"Layla, aku akan mengirimmu ke tempat yang aman. Tolong jangan kembali ke sini apa pun yang terjadi," bisikku kepada Layla. Kulihat daun telinganya memerah karena tanpa aba-aba aku berbisik tepat pada telinganya.
"Tidak mau. Ak-" Protesannya terputus saat bayangan hitam tiba-tiba muncul dan menyelimuti dirinya. Tubuhnya yang tadi berada dalam dekapanku langsung lenyap bersama dengan bayangan itu.
Kini, di lorong ini, hanya ada aku dan Alcyone yang sangat ingin membalas dendam kepadaku. Dia terdiam setelah melihat Layla hilang dari penglihatannya dalam sekejap mata.
"Bagaimana, ya? Kamu tidak akan bisa merebutnya dariku kalau dia tidak ada di sini," ledekku sambil tersenyum mengejek. Aku sudah tidak peduli lagi untuk menjaga sikapku terhadapnya karena dia telah bertekad untuk menghancurkanku.
"Kurang ajar ...," geramnya mengepalkan tangannya dengan erat. Dia mengangkat tangan kanannya ke atas. Muncul ratusan anak panah yang terbuat dari es di udara.
Dia menendang perutku dan menjauh dariku. Tendangannya meninggalkan sedikit kristal es yang menempel di bajuku. Kusibakkan pakaianku untuk menghilangkan es itu."Lebih baik hentikan pertarungan ini. Kamu juga sudah mulai kelelahan dan kehabisan energi, kan?" bujukku sekali lagi agar dia mau berhenti menyerangku."Aku tidak akan berhenti sampai salah satu dari kita mati," tolaknya dengan niat membunuh yang kuat.Aku mengepalkan tanganku mendengarnya berkata demikian. 'Sampai salah satu dari kami mati katanya? Itu sama saja berarti dia ingin membunuhku atau aku membunuhnya.Mendadak suhu di ruangan terbuka ini menjadi dingin sekali. Temperatur tempat ini turun dengan drastis. Bahkan suhu di tempat ini jauh lebih dingin daripada di Kota Boreus yang setiap hari bersalju.Udara yang kuhirup terasa begitu dingin sehingga tenggorokan dan paru-paruku serasa akan membeku. Kepulan uap dingin tampak keluar dari hembusan napas kami."Kamu ... apa kamu s
Aku tercengang menyaksikan serangan-seranganku dihentikan olehnya. 'Bagaimana bisa dia menghentikan seranganku?! Bahkan menghancurkannya bagaikan memecahkan kaca tipis?!'Kabut dingin mulai bermunculan di area ini. Kurasakan temperatur udara semakin menurun melewati titik beku. Suhu ini terlalu dingin hingga tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata. Sepertinya ini adalah suhu terendah yang pernah ada.Kudengar suaranya yang lirih menanyakan pertanyaan. "Kenapa?" Aku hanya terdiam mendengar satu patah kata itu. Entah kenapa aku merasa bahwa pertanyaan itu bukan ditujukan kepadaku, melainkan untuk dirinya sendiri."Kenapa aku tidak ada bersama dengan mereka saat mereka menghadapi mimpi buruk itu?" tanyanya lagi dengan nada yang menyayat hati.Rasa bersalah mulai menggerogoti diriku lagi setelah mendengarkan pertanyaan itu. Yang dia maksudkan pasti tentang nenek dan kakek yang menghadapi kematian oleh karena diriku."Kenapa mereka begitu kejam terhadap
Tubuhku ambruk ke atas lantai dengan posisi terlungkup. Sekujur tubuhku terasa lemas, tidak ada sisa tenaga yang tersisa untuk menggerakkan badanku, bahkan menggerakkan jari sekali pun."Akhirnya pertarungan ini berakhir dengan kemenanganku, tetapi benarkah ini adalah kemenangan?" gumamku sambil memandang orang yang tersungkur tak jauh di depanku.'Tidak, aku tidak memenangkan pertarungan ini. Tidak ada yang menang di antara kami. Yang ada hanyalah kekalahan karena gagal untuk melindungi orang yang seharusnya dilindungi.'Dia yang gagal melindungi orang tuanya yang telah terpisah darinya selama puluhan tahun dan aku yang gagal mempertahankannya agar tetap hidup. Lagi-lagi aku malah menjatuhkan lebih banyak korban.'Kudengar bunyi derap langkah yang berlari ke arahku. Sepertinya ada lebih dari satu orang yang berlari ke tempat ini. Aku tidak dapat menolehkan kepalaku untuk melihat siapa yang datang ke sini. Lalu tiba-tiba kudengar suara yang familier meman
Telingaku menangkap suara orang yang memanggil namaku berulang kali. Suaranya terdengar tidak begitu jelas, tetapi aku yakin jika dia atau mereka memanggilku.Aku tersadar dari lamunanku. Kupijat keningku yang pusing sekali, rasanya kepalaku akan pecah. Mataku berusaha menyesuaikan cahaya terang yang menghampari diriku.Begitu aku dapat melihat dengan jelas, kusadari diriku berada di suatu ruangan yang tidak begitu luas. Ruangan berbentuk persegi panjang ini memiliki lantai dan dinding yang terbuat dari papan kayu dan perabotan yang sederhana.Tak begitu jauh dariku ada seseorang yang duduk di atas kursi kayu yang berada di depan perapian dan beberapa meter di sisi kiriku juga ada seseorang yang berdiri di depan tungku yang menyala.Aku berdiri dari sofa dan melihat-lihat tempat ini. 'Entah kenapa aku merasa familier dengan tempat ini. Dimana aku pernah melihatnya? Apa sebelumnya aku sudah pernah berada di tempat ini?'Kutatap punggung orang yang d
Mimpi buruk itu terus menghantuiku selama beberapa hari. Setelah pemberontakan Fylax terselesaikan dengan kemenangan dari pemerintah pun mimpi itu masih berlanjut. Bahkan mimpi buruk itu jauh lebih mengerikan seusai kekalahan Fylax kali ini.Tidak hanya 'hantu' kakek dan nenek saja yang terus mengganggu tidur malamku, orang-orang tak berdosa yang menjadi korban dalam peristiwa itu pun ikut meramaikan mimpi buruk ini."Trystan, kenapa mukamu pucat begitu? Kamu sakit?" tanya Layla yang duduk di seberang mejaku. Beberapa hari ini aku selalu bersama dengannya karena ditugaskan untuk menjadi pengawalnya.Di situasi yang masih belum stabil ini, tidak aman baginya untuk tidak didampingi oleh penjaga karena Fylax terus mencari kesempatan untuk melukai bahkan membunuh anggota Quattor yang merupakan dewan eksekutif atau pemerintah negara ini."Hanya sakit kepala saja," jawabku sambil memijat keningku yang nyut-nyutan karena kurang tidur. Layla berdehem lalu mengali
Aku menganggukkan kepalaku menerima tawarannya. Entah kenapa aku merasa informasi tentang eksperimen itu penting untukku walau sepertinya hal itu tidak ada hubungannya denganku."Puluhan tahun yang lalu, ada sebuah fasilitas yang dibangun untuk menciptakan 'Arte buatan' dengan menggunakan bayi yang belum membangkitkan 'Arte'-nya.Mereka dikurung di fasilitas itu dan harus menjalani banyak percobaan yang menyakitkan. Tak heran ada beberapa anak yang meninggal. Lalu-" penjelasan Layla terputus karena aku memotong perkataannya."Tunggu dulu, darimana kamu bisa tahu semua itu? Bahkan sampai sedetail itu?" tanyaku dengan curiga.Layla terdiam sejenak dan menundukkan kepalanya. Tangannya yang dilipat di atas meja tampak sedikit bergetar. Dia menarik napas panjang-panjang lalu menghembuskannya.Layla mengangkat kepalanya dan memandang ke arahku. Raut muka yang terpasang pada wajahnya membuatku diam membisu. Ekspresi itu menampakkan sebuah senyuman, tetapi
"Tapi karena perjanjianku dengan Nona Tabella, mau tidak mau aku harus melakukannya," lanjut Layla yang membuatku tercengang. Itu artinya dia akan menjalankan rencana yang tidak berperikemanusiaan itu dan membiarkan dirinya menjadi kaki tangan pemerintah yang berperan sebagai dalang yang mengendalikan orang lain seperti boneka."Sebenarnya apa yang akan kamu dapatkan dari perjanjian itu sampai-sampai kamu setuju untuk menjalankan rencana itu?" tanyaku heran. Layla terdiam, tidak langsung menjawab pertanyaanku."Jawab aku, Layla," desakku memaksanya untuk segera menjawab pertanyaanku. Kutatap Layla yang memandangku dengan ekspresi seperti orang yang sedang menahan tangis.Aku menghenbuskan napas kasar dan berkata, "Kalau kamu tidak mau menjawabnya maka tidak perlu menjawab pertanyaanku. Lupakan saja pertanyaanku tadi." Aku berdiri dari dudukku lalu melangkah menuju pintu keluar, tetapi suara Layla menghentikan langkahku."Aku mendapatkan jaminan kebebasanm
Setelah mengantar Layla ke kamarnya, aku meninggalkannya di sana bersama beberapa pengawal perempuan yang berjaga di sekitar ruang tidurnya. Kuharap orang-orang itu mampu menjaga Layla selama aku tidak ada di sisinya. Sungguh memalukan jika pasukan elit itu gagal dalam melindungi atasannya.Aku berjalan menyusuri lorong menuju kantor Nona Tabella. Sebenarnya sebisa mungkin aku tidak ingin berurusan dengan wanita itu, tetapi karena ini hal yang sangat penting makanya aku harus menemuinya walau aku benci padanya.Beberapa menit telah berlalu. Aku berjalan menelusuri lorong yang panjang yang berlika-liku ini. Akhirnya aku tiba di tempat tujuan setelah cukup lama berjalan kaki. "Kenapa sih bangunan ini luas sekali? Kakiku jadi lemas karena harus berjalan sejauh ini," gerutuku sambil memegangi bagian belakang lututku yang terasa pegal.Kugenggam gagang pintu yang terbuat dari emas lalu mendorongnya. Papan putih di depanku terbuka lebar dan menampakkan isi ruangan yan