“Hai, Alana! Kebetulan kita bertemu di sini ya. Aku sama Andra tadinya mau nonton film romantis berdua, tapi melihat kamu di sini aku jadi berpikir, kenapa kita tidak nonton bersama saja. Iya ‘kan sayang?” Sherly berkata pada Alana, kemudian ia melirik kearah Andra sambil mengapit mesra lengan lelaki itu.
Padahal wajah Andra masih saja terlihat kaku. “Eh, tentu saja boleh.” Danu yang menyahut. Karena Alana hanya terdiam di tempatnya. Danu kemudian melarikan pandangannya pada Andra. “Kamu boss nya Alana ‘kan? Kalau tidak salah nama kamu Andra. Ternyata kita bertemu lagi di sini,” ucap Danu menyapa sambil tersenyum. Tapi tangan kiri Danu meraih tangan kanan Alana dan mengusapnya pelan di hadapan Andra. Membuat atensi Andra mau tak mau mengarah ke sana.“Ehem.. iya. Aku bossnya,” ucap Andra menatap Danu lagi.‘Dan sekaligus mantan suaminya!’ lanjut Andra dalam batinnya.Sherly menyipitkan matanya. “Kok kamu jadi salahin aku? Harusnya yang kamu salahkan itu Alana. Siapa suruh dia seenaknya pegang-pegang tangan kamu dengan mesra. Ya jelas aku marah lah, sayang. Kamu ‘kan calon suami aku!”“Tapi kelakukan kamu di dalam bioskop yang menampar Alana, sudah menunjukan betapa kamu terlihat lebih rendah dari dia. Kamu bukan hanya mempermalukanku. Tapi juga mempermalukan dirimu sendiri. Kamu benar-benar membuatku muak, Sherly!” kesal Andra mendengkus masam.“Sekarang kamu pulang saja sendiri! Jangan ikut dengan mobilku!” Mulut Sherly membuka saat Andra mengatakan itu lalu membalikan badannya melangkah menuju mobil.“Andra! Tidak bisa begitu dong, sayang. Aku ‘kan ke sini sama kamu, ya aku pulang harus sama kamu juga?” Sherly menjeritkan protesnya. Sambil menenteng-nenteng tas belanjaannya yang banyak, Sherly mencoba membujuk Andra.“Pulang saja nai
“Kamu tahu kalau aku sangat serius sama kamu ‘kan, Alana?” tanya Danu dan Alana hanya menunduk, menarik napasnya sejenak. Kemudian kembali menatap Danu dengan tatapan meminta maaf seraya menggelengkan kepalanya.“Maaf, Danu. Aku tidak bisa. Sekali lagi aku minta maaf..”Danu membuang napasnya kasar, ia melepaskan genggaman tangan Alana sambil manggut-manggut. “Ya. Aku sudah bisa menebaknya, Alana. Lagi dan lagi aku pasti akan ditolak,” ucap Danu sambil berusaha memaksakan senyumnya untuk menutupi hatinya yang kecewa.“Tapi aku akan terus menunggumu selama kamu masih sendiri. Karena aku tidak akan pernah merasa lelah meski aku tahu kalau cintamu belum tentu pasti.” Danu kembali melemparkan senyumnya pada Alana. Membuat Alana menatapnya tidak enak hati.‘Maafkan aku, Danu. Kamu adalah seorang lelaki yang sangat baik. Kamu tidak pantas untukku. Kamu tidak pantas untuk menjagaku dan Rehan
Arwen adalah seorang Papa yang ideal. Meskipun ia harus melakukan segala cara untuk bisa mewujudkan apapun yang Sherly inginkan.“Dan ya. Papa tahu, apa yang menyebabkan Andra meninggalkanku dan pulang sendirian?”Kening Arwen berkerut menatap Sherly. Kemudian Arwen menggelengkan kepalanya.“Semua ini karena Alana, Pa. Alana! Mantan istri Andra yang miskin dan murahan itu!” cetus Sherly, dan Arwen mengangkat sebelah alisnya.“Alana?” tanya Arwen. Ia memang pernah mendengar jika nama mantan istri Andra adalah Alana. Tapi selama hidupnya, Arwen belum pernah bertemu dengan Alana sekalipun. Jadi ia tidak tahu seperti apa rupa mantan istri Andra itu.“Iya, Pa. Aku dan Andra bertemu dengan Alana di bioskop. Dan dengan beraninya, Alana malah menyentuh tangan Andra di depan mataku sendiri. Aku tidak terima, Pa. Jadi aku menamparnya. Dan karena itulah Andra marah padaku. Andra bilang katanya aku sudah membuat
Hanya tinggal sepuluh menit lagi ia berangkat ke Jogja. Ketika itu suara cempreng Rehan terdengar memekikan telinga. Bocah itu keluar dari kamarnya dan berlari menghampiri Danu.“Ayah! Ayah! Nanti Ayah akan cuti lagi ‘kan? Nanti kita akan ketemu lagi ‘kan, Yah?” tanya Rehan yang merangkulkan kedua tangannya di leher Danu. Sementara Rehan sendiri duduk di atas pangkuan lelaki tampan yang ia panggil ayah itu.“Rehan! Jangan seperti itu, sayang? Tolong turun dari pangkuannya Ayah Danu,” suruh Alana menegur sikap Rehan yang terkadang memang kelewat manja pada Danu.Rehan mengangguk. Hendak turun dari atas paha—Danu. Tapi Danu menggelengkan kepalanya dengan tegas.“Tidak apa-apa, Alana. Biarkan saja seperti ini.”“Tapi dia sudah berat, Danu,” protes Alana. Dan Danu masih menggelengkan kepalanya, kali ini sambil terkekeh pelan.“Rehan tidak berat. Kalau kamu yang aku pangku, b
Sebelum membuka pintu, Sherly mengalihkan pandanganya pada Andra. “Sayang, kamu tunggu aku sebentar ya. Aku mau ngantar Evelyn dulu ke kamar kecil. Awas loh, kamu jangan tinggalin aku sendirian lagi!” pesan Sherly sambil memasang wajah merengut.Andra hanya memutar bola matanya.“Hemm..” lalu ia berdeham sebagai jawaban.Hingga akhirnya Sherly dan Evelyn benar-benar keluar dari mobilnya. Sementara Andra harus menunggu di balik kemudi, sambil sesekali melirik kearah arloji yang melingkar di pergelangan tangannya.“Ck! Menyusahkan. Kalau aku tinggalkan dia lagi, urusannya bisa runyam nanti. Si tukang ngadu itu pasti akan mengadu lagi pada Mama dan Papa. Aku malah jika harus mendengarkan ocehan mereka,” gumam Andra sambil mengetuk-ngetukan jemarinya di permukaan setir. Berusaha mengusir kebosanan karena menunggu Sherly yang tengah mengantar keponakannya ke kamar kecil.Namun saat itu, bola mata And
“Hallo, Pak Andra. Ada yang bisa aku bantu?” tanya Alana saat lagi dan lagi Andra menelponnya. Namun kali ini lelaki itu menelpon ketika jam makan siang sudah tiba.“Kamu jangan makan siang di pantry! Aku mau makan siang di luar. Dan aku mau kamu menemaniku!”TUT!Alana kembali membuang napasnya lelah. Sebagaimana kebiasaan Andra, lelaki itu selalu saja mematikan telpon tanpa menunggu sahutan dari orang lain. Dan Alana tahu sekali, kalau perintah Andra tadi memang tak akan bisa ia bantah.Tak lama Andra keluar dari ruang kerjanya. Sambil membenarkan letak jasnya, Andra melemparkan tatapannya yang terasa dingin pada Alana.“Aku tidak mau makan di restoran dekat kantor. Makanan di sana membuat perutku bosan. Cepat ambil tasmu dan ikut aku ke mobil!” perintah Andra.“Baik, Pak Andra.” Alana menganggukan kepalanya. Lantas bergegas tangannya menyambar sebuah tas selempang berwarna
“Hallo, Iya Pak Andra?” Alana mengangkat telpon dari Andra yang menghubungi Alana dari ruang kerjanya.Ya. Andra dan Sherly sudah tiba di kantor setengah jam yang lalu. Dan sepertinya saat ini mereka tengah sarapan bersama di dalam ruangan Andra. Karena tadi Alana melihat OB yang mengantarkan beberapa dus makanan yang Andra pesan dari restoran yang tak jauh dari kantor.‘Alana! Antarkan berkas-berkas penting yang harus ku cek dan tandatangani. Sekarang!’ pinta Andra kemudian menutup telponnya begitu saja.Alana hanya bisa membuang napas pelan. Terbesit rasa ragu di dalam hatinya.“Semoga saja di dalam sana, Andra dan Sherly tidak sedang melakukan sesuatu yang tidak ingin ku lihat,” gumam Alana pelan. Kemudian ia meraih berkas yang Andra minta di atas meja kerjanya. Dan kakinya berjalan pelan menuju ruangan Andra.Sementara itu, di ruang kerja Andra, Sherly tampak memaksa lelaki itu untuk m
“Iya, Ma. Dan Mama tahu tidak, tadi pagi Rehan ketemu lagi loh sama Om Baik. Kami bertemu di sekolah. Rehan seneeng banget bisa bertemu lagi sama dia. Soalnya Om itu ramah, terus keren. Rambutnya juga klimis dan yang paling Rehan suka adalah tubuhnya tinggi. Rehan saja kalah jauh tingginya sama Om itu,” tutur Rehan menceritakan tentang sosok Om Baik pada Alana.Dan Alana hanya mendengarkan sembari memasang wajah penasaran. Ucapan Rehan seakan menarik hati Alana bahwa sosok Om Baik itu memang sangat ramah dan penyayang pada anak kecil. Terbukti, hanya dengan dua kali bertemu saja Rehan sudah langsung menyukai sosok Om Baik yang ia ceritakan.“Kamu sudah tahu siapa nama Om Baik itu?” tanya Alana dan Rehan menepuk keningnya.“Aduh, Rehan lupa lagi mau tanya namanya, Ma. Kok Rehan bisa pelupa ya. Nanti lain kali kalau bertemu lagi pasti Rehan akan tanyain siapa nama Om itu. Oh iya. Kalau Mama sendiri, apa Mama tidak mau ketemu sama Om B