“Kau akan jadi milikku hari ini, cantik...” Rio mencium tangan Nayra dan masih betah mengagumi paras istri mantan bosnya itu.Diantara banyak gadis cantik, sebagai seorang pria normal, Rio tentu tak menampik bahwa Nayra memiliki daya tarik tersendiri yang luar biasa. Terlalu asyik mengagumi gadis ini sampai-sampai lupa dia harus bertindak cepat. Bisa-bisa Tamara juga akan memecatnya kalau kali ini dia tidak berhasil. Tangannya bergetar mulai melepas kancing kemeja Nayra.Satu kancing, dua kancing, lebih gugup lagi ketika dua gundukan indah menggoda itu terpampang di depan matanya, membuat isi dalam celananya penuh, napasnya mulai memburu dan tak sabar untuk langsung mengungkungi tubuh itu.Ketika itu Nayra mulia tampak sadar. Dia membuka matanya dan terkejut melihat wajah seorang pria yang itu bukan Devran mendekat mencoba mencium pipinya.Nayra langsung menahannya dan berteriak. “Tidak! Lepaskan aku!”Rio tak peduli. Dia masih berusaha menyentuh Nayra meski gadis itu memberont
Pukulan dan tamparan itu tak guna karena Rio masih tak mau mengaku. Bicarapun dia tidak bersedia.Di detik ini Devran merasa ngeri. Seberapa berkuasa sang mama hingga anak buahnya tak berani membuka mulut dan memilih untuk bungkam bahkan kalau perlu mati sekalipun.Langkahnya mengendur dan Devran tertunduk di kursinya.“Serahkan ke polisi, kalau perlu seret semua yang ada di video itu!” Devran memberi perintah pada anak buahnya meski dengan nada lemas. Lemas karena menyadari bahwa ini sudah tidak main-main lagi.“Atur bagaimana caranya seolah orang lain yang melaporkannya. Aku tidak mau Nayra terlibat lagi. ” Pesan Devran.Devran tahu kalau sampai dirinya atau anak buahnya yang tercatat melapor, bukan dirinya yang akan dirujak sang mama, tapi Nayra.Tak perlulah bertanya lagi untuk memastikan atau sekedar membuktikan bahwa mamanya lah yang mendalangi semua ini.Keberadaan Rosa, tantenya; Eva, asisten mamanya; juga Damayanti yang membully Nayra sebelum hampir dilecehkan Rio, sudah me
“Bagaimana keadaanmu? Sudah lebih baik?” tanya Devran menghampiri Nayra yang sepanjang hari belum beranjak dari kamar.Devran baru menemuinya sore ini karena tidak ingin menganggunya. Dia meminta Kiki yang menemani dan menghibur Nayra. Mendengar kodisinya sudah lebih baik, Devran baru berani muncul di hadapannya.“Iya,” ujar Nayra. Dia baru melihat Devran dan Kiki bilang pria ini sedang sibuk di kantornya.Merasa terisih itu ada. Seolah diabaikan dan tidak dipedulikan. Setidaknya Devran bisa menenangkannya setelah hal-hal buruk itu terjadi. Sayangnya pria itu terlihat acuh dan dingin. Perasaannya carut marut terkenang tentang hubungan Devran dengan mantan kekasihnya. Apa mereka serius kembali memutuskan bersama sehingga Devran tak membutuhkannya lagi?Apalagi setelah mengetahuinya hampir diperkosa pria lain, Devran pasti enggan sekedar mendekatinya. “Baguslah. Kalau kau bisa makan malam, aku tunggu di meja makan,” tukas Devran begitu saja berlalu keluar kamar.Nayra menatap pria
Tidak perlu menunggu esok tiba, Nayra sudah mengemas sedikit barangnya di koper. Dia sudah menghubungi Aulia menanyakan apakah masih ada kamar kos kosong di tempatnya? Untungnya masih ada. Sayangnya Aulia bilang, ibu kos bilang baru besok boleh datang.Tidak apa, tinggal nunggu malam ini saja di apartemen ini. Seharusnya dia bisa bersabar.Hanya saja, setiap sudut ruangan di apartemen ini selalu menyiksa batinnya. Tentang kemesraan mereka, kebersamaan yang hangat, dan pertengkaran-pertengkaran kecil yang justru membuat mereka saling merindukan.Sedih, karena faktanya semua itu tidaklah sepenuh hati dilakukan oleh Devran padanya. yang dikiranya sudah jatuh hati padanya, nyatanya hanya sebagai penghibur dan selingan hatinya yang nestapa karena belum bisa menemukan jalan kembali pada mantan kekasihnya.“Selamat deh, Mas. Mudah-mudahan hubungan kalian langgeng,” gumam Nayra yang sudah kehabisan air mata untuk menangis. Membiarkan ngilu dadanya masih terasa.Hanya bisa mengelusnya dan m
“Ada apa, Nay?” Aulia temannya itu melihat Nayra bermata sayu, seperti orang kurang tidur dan banyak menangis.Sejak beberapa hari yang lalu dia sudah mengira Nayra punya masalah. Terlebih tiba-tiba memutuskan pindah ke kos-kosan kecil di tempatnya ini. Jangan-jangan apa yang ditakutkan Aulia selama ini terjadi juga.Nayra tak memberikan pernyataan. Dia hanya mengulas senyum dan merebahkan tubuhnya di tempat tidur kecil di kamar kos barunya. “Aku ngantuk, Ul. Nanti sore aku mau interview.”“Interview apa?”“Adalah, aku tidur dulu, ya?” ujar Nayra yang memejamkan matanya kemudian sudah terlelap dengan cepat.Semalam dia tidak bisa tidur meratapi nasibnya, menunggu pagi menjelang karena tak betah masih berada di apartemen pria yang tidak berperasaan itu. Setelah sejauh ini hubungan mereka, ujung-ujungnya dicampakkan begini juga dirinya.Sejak awal posisi Nayra memang sungguh sulit. Memang dia yang membutuhkan pria itu untuk keluar dari masalah dengan ibu tirinya. Namun, seharusnya ti
“Pak, mengenai video itu, apa perlu diviralkan saat ini?” Yas meminta pertimbangan Devran sebelum melangkah untuk memberi pelajaran para pelaku pembulian sang nyonya.Pria itu bukan lagi pegawai di kantornya, jadi tidak bisa datang ke kantor, takut akan membuat spekulasi dari mata-mata sang nyonya besar. Dia menunggu Devran di sebuah kafe utuk membahas urusan ini.“Aku lupa kalau Nayra masih harus kuliah. Jadi dia menolak balik ke kotanya. Menurutmu kalau video itu viral, apa tidak ada kemungkinan mama akan kembali mengincarnya?”Devran meminta pertimbangan Yas mengenai Nayra yang masih ada di Jakarta. takut saja sang mama akan meminta orang mengubek-ubeknya lagi jika video itu viral.“Nanti kita samarkan wajah nyonya agar tidak mengganggu privasinya. Ini juga akan memancing reaksi mereka untuk membuat sebuah pernyataan. Barulah kita akan bergerak memakai pihak ketiga untuk melaporkan mereka.”Yas sudah merancangnya. Dia belum mengeksekusi hal ini karena menunggu Devran balik dari Ba
“Nayra?!” bentak seniornya kala melihat Nayra kurang fokus.“Kalau tidak niat kerja jangan kerja! Lihat kan kita dikomplen gara-gara mereka pesan sup aparagus yang kau centang malah sup seafood. Mana ibu tadi alergi seafood lagi!”“Maaf, Kak,” ujar Nayra merasa bersalah. Dia juga lupa apakah dia yang salah centang atau pelanggannya yang lupa pesanannya. Yang pasti kali ini Nayra benar-benar kacau.Sejak berangkat tadi, suasana hatinya sudah buruk. Entahlah, untuk apa juga hatinya masih semerana ini melihat pria itu tampak bersama Damayanti.“Permisi, Kak!” Nayra izin melanjutkan pekerjaan. Sedangkan seniornya masih ngedumel karena gadis itu sudah berani membuat kesalahan di minggu-minggu pertama dia bekerja.“Jangan keras-keras pada anak baru.” Rekan yang lain mengingatkan.“Kalau enggak dikerasin mereka seenaknya sendiri. Kita terus yang repot kalau begini!”Kata-kata itu sengaja dikeraskan agar Nayra yang kini mengelap meja makan mendengarnya.Nayra menghela napasnya dalam-dalam. Men
“Nay?” Devran menghampiri gadis itu dan baru tersadar bahwa itu hanyalah bayangan yang tiba-tiba melenyap di udara ketika disentuhnya.Dia tidak memungkiri, sedang merindukan gadis itu. Merindukan malam-malam dingin dan hari yang lelah seharian bekerja yang tidak akan terasa lagi karena bersama dengannya.“Sial!” Devran lagi-lagi mengumpati dirinya yang malah mengingat gadis itu.Saat diletakkannya jam tangan di meja rias, Devran baru tahu ponsel Nayra tergeletak di sana dalam keadaan non aktif. Cincin yang diberikannya malam itu pun ada di samping benda pipih itu.“Nayra tidak membawa ponselnya?” Devran terkejut mengambil ponsel itu.Dia memang tidak berusaha menghubugi Nayra, jadi tidak tahu kalau ponselnya ditinggal dan tidak aktif.“Astaga!” lenguhnya lalu bergegas menuju ruang kerjanya.Tadinya mau menghubungi Kiki agar datang dan mengantar benda ini ke Nayra.Dia pasti butuh ponsel ini untuk banyak hal. Akses keuangan, komunikasi dan lainnya tentu dari benda pipih ini. Bagaima
Ananda anak pintar dan kutu buku sejak kecil. Dia selalu mendapat prestasi di sekolah karena memang dia tipikal anak yang tidak mau terlihat buruk.Pernah ada anak baru yang lebih menonjol mengalahkan Ananda, hal itu saja sudah membuat anak itu mengurung diri sepanjang waktu di kamarnya.“Bujuklah Ananda agar mau makan. Kasihan sepupumu, Dev!” Rosa waktu itu meminta Devran membantunya.Dengan sedikit usaha, Devran bisa masuk dari jendela, Ananda malah melemparinya dengan benda-benda yang ada di dekatnya.“Keluar! Kalau aku bilang tidak mau makan bukan urusanmu!” Ananda meneriaki Devran.“Ayolah, bro. Itu hanya tentang nilai. Kau bisa mengejarnya lain waktu.” Devran menghibur sepupunya.“Kau tak tahu apa-apa, Dev! Kau tak tahu rasanya belajar sampai tengah malam dan begitu keesokan harinya kau ujian, CBT komputermu tak berjalan. Waktu habis dan aku tertinggal. Enak saja mereka bilang aku tidak bisa mengulang ujian itu hanya karena tidak ada jadwa ujian susulan. Lebih enak lagi, anak
Perasaan Nayra sepagi ini sudah terasa manis. Nenek Renata menelpon dan bermimpi bahwa anak yang dikandung Nayra berjenis kelamin perempuan. Nayra suka sekali anak perempuan.Nanti kalau memang anak perempuan yang dilahirkannya, dia sudah tidak sabar menguncir rambutnya, membuatkannya baju rajut yang cantik, juga menghias kuku-kukunya.Mudah-mudahan mimpi Nenek Renata bisa terwujud.“Jangan terus tersenyum begitu, aku memang pandai memuaskanmu, tapi tak perlu juga mendeklarasikannya dengan senyuman sepanjang hari,” tukas Devran sembari memakai kemejanya. Dia harus segera berangkat kerja. Ada banyak agenda hari ini.Mendengar Devran mengatakan demikian Nayra langsung melototinya. “Besar kepala sekali Anda? Siapa juga yang senyum-senyum untuk Anda?”“Oh. Bukan senyum-senyum untukku? Atau senyum itu untuk....”“Jangan mulai deh, Mas. Mau kita bertengkar lagi sepagi ini?” Nayra mengingatkan.Jadi malah terbalik begini. Biasanya dialah yang suka memulai sebuah pertengkaran.“Emang kau piki
“Ouuuh, Mas!” Nayra sampai terlihat tak berdaya. Menggapai-gapai sesuatu di sekitarnya sekedar untuk diremasnya sebagi buncahan rasa itu.“Mas???” jeritnya tapi dia begitu menikmatinya.Peluh dikeningnya bercucuran dan tubuhnya benar-benar bergetar. Entah bagaiamana bisa pria itu tanpa memasukinya dengan sebagaimana mestinya, sudah membuat Nayra gelonjotan seperti ini.Nayra bahkan sudah mencambaki rambut kepala yang menyerusuk di sela kedua kakinya itu, namun Devran tak berhenti. Dia juga mau Nayra merasakan sensasi yang sama saat barusan tadi dirinya terpuaskan.“Sudah, Mas. Jangan heboh-heboh...”Devran baru mengurangi usahanya itu saat teringat istrinya sedang hamil dan tak boleh terlalu heboh. Takut mengusik janin yang anteng di dalam sana.Keduanya kembali terkulai di atas ranjang itu sambil saling memeluk dan tak rela terpisahkan.Devran juga tak mau Nayra sampai kelaparan, jadinya sembari menunggu Nayra selesai mandi, Devran memesankan makanan untuknya.Selesai memesan, dia
Devran sudah lama tidak memukuli orang. Sekarang mumpung ada mangsa dan juga suasana hatinya yang mendukung adrenalinnya naik, Devran tampak kesetanan menghajar tiga cecunguk itu satu persatu sampai mereka ampun-ampun dan mencium sepatu Devran.“Ampun, bos, ampun! Kita cuma cari sesuap nasi untuk anak istri kita!” salah satu pria yang sudah babak belur memohon-mohon.“Kembalikan barang istriku!” Devran merebut tas dan jam tangan Nayra.Tidak sulit membelikan lagi Nayra barang-barang mahal untuknya. Tapi tindakan mencuri atau merampok tentu tidak bisa dibenarkan dan dibiarkan begitu saja.Tapi, kali ini Devran bermurah hati. Dia tidak berlanjut mempolisikan mereka. “Pergi sebelum aku berubah pikiran!” ketusnya pada mereka.Sedikit tergesa sembari menyeret teman yang pingsan mereka pun langsung masuk ke dalam mobil dan meluncur menghilang.Saat itu Devran berbalik dan melihat Nayra berlari kecil untuk melihat Devran. Namun Ananda masih mempengaruhi Nayra.“Devran tidak kenapa-kenap
“Aku dengar, Devran melaporanku ke organisasi dokter. Tidak tahu benar atau tidaknya, tapi aku yakin undangan itu untuk menyidangku.” Ananda mengutarakan keresahannya pada Nayra.Pria itu tahu Nayra tidak mengerti apa-apa. Kalau dia membuka sedikit saja memori saat Nayra sebelum amnesia, yakin lah dia bisa memporak porandakan hubungan Devran dan Nayra kembali.“Ke-kenapa Mas Devran melaporkan Dokter? Apa ada yang salah?” Nayra bingung dan heran.“Dia...” Ananda hendak mengatakan sesuatu, tapi mendadak terhenti karena seorang wanita menghampiri mereka.“Mas Nanda?” tegurnya. Raut wajahnya resah dan sedih. Membuat Ananda juga Nayra menatapanya heran.Nayra terkejut karena dia mengenalnya. “Lho, kamu kan yang...”Belum juga berlanjut ucapan Nayra, Ananda memotongnya. “Nay. Dia putri teman mamaku. Aku izin ngobrol sebentar, ya? Sebentar saja, kok!”Nayra tentu mengiyakan. Aulia diminta menemani Nayra dulu sembari menunggunya membereskan masalah dengan gadis satu ini.“Apa maumu, Yasmin?
“Terima kasih atas sarannya, Nyonya. Sebaiknya Anda keluar karena saya banyak pekerjaan hari ini.” Devran tak peduli. Dia mengabaikan Tamara dengan duduk di kursi kerjanya dan menghubungi sekretarisnya.“Rudi, bawakan aku dokumen kontrak kerjasama dengan perusahaan Malaysia. Aku mau pelajari dulu!”Tamara masih belum menyerah mengusik sang putra. Dia menjalankan kursi rodanya mendekati meja kerja Devran. Sedikit melembutkan suaranya dia menyampaikan, “Papamu ulang tahun hari ini, kau tidak mau mengucapkannya?”Devran menampakkan ketidakpeduliannya dengan memeriksa ponselnya. Terasa geli saja di telinganya mendengar Tamara menyebutkan papa untuk Ludwig.“Dev?” Tamara meminta perhatian putranya itu. “Hargai sedikit keberadaannya di hidupmu, Dev. Dia ayah biologismu. Dia orang pertama yang sangat bahagia mendengar mama hamil.”Devran menghela napas. Kalau tidak disudahi, wanita ini tidak akan berhenti menganggu waktunya. Memang seperti itulah mamanya.“Sudah tua juga ulang tahun, kayak
Tatapan Nayra membulat mendengar Devran kembali ingin mengukungnya. Tapi dia jadi ingin menggoda Devran. “Kalau sama gadis cantik selalu ada yang mendesak ya, Mas?”Sialnya yang Nayra tahu, pria ini selalu dikelilingi wanita cantik.Jadi ingat Damayanti yang super model itu. bukan hanya cantik, tentu saja bodinya juga seksi. Semua pria pasti setuju Damayanti itu wanita yang bisa memuaskan visual para pria.Kalau begini, Nayra kembali tergoda membayangkan, saat Devran berpacaran dengan Damayanti, seheboh apa pergulatan mereka di atas ranjang?Hal itu selalu membuatnya cemburu.“Maksudnya apa ngomong begitu? Mau bertengkar lagi?” Devran menaikan alisnya tidak suka Nayra memancing-mancing pembahasan. “Ya, gimana? Mas Devran kalau di ranjang buas banget kayak srigala lapar. Enggak mungkin juga kan dulu-dulu enggak begini?”Nayra sudah berbesar hati saat awal-awal tahu kehidupan Devran. Bahwa semua itu masa lalu. Tapi terkadang, dia juga penasaran.“Ya gimana? Emang suamimu ini pejantan t
“Orang merem melek keenakan begitu, ngapain juga kemarin nolak-nolak?” Sindir Devran kala selesai kegiatan olahraga pagi mereka pada Nayra yang tampak terkulai lemas namun bibirnya tak berhenti menyunggingkan senyum.“Gimana enggak nolak? Mas Devran kan yang lebih dulu nolak aku. Melorot banget harga diriku ditolak begitu, Mas. Kesannya aku ini enggak banget di mata Mas Devran.” Nayra mengungkapkan perasaannya kala itu.Mereka sudah sama-sama pelepasan dan lega satu sama lain melewati sikap saling kesal dan ingin membalas. Karenanya, obrolannya pun sudah kembali santai tanpa ada otot dan ego yang tak mau kalah.“Jangan overthinking begitulah, masa sampai sebegini kau masih meragukan cintaku? Enggak pernah lho aku seperti ini dulu sama perempuan. Cuma sama kamu sampe aku bela-belain hampir gila.” Devran memberitahu gadis yang selalu meragukannya ini.“Kapan Mas Devran begitu?” Nayra hampir tak percaya.“Kamu memang tak pernah percaya sama aku, tapi kalau Ananda yang ngomong, enggak ben
Saat terbangun Nayra merasa kakinya pegal semua. Tidak tahunya ada kaki besar yang menindih kakinya.“Mas? Maaas?!” Nayra menggoyang tubuh itu.“Hah, apa?” Devran terbangun.“Capek semua ini, Mas. Kakinya disingkirin!” Nayra masih mencoba mendorong tubuh besar Devran.Apa tidak pikir-pikir saat memeluk Nayra? Untung tidak mengenai perutnya.Entahlah. Sejak kapan pria ini sudah balik ke kamar. Nayra juga lelah. Sampai tidak tahu sepanjang malam dipeluk dan ditindih pria ini.“Eh, maaf, Sayang!” Devran baru berjingkat dari memeluk Nayra.“Lain kali jangan peluk lagi, Mas.”“Astaga, Nay. Hanya peluk doang, lho. Enggak mau juga?” Devran protes. Sebegitunya Nayra tidak mau dipeluknya.Padahal maksud Nayra bukan karena tidak mau. Tapi karena ingi menyelamatkan bayinya dari pola tingkah bapaknya.Melihat Devran bangkit begitu saja ke kamar mandi, Nayra jadi merasa bersalah.Dia memang masih sebal dan kesal pada pria itu. tapi sebenarnya juga meridukannya.Mungkin sebentar meletakkan rasa s