Mata Keke menatap tajam wanita yang bersikap luwes dan begitu akrab dengan semua orang, dia bahkan membawa kue yang banyak, lalu pamer pada semua orang bahwa kue itu dialah yang membuatnya. Sesekali istri Luqman memuji, Keke semakin tidak suka."Aku bawa bolu gulung isi tapai, Bujang biasanya suka, iya, kan, Jang?" tanya Endang tanpa merasa bersalah, Keke mendengus. Sedangkan Bujang bersikap kalem. Endang dari tadi tak menghiraukan Keke. Seolah-olah Keke adalah angin lalu."Sudah pulang suamimu, En?" tanya istri Luqman. Dia mendengar desas desus tak enak tentang rumahtangga Endang."Nggak akan pulang dia, dia sudah nikah lagi," jawab Endang ringan, bahkan dia tanpa canggung pergi ke dapur untuk mengambil pisau dan piring, seakan ini rumahnya. Keke baru tau, wanita itu memiliki keluarga yang tak harmonis, lalu kenapa dia sok mengajari Keke waktu itu."Turut prihatin, En, aku nggak tau," jawab istri Luqman lagi. Memang, dia tak tau kalah suami Endang telah nikah lagi. Tidak sejauh itu d
Rasa dahaga, yang semakin diminum semakin haus. Begitu juga dengan hasrat yang menggelora, Keke bahkan merasa tubuhnya lemas tak berdaya, diikuti oleh detak jantung yang seakan ingin meledak. Baru kali ini, dia mengenal rasa yang tak pernah ditemukannya dengan Kevin, rasa candu dan tak pernah cukup. Tak pernah puas.Dia menengadah menatap Bujang, menemukan gelap yang terpancar karena gelora yang sama. Pria itu, tenang tapi menghanyutkan, dia membawa Keke hanyut walaupun tak terlihat arus yang berperan. Begitu tenang, begitu berbahaya. Dia tak hanya menghanyutkan, tapi juga menenggelamkan dalam waktu yang sama."Ke," panggilnya. Keke baru tau, Bujang yang sangat jantan begitu hati-hati. Dia memperlakukan Keke bagaikan benda mahal dan penuh pemujaan. Keke memeluknya, menupang kepalanya yang terasa pening, dia seperti selesai berlari dan istirahat untuk mengatur nafas, ini bahkan hanya ciuman, tak lebih.Tiba-tiba tanpa sadar dia telah menyenggol bahu Bujang yang terluka."Isssshh," desi
Suasana kampus tampak tenang, karena para mahasiswa sedang masuk kuliah pagi. Ada beberapa orang yang tengah duduk di taman kampus, menunggu jam kedua, atau beberapa orang mahasiswa yang lagi proses penyelesaian, saling berbincang mengenai kendala yang mereka hadapi masing-masing.Keke sempat bertemu dengan beberapa kawan seangkatan yang belum berhasil menyelesaikan S1-nya. Hanya sekedar sapa salam, karena Keke dan mereka hanya kenal sekilas, sedangkan teman akrabnya telah diwisuda semua. Keke sengaja ke kampus untuk melegalisir ijazah. Seperti yang telah dia ungkapkan pada Bujang, dia ingin ikut CPNS beberapa Minggu lagi.Sudah dua jam Keke menunggu, namun namanya belum terpanggil, sementara berkas sudah dimasukkan sejak dua jam yang lalu. Memang, legalisir antri, karena sedang musim CPNS."Wow, lihat siapa di sini."Suara familiar, Keke menoleh. Kevin, dengan wajah sinisnya, wajah yang tak pernah Keke lihat selama ini. Atau bisa jadi memang inilah Kevin yang aslinya. "Mau apa kamu
Setelah turun dari mobil travel, Keke langsung berlari memasuki pekarangan rumah. Luqman sampai terheran-heran, sedangkan Bujang yang tengah berada di gudang kaget saat Keke tiba-tiba saja memeluknya. Aksi itu tak luput dari perhatian Luqman, tapi sebagai orangtua yang lebih dulu merasa indahnya penganten baru, dia hanya tersenyum maklum.Bujang membalas pelukan itu, memberikan Keke waktu untuk bercerita. Entah apa gerangan yang terjadi. Yang jelas, Bujang merasakan istrinya itu semakin manja dan tak lagi malu menunjukkan kemesraan padanya."Kita ke rumah dulu." Bujang menuntun Keke naik ke tangga rumah panggung. Dia tak ingin aksi mesra-mesraan itu jadi tontonan gratis Luqman."Ada apa? Sesuatu terjadi?" Bujang meraih dagu keke. Menatap wajah cantik yang bersemu merah itu.Keke menggeleng. Bolehkah dia mengatakan bahwa dia rindu laki-laki itu? Dia tak sabar untuk pulang ke rumah. Tapi mengungkapkan perasaan lebih dulu terdengar memalukan. Dia rindu walaupun bari berpisah hitungan jam
Pengalaman pertama, bagaikan siksaan manis yang takkan terlupakan. Sama-sama belajar, sama-sama menyesuaikan, sama-sama memberi sebanyak mungkin.Bujang bekerja lebih semangat, senyum cerah terbit di bibirnya, sehingga membuat Luqman geli sendiri. Setelah sekian lama, dia sudah melepaskan keperjakaannya pada istrinya sendiri, istri yang sangat cantik, sangat manis, yang membuat Bujang mabuk kebayang siang dan malam. Keke tak bisa dijabarkan bagaimana indahnya, dia memiliki apa yang seharusnya dimiliki oleh wanita sempurna.Setelah sholat subuh, Keke melanjutkan tidurnya, karena dia merasa kelelahan. Perasaan tak nyaman mengganggunya, karena ini adalah yang pertama juga untuknya. Buhang hanya tersenyum, mempersilahkan Keke tidur kembali setelah dia memberikan segelas susu."Senyum-senyum sendiri dari tadi," kata Luqman. Bujang menatapnya sekilas, kemudian fukos kembali ke pahat di tangannya. Senyumnya masih mengembang."Apa sudah berhasil?" Luqman menaik turunkan alisnya, sedangkan Bu
Dua bulan kemudianKeke tak bisa menyembunyikan wajah kecewanya, harapan untuk menjadi PNS sirna sudah, dia tak lolos di tes kedua. Setelah dia melihat, namanya tak muncul di tabel pengumuman yang diberikan secara online, Mood Keke memburuk, seharian dia membungkus dirinya dalam selimut dan mengeluhkan tak enak badan.Padahal dia berkhayal bisa menjadi PNS, sehingga dia tak dicap pengangguran, dari dulu dia berniat, setelah bekerja, dia ingin membiayai sekolah Bayu sampai sarjana. Tapi sepertinya keberuntungan belum berpihak.Bujang masuk ke kamar, ia mengelus rambut Keke, wanita itu menggeliat malas, dia tidak tidur, tapi ingin memejamkan matanya tanpa melakukan apa-apa."Ayo, makan siang.""Nggak selera, Bang," sahutnya sambil memejamkan matanya kembali. Dia menarik selimutnya lagi, padahal cuaca di luar panas terik."Pengen makan jambu madu, tapi yang tidak terlalu manis. Kemaren, Keke lihat, pohon jambu madu Mak Farhat sudah berbuah, Abang mau ambilkan, tidak?""Mau, tapi kau maka
Gulai ayam nanas permintaan Keke, diganti dengan gulai ayam rebung. Hal itu karena ibunya ragu memasak gulai ayam nanas, menghindari resiko, takutnya Keke sudah berisi tapi belum sadar.Rasa gulai ayam rebung tak kalah enak, buktinya Keke nambah dua kali. Bujang tak pernah melihatnya makan selahap itu. "Nambah, Jang! Rugi kalau tidak nambah, masakan istriku paling enak di dunia, itulah yang membuatku jatuh cinta padanya," puji Pak Iwan pada istrinya, yang dipuji geleng-geleng kepala, sedangkan Bayu menatap ayahnya aneh. Seperti geli dan malu.Pujian Pak Iwan tak berlebihan, gulai ayam rebung itu memang enak, Bujang teringat akan almarhumah ibunya yang juga pintar memasak. Apa pun yang dibuat oleh almarhumah ibunya, tak ada yang tidak enak. Tiba-tiba Bujang rindu, walaupun sudah lama sekali mereka meninggal dunia. Mungkin besok lusa, dia akan mengajak Keke berziarah ke makam kedua orangtuanya."Ayo, Bang! Tambah nasinya!" Keke menyentuh siku Bujang, memberinya senyuman manis. Bujang m
Bujang mondar-mandir di depan kamar mandi Keke. Keke masuk beberapa menit yang lalu dengen menbawa alat tes kehamilan yang semalam dibelikan Bujang.Waktu subuh sebentar lagi, seperti kata ibu Keke, air urin pagi hari sehabis bangun tidur lebih akurat untuk tes kehamilan.Tadi malam, setelah sampai di rumah, dia mendapati Keke telah masuk ke dunia mimpi, wajar saja, Bujang sampai di rumah jam sebelas malam. Sementara istrinya itu telah menguap-nguap sebelum pergi ke apotik.Semalaman Bujang tidak tidur, padahal kehamilan Keke belum pasti, dia sudah berkhayal menggendong anak. Membayangkan saja hati Bujang sudah bahagia. Apa yang lebih sempurna dibanding menjadi seorang ayah? Tidak ada, menjadi seorang Ayah adalah bukti sempurnanya seorang laki-laki, dimana anak adalah pewaris darah dan nasab, keturunan merupakan aset yang lebih berharga dibandingkan harta dan jabatan.Pintu kamar mandi terbuka sedikit, kepala Keke mengintip dengan wajah tak terbaca. Bujang telah mempersiapkan diri unt