Selamat membaca, Kak 💕💕💕
“Ada apa, Nay?” Aulia temannya itu melihat Nayra bermata sayu, seperti orang kurang tidur dan banyak menangis.Sejak beberapa hari yang lalu dia sudah mengira Nayra punya masalah. Terlebih tiba-tiba memutuskan pindah ke kos-kosan kecil di tempatnya ini. Jangan-jangan apa yang ditakutkan Aulia selama ini terjadi juga.Nayra tak memberikan pernyataan. Dia hanya mengulas senyum dan merebahkan tubuhnya di tempat tidur kecil di kamar kos barunya. “Aku ngantuk, Ul. Nanti sore aku mau interview.”“Interview apa?”“Adalah, aku tidur dulu, ya?” ujar Nayra yang memejamkan matanya kemudian sudah terlelap dengan cepat.Semalam dia tidak bisa tidur meratapi nasibnya, menunggu pagi menjelang karena tak betah masih berada di apartemen pria yang tidak berperasaan itu. Setelah sejauh ini hubungan mereka, ujung-ujungnya dicampakkan begini juga dirinya.Sejak awal posisi Nayra memang sungguh sulit. Memang dia yang membutuhkan pria itu untuk keluar dari masalah dengan ibu tirinya. Namun, seharusnya ti
“Pak, mengenai video itu, apa perlu diviralkan saat ini?” Yas meminta pertimbangan Devran sebelum melangkah untuk memberi pelajaran para pelaku pembulian sang nyonya.Pria itu bukan lagi pegawai di kantornya, jadi tidak bisa datang ke kantor, takut akan membuat spekulasi dari mata-mata sang nyonya besar. Dia menunggu Devran di sebuah kafe utuk membahas urusan ini.“Aku lupa kalau Nayra masih harus kuliah. Jadi dia menolak balik ke kotanya. Menurutmu kalau video itu viral, apa tidak ada kemungkinan mama akan kembali mengincarnya?”Devran meminta pertimbangan Yas mengenai Nayra yang masih ada di Jakarta. takut saja sang mama akan meminta orang mengubek-ubeknya lagi jika video itu viral.“Nanti kita samarkan wajah nyonya agar tidak mengganggu privasinya. Ini juga akan memancing reaksi mereka untuk membuat sebuah pernyataan. Barulah kita akan bergerak memakai pihak ketiga untuk melaporkan mereka.”Yas sudah merancangnya. Dia belum mengeksekusi hal ini karena menunggu Devran balik dari Ba
“Nayra?!” bentak seniornya kala melihat Nayra kurang fokus.“Kalau tidak niat kerja jangan kerja! Lihat kan kita dikomplen gara-gara mereka pesan sup aparagus yang kau centang malah sup seafood. Mana ibu tadi alergi seafood lagi!”“Maaf, Kak,” ujar Nayra merasa bersalah. Dia juga lupa apakah dia yang salah centang atau pelanggannya yang lupa pesanannya. Yang pasti kali ini Nayra benar-benar kacau.Sejak berangkat tadi, suasana hatinya sudah buruk. Entahlah, untuk apa juga hatinya masih semerana ini melihat pria itu tampak bersama Damayanti.“Permisi, Kak!” Nayra izin melanjutkan pekerjaan. Sedangkan seniornya masih ngedumel karena gadis itu sudah berani membuat kesalahan di minggu-minggu pertama dia bekerja.“Jangan keras-keras pada anak baru.” Rekan yang lain mengingatkan.“Kalau enggak dikerasin mereka seenaknya sendiri. Kita terus yang repot kalau begini!”Kata-kata itu sengaja dikeraskan agar Nayra yang kini mengelap meja makan mendengarnya.Nayra menghela napasnya dalam-dalam. Men
“Nay?” Devran menghampiri gadis itu dan baru tersadar bahwa itu hanyalah bayangan yang tiba-tiba melenyap di udara ketika disentuhnya.Dia tidak memungkiri, sedang merindukan gadis itu. Merindukan malam-malam dingin dan hari yang lelah seharian bekerja yang tidak akan terasa lagi karena bersama dengannya.“Sial!” Devran lagi-lagi mengumpati dirinya yang malah mengingat gadis itu.Saat diletakkannya jam tangan di meja rias, Devran baru tahu ponsel Nayra tergeletak di sana dalam keadaan non aktif. Cincin yang diberikannya malam itu pun ada di samping benda pipih itu.“Nayra tidak membawa ponselnya?” Devran terkejut mengambil ponsel itu.Dia memang tidak berusaha menghubugi Nayra, jadi tidak tahu kalau ponselnya ditinggal dan tidak aktif.“Astaga!” lenguhnya lalu bergegas menuju ruang kerjanya.Tadinya mau menghubungi Kiki agar datang dan mengantar benda ini ke Nayra.Dia pasti butuh ponsel ini untuk banyak hal. Akses keuangan, komunikasi dan lainnya tentu dari benda pipih ini. Bagaima
“Bagaimana, Ki?” Devran menghubungi Kiki yang belum memberikan kabar.“Saya sudah menunggu nyonya di kampus sejak tadi pagi, Pak. Tapi sekarang ini sepertinya nyonya masih bersama orang lain. Jadi saya menunggunya selesai urusan.”“Orang lain siapa?” Devran penasaran. Siapa orang lain itu hingga Kiki harus menuggunya dulu?“Saya kurang tahu, Pak. Pria itu mengajak nyonya masuk ke mobilnya. Sejak tadi saya menuggu nyonya keluar dari mobil itu.” Kiki memang tidak kenal Ananda, jadi dia tidak tahu siapa yang bersama Nayra.“Mobil? Mereka di mobil? Ngapain?”Devran yang menelpon sembari menandatangani dokumen sampai harus menghentikan pekerjaannya itu hanya karena mendengar Nayra diajak ke mobil seorang pria dan tidak tahu sedang apa di dalam sana hingga Kiki lama menunggunya.Apa gadis itu sudah mulai berani sekarang? Devran jadi resah sendiri dengan pemikirannya. Belum sebulan gadis itu keluar dari apartemennya sudah mau macam-macam saja. “Maaf, saya kurang tahu, Pak.” Kiki menjawab.
“Antarkan ke rumah nenek. Aku akan istirahat di rumah keluarga saja,” ujar Devran yang kali ini meminta sopir kantor mengantarnya. Dia tidak punya sopir pribadi karena kemana-mana masih kuat menyetir sendiri.Melihat sang tuan yang terkantuk-kantuk di bangku penumpang, sopir itu sedikit mempercepat mobilnya. Pasti kelelahan karena banyaknya agenda pekerjaan. Ternyata orang kaya juga masih sekeras itu bekerjanya. Batin sopir itu memperhatikan sang bos dari spion dalam. Sesampai di rumah keluarga, sopir itu membangunkan Devran.“Pak, sudah sampai rumah keluarga.”Devran tergagap membuka matanya lalu segera keluar.“Baik, kau boleh kembali ke kantor!” tukas Devran yang lansung berjalan menaiki tangga menuju pintu utama rumah besar itu.Namun, langkahnya terhenti setelah mobil itu berlalu dari halaman rumah. Devran yang tadi nampak sayu dan mengantuk langsung memasang mode awas melihat sekitar dan bergegas melompat ke arah garasi untuk mengambil mobilnya yang lain.Setidaknya sopir i
“Mau apa, Mas?”“Duduklah dulu! Aku mau bicara.” Devran mengarahkan dagunya ke tempat duduk di depannya agar Nayra duduk.Tapi gadis itu seolah tidak mau mengindahkan perintah Devran. Hanya berdiri dengan napas sedikit berpacu yang Devran tidak tahu, apa itu karena habis berjalan jauh atau sedang menahan kesal padanya. “Nay? Duduk!” Devran mengulang kata-katanya.Dia memang sengaja memesan makanan ini dari restoran itu dan berjanji memberikan tips yang besar kalau Nayra yang akan mengantarnya. Dia butuh bicara pada gadis yang bandel ini.Nayra baru duduk tapi wajahnya masih tampak resah dan tidak terima.“Untuk apa bekerja begini? Bagaimana kuliahmu?”Devran mencoba memulai pembicaraan dengan tema perkuliahan. Gadis ini biasanya masih antusias kalau membicarakan tentang kuliahnya.“Tidak ada masalah, kuliahku pagi,” jawab Nayra dengan nada enggan. Dia juga seolah menghindari berkontak mata dengan Devran. “Percuma juga kuliah malamnya malah klayapan sampai tengah malam?”“Aku tid
“Kasihan teman-teman yang lain, Nay. Kalau di suruh pindah tiba-tiba, pindah ke mana coba?” Aulia yang sedang menata barangnya tampak memikirkan temannya yang lain.Nayra masih tidak bisa berpikir dengan baik. Kenapa tempat kosnya tiba-tiba harus disita? Bukannya proses penyitaan juga ada prosedurnya?Lalu teringat Devran yang tadi mengancamnya akan menghancurkan tempat kerjanya kalau Nayra masih balik kerja, bisa juga kan Devran yang melakukan hal ini?“Nyonya, kalau tidak ada yang dibutuhkan lagi, saya izin keluar.” Kiki menghampiri mereka untuk pamit pergi.“Oh, terima kasih, Ki.” Nayra tidak menahan wanita itu.Aulia menyenggol lengannya sesaat Kiki berlalu.“Ada apa, Ul?”“Mau heran, tapi saat ini aku tidak mau banyak bertanya dulu.” Kiki tadi menemui Aulia karena mengatakan diminta bosnya untuk mengambil barang-barang Nayra.Kebetulan sekali saat itu pihak kepolisian mengumumkan rumah kos harus segera dikosongkan. Kiki sekalian mengajak Aulia ke tempat Nayra.Dia heran, ternya
“Ouuuh, Mas!” Nayra sampai terlihat tak berdaya. Menggapai-gapai sesuatu di sekitarnya sekedar untuk diremasnya sebagi buncahan rasa itu.“Mas???” jeritnya tapi dia begitu menikmatinya.Peluh dikeningnya bercucuran dan tubuhnya benar-benar bergetar. Entah bagaiamana bisa pria itu tanpa memasukinya dengan sebagaimana mestinya, sudah membuat Nayra gelonjotan seperti ini.Nayra bahkan sudah mencambaki rambut kepala yang menyerusuk di sela kedua kakinya itu, namun Devran tak berhenti. Dia juga mau Nayra merasakan sensasi yang sama saat barusan tadi dirinya terpuaskan.“Sudah, Mas. Jangan heboh-heboh...”Devran baru mengurangi usahanya itu saat teringat istrinya sedang hamil dan tak boleh terlalu heboh. Takut mengusik janin yang anteng di dalam sana.Keduanya kembali terkulai di atas ranjang itu sambil saling memeluk dan tak rela terpisahkan.Devran juga tak mau Nayra sampai kelaparan, jadinya sembari menunggu Nayra selesai mandi, Devran memesankan makanan untuknya.Selesai memesan, dia
Devran sudah lama tidak memukuli orang. Sekarang mumpung ada mangsa dan juga suasana hatinya yang mendukung adrenalinnya naik, Devran tampak kesetanan menghajar tiga cecunguk itu satu persatu sampai mereka ampun-ampun dan mencium sepatu Devran.“Ampun, bos, ampun! Kita cuma cari sesuap nasi untuk anak istri kita!” salah satu pria yang sudah babak belur memohon-mohon.“Kembalikan barang istriku!” Devran merebut tas dan jam tangan Nayra.Tidak sulit membelikan lagi Nayra barang-barang mahal untuknya. Tapi tindakan mencuri atau merampok tentu tidak bisa dibenarkan dan dibiarkan begitu saja.Tapi, kali ini Devran bermurah hati. Dia tidak berlanjut mempolisikan mereka. “Pergi sebelum aku berubah pikiran!” ketusnya pada mereka.Sedikit tergesa sembari menyeret teman yang pingsan mereka pun langsung masuk ke dalam mobil dan meluncur menghilang.Saat itu Devran berbalik dan melihat Nayra berlari kecil untuk melihat Devran. Namun Ananda masih mempengaruhi Nayra.“Devran tidak kenapa-kenap
“Aku dengar, Devran melaporanku ke organisasi dokter. Tidak tahu benar atau tidaknya, tapi aku yakin undangan itu untuk menyidangku.” Ananda mengutarakan keresahannya pada Nayra.Pria itu tahu Nayra tidak mengerti apa-apa. Kalau dia membuka sedikit saja memori saat Nayra sebelum amnesia, yakin lah dia bisa memporak porandakan hubungan Devran dan Nayra kembali.“Ke-kenapa Mas Devran melaporkan Dokter? Apa ada yang salah?” Nayra bingung dan heran.“Dia...” Ananda hendak mengatakan sesuatu, tapi mendadak terhenti karena seorang wanita menghampiri mereka.“Mas Nanda?” tegurnya. Raut wajahnya resah dan sedih. Membuat Ananda juga Nayra menatapanya heran.Nayra terkejut karena dia mengenalnya. “Lho, kamu kan yang...”Belum juga berlanjut ucapan Nayra, Ananda memotongnya. “Nay. Dia putri teman mamaku. Aku izin ngobrol sebentar, ya? Sebentar saja, kok!”Nayra tentu mengiyakan. Aulia diminta menemani Nayra dulu sembari menunggunya membereskan masalah dengan gadis satu ini.“Apa maumu, Yasmin?
“Terima kasih atas sarannya, Nyonya. Sebaiknya Anda keluar karena saya banyak pekerjaan hari ini.” Devran tak peduli. Dia mengabaikan Tamara dengan duduk di kursi kerjanya dan menghubungi sekretarisnya.“Rudi, bawakan aku dokumen kontrak kerjasama dengan perusahaan Malaysia. Aku mau pelajari dulu!”Tamara masih belum menyerah mengusik sang putra. Dia menjalankan kursi rodanya mendekati meja kerja Devran. Sedikit melembutkan suaranya dia menyampaikan, “Papamu ulang tahun hari ini, kau tidak mau mengucapkannya?”Devran menampakkan ketidakpeduliannya dengan memeriksa ponselnya. Terasa geli saja di telinganya mendengar Tamara menyebutkan papa untuk Ludwig.“Dev?” Tamara meminta perhatian putranya itu. “Hargai sedikit keberadaannya di hidupmu, Dev. Dia ayah biologismu. Dia orang pertama yang sangat bahagia mendengar mama hamil.”Devran menghela napas. Kalau tidak disudahi, wanita ini tidak akan berhenti menganggu waktunya. Memang seperti itulah mamanya.“Sudah tua juga ulang tahun, kayak
Tatapan Nayra membulat mendengar Devran kembali ingin mengukungnya. Tapi dia jadi ingin menggoda Devran. “Kalau sama gadis cantik selalu ada yang mendesak ya, Mas?”Sialnya yang Nayra tahu, pria ini selalu dikelilingi wanita cantik.Jadi ingat Damayanti yang super model itu. bukan hanya cantik, tentu saja bodinya juga seksi. Semua pria pasti setuju Damayanti itu wanita yang bisa memuaskan visual para pria.Kalau begini, Nayra kembali tergoda membayangkan, saat Devran berpacaran dengan Damayanti, seheboh apa pergulatan mereka di atas ranjang?Hal itu selalu membuatnya cemburu.“Maksudnya apa ngomong begitu? Mau bertengkar lagi?” Devran menaikan alisnya tidak suka Nayra memancing-mancing pembahasan. “Ya, gimana? Mas Devran kalau di ranjang buas banget kayak srigala lapar. Enggak mungkin juga kan dulu-dulu enggak begini?”Nayra sudah berbesar hati saat awal-awal tahu kehidupan Devran. Bahwa semua itu masa lalu. Tapi terkadang, dia juga penasaran.“Ya gimana? Emang suamimu ini pejantan t
“Orang merem melek keenakan begitu, ngapain juga kemarin nolak-nolak?” Sindir Devran kala selesai kegiatan olahraga pagi mereka pada Nayra yang tampak terkulai lemas namun bibirnya tak berhenti menyunggingkan senyum.“Gimana enggak nolak? Mas Devran kan yang lebih dulu nolak aku. Melorot banget harga diriku ditolak begitu, Mas. Kesannya aku ini enggak banget di mata Mas Devran.” Nayra mengungkapkan perasaannya kala itu.Mereka sudah sama-sama pelepasan dan lega satu sama lain melewati sikap saling kesal dan ingin membalas. Karenanya, obrolannya pun sudah kembali santai tanpa ada otot dan ego yang tak mau kalah.“Jangan overthinking begitulah, masa sampai sebegini kau masih meragukan cintaku? Enggak pernah lho aku seperti ini dulu sama perempuan. Cuma sama kamu sampe aku bela-belain hampir gila.” Devran memberitahu gadis yang selalu meragukannya ini.“Kapan Mas Devran begitu?” Nayra hampir tak percaya.“Kamu memang tak pernah percaya sama aku, tapi kalau Ananda yang ngomong, enggak ben
Saat terbangun Nayra merasa kakinya pegal semua. Tidak tahunya ada kaki besar yang menindih kakinya.“Mas? Maaas?!” Nayra menggoyang tubuh itu.“Hah, apa?” Devran terbangun.“Capek semua ini, Mas. Kakinya disingkirin!” Nayra masih mencoba mendorong tubuh besar Devran.Apa tidak pikir-pikir saat memeluk Nayra? Untung tidak mengenai perutnya.Entahlah. Sejak kapan pria ini sudah balik ke kamar. Nayra juga lelah. Sampai tidak tahu sepanjang malam dipeluk dan ditindih pria ini.“Eh, maaf, Sayang!” Devran baru berjingkat dari memeluk Nayra.“Lain kali jangan peluk lagi, Mas.”“Astaga, Nay. Hanya peluk doang, lho. Enggak mau juga?” Devran protes. Sebegitunya Nayra tidak mau dipeluknya.Padahal maksud Nayra bukan karena tidak mau. Tapi karena ingi menyelamatkan bayinya dari pola tingkah bapaknya.Melihat Devran bangkit begitu saja ke kamar mandi, Nayra jadi merasa bersalah.Dia memang masih sebal dan kesal pada pria itu. tapi sebenarnya juga meridukannya.Mungkin sebentar meletakkan rasa s
Devran sengaja mampir ke rumah cemara untuk mengambil ponsel Nayra. Sekalian saja karena arah apartemennya melewati rumah itu. Nayra memang sedikit teledor kalau perkara ponsel.Ketika kembali melajukan mobilnya, ponsel yang diletakkannya di dasbor mobil itu tiba-tiba berkedip. Devran melihatnya sekilas. Ada Nama yang membuat pegangan tangannya semakin mengerat.“Sialan! Masih punya muka dia menghubungi Nayra!” gumamnya.Tapi sepertinya ini kesempatan bagi Devran untuk memberi pelajaran bagi pria itu. Sekalian mau tahu apakah dia sudah mendengar kabar tentang dirinya yang sudah tahu yang sebenarnya.“Lihat saja apa alasan pria brengsek itu besok?” [Nay, apa kabarnya bayi mungil di perut mamanya? Sudah tidak rewel dan buat mamanya mual muntah, kan?]Pesan dari Ananda terbaca oleh Devran saat memeriksa pesan-pesan pria itu pada Nayra selama ini. membacanya membuat Devran muak sekali. Pria ini sok perhatian sekali pada istrinya.Walau begitu Devran juga jadi tersentil. Disaat dia menga
Melihat Devran malah mengunci pintu kamar, Nayra menyipitkan matanya. Pasti pria ini ke-ge-er-an sendiri.Karenanya Nayra buru-buru menandasi. “Mas Devran mau pergi, kan? Ponselku ketinggalan di rumah gang cemara, tolong mintakan Kiki mengantarnya, ya?”Nayra langsung melangkah melewati Devran duduk di sofa dan melanjutkan merajutnya. Membiarkan pria itu terbengong melihatnya.“Nay?” panggil Devran dengan raut kecewa.“Ya, Mas?” Nayra menoleh sebentar dan kembali fokus dengan benang rajutnya.“Kau dandan begitu, kupikir berubah pikiran dan mau melanjutkan kemesraan kita?” Devran menghampiri Nayra dan duduk di sampingnya. Mencoba kembali barangkali Nayra kasihan padanya yang sudah lapar batinnya.“Dandan apa?” Nayra melirik Devra heran. Apa yang salah dengan dandanannya?Oh, Nayra ingat. Pria ini selalu mesum kalau Nayra memakai pakaian tipis begini. Ini kan di kamar sendiri. Sah-sah saja Nayra mau pakai apapun. “Hhg!” terdengar napas kasar penuh kekecewaan dari Devran dan dia la