Hallo, Kakak-kakak! Selamat datang di karya baru saya. ditunggu komen, saran, dan dukungannya Selamat membaca 💕💕💕
“Minum dulu, Mbak!”Wanita itu menyodorkan gelas pada Nayra yang sudah didandani cantik itu.Nayra mengabaikan pembantu itu. Dia tidak lagi merasa haus maupun lapar. Rumah ini sudah seperti neraka karena dua wanita kejam itu.Walau ini rumahnya sendiri, Nayra tidak punya kuasa untuk mengusir Sintia dan Misca. Mereka sudah mengamankan sertifikat rumah dan yang lainnya. Bahkan mungkin sudah dijadikan anggunan untuk meminjam bank.Percuma juga berdebat pada dua manusia yang tidak punya aturan itu. Karenanya, yang ada dalam benaknya kini hanya ingin melarikan diri lagi saja.“Makan dulu ya, Cah Ayu. Biar kuat, Nak. Mbak Nayra harus tetap kuat, ya...” bujuk wanita itu. Air matanya sudah menetes saja dari sudut mata yang mulai berkeriput itu. Memandangi Nayra yang hanya diam membeku.Meski tak mendapat reaksi, w
Sepi...Devran menyeduh kopinya sendiri dan menyandarkan punggungnya di kursi malas sembari menonton pertandingan bola yang disiarkan secara live.Selintas-selintas bayangan gadis itu muncul. Membuatnya menghela napas panjang. Dia tidak mengerti mengapa masih harus memikirkannya setelah tahu tentang kelakuan buruknya tadi.Walau begitu, sebenarnya ada rasa kehilangan yang kini dirasanya.Beberapa hari tinggal bersamanya, hidupnya mulai merasa ramai. Sementara setahun ini hanya sibuk mengisi ambisi yang lain selain asmara.Kerja, kerja dan kerja. Hari-harinya dilewati dengan memasang wajah dingin seperti kulkas 6 pintu.Tapi begitu kedatangan gadis itu, bisa juga dia menjadi bawel.“Ternyata hanya penipu...” gumamnya sendiri.Tak menyangka, Devran sekecewa itu. Merasa bodoh saj
“Biar aku lihat pengantinku!” Pria itu ingin memastikan Sintia tidak membohonginya lagi.Sudah lama dia terobsesi pada gadis muda yang memikat hatinya itu. Tidak sabar ingin segera membawanya pergi ke rumahnya dan memilikinya.“Masih di dalam, sebentar lagi akan keluar.” Sintiya menahannya.Misca sedang mengurusnya di dalam. Gadis pembangkang itu harus diberi sedikit ancaman agar tidak lagi punya niatan mempermalukannya lagi.“Aku mau melihatnya” Hanggoro mendesak, seolah curiga bahwa wanita yang di depannya itu selicik rubah. Bisa saja mengelabuhinya.“Apa yang Anda takutkan, Tuan? Nayra sudah menyetujui pernikahan ini.”“Lalu apa yang kau takutkan? Aku juga hanya melihatnya, kok.”Sintia menghela. Jadi, daripada pria tua ini terus-terusan
“Kau cantik sekali, Nayra sayangku...”Hanggoro mencolek dagu Nayra dan tertawa puas karena sebentar lagi bisa juga memiliki istri muda yang cantik itu.Beberapa orang yang turut hadir menjadi saksi pernikahan bersorak-sorak melihat kelakuan sang juragan yang bagi mereka lucu itu.“Cium Juragan...” seloroh rombongannya sembari bersiul. Nayra benar-benar terlihat jengah tapi masih berusaha menahan diri. Mau marahpun dia tentu tidak berani. Lagi pula siapa di sini yang akan peduli perasaannya. Tidak ada...Hingga suara penghulu itu terdengar.“Sabar, Tuan Hanggoro. Tidak boleh asal colek dulu. Belum halal. Kita halalkan dulu, ya?” Penghulu yang sudah duduk di hadapan mereka mengingatkan pria tua yang sudah tampak mendesak itu.&ldq
Ada rasa kecewa yang menyusupi dadanya melihat kemunculan pria itu. Kenapa bukan Devran yang datang? Untuk apa juga Musa ada di sini?Jangan-jangan dia memang seorang penipu lalu sudah tertangkap Devran dan kini ingin menyeretnya ke dalam masalah yang sudah dibuatnya.“Aku bukan suaminya, tapi aku membawa saksi bahwa wanita yang dipaksa menikah ini sebenarnya sudah terikat hubungan pernikahan.”Musa tak pedulikan tatapan banyak orang. Berjalan menuju ke penghulu di depan. Menunjukan beberapa rekaman pernikahan Devran dan Nayra.“Kalau Anda tidak percaya, saya juga membawa saksi. Ini ada Ustaz Muh dan pengurus RW yang menyaksikan.” Musa menunjuk dua pria yang juga turut hadir.“Omong kosong apa ini? Usir pria itu dari sini!”Hanggoro yang mengetahui kenyataan ini pada akhirnya bangkit dan merasa tidak ter
“Mau apa?” Seorang petugas menahan Devran yang hendak ikut melihat korban.“Kalau tidak ada kepentingan tidak boleh mendekat!” bentak pria itu sembari menghalau beberapa orang yang masih bandel tidak mau pergi.“A-aku suaminya, Pak!” “Kau suaminya?” serempak beberapa orang yang tadi menyingkir dari kerubungan menatap Devran dengan sungguh heran.“Benar, karenanya izinkan aku melihatnya. Aku punya hak untuk melihatnya...” Dengan percaya diri Devran mengakuinya. Padahal dia juga tidak begitu yakin.Biar saja, yang penting dia bisa melihat wanita itu dan tidak mati penasaran.Melihat kesungguhannya seorang petugas memberi kode agar membiarkan Devran melihatnya. Siapa tahu memang dia adalah suami korban laka itu.Selangkah lagi mendekati tubuh yang te
“Jangan melompat. Airnya deras. Kau bisa mati kalau melakukannya!” suara pria brandalan itu mengingatkan Nayra.Gadis itu sudah lelah dan putus asa. Dilihatnya arus yang deras di bawah sana. Dia tidak takut.Kakinya sudah memanjat pagar beton itu untuk bersiap terjun ke sungai. Dipejamkannya matanya erat-erat, seolah melihat bayangan bundanya melambai-lambai di ujung sana memanggilnya.“Aku datang, Bunda...” gumamnya sebelum akhirnya menjatuhkan diri ke dalam sungai.Namun sebelum itu terjadi sebuah tangan menarik tubuhnya dan memeluknya erat.“Lepasin, jangan sentuh aku...” teriaknya merusal sebelum akhirnya semua terlihat gelap dan sunyi...Ketika matanya mulai terbuka, Nayra melihat langait-langit putih di atasnya.“Apa aku sudah meninggal?” gumamnya sendiri.Dia baru menoleh ke sekitar dan tempat ini benar-benar asing baginya.Tapi satu yang Nayra sadari, dia tidak sedang berada di alam lain tapi sebuah kamar yang sunyi hingga suara detakan jarum jam dinding bisa terdengar di t
“Sudah beres, Mas. Aku sudah melaporkan dua wanita itu ke kantor polisi.” Musa memberikan laporan apa yang sudah dikerjakannya.“Bagus. Oh, ya, Om. Jangan dulu memberitahu mama atau papa tentang Nayra. Biar nanti aku beritahu sendiri.” Devran mengingatkan Musa.Meski mamanya yang paling bawel agar dia punya kekasih yang dikenalkan padanya, tapi Devran tahu wanita itu sangat perfeksionis. Tidak mau sembarangan memilih calon menantu.“Bukan karena alasan pernikahan yang dadakan itu, kan?” Musa bertanya. Dia sedikit sudah diberitahu Devran tahu tentang hal itu.“Maksud, Om?” Devran bertanya balik apa yang dimaksudkan Musa.Musa tertawa dan menepuk pundak anak muda itu. Sejak dia kecil, Musa sudah bekerja untuk papanya. Lebih sering mengawal anak muda ini saat dulu masih bandel-bandelnya. Jadi sedikit banyak mengetahuilah tentang karakter Devran.“Mas Devran tidak pernah seperhatian ini pada wanita lain selain sama Mbak Damay. Kalau sekarang Mas Devran kembali memberikan perhatian pada w
“Apa kau yang mengancamnya hingga harus meninggalkanku?” Tidak tahan Alana langsung mengintrogasi Tamara.“Siapa yang kau bicarakan?” Tamara menatap suaminya itu dengan heran. Walau dengan cepat otaknya menyambungkan bahwa Alana sedang membahas tentang istri ke duanya.Tamara juga sudah diberitahu Ludwig, bahwa Alana pergi ke Eropa beberapa bulan kemarin untuk mencari wanita itu. “Aku yakin kau bukan orang yang tidak tahu siapa yang aku maksudkan, Tamara.”Tamara justru tertawa kecil, melihat pria yang masih berstatus sebagai suaminya itu kini menatapnya dengan menahan geram dan rasa penasaran yang tinggi.Itu sungguh membuat Alana tersinggung.“Sekretaris cantikmu yang kau nikahi waktu itu kah yang kau maksud?” tanya Tamara.Alana merasa tak perlu menyahuti pertanyaan itu.“Bagaimana aku bisa mengancamnya, Alan? Dia sudah meninggal, kan?” dengan santainya Tamara mengingatkan hal itu.Alana juga sudah mencari tahu informasi itu bertahun-tahun sejak wanita itu meninggalkannya. Hingg
“Kau sudah makan?” Tamara menyambut suaminya itu sembari memeluk dan mencium kedua pipinya.“Sudah tadi sama mama.” Alana duduk di sofa dengan wajah yang tidak bersemangat.“Ada apa?” Tamara tak menyukai ekspresi wajah suaminya itu. Sudah merasai sendiri bahwa pria itu tidak enak hati padanya. Bisa jadi Renata sudah mengadu yang bukan-bukan.“Jangan protes kenapa aku tidak di rumah keluarga. Mamamu itu mengusirku dari rumahnya.”Jangan-jangan kehadiran Alana di butiknya kali ini ingin membahas dirinya yang tidak tinggal di rumah keluarga sekedar menemani sang mertua yang baru sembuh dari sakit.“Biar bagaimana, apa yang kau lakukan tetaplah salah, Tamara. Kita sudah tua, malu sama usia kita yang sudah pantas punya cucu. Sikapmu masih seperti menantu yang baru bergabung dengan keluarga suaminya.” Alana sekalian mengingatkan istrinya itu.Sejak dulu hingga hampir 30 tahun mereka berumah tangga, masih juga konflik antara istri dan mamanya itu belum juga berubah.“Di matamu aku tidak
“Dari Devran?” tanya Renata pada sang putra.Mereka minum teh bersama di teras rumah menikmati kebersamaan di waktu yang singkat ini.“Benar, Ma.”“Kukira Nayra sibuk sehingga jarang datang ke rumah, ternyata dia selalu bermasalah dengan Tamara.”Renata juga baru tahu hal ini. Dia penasaran dengan apa yang terjadi dalam rumah tangga cucunya. Jadi meminta Musa yang baru datang untuk mencarikan informasi. Dirinya sama sekali tidak tahu apa-apa.Yang mengejutkannya, kasus pembulian viral itu, yang menyeret nama mantan kekasih Devran, ternyata korbannya adalahh Nayra.Renata ikut geram melihat video yang viral itu. Walau wajah Nayra disamarkan, entah bagaimana Renata bisa mengenali gestur tubuh gadis malang itu. Lalu diperkuat oleh informasi yang baru di dapat Musa tentang kebenarannya. Musa tentu dengan mudah mengetahuinya dari Yas. Anak muda itu juga adalah anak buahnya sebelum ini. Dia juga secara rahasia diberi tahu Yas bahwa semua kejadian ini atas inisiatif sang nyonya besar, Tamar
Di dalam kamar yang dulu difungsikan sebagai ruang kerjanya, Devran menerima pesan dari Musa dan Yas.Pesan dari Musa memintanya menghubungi papanya yang baru datang, sementara pesan dari Yas menyampaikan tentang Akte pernikahan mereka yang sudah diambilnya.Kemarin saat bertelponan dengan Nayra yang meminta maaf dan berterima kasih padanya dengan perasaan yang manis, Devran jadi merindukan istrinya dan tak menunda untuk pergi ke Kota tempat istrinya berada. Padahal hari itu papanya juga akan datang. Jadi mereka belum sempat bertemu.Sekarang Devran sedang menghubunginya. “Halo, Pa!”“Dev? Kau tidak di Jakarta?” suara papanya terdengar.“Maaf, Pa. Devran ke Kota Diraja sebentar. Nayra ada di sini sudah seminggu yang lalu.”“Kenapa? Kalian bermasalah?”Alana masih dengan perhatiannya menanyakan apakah putranya itu punya masalah? Mungkin karena itu, Devran lebih bisa menurut pada sang papa daripada mamanya yang bahkan jarang memperhatikan hal kecil begini. “Ada sedikitlah, Pa. Its o
“Enggak di sana enggak di sini, kenapa orang di kotamu ini suka sekali menganggu orang yang begituan?” Devran melenguh dalam lelahnya.Ternyata mengeluarkan benih itu menguras tenaganya sekali. Apalagi sejak kemarin dia tidak makan dengan baik lantaran kurang berselera. Hanya sekedar makan seadanya untuk menghormati yang masak saja.Nayra tersenyum lucu. “Jangan perhitungan begitu, kita sudah selesai, lho, Mas.”“Selesai untuk babak pertama. Belum babak-babak selanjutnya.” Devran masih protes. Tidak rela sekali ada yang menganggu kebersamaannya dengan Nayra walau itu teriaakan tetangganya sendiri.“Aku buka dulu, deh. Tahu tuh, ada apa?” Nayra baru bangkit dari pelukan Devran. Sejenak merapikan penampilannya.Untung Devran hanya mengusik bagian intinya dan tak melepas bajunya. Jadi Nayra tak berlama-lama membuka pintu itu.“Iya , Umi?” Nayra tersenyum menyapa wanita itu. Walau wajah lelahnya mungkin tertangkap di netra wanita sepruh baya itu.“Kaya ngos-ngosan begitu, Mbak? Beres-bere
“Lho, Mbak Nayra toh ini? Ya Allah, pangkling, Mbak. Tambah cantik saja!”Umi Salamah menyambut kedatangan Nayra dan Devran di rumahnya. Acara pernikahan putrinya masih minggu depan, tapi Nayra mengirim kabar bahwa mereka akan datang hari ini karena minggu depan mereka berencana sudah balik ke Jakarta lagi.“Sudah ada isi belum, Mbak Nay?” Umi Salamah mengelus perut Nayra yang rata itu.“Ahaha, belum Umi. Saya juga masih kuliah,” tukas Nayra.“Enggak apa-apa, Mas Devran kan pengusaha sukses, kalaupun Mbak Nayra punya anak, yang merawat pasti juga banyak. Tidak akan mengganggu kuliah Mbak Nayra juga.”“Iya, Mas. Jangan ditunda. Enaknya kalau masih muda sudah punya anak, kita berasa punya banyak waktu membersamainya. Sampai mereka menikah, punya anak dan bahkan ikut merawat cucu-cucu kita.” Ustaz Muh menyahut memberi meraka nasihat.Devran dan Nayra hanya mengangguk saja.Sebenarnya Devran juga tidak keberatan kalau Nayra langsung hamil. Tapi, istrinya ini yang terus ingin menunda punya
“Aku angkat ya, Mas?” Nayra meminta pendapat Devran yang sudah berwajah muram itu melihat nama Ananda di layar ponselnya.“Ambilkan aku teh tawar hangat lagi, ya? Perutku masih eneg.” Devran mencoba mengalihkan Nayra dari panggilan itu.“Oh, baik, Mas.”Nayra meletakkan lagi ponsel itu setelah merijeknya dan bergegas ke dapur membuatkan suaminya teh tawar. Kasihan dia, gara-gara menjaga perasaan mamanya sampai memaksakan makan makanan yang paling tidak disukainya.Ketika beberapa saat ponsel Nayra kembali berpendar. Devran tahu, Ananda pasti mencoba menghubungi kembali.“Getol amat nih laki ganggu istri orang?” Devran menggerutu.Tadinya hendak merijek lagi panggilan itu. Tapi otak usilnya jadi keluar. Diusapnya tombol terima namun dibiarkan tergelatak di atas nakas. Saat itu Nayra sudah berjalan masuk ke kamar.“Sayang, buruan. Udah enggak tahan ini!” Devran sengaja berkata begitu. Dia mondar-mandir di kamar menunggu Nayra datang sembari memegangi perutnya.“Oh, iya, Mas. Sabar...” N
“Terima kasih ya, Mas Devran. Karena Mas, saya dan putri saya bisa kembali bersama.” Farah tampak berlinang air mata bertemu langsung dengan suami putrinya yang sudah melakukan banyak hal dalam hidup sang putri.Dia senang mengetahui seperti apa suami putrinya itu. Meski Nayra menikah muda, tapi kalau pasangannya lebih dewasa baik secara finansial dan sikap, Farah tidak akan menyesalinya.“Sampai kapanpun, saya akan berhutang budi pada Mas. Sekali lagi terima kasih banyak.”“Ma, jangan panggil Mas. Dia kan mantu mama?” Nayra nyelutuk mengoreksi ucapan Farah.“Panggil saja Devran. Ya kan, Mas?” Nayra beralih pada suaminya.Devran hanya mengangguk membenarkan. Farah tampak formal sekali padanya. Membuatnya juga sedikit segan.Apa karena dia adalah mertuanya jadinya Devran tampak segan?“Memastikan hidup Nayra baik-baik saja itu sudah tanggung jawab saya, Ma. Mama tidak berhutang apa-apa ada saya.”Devran menyampaikan itu agar Farah tak merasa berhutang budi padanya. Devran juga tidak me
“Siapa?!”Nayra melangkah dengan ragu-ragu.Diingat-ingatnya lagi. Apa tadi dia lupa mematikan shower saat mandi?Sepertinya tidak. Nayra ingat saat masuk lagi untuk mengambil sesuatu, shower sudah dalam keadaan mati.“Apa aku panggil Kiki atau Pak Parmin saja?” Nayra jadi takut. jangan-jangan ada maling yang masuk rumahnya.Namun saat hendak melangkah pergi, suara shower itu sudah tidak terdengar. Dia malah mendengar suara gagang pintu kamar mandinya diputar.Jantungnya berdetak keras ketika pintu itu terbuka. Namun melihat siapa yang sedang membuka pintu itu, Nayra terkejut senang. “Mas Devran?!” teriaknya, dan seperti biasa dia suka sekali melompat kepelukan pria ini. Dengan sigap Devran akan selalu menangkapnya.“Ya ampun, ini beneran Mas Devran, kan?” Nayra membelai wajah Devran untuk memastikan dia tidaklah sedang berkhayal.Devran hanya memutar bola matanya malas karena Nayra sekonyol itu. Masa masih tidak percaya kalau dirinya yang saat ini ada di hadapannya.“Bukan. Aku Do