Antony menatap tajam Anjani. Ia seperti tak percaya jika yang ada di depannya Anjani, di mata Antony, Anjani sangatlah beda. Ia semakin cantik dan bersinar. "Kau sudah pulang Anjani, kenapa kamu tidak memberi kabar dulu?"Anjani diam sejenak, melangkah mendekati meja Antony. "Maf Tuan, bukankah pak Irwan sudah menghubungi Tuan?" Anjani meletakkan kardus berisi rempeyek di atas meja kerja Antony. "Maaf, ini oleh-oleh dari kampung, semoga Tuan menyukai," lanjut Anjani. Antony terdiam hanya memandang kardus yang diletakkan Anjani di atas meja tanpa menyentuh. Antony hanya berpikir kalau jajan kampung ya seperti itu, yang ia tau menjijikan dan neg ingin muntah jika Antony memakannya. Antony menggeleng, tanda Irwan sengaja tak memberi tau Antony, tapi bagi Antony tak masalah yang penting Anjani sudah balik ke Jakarta."Ooo ... Ya sudah cepat kembali dan lihat jadwal kamu. Terima kasih sudah bawa oleh-oleh." Anjani mengangguk, serta membalikkan tubuhnya hendak keluar, namun tiba-ti
Mobil yang ditumpangi Anjani berhenti tepat di halaman rumah mewah milik tante Bety. Jantung Anjani berdetak kencang, keringat dingin mulai dirasakan Anjani. "Ngapain bengong, ayok turun!" anak Antony. Perlahan Anjani membuka pintu mobil, ia mengikuti langkah Antoni masuk rumah tante Bety. Tanpa permisi, Antony yang terbiasa ke rumah tante Bety langsung berjalan menaiki anak tangga, menuju kamar tante Bety, seolah seperti rumah sendiri. Anjani bingung, harus menunggu di mana, padahal dulu ia pernah tinggal di rumah ini, tapi kenapa sekarang Anjani canggung. Ia hendak berbuat apa disini. Hampir satu tahun Anjani tak diperbolehkan menemui tante Bety. Kenapa kamu bengong Anjani, bukankah kau kesini ingin menemui anakmu Ain, tolol, bodoh, cepat temui bibi Nur, sebelum tante Bety menemui kamu. Anjani tersentak dengan suara hatinya sendiri. Secepat kilat Anjani melangkah ke dapur menemui bibi Nur, dan ia berdoa semoga bibi Nur masih bekerja di sini. Dari arah pintu tampa
Anjani melihat tante Bety berdiri di ambang pintu, dengan tersenyum mengarah pada Anjani. Tapi Anjani tak melihat sosok Antony. Anjani paham kemungkinan, Antony masih berada di kamar tante Bety. Terlihat dengan jelas raut wajahnya tante Bety yang sudah awut-awutan tak rapih seperti biasanya setiap Anjani melihat. Apalagi tante Bety masih menggunakan daster tanpa lengan dengan leher rendah, hingga tampak belahan gunung kembar yang masih terlihat montok. Entah seusia tante Bety yang sudah berkepala empat, tapi bentuk tubuhnya masih terlihat sinyal di mata Anjani, namun anak buah Anjani pernah bilang, kalau tante Bety pernah merubah bentuk tubuhnya ke Singapura. Tiba-tiba tante Bety melangkah cepat mendekati Anjani serta memeluknya."Anjani, maafkan Tante ya? Kau memang anak buahku yang sangat profesional." Tante Bety menepuk- nepuk punggung Anjani. Anjani heran, kenapa tante Bety mengatakan permintaan maaf pada dirinya. Padahal tadi Anjani sudah berfikir negatif pada tante Bety, kala
Wajah Anjani seketika memucat, dan nafasnya seakan tersumbat di kerongkongan. Anjani tak bisa berkata apa-apa, lidahnya terasa kelu saat melihat Barata ada di depannya. "Ya, kau masih mengenalku? Kau kira aku tak tau tempat keberadaanmu. Didalam leng semut pun tetap aku tau," ungkap Barata melangkah mendekati Anjani. Anjani diam sesaat dan pandangannya mengarah pada Barata yang menatap Anjani tanpa berkedip. Dalam hati Anjani berpikir, darimana Barata tau keberadaan dirinya, mungkinkah tante Bety, tapi Anjani tak yakin jika tante Bety yang mengatakan semua itu, sebab tante Bety tak tau jika dirinya kenal sama Barata. Mungkin Antony, Anjani juga tak yakin jika Antony yang mengatakan keberadaan dirinya pada Barata, sebab tante Bety maupun Antony tak kenal Barata. Anjani menghela nafas panjang, seperti beban berat ada pada dirinya namun ada sesuatu yang mengatakan dari hati Anjani kalau Anjani tak usah takut menghadapi Barata, Barata sudah bukan boss kamu lagi Anjani, dia bukan y
Mata Anjani langsung mengarah pada tangan Barata, ia memandang secara bergantian wajah Barata dan tangan Barata. Anjani berusaha menarik tangannya perlahan dari cengkeraman tangan Barata, Anjani mengira Barata mengigau, namun semakin Anjani menarik tangannya, semakin kuat tangan Barata mencengkeram tangan Anjani. Anjani terdiam, ia memperhatikan wajah Barata tajam, ia baru tau kalau Barata sengaja berbuat seperti itu. Anjani tak habis pikir apa maksud Barata. Apa Anjani tidak diperbolehkan pulang, mungkin Barata ingin menikmati lagi percintaan seperti semalam. "Tuan, maaf saya mandi dulu, sebab saya ada janji sama teman," ucap Anjani pelan. Tiba-tiba mata Barata terbuka, menatap Anjani. Dan terdengar suara dari mulut Barata, "kau sudah aku boking dua malam," ungkap Barata pelan dan santai. Anjani tersentak, "dua malam?" lirihnya dalam hati. Jangankan dua malam. Satua malam saja bikin Anjani pusing tujuh keliling, sebab permainan Barata di samping sering memaki dan kasar, juga te
Anjani membuka matanya setelah mendengar bunyi jam di ruang tengah berdentang enam kali. Ia langsung menyibakkan selimutnya dan melompat turun dari tempat tidur. "Huh ... Kesiangan dikit, menghadap Mbak Rita." Rencana pagi ini Anjani pamit ingin menemui tante Bety, ingin mengatakan keadaan Ain, sebab menurut firasat Anjani yang semalam semenjak kepulangan bertemu Barata, Anjani tak bisa memejamkan matanya barang sekejab. Pikirannya terus terbayang kata-kata Barata. Anjani tak yakin jika Barata benar- benar ingin bertanggung jawab tentang kehidupan Ain. "Aku harus ke rumah tante Bety." Anjani melangkah dengan cepat menuju kamar mandi, ia berpikir semoga kamar mandi tidak Antri. Biasanya jam segini teman temannya masih tidur, habis begadang malam. Pemikiraan Anjani benar, ruangan dalam keadaan sepi, kamar mandi semua kosong. Dengan cepat Anjani masuk kamar mandi untuk membersihkan diri. Anjani beruntung, semenjak pulang dari kampung, Antony dan tante Bety sangatlah be
"Dari mana kamu?!"Tante Bety berkacak pinggang dengan mata menatap tajam Anjani. Anjani bingung, tubuhnya mulai gemetar dan wajahnya memucat. "Sa ... Saya ingin tau, pintu itu menuju kemana, saya kira kolam renang milik Tante Bety, ternyata rumah warga kampung," ucap Anjani tergagap. "Halah ... Nggak usah beralasan tentu kamu ingin menyelidiki, apakah saya punya rahasia." Anjani terlonjak dan menatap tajam tante Bety. "Memang Tante punya rahasia?" Anjani memberanikan diri balik bertanya. Tante Bety diam sesaat, ia tampak blingsatan, mendengar Anjani balik bertanya. Dengan cepat tante Bety meraih tangan Anjani. "Ayo kita masuk, kita bicarakan di dalam." Tante Bety menarik kasar tangan Anjani. Untuk membawa Anjani masuk ke ruang tengah. Dan dihempaskan tubuh Anjani ke kursi panjang, hingga tubuh Anjani terpental. Beruntung di kursi yang empuk bukan di lantai. "Aku tau, kau mencari Ain kan?" tanya tante Bety bernada tinggi, dengan berkacak pinggang di depan Anjani. Matanya melo
"Ya, Anda tuan Bima?" tanya Anjani sambil mengingat-ingat, apakah tebakannya benar atau tidak. Ingatan Anjani mulai bereaksi, tiga tahun yang lalu ia pernah di bohongi orang yang bernama Bima di hotel waktu itu. Yang mana Barata telah menjual dirinya pada Bima, Anjani di beri obat perangsang, dan mengatakan akan menolong Anjani keluar dari cengkeraman Barata. Bima akan mengantar Anjani pulang kampung, namun apa yang terjadi, Bima tidak menolong Anjani, Bima malah menjualnya lagi dengan rekan bisnisnya bernama Fredy. Itupun kesepakatan dengan Barata. "Ya mereka semua biadab. Apalagi Barata lebih bisa dikatakan tak berperikemanusiaan. Ia adalah hewan bukan manusia lagi. Termasuk orang ini," batin Anjani. Anjani berpikir bagaimana mau membalas orang ini, sedangkan dirinya tak berkuasa dan tak punya kekuasaan, kekuasaan itu berupa uang dan kedudukan. Aku bisa membalasnya bila aku sudah kaya dan punya kedudukan, untuk kali ini belum bisa. Kembali Anjani pasrah, tapi ia harus hati-hat