“Baik, Nyonya.” Bik Sumi berjalan tergopoh-gopoh dari dapur lantas segera menuju pintu depan.
Dibukanya pintu itu dengan lebar. Tapi kemudian Bik Sumi membeliakan matanya terkejut. Yang ada di hadapannya bukanlah orang laundry seperti yang Nita katakan. Melainkan Alana dan seorang bocah kecil yang wajahnya mirip dengan Andra.Alana menyunggingkan senyum tipisnya melihat reaksi terkejut yang ditunjukan oleh pembantunya Nita itu.“Berapa tagihannya, Bik?” tanya Nita berteriak dari ruang tengah.Bik Sumi tergugu. Dengan terbata, ia balas berteriak pada majikannya.“Engh, Anu Nyonya. Yang datang bukan orang laundry. Tapi Non Alana dan putranya.” Mendengar teriakan Bik Sumi, seketika Nita menegakan tubuhnya. “Apa? Alana? Jadi Alana dan Rehan benar-benar datang ke sini?!” pekik Nita tak percaya.Untuk memastikan, Nita segera berjalan cepat menuju ke pintu depan. Dan sRehan terdiam sebentar. Melirik kearah Alana dengan wajah ragu. Tapi Alana memberikan senyum manisnya seraya menganggukan kepala.Rehan akhirnya ikut mengangguk dan ia masuk ke dalam pelukan—Andra. Andra merengkuh tubuh Rehan dengan erat. Matanya sampai berkaca-kaca karena akhirnya salah satu keinginannya terwujud.Andra berhasil memeluk Rehan. Ia telah berhasil memeluk anak lelakinya.“Tolong panggil aku Papa, Rehan. Panggil aku dengan sebutan Papa!” pinta Andra tanpa melepaskan pelukannya.“Papa..” ucap Rehan. Dan mendengar itu membuat tangan Andra makin erat mendekap punggung Rehan. Alana terenyuh melihatnya. Ia bisa melihat mata Andra yang mengembun dan menitikkan air di sudut matanya.Alana merasa senang, karena pada akhirnya Rehan mau memanggil Andra dengan sebutan Papa.***“Buburnya harum sekali, Non,” seru Bik Sumi sambil menghirup uap yan
Kaki jenjang Alana sendiri sudah tiba di ambang pintu kamar Andra yang terbuka. Dan Alana menggeleng-gelengkan kepalanya begitu melihat Andra dan Rehan yang sedang bercanda.Terlihat Rehan sedang duduk di samping ranjang Andra dan sebelah tangan Andra yang bebas dari selang infusan, kini menggelitiki badan bocah kecil itu hingga kegelian.“Kamu harus menerima serangan dari Papa ya, Rehan!” seru Andra tak mau menghentikan tangannya yang jahil.“Papa, sudah. Ampuuun.” Rehan mengikik menahan geli.Alana menghembuskan napasnya pelan. Kemudian ia berdeham dengan cukup keras.“Ekhem!!” dan ternyata dehaman Alana itu sukses membuat Andra dan Rehan menghentikan aksi mereka dan menatap pada Alana.“Sedang sakit? Tapi tidak mau istirahat? Malah sibuk menjahili anaknya sendiri. Terus bagaimana caranya kamu akan sembuh kalau seperti ini?” tanya Alana dengan nada protesnya. Kakinya kembali melan
“Kamu sudah selesai makan. Dan sekarang sudah waktunya untuk istirahat. Apa kamu tidak ingin sembuh, Andra? Lagipula aku mau turun ke bawah menyimpan mangkuk bubur bekasmu. Aku juga mau melihat Rehan.” Alana mencoba menjelaskan agar Andra mau mengurai dekapannya.Sayangnya Andra seperti tak berniat untuk melepaskan Alana sama sekali. Andra hanya mengedikan bahunya.“Mangkuk bubur itu biarlah tetap di sana. Nanti biar Bik Sumi yang membereskannya. Dan soal Rehan.. kamu tidak akan melihat Rehan di lantai bawah, Alana. Karena aku sangat yakin sekali kalau saat ini Mama pasti sudah membawa Rehan ke kamarnya. Mama sudah mendekor sebuah kamar yang khusus untuk anak lelaki kita. Rehan pasti sedang asyik menikmati kamarnya saat ini. Jadi percuma juga kamu ke bawah. Lebih baik kamu di sini, bersamaku, tidur denganku?” seringai Andra dengan jahil.Merasa dekapan lelaki itu melonggar, membuat Alana bisa bangkit duduk dan memberikan jenti
“Oh iya. Aku lupa. Kalau ada sesuatu yang ingin ku tunjukan padamu,” ucap Andra yang langsung membuat kening Alana berkerut mendengarnya.“Sesuatu apa yang ingin kamu tunjukan?” tanya Alana dengan raut penasaran. Ia menurunkan kedua tangannya dari pipi Andra. Saat dilihatnya Andra malah menyunggingkan senyum penuh misterius.Bukannya menjawab, Andra malah hendak bergerak turun dari ranjangnya. Dan hal itu tentu saja membuat Alana terkejut.“Andra! Kamu mau pergi ke mana? Kenapa kamu turun dari tempat tidur?” tanya Alana menahan dada—Andra yang bidang agar tetap duduk di atas ranjang.Andra tersenyum. Ia menangkap tangan Alana yang menempel di dadanya sambil mengelusnya pelan.“Kenapa kamu sekhawatir itu? Sudah aku bilang kalau aku mau menunjukan sesuatu padamu. Jadi aku harus turun dari tempat tidur. Karena sesuatu yang ingin ku tunjukan itu ada di luar sana,” ucap Andra seraya men
“Wah, kamarnya bagus sekali, Nek!” Rehan berseru senang. Ketika tangan Nita membuka pintu kamar dan Rehan masuk lebih dulu ke dalamnya.Mata bulat milik Rehan berpendar ke sekeliling kamar. Menatap takjub dan senang. Kata Nita, kamar ini akan menjadi kamarnya.“Yang benar? Kamu suka dengan kamar ini, Rehan?” tanya Nita memegang kedua pundak Rehan dari belakang. Menyadarkan Rehan dari rasa takjubnya lantas bocah lelaki itu mendongkak pada Nita sambil mengangguk cepat.“Iya, Nek. Kamarnya bagus sekali. Rehan suka dengan gambar-gambar MARVEL yang ada di dinding itu. Terus ranjangnya juga nyaman. Kalau Rehan tidur di sini, pasti akan bangun kesiangan karena saking enaknya,” ucap Rehan mencoba mendudukan dirinya di samping ranjang sambil menggoyangkannya pelan.Nita terkekeh mendengar celotehan cucunya. Ia menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah Rehan yang menurutnya begitu lucu dan menggemaskan.“Rehan memang akan tidur di sini,” ucap Nita sambil ikut duduk di samping Rehan.
Melihat wajah kesal Alana, Andra cepat menghentikan tawanya dan mengubahnya menjadi dehaman pelan. Ditatapnya Alana dengan menggigit bibirnya dan Andra melangkah mendekat.“Tapi kamu tetap terlihat cantik meski dengan iler di wajahmu, Alana. Dan aku selalu senang memandangimu,” goda Andra mengangkat sebelah tangannya kemudian mengelus pipi Alana.Tapi Alana diam saja. Ia hanya melipat kedua tangannya di depan—dada dan menatap Andra dengan sebelah alis yang terangkat.“Jangan marah! Aku hanya bercanda tadi. Aku tidak sungguh-sungguh menertawakanmu. Bagiku, kamu adalah wanita paling cantik di dunia ini.” Andra mencubit kedua pipi Alana dengan gemas.Membuat Alana mengaduh dan balas mencubit tangan Andra.“Dasar perayu! Semoga saja saat besar nanti, Rehan tidak menjadi seorang pembual sepertimu!” kata Alana sambil menunjuk Andra.Andra terkekeh mendengarnya.“Sebenarnya kamu ini jadi mandi atau tid
Selama perjalanan, Rehan asyik bermain dengan memegangi robot Iron Man yang ada di kamarnya tadi. Andra yang menyuruh Rehan untuk membawa mainan apa saja yang Rehan suka dari kamar itu.Dan pilihan Rehan selalu jatuh pada robot Iron Man ini.Sedangkan Alana sendiri duduk di samping Andra. Sesekali ia dan Andra akan saling lirik kemudian saling melempar senyum manis satu sama lain.Rehan yang tak sengaja melihat itu dari kaca spion depan, kemudian tersenyum kecil.‘Sepertinya Mama memang sangat bahagia sekali bersama Papa. Benar apa yang dibilang oleh Nenek. Kalau Mama dan Papa memang saling mencintai. Dan aku akan senang melihat senyum bahagia Mama,’ ucap Rehan dalam hatinya.Sambil menyetir, Andra melirik sebentar kearah jok belakang dan ia tersenyum melihat Rehan yang tampak kembali asyik bermain dengan robot mainannya.Kemudian Andra beralih menoleh kearah Alana sambil mencolek lengan wanita itu agar menatapnya.&ld
“Papa! Papa akan pulang? Papa kenapa tidak menginap di sini saja? ‘Kan kemarin Rehan dan Mama juga menginap di rumah Papa.” Rehan bertanya sambil mendongkakan kepalanya pada Andra.Setelah selesai makan siang, Andra menemani Rehan di kamarnya dan mereka baringan bersama di atas tempat tidur. Rehan meletakannya kepalanya di atas dada—Andra yang bidang dan lebar. Sementara Andra sendiri melipat kedua tangannya di bawah kepala sebagai bantal.Menjawab pertanyaan Rehan, Andra menggelengkan kepalanya. “Papa tidak bisa menginap di sini, Rehan. Walaupun sebenarnya Papa juga ingin. Tapi tidak apa. Tidak akan lama lagi, kita akan tinggal bersama dan pindah ke rumah Papa. Jadi kita akan sering-sering bertemu setiap hari,” ucap Andra menggerakann sebelah tangannya untuk mengusap lengan Rehan.“Yah, padahal Rehan ingin sekali Papa menginap di sini. Tidur dengan Rehan dan Mama,” seru Rehan dengan wajah cemberut. Kin