”Kamu mau souvenir apa nantinya, Alana? Biar mamah yang cari. Intinya, pernikahan kalian ini semuanya ditanggung mamah. Kalian cukup bilang mau dekorasi gimana dan siapa yang mau buat make up-in kamu. Oh iya, kamu ada nggak temen di sini buat jadi braidesmaid? Nanti bilang ke Pak Alex, asisten Oma, biar urusin pembuatan kainnya.”Alana dan Hamiz terkekeh melihat Sarah yang antusias menyelenggarakan pesta resepsi. Sedari tadi, Sarah mendikte Alana dengan pertanyaan seputar resepsi impian Alana. ”Kamu nanti sore fitting ke bunda Anne Avantie buat gaun pengantin sama kamu, ya, Miz? Pokoknya, kamu buat gaun pengantin sesuka kamu yang terpenting masih enak dipandang. Setelah kamu dapet referensinya, bilang mamah biar mamah juga tau selera kamu kali aja ada yang harus dikoreksi,” lanjut Sarah. Hamiz mengusap punggung ibunya sambil terkekeh. ”Mah, ambil napas dulu pelan-pelan. Mamah semangat banget, sih?”Sarah merentangkan tangan agar Alana berdiri dari sofa dan menyambut pelukan hangat b
”Aku harusnya udah masuk buat pemotretan, Miz, tapi Pak Dodo justru ngambil model lain nggak konfirmasi ke aku dulu,” keluh Dania. ”Aku nggak jadi pemotretan hari ini, padahal aku udah persiapin semuanya.”Hamiz memeluk Dania, mengusap punggung wanita ini agar lebih tenang. Dania sudah bangun pagi-pagi sekali seperti jadwal yang ditentukan oleh Pak Dodo untuk pemotretan busana musim panas kali ini. Akan tetapi, sesampainya ia ke studio, Pak Dodo justru menyuruh Dania pergi karena ada model lain yang menggantikannya.”Itu artinya, kamu yang udah cantik ini disuruh jalan-jalan sama aku,” hibur Hamiz. ”Ice cream?”Wanita itu mengangguk. Hamiz menggandeng tangan Dania untuk menjauhi studio foto menuju pantai. Sepanjang perjalanan Dania nampak murung, bahkan yang biasanya selalu memiliki cerita apa pun untuk menghidupkan suasana kini hanya diam. Dania kecewa, sudah lama ia mengidamkan pemotretan busana musim panas kali ini.Mobil Hamiz terparkir rapi, pintu mobil Dania dibuka oleh Hamiz un
Dania sedang membereskan barang-barang yang ada di rumah Jack. Ia sudah memutuskan untuk kembali saja ke apartemen karena wanita ini hendak memulai kehidupannya yang dulu. Dania baru saja dihubungi salah satu pihak perusahaan untuk menjadi brand ambassador salah satu produk. Senyumannya secerah hari ini. Jack memandang senang karena Dania terlihat sangat bersemangat siang ini. Jack membantu mengikat kabel hairdryer untuk ditaruh di koper Dania, dan segera mendapat balasan senyum manis. Jantung Jack masih berdebar-debar mendapat senyuman dari Dania.”Aku bakal sering-sering ke sini buat tengok Amora, Jack. Maaf ngerepotin kamu lagi. Aku baru tanda tangan kontrak dan pekerjaan aku langsung harus terbang ke Palembang,” jelas Dania.Jack mengangguk paham. Melihat Dania kembali seperti semula sudah menjadi kebahagiaan baginya. ”Iya, kamu jaga diri baik-baik. Aku juga senin besok bakal ada interview, doain aja aku ketrima ya.”Wanita itu mengacungkan jempol pada Jack, disertai senyum leba
Angin malam berhembus kencang. Arsen sudah terlelap di ranjangnya dari dua jam lalu, sedangkan Alana masih dengan hati gelisah menatap pekatnya malam yang dingin disertai angin dan hujan. Sejak kepergian Hamiz, cuaca selalu tak menentu. Agaknya September kali ini penuh dengan hujan, bergantian dengan kemarau. Bunyi ketukan di pintu kamarnya, membuat wanita berusia 22 tahun itu membuka dan segera bertatap muka dengan asisten rumah tangganya. Bi Sumi memberikan secangkir coklat panas, ia tahu betul majikannya tidak semudah itu terlelap saat hujan deras. Alana mengambil cangkirnya yang masih mengepul dengan hati-hati. Ia menuruni tangga jalan bersampingan dengan Bi Sumi. Sedari tadi, wanita setengah baya itu mencoba menebak-nebak apa yang dipikirkan wanita muda itu. Sejak kepergian Tuannya, majikannya menjadi murung.”Apa ada yang Mbak Dara pikirin?” tanya Bi Sumi hati-hati. Ia tidak mau begitu lancang karena tahu benar ia hanya seorang asisten rumah tangga.Wanita muda itu hanya mengg
Beberapa orang memilih pergi meski hubungannya masih bisa diselamatkan. Bukan perihal hubungannya, melainkan masalah yang sebenarnya adalah orangnya. Untuk apa memperjuangkan orang yang tidak memiliki kecerdasan emosional? Ia bersalah, namun tetap bersikap seolah salahnya bukan apa-apa. Ya, itu sebagian dari uneg-uneg terpendam Hamiz. Ia memang mengetahui apa maksud Jack jika semuanya akan berjalan tidak sesuai keinginannya karena ini masih awal ia meninggalkan Dania setelah dua tahun berhubungan. Akan tetapi, Hamiz pikir jika cukup berjalan di dunia sendiri-sendiri agar proses lupa atau mengabaikan itu lebih cepat.Melihat kamera kecil di pot bunga yang ada di tengah meja, Hamiz menghela napas panjang berusaha tenang. Menghadapi wanita seperti Dania tidak bisa menggunakan emosi karena agaknya wanita ini sudah kebal. Yang dilakukan Hamiz, menepis pegangan tangan Dania, seraya mengambil ponselnya yang disembunyikan di dalam bunga mawar. Lelaki itu bahkan tetap memasang ekspresi datar
Pagi ini gerimis turun, awan masih tebal berwarna keabu-abuan. Seorang wanita tengah berdiri di depan jendela menatap jalanan yang sibuk setiap harinya. Ia bertanya-tanya jika mereka sangat amat beruntung memiliki tujuan. Wanita muda itu mendesah, seolah ada beban berat di dada. Cangkir yang berisi kopi sudah tidak mengepul lagi, ditaruhlah cangkir itu di atas nakas. Beralih dengan cermin yang berada di sudut dekat lukisan, terpantul dirinya yang kurus memakai kemeja over size. Apakah ia bahagia setelah mendapatkan semua ini? Begitu hati kecilnya berpikir.Ia merasa dalam lubuk hatinya tidak benar. Terkadang ia merasa, benar, perasaannya itu mencintai suaminya. Namun terkadang, itu bagian dari ambisinya karena dulu begitu mengagumi. Ternyata, ia masih belum ikhlas seperti luka yang ada di telapak kakinya. Seperti kaca yang sudah pecah dibanting. Lukanya di kaki akan menghilang, namun kaca yang menyakitinya tetap tidak bisa utuh kembali.Wanita itu duduk di depan cermin, pantulannya n
“Kali ini aku harus berhasil.“Sandra tersenyum di depan cermin, seraya mematut diri jika rambutnya sudah disisir dengan rapi. Wajahnya merona memikirkan jika masakannya kali ini sudah lebih baik dibanding sup buntut yang keasinan. Kebetulan, ayahnya - pak Mukti hari ini akan bertandang ke rumah Juragan Basuki. “Sandra, udah siap belom?“Suara Pak Mukti sudah terdengar. Sandra cepat-cepat ke luar kamar dan menuruni tangga sembari menilik ke arah dapur. Ia membuat cupcake cokelat yang dipastikan tidak terlalu manis. Ia taruh di wadah hati-hati agar hiasan di atas cupcake-nya tidak jatuh atau rusak.“Udah, Pa.“Sandra duduk di samping kemudi, di mana Pak Mukti yang menyetir. Pak Mukti melirik anak gadisnya yang biasanya berpenampilan tomboy kini justru feminim. Memakai rok lipat selutut beserta kemeja berwarna pastel. Diam-diam Pak Mukti tersenyum mengira perjodohan antara putrinya dengan anak rekannya akan berhasil.“Kamu bawa apa, San? Kayaknya penuh banget yang kamu bawa.“Sandra me
“Alana... ada yang mau ketemu sama kamu.“Sarah melepas pelukannya, Alana menoleh mencari siapa yang datang untuk menemuinya. Melihat dari banyaknya keluarga Hamiz yang datang, di bawah kerlip lampu, ia masih tak mengerti siapa yang akan menemuinya.“Mana, Mah?“ tanya Alana. Seorang lelaki memakai kaos lusuh dengan beberapa robekan mendekat ke Alana. Semakin dekat, wanita itu justru mundur beberapa langkah. Air matanya melesak turun, hatinya sakit. Alana berteriak memanggil nama seorang lelaki di depannya, namun alangkah terkejutnya melihat Hamiz, mertuanya, dan Oma justru tersenyum sesekali tertawa.“Alana... kenapa lama sekali? Bapak selalu nunggu. Kebenaran sebentar lagi datang. Akan ada seseorang yang harus kamu terima kehadirannya. Walaupun dia datang dengan tanya.““Bapaaak, maafin Alana. Maafin Alana, Pak.““Yang, yang. Bangun, Yang. Kamu minum dulu.“ Hamiz mengambil air putih yang selalu ada di atas nakas. Alana terbangun di tengah malam dalam keadaan penuh keringat dan air