Yueliang Palace,"Kenapa bisa begitu ceroboh?" Ming Zhu mencari ke sana- kemari sambil memegangi dadanya. Setelah dua hari, baru ia sadar kalung anjing yang diberikan Wang Mo Ryu tidak lagi di lehernya. "Aku mendapat masalah di Paviliun Mudan karena loncengnya yang berbunyi," pikir Ming Zhu tentang di mana kira-kira benda itu jatuh. Karena setelah berjam-jam mencari di Paviliun Ying Hua, ia tidak menemukan apa-apa. Ming Zhu mengendap ke gerbang Paviliun Ying Hua, melongok ke sekitar, takut kalau ada yang melihat dirinya. Ming Zhu mungkin pernah mendengar samar tentang segel pelindung yang diucapkan Yu Jian Hua. Ia tidak terlalu mengerti. Hanya saja, ketika itu, Paviliun Mudan terlihat jelas dari tempatnya berdiri."Sekarang, aku mungkin bisa ke sana!" Ming Zhu masih yakin bahwa tiga petinggi istana masih berada di bumi. Seolah tidak belajar dari pengalaman sebelumnya, Ming Zhu melangkah keluar, mengikuti memori yang samar ke tempat yang ia pernah memijak. Jembatan kayu penghubung, ri
"Tidak, Laoshi! Aku tidak bermaksud...", Ming Zhu mengigau. Rasa sakit menjalar ke seluruh tulang, seakan hancur berkeping-keping karena bertabrakan dangan angin, lalu jatuh.Tak mengerti mana yang lebih keras, apakah suara dentuman gunung dan petir yang menyambar, atau suara tubuhnya yang terhempas. Dua-duanya menyakitkan. Ming Zhu telah pingsan cukup lama sebelum memperoleh kesadarannya kembali. Sayangnya, Ming Zhu tetap tidak tahu di mana ia sekarang. Ketika menengadah ke atas, semuanya tampak hitam. Bersama barisan bintang yang tentunya terlihat lebih indah saat dilihat dari Paviliun Ying Hua."Laoshi!" sebut Ming Zhu di sisa-sisa tenaga yang ada di kerongkongan. "Laoshi, kau akan mencariku 'kan? Kau pasti mengkhawatirkanku. Pasti akan menjemputku." Tangan dan kakinya masih sulit digerakkan dan ia pun mulai mengantuk lagi. Memikirkan bagaimana perasaan Wang Mo Ryu sekarang, membuat Ming Zhu merasa lebih nyaman dengan ketidaksadaraannya kemudian. ....Pagi hari,Warna keemasan me
"Ayo! Ayo cepat angkat! Nanti basah!"...Ming Zhu melongok ke dalam. Tetap tidak berani masuk. Setelah kilat dan petir menyambar beberapa kali, hujan turun dan jadi semakin lebat. Perayaan yang memang hanya dilakukan di tanah lapang, berakhir lebih cepat. Sekarang, para pengisi panggung disibukkan untuk menurunkan barang-barang mereka dari atas panggung. Setelah dirapikan dan dimasukkan ke dalam box kayu, barang-barang itu kemudian diangkut lagi ke atas truk. Ming Zhu bilang itu besi berjalan yang benar-benar besar."Hey, minggir! Jangan di sini! Kami mau lewat!" seseorang berteriak kepada Ming Zhu.Ming Zhu terpaksa menyingkir sambil terus memperhatikan siapa-siapa yang lewat."Eh, kenapa masih di sini? Memang mau cari siapa?" orang yang berteriak kepada Ming Zhu kali ini bertanya dengan lebih baik."Apa kalian mau pergi?" Ming Zhu balik bertanya."Ya. Sebentar lagi!"Ming Zhu tertunduk kecewa."Sepertinya aku tahu siapa yang dia cari,"seseorang menyela dari belakang, sambil membawa
Wang Mo Ryu duduk di singgasana yang berada di sisi kanan singgasana tertinggi milik Raja Zhian. Tangan kanan menopang wajah yang tampak lelah. Matanya terpejam seperti sedang tidur, tapi samasekali tidak. Mana mungkin dia bisa tidur sementara Ming Zhu yang meraung minta tolong terus berpendar di pikirannya. Jubah putihnya tidak serapi biasanya dan ikatan di rambutnya juga tampak terabaikan. Raja Zhian tidak tahu harus memulai dari mana. Wang Mo Ryu gampang meledak, sisi iblis yang selama ini ditekan dengan keanggunan, kapan saja bisa dibiarkan meluap. Sebelum mengangkat seseorang ke Yueliang Palace, Raja Zhian tentu tahu orang seperti apa yang pantas. Ia mengangkat Yu Jian Hua lebih dulu, dan terbukti Yu Jian Hua tidak mengecewakan. Sayangnya, soal hubungan dengan dunia luar, Raja Zhian tidak bisa mengandalkan Xiao Hua. Dan ketika mengangkat Wang Mo Ryu, Raja Zhian merasa sangat terbantu, tapi sampai saat ini ia ragu apa keputusannya dulu itu benar. Akibat ketidakakuran Wang Mo Ryu d
Seruling mengiringi gerak anggun seorang Qing Yi*. Qing Yi berwajah muram. Menimbulkan rasa simpati dan keingintahuan tentang kenapa ia jadi seperti itu. Lalu, erhu mulai mengalun, kegetiran semakin dirasa. Tapi, keanggunan dan kebangsawanan tetap terpancar. Ketika Wu Jing yang licik datang, tempo musik jadi semakin rapat dan cepat. Ghuzeng dan pipa beradu, mewakili kepanikan dari seorang Qing Yi yang ingin melarikan diri, tapi akhirnya terperangkap juga. Ming Zhu menonton dari sisi panggung. Aktornya hanya Daiyu dan Kakak Shim, tapi mereka begitu memikat hati Ming Zhu. Kakak Guan bilang, mereka tidak punya naskah khusus dalam pementasan. Di awal-awal pernah ada, tapi karena seringnya mereka berlakon, naskah-naskah itu tak dilirik lagi. Semuanya berakar dari sejarah dan sastra yang pernah hidup di bumi. Diinterpretasikan sesuka hati mereka menjadi sesuatu yang lebih kontemporer. Kadang hanya berupa monolog. Shim dan Daiyu yang paling sering berimprovisasi. Ketika hanya mereka berdua y
Tanpa diiringi musik, Ming Zhu berusaha mengikuti gerakan Shim. "Setiap gerak memiliki makna, pelan-pelan kau akan memahami itu," sebut Shim.Mereka ada di rooftop sebuah gedung tiga lantai yang terbengkalai. Shim mulai dengan penjelasan tentang peran-peran dasar yang biasa dimainkan. Sheng, karakter pria; Dan, karakter wanita; Jing, karakter pria dengan wajah dilukis; dan Chou, karakter seorang badut. Ming Zhu hanya pernah melihat seniornya itu menjadi Dan. Tapi, siapa sangka ia juga bisa melakoni karakter Jing, bahkan Wu Jing, karakter pria yang wajahnya dilukis dan tipe petarung. Terlalu lihai Shim memainkan tongkat dan pedang, sebagai Wu Jing yang garang atau Wu Dan yang anggun."Kakak Shim, apa Ketua Yang yang mengajarimu? Sudah berapa lama kalian bersama?" tanya Ming Zhu sambil terus melakukan pergerakan. Permainan tongkat dan pedang, meskipun perlu banyak latihan, itu jauh lebih mudah bagi Ming Zhu dibanding menjadi Qing Yi.Sebelum Shim menjawab, ia menghentikan pergerakan dan
Hutan sequoia purba bergejolak bukan karena Jufeng Mo, tapi ulah iblis yang satunya lagi. Hanya untuk mencari Ming Zhu, sepuluh ribu tentara dikerahkan dan Wang Mo Ryu telah mengobrak-abrik bumi layaknya membongkar lemari pakaian untuk mencari sesuatu."Siapa di sana?" suara itu menggelegar. Jika orang biasa yang mendengar itu, pastilah lari pontang-panting."Kau tidak dalam posisi berhak untuk bertanya," ungkap Wang Mo Ryu hanya berupa gumaman."Oh, rupanya kau!" Jufeng Mo menyadari siapa tamunya. Sangat langka ia mendapat kunjungan. Ia merasa senang, setidaknya itu akan mengurangi sedikit rasa bosan dirantai di dasar danau Aegel Gustave Saveri. Air danau bergejolak, dan seperti sebuah ledakan, air menjulang ke atas dan bergerak ingin melahap Wang Mo Ryu.Wang Mo Ryu yang awalnya tidak ingin peduli, tetap memilih tidak peduli. Ia tetap melangkah santai di dermaga di atas danau, tanpa membiarkan sebutir air pun menyentuh jubahnya."Kau pikir apa yang bisa kau lakukan?" Wang Mo Ryu te
Setelah tiga hari, Ming Zhu akhirnya bangun. Apa yang ia alami di dunia, hanya seperti mimpi yang panjang. Mimpi yang melelahkan sampai sendinya terasa gilu. Matanya menangkap hal yang seharusnya familiar, namun terasa asing ketika itu, tirai putih di tempat tidur gurunya. "Efek jatuh yang mengerikan," pikirnya sambil berusaha bangkit. Tapi, tidak bisa. "Jangan dipaksakan!" seseorang bersuara. Ming Zhu terhenyak. Ia berpaling ke belakang, tapi tidak berani menengadah. Hanya bagian bawah jubah Wang Mo Ryu yang terekam di matanya. Terlalu anggun langkah itu. Langkah seorang penolong. Setidaknya, Ming Zhu merasa lebih aman di akhir mimpi. Di antara genangan air di jalanan, terekam bayangan Fort Armor yang telah hancur. Bau darah dan belerang bercampur. Lalu, genangan air itu juga merekam langkah kaki seseorang. Sebelum benar-benar pingsan, Ming Zhu merasa ada yang mengangkat dirinya dan membawanya jauh dari mimpi buruk itu. Di waktu bersamaan, "Shim!", "Daiyu!", sekali lagi Ming Zhu