu.Pagi ini Alana memang langsung mendatangi Rehan ke kamarnya. Hal yang selalu menjadi kebiasaan Alana. Ia selalu memeriksa PR Rehan dan isi tas bocah itu. Alana takut jika sampai ada yang tertinggal di rumah.Merasa semuanya sudah lengkap, Alana menganggukan kepalanya lalu ia memberikan tas itu kembali ke tangan Rehan.“Ternyata semuanya sudah lengkap. Kalau begitu kemarikan sisirnya. Biar Mama yang sisirkan rambut kamu!” pinta Alana menengadahkan tangannya pada Rehan.Namun Rehan menggelengkan kepalanya dengan cepat. “Tidak usah, Ma. Rehan sudah besar sekarang. Mama tidak perlu lagi menyisiri rambut R
Malam ini, Andra sedang duduk di kursi yang terletak di balkon kamarnya. Tampak kaki kanannya tertumpang di kaki kiri. Dengan kacamata yang bertengger di hidung mancungnya, Andra mengamati lamat-lamat buku-buku tebal yang ia pangku di atas—paha.Yang sedang Andra baca itu tentu saja sebuah buku bisnis.Ketika itu Rehan datang dengan membawa snack di tangannya. Bocah kecil itu melangkah mendekati Papanya yang langsung menoleh dan tersenyum begitu melihat Rehan.“Hei! Papa pikir kamu sudah tidur?” Andra tersenyum pada Rehan sembari melepas kacamatanya dan menaruhnya di atas meja.“Belum, Pa. Rehan tidak bisa tidur.” Rehan kini menghempaskan pantatnya di kursi yang ada di depan Andra.“Kenapa kamu tidak bisa tidur? Apa kamu sudah minum susu hangatnya dari Bik Sumi?” tanya Andra kemudian ia menaruh buku tebalnya juga di atas meja. Untuk bergabung dengan kacamatanya.Rehan mengangguk sebagai j
Kini Andra dan Alana sudah ada di mobil. Alana mengerutkan keningnya menatap kearah jendela di sampingnya, benaknya berpikir kemana Andra akan menjalankan mobilnya ini?Andra bilang, mereka akan pergi jalan-jalan. Tapi Andra belum memberitahunya kemana tujuan mereka sebenarnya.Sementara Andra sendiri tampak fokus menyetir sembari tatapannya tajam ke depan sana.“Andra!”“Hmm?” Andra berdeham, melirik sekilas kearah Alana yang duduk di sampingnya. Sebelum kemudian kembali memusatkan pandangannya ke jalanan.“Sebenarnya kamu mau bawa aku ke mana?” Alana tak bisa menahan diri untuk tidak menanyakan hal itu. Ia sungguh penasaran.Tapi Andra hanya menahan senyumnya. Melihat Alana yang menatapnya dengan pandangan penuh tanya, membuat Andra merasa geli.“’Kan sudah ku bilang, kalau aku mau membawamu ke sebuah tempat yang akan membuatmu senang melihatnya. Karena it