Home / Rumah Tangga / Bukan Gadis Biasa / Bag 08. Harapan Dava.

Share

Bag 08. Harapan Dava.

Author: Rizuma Iori
last update Last Updated: 2021-08-15 11:31:05

»»»»

    Cia duduk malas di balik kursi kemudi. Wajahnya datar sambil menahan amarah yang sudah ada di ubun-ubun. "Turun sekarang!" Cia menatap cowok di sampingnya itu dengan geram, "gue bilang, turun sekarang!" Bentaknya penuh penekanan.

"Nggak, sebelum lo jelas in apa yang lo lakuin di sini dan siapa Om-Om yang sama lo barusan!" 

"Itu nggak ada urusannya sama lo, jadi sekarang lo turun, atau lo gue gebukin di sini!" 

"Gue pilih yang kedua, asal lo jawab pertanyaan gue!" Cia melotot. Ingin sekali dia memukuli wajah Dava yang menyebalkan itu.

"Serah lo!" Cia akhirnya diam. Menyalakan mesin mobilnya dan segera meninggalkan parkiran hotel. Dava hanya duduk diam di samping Cia, tak tau apa yang Cia lakukan di hotel tadi. Yang jelas, Dava merasa harus mengawasi Cia mulai sekarang.

"Lo mau kemana?" Cia tak menanggapi ucapan Dava sama sekali. Hanya terus mengendarai mobilnya dalam diam, "gue lagi tanya! Lo mau kemana?"

"Berisik ya lo!" Cia sudah menahan kesabarannya sejak tadi. Dengan segera memarkirkan mobilnya di tepi jalan. "Turun lo!" Tanpa menatap Dava, Cia meminta Kakak tirinya itu untuk turun.

"Ogah!"

"Gue banyak urusan. Turun sekarang, atau ..."

"Gebukin gue sesuka lo! Asalkan lo cerita sama gue, apa yang lo lakuin di hotel tadi!" Cia berdecih.

"Gue kerja! Puas lo, sekarang keluar! Turun dari mobil gue!" Cia menendang dan memukul Dava dengan sekuat tenaga.

"Kerja? Lo kerja apa!" Dava berucap sambil menahan tendangan dan juga pukulan yang di layangkan Cia. Dia semakin curiga saja, Cia bekerja di hotel itu? Kerja apa?

"Bukan urusan lo, gue udah jawab Pertanyaan lo, jadi sekarang keluar!" Cia berucap marah. "Keluar gue bilang, bang*at!"

"Ok! Ok gue keluar!" Dava akhirnya keluar dari mobil Cia dengan luka lebam di beberapa bagian lengannya. Cia tenaganya memang bukan main-main. "Dia tuh keturunan hulk deh kayaknya!" gerutu Dava sambil mengusap lengan kirinya yang semakin membiru.

****

      Dava memarkirkan sepeda motornya di pelataran rumah. Padahal hari sudah malam dan hampir menjelang tengah malam. Akan tetapi, dia tak melihat mobil Cia terparkir di garasi. Apa gadis itu belum pulang juga? Padahal dia pikir, setelah menendangnya keluar dari mobilnya siang tadi, Cia langsung pulang ke rumah.

   Dava tadi mampir ke rumah Iqbal dan malah jadi nongkrong di cafe bersama yang lain hingga malam. Walaupun dia jarang keluar saat malam, tapi sesekali dia juga bosan dan memilih nongkrong bersama Iqbal dan yang lainnya. Saat sedang melepas helm, suara klakson mobil terdengar nyaring di belakang motor Cia.

"Minggir!" Cia melotot marah menatap Dava.

"Lo kan bisa parkir di sana!" Dava menunjuk parkiran yang sedikit masuk kedalam.

"Ogah! Lo aja sana!" Cia kembali membunyikan klakson.

"Iya! Iya berisik woi! Udah malem nih!" Dava akhirnya tak jadi melepas helm yang masih terpasang di kepalanya, lalu memindahkan sepeda motornya. Cia tampak keluar dari mobil dan langsung masuk ke dalam rumah setelah mengunci mobilnya. Dava berlari mengejar untuk mengikuti adiknya itu.

"Ci, lo abis dari mana?"

"Bukan urusan lo!" Cia berjalan ke arah lift, Dava segera ikut masuk, karena kamar mereka memang berada di lantai yang sama. Cia tampak cuek dengan tampilan yang berantakannya itu. Rambutnya tergerai tak rapi, jaket hitam yang dia pakai hanya menutupi sampai atas pusar dengan tank top warna abu-abu. Dan celana jeans hitam dengan model robek-robek di bagian paha sampai lutut. Benar-benar penampilan yang sangat berantakan.

"Lo abis dari mana, Ci!" Cia tak menanggapi, bahkan melirikpun tidak. Pintu lift terbuka dan keduanya berpas-pasan dengan Diana. Mama kandung Cia yang sejak dulu tak pernah akur dengan Cia, tepatnya sejak Diana menikah dengan Radith, Papa kandung Dava.

"Mama ngapain?" Dava langsung menyalami Diana begitu cowok jangkung itu keluar dari lift.

"Kamu dari mana?" Cia melirik Diana sesaat, berdecih sebelum pergi meninggalkan Dava dan Diana di depan lift.

"Abis nongkrong sama Iqbal."

"Lain kali, jangan pulang larut gini. Nggak baik buat kesehatan!"

"Iya, Ma. Dava ke kamar dulu ya, Ma. Gerah mau mandi!"

"Ya udah sana, kamu udah makan?"

"Udah kok tadi."

"Ya sudah, Mama juga mau turun. Papa kamu pasti udah tidur."

"Ya, Ma." Dava pergi menuju kamarnya, sebelum itu, si cowok dengan manik abu itu menatap kamar adiknya yang berada di seberang kamarnya, di batasi ruang bermain game. "Kapan kita bisa main di sini bareng, Ci!" Dava menghela napasnya sambil menatap ruang game yang sejak dulu memang di buat untuk Dava dan Cia. Namun, mereka justru sekalipun tak pernahkan bersama di ruangan itu, hanya Dava seorang yang sering bermain di ruangan itu sambil berharap Cia keluar dari kamarnya dan bermain bersama dengannya.

"Semoga aja, kita bisa punya waktu main di sini suatu saat!" Harap Dava sebelum masuk ke dalam kamarnya. Kamar cowok itu terlihat rapi, dengan dinding berwarna putih di padukan dengan warna cokelat. Terlihat klasik dan juga modern di saat yang bersamaan. Di setiap kamar memiliki ruangan tersendiri di dalamnya.  Di kamar Dava  ada ruangan khusus yang sengaja Radith buat untuk di gunakan Dava. 

    Radith bilang, terserah Dava menggunakannya untuk apa. Dan Dava memilih menggunakan ruangan itu untuk di jadikan perpustakaan sekaligus ruang game. PS2, PS3, PS4 bahkan sampai PS9. Semua lengkap tersedia di ruangan itu. Iqbal, sebagai sahabat Dava sering main di rumah Dava, dan dia selalu betah jika sudah main di kamar sahabatnya itu. Dava membuka ruangan itu perlahan, terasa hampa dan dia sangat bosan dengan perasaan itu. 

    Dava sering membayangkan dirinya dan Cia bermain bersama, tertawa dan juga saling berbagi cerita. Pasti sangat mengasyikkan.

****

To be Continue ....

Related chapters

  • Bukan Gadis Biasa   Bag 09. Ajakan.

    »»»» Cia membuka matanya, bersiap mandi untuk sekolah. Saat gadis itu selesai bersiap dan ingin keluar dari kamar, Cia di kejutkan dengan kehadiran Dava yang sudah menunggunya, dengan satu kalimat menyebalkan bagi Cia. "Gue nebeng ya!" "Siapa lo!" Cia langsung pergi meninggalkan Dava. "Motor gue di bengkel." "Terus?" "Ya ... gue nebeng sama lo lah!" "Ogah!" "Ayolah, Ci. Sekali ini doang! Ya mungkin pulang juga!" "Taxi banyak!" Cia memencet tombol lift yang berada di depannya. Saat terbuka, ada Radith di sana. Bersama Diana yang juga sudah siap dengan baju kerjanya. "Gue maunya sama lo!" Cia tak menjawab lagi. Memilih diam sambil menunggu lift sampai di lantai dasar. Dia tak suka berdekatan dengan Radith, apalagi Diana. &nbs

    Last Updated : 2021-08-19
  • Bukan Gadis Biasa   Bag 10. Kita Kompakan.

    »»»» Suara dari seberang telfon masih terdengar. Namun, Cia sudah ingin mengakhiri panggilan itu. Ceramah panjang dari Ferry sudah dia dengar semenjak kemarin, Cia sangat pusing mendengarnya. "Besok malem gua ada acara!" Tanpa maksud tujuan, Cia mengatakan hal itu. 'Acara apa? Paling juga nongkrong sama Rajawali!' "Enggak!" Elak Cia ketus. 'Terus?' "Acara makan malem keluarga!" Cia mengutuk dirinya dalam hati. Namun, beberapa saat kemudian, ide brilian merasuki otaknya. 'Boong banget! Udah nggak usah alasan. Pokoknya, besok malem kita berangkat, jam 8 lo harus udah sampe bandara.' "Gue nggak boong bang! Besok gue vc deh kalo nggak percaya!" 'Gue nggak percaya, bisa aja lo boongin gue, nyewa orang buat jadi sodara sama bokap lo. Gue kan nggak pernah ket

    Last Updated : 2021-08-19
  • Bukan Gadis Biasa   Bag 11. Semakin Salah paham.

    »»»» Radith tersenyum menyambut kedatangan relasi bisnisnya yang sudah membuat janji makan malam bersama keluarganya. Sepasang suami istri dan tiga anaknya datang secara bersamaan."Maaf kami terlambat!" Pria itu menyapa lalu bersalaman dengan Radith."Santai saja, Pak. Kami juga belum lama." Radith mengangguk dan mempersilahkan pria itu untuk duduk. "Nah, Ma. Perkenalkan, beliau adalah Pak Bernard Knowles. Rekan bisnis Papa.""Selamat malam, Pak Bernard," sapa Diana sambil tersenyum ramah."Dia istri saya, Diana. Dan kedua anak saya, Dava dan Cia." Cia langsung memalingkan wajahnya.'Mampus!' Batinnya berteriak."Malam, Pak," sapa Dava ramah. Sedangkan Cia masih menunduk. "Pst! Ci, Cia!" Dava menepuk lengan Cia pelan. Cia mengangkat kepalanya sambil tersenyum canggung.

    Last Updated : 2021-08-19
  • Bukan Gadis Biasa   Bag 12. Keras kepala.

    »»»»"Pak Ferry menghubungi saya, dan berkata bahwa saya harus menjaga privasi dari client. Saya pikir, itu tentang Pak Radith. Ternyata, justru anda Mrs. Carlstie." Cia tersenyum canggung."Maaf ya, Pak. Tapi, Bapak nggak bilang sama om Radith kan?""Tenang saja, saya bisa menjaga rahasia.""Syukurlah.""Kamu hebat ya, saya jadi merasa semakin bersemangat untuk bekerja. Dulu, saat saya seusia kamu, yang saya pikirkan hanya main!" Bernard dan Cia terkekeh bersama."Tapi, kedepannya tolong jangan beri tahu siapa-siapa tentang saya ya, Pak!"

    Last Updated : 2021-08-19
  • Bukan Gadis Biasa   Bag 13. Kekesalan.

    »»»» "Aduh!" Gevin sudah bersedeku di lantai dengan tangan yang terkunci ke belakang. "Jangan karena bokap lo nitipin lo ke gue, lo bisa seenaknya!" Cia mendorong Gevin hingga cowok itu terjatuh ke lantai. Sedangkan Cia langsung berlalu pergi begitu saja, harinya begitu sial.

    Last Updated : 2021-09-04
  • Bukan Gadis Biasa   Bag 14. Penyerangan.

    »»»»» Pagi di sekolah yang damai. Semua orang tampak senang karena sepertinya si pentolan sekolah tidak masuk sekolah. Walaupun semua orang tampak senang, lain hal dengan cowok bermanik mata abu-abu yang kini duduk di tepi lapangan basket. Dia bersama sahabatnya, Iqbal sedang menghabiskan waktu hanya duduk diam sambil menunggu bel pelajaran di mulai. Iqbal menatap Dava dengan bingung, sejak beberapa hari lalu, Dava tampaknya sering melamun dan sering tidak fokus. "Cia?" Pertanyaan singkat dan tidak jelas Iqbal justru di tangkap jelas oleh Dava. Cowok manik abu itu mengangguk, lalu menghela napasnya, "udah lah, dia itu memang susah di tebak. Gue denger, kemaren dia bikin rusuh di kantin!" "Gara-gara gue!" Dava menatap kunci mobil milik Cia di tangannya. Benar, kemarin dia dan Cia berangkat bersama dan pada akhirnya, Cia meninggalkan kunci mobilnya sekali

    Last Updated : 2021-09-05
  • Bukan Gadis Biasa   Bag 15. Keadaan Cia.

    »»»»"Dava!" Radith berlari mendekati Dava yang masih duduk di depan ruang Operasi."Pa!" Cowok manik abu itu segera berdiri."Apa yang terjadi?" Radith bertanya pada Kasim dan Naida yang masih menemani Dava."Maaf, pak. Saat ini, Cia sedang di operasi." Radith tak mengerti apa yang di ucapkan Kasim."Apa maksud Bapak?""Dokter bilang, pisau yang menusuk perut Cia, mengenai organ vitalnya, dan saat ini Cia harus di operasi!" jelas Kasim. Radith menatap Dava yang sudah kembali duduk di kursinya, seragam sekolahnya masih berlumuran darah juga kedua tangannya yang tampak bergetar."Dava ..." Radith duduk di samping Dava, lalu merangkul bahu puteranya itu."Pa ...!" Dava langsung memeluk Radith dengan erat. Dava masih tak percaya, beberapa jam yang lalu, adiknya berbaring di pangkuannya denga

    Last Updated : 2021-09-06
  • Bukan Gadis Biasa   Bag 16. Hubungan apa?

    »»»» Cia menatap jam yang terus berdetak di dinding ruang rawatnya. Sudah 2 hari dia di rawat dan seharusnya, nanti malam adalah pertandingannya dengan pembalap dari New Zealand. Cia tak ingin melewatkan kesempatan itu, tapi bagaimana bisa dia keluar, jika dia terus di awasi 24 jam begini!"Hai Cia ..." Cia berdecak kesal. Kenapa di saat seperti ini, harus muncul orang yang menyebalkan!"Ngapain lo kesini!" Ketus Cia. Kian hanya tersenyum seperti biasa."Kita kan temen, jadi wajar kalo gue jengukin lo, ya kan?""Nggak perlu, dah sana balik!""Ih, jahat banget. Padahal kan gue cuma pengen tau keadaan lo doang!""Gue baik-baik aja. Puas lo, dah sana balik!""Ish! Iya-iya, gue pulang nih!" Cia mengalihkan tatapannya, dan saat itu dia mendapat ide bagus."Tunggu!"

    Last Updated : 2021-09-08

Latest chapter

  • Bukan Gadis Biasa   Bag 72. Jangan Lagi ....

    *****  Di hari saat setelah pembagian kelas, Kian tengah Berjalan di koridor menuju perpustakaan, dia berniat untuk mengembalikan buku yang dia pinjam sebelum libur sekolah kenaikan kelas kemarin.  Ketika masuk, Kian bertemu seorang pria yang tampak sedang membereskan tumpukan buku. Dia adalah Deren, penjaga perpustakaan. Berusia 26 tahun, dan lulusan salah satu jurusan di Samsard University. Jurusan penelitian tentang buku. Deren bahkan sudah hampir membaca setiap jenis buku yang ada di perpustakaan itu."Selamat siang, Kak." sapa Kian ramah dan ceria seperti biasanya."Siang juga. Kian rajin sekali, baru hari pertama masuk sudah ke perpustakaan saja." Kian terkekeh pelan."Iya, Kak. Mau ngembaliin buku yang waktu itu di pinjem." Kian mengangkat dua buah buku berukuran sedang yang dia pegang. Kian meletakkan buku itu di atas meja, Deren segera mencatat nya. Setelah selesai, Kian berniat kembali ke kelas, tentunya kelas barunya di mana

  • Bukan Gadis Biasa   Bag 71. Curhatan.

    *****"Sama Cia. Gevin juga." Dava membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur. Ponsel berwarna hitam miliknya di tempelkan di telinga kiri.'Jangan terlalu ikut campur, Sayang. Kamu tau kan Cia itu gimana.'"Iya, gue tau kok. Tapi gue juga nggak tau apa jawaban Cia." ucapnya lagi. Saat ini, dia sedang menghubungi kekasihnya, Aqila. 'Yah semoga aja, mereka bisa cepet selesain masalahnya.' harap Aqila. Dava menghembuskan napasnya lelah, tidak tau harus berkata apa."Ngomong-ngomong, lagi ngapain?" Dava bangun dari baringnya, menatap pantulan dirinya di cermin. Wajahnya sama seperti biasanya, dia tampan, memiliki warna mata yang tidak umum di Indonesia. Dava pernah memakai softlens untuk menutupi warna asli matanya karena baginya terlalu mencolok, itu terjadi saat Dava masuk ke bangku SMP. Tapi setiap kali Dava memakai softlens, Cia selalu menatapnya tajam dan dingin lebih dari biasanya. Dava jadi ragu untuk memakainya lagi, apa menutupi warna mata aslinya ter

  • Bukan Gadis Biasa   Bag 70. Gue Nggak Mau Kecewa Hari ini.

    *****"Ok, gue duluan!" Dava melambaikan tangannya pada Iqbal sambil membawa sepeda motornya pergi meninggalkan sekolah, siang ini, seusai sekolah, Dava memutuskan untuk pulang lebih awal, Radith bilang ada yang ingin di bicarakan, jadi dia buru-buru untuk pulang. Di tengah jalan, Dava menghentikan laju motornya saat melihat mobil yang dia kenal tengah berhenti di bahu jalan, lampu mobil masih menyala, pertanda pemiliknya masih di dalam.   Dava memutuskan berhenti di belakang mobil itu, lalu turun tanpa melepas helm miliknya. Dava mengetuk kaca mobil dengan pelan."Ci, Cia ..." panggilnya, gadis yang di dalam menoleh, membuka pintu dengan perlahan. Dava mundur beberapa langkah dan terkejut saat pintu terbuka, Cia langsung memeluk dirinya sambil menangis. Dava tentu saja tidak menyangka Cia langsung memeluknya dan menangis."Cia lo kenapa? Siapa yang bikin lo nangis?" Dava bertanya khawatir. Bukannya menjawab, Cia malah semakin menangis dalam

  • Bukan Gadis Biasa   Bag 69 . Sorry.

    *****   Gevin masih di posisi yang sama, duduk di samping tempat tidur sang Nenek. Padahal banyak yang memintanya untuk istirahat, tapi Gevin menolak. Pakaian yang dia pakai semalam masih sama, hingga pagi ini, Gevin tidak mau pergi ke sekolah dan betah duduk di samping Neneknya."Gue mau di sini aja! Jangan ganggu gue!" ucapan Gevin yang mendapat pelototoan dari Angga."Basi lo!" Angga kesal sekali dengan Gevin. "Emangnya lo mau nikah muda, pacar lo kan banyak!" sindir nya kesal. Gevin menatap sang Nenek yang baru saja tertidur. Semalam, setelah meminta maaf dan di maafkan, Sang Nenek berpesan.'Gevin, ingin sekali Nenek melihatmu menikah sebelum Nenek pergi.' tapi itu kan tidak mungkin. Gevin masih sekolah, terlebih dia mencintai Cia, apa Cia mau menikah dengannya, jika tidak, apa Gevin harus menikah dengan orang lain dulu, baru menceraikannya setelah itu kembali pada Cia. Tapi Gevin sudah berjanji akan berubah, jika dia melakuka

  • Bukan Gadis Biasa   Bag 68. Jangan Pergi ... Kumohon.

    ******   Rio menatap Gevin heran, cowok itu keluar sambil membawa handuk dan berjalan dengan santai sembari mengeringkan rambutnya. Empat orang lainnya yang tadi ada di sana sudah pulang,  mereka bilang lain kali saja datang lagi, karena melihat mood Cia juga tampaknya tidak bagus. Siapa yang tidak tau jika mood Cia sedang buruk maka semua orang bisa kena getahnya. Mungkin hanya Gevin yang kebal dengan itu semua. Ya ada satu lagi, siapa lagi kalau bukan Dava."Lo baikkan sama Cia?" tanya Rio yang tau bahwa sebelumnya Cia bertengkar dengan Gevin."Iya. Thanks ya, udah cerita soal Cia waktu itu." Rio hanya mengedik acuh. Tak menyangka Cia akan memberikan kesempatan pada Gevin."Jangan nyakitin Cia ..." pesan Rio, "gue kasih tau sama lo ya." Rio melirik kamar Cia lalu berbisik pelan, "Cia kalo udah nyaman, bakalan manja minta ampun. Percaya deh sama gue!" Gevin tentu saja tidak percaya, tapi dia juga penasaran. Gimana sosok Cia yang manja. "Gue

  • Bukan Gadis Biasa   Bag 67. Anak-anak Apartemen.

    ******    Gevin membuka pintu ruangan Cia dan masuk tanpa ijin. Cia menatapnya dengan tatapan tak terbaca. Gevin sudah biasa dengan itu, tapi sekarang Gevin juga sudah tau cara menenangkan nya."Di luar nggak ada yang gue kenal, sayang. Gue kan baru liat mereka." Gevin langsung memeluk Cia dari belakang, menenangkan gadis itu akan kemarahannya. Gevin melihat sekeliling, ruangan itu ternyata ruang kamar, dengan kasur king size dan sebuah lemari besar, juga meja kerja yang berada di sudut ruangan."Lepas gue mau ganti baju! Keluar sana!" Gevin tersenyum cerah."Mau dong liat lo ganti baju ... Bercanda! Sumpah bercanda!" Gevin segera tertawa melihat reaksi Cia. Cowok itu duduk di sofa yang berada di dekat pintu, lalu mengeluarkan ponselnya. "Gue main game sambil nungguin lo aja gimana?" Cia masih menatap Gevin tajam. Dia heran, kenapa bisa nyaman dengan orang semenyebalkan Gevin. Sungguh bodoh sekali.   Gevin benar-benar serius bermai

  • Bukan Gadis Biasa   Bag 66. Kita Masih Pacaran kan!?

    *****    Sore harinya, saat Cia tengah mengendarai mobilnya untuk pulang, ya lebih tepatnya dia ingin pergi ke CR, tiba-tiba saja ban mobilnya meledak dan Cia hampir kehilangan kendali, untungnya dia pembalap handal, jadilah dia berhasil selamat, walaupun dia merusak beberapa tanaman yang ada di trotoar jalan. Gadis itu keluar dan terkejut mendapati sebuah paku berukuran cukup besar tertancap di ban depan mobil miliknya. Beberapa Pejalan kaki, bahkan pengenadara motor yang lewat segera berkumpul dan melihat apa yang terjadi dan berniat membantu jika di perlukan."Bahaya banget!" Cia mengambil ponselnya untuk menghubungi Rio, tapi sebelum panggilan tersambung, Cia melihat mobil Gevin yang mendekat, Cia tak jadi menghubungi Rio. Gevin keluar dengan terburu-buru, tanpa menutup pintu mobilnya, dia mendekati Cia dan langsung memeluknya. Cia sendiri sampai terkejut."Are you ok?" tanya cowok itu penuh kekhawatiran."Ya, gue baik-baik aja kok."

  • Bukan Gadis Biasa   Bag 65. Samsard International School.

    *****"Ngapain hayooo!!" "Woaah!" Gevin terkejut bukan main saat seseorang berbicara tepat di belakang kepalanya. Cowok itupun menoleh dan lebih terkejut lagi karena orang yang berada di belakangnya itu adalah seorang cowok jangkung yang bahkan sedikit lebih tinggi darinya. Gevin itu tinggi, bagi anak seusia Gevin, karena cowok itu memiliki tinggi 180 cm. Sedangkan cowok yang tadi mengejutkannya itu lebih tinggi 5 atau 6 centi darinya."Ngapain ngintip-ngintip?" tanya cowok jangkung itu. Gevin melotot kesal."Lo ngapain sih ngagetin gue!" dengusnya kesal."Lo sendiri ngapain di sini, nggak gabung sama yang lain?" Cowok itu kini melihat ke arah orang-orang yang tadi Gevin perhatikan. "Ssst! Jangan ngurusin urusan orang. Dah sana lo pergi. Awas kalo lo ganggu gue lagi!" Gevin memutar kepalanya ingin melihat teman-temannya lagi."Woaaah!" teriakan Gevin lebih kencang dari yang tadi. Cowok itu bahkan sampai terjatuh t

  • Bukan Gadis Biasa   Bag 64. Galau.

    ****** Cia mengemasi barangnya dengan hati-hati. Wajahnya masih murung, Bu Dewi yang juga tengah membantu, tampak tersenyum, lalu menepuk bahunya pelan."Jangan terlalu di pikirkan, Mba. Sebaiknya Mba Cia mengikuti kata hati saja." Cia diam tanpa menjawab. Ferry juga sebenarnya sudah membebaskannya, tapi Cia masih ragu, bagaimaba kedepannya, dia sudah dua kali di sakiti dengan hal yang sama, apa dia akan merasakan yang ketiga, keempat, kelima bahkan seterusnya?"Mama, nanti pulang Nuca mau beli kucing." Cia terkejut sekaligus bingung."Kucing?" Bu Dewi justru tertawa."Kemarin saat jalan-jalan, saya dan Mas Nuca lihat kucing di pet shop. Lucu sekali, Mas Nuca katanya mau minta sama Mba Cia." Cia mendekati Nuca dan berjongkok di depannya."Iya, Mama janji nanti pulang kita beli kucing ya.""Yeeey, Mama yang terbaik." Nuca mencium pipi Cia dan memeluknya. Entah kenapa, melihat Nuca bahagia dan tertawa saja membuat Cia ikut merasakannya.*****

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status