Qing Yi *: female lead role (chinese opera), digambarkan anggun, berbudi luhur. Ghuzeng, erhu, guqin, pipa, dll : instrument musik tradisonal china.
Tanpa diiringi musik, Ming Zhu berusaha mengikuti gerakan Shim. "Setiap gerak memiliki makna, pelan-pelan kau akan memahami itu," sebut Shim.Mereka ada di rooftop sebuah gedung tiga lantai yang terbengkalai. Shim mulai dengan penjelasan tentang peran-peran dasar yang biasa dimainkan. Sheng, karakter pria; Dan, karakter wanita; Jing, karakter pria dengan wajah dilukis; dan Chou, karakter seorang badut. Ming Zhu hanya pernah melihat seniornya itu menjadi Dan. Tapi, siapa sangka ia juga bisa melakoni karakter Jing, bahkan Wu Jing, karakter pria yang wajahnya dilukis dan tipe petarung. Terlalu lihai Shim memainkan tongkat dan pedang, sebagai Wu Jing yang garang atau Wu Dan yang anggun."Kakak Shim, apa Ketua Yang yang mengajarimu? Sudah berapa lama kalian bersama?" tanya Ming Zhu sambil terus melakukan pergerakan. Permainan tongkat dan pedang, meskipun perlu banyak latihan, itu jauh lebih mudah bagi Ming Zhu dibanding menjadi Qing Yi.Sebelum Shim menjawab, ia menghentikan pergerakan dan
Hutan sequoia purba bergejolak bukan karena Jufeng Mo, tapi ulah iblis yang satunya lagi. Hanya untuk mencari Ming Zhu, sepuluh ribu tentara dikerahkan dan Wang Mo Ryu telah mengobrak-abrik bumi layaknya membongkar lemari pakaian untuk mencari sesuatu."Siapa di sana?" suara itu menggelegar. Jika orang biasa yang mendengar itu, pastilah lari pontang-panting."Kau tidak dalam posisi berhak untuk bertanya," ungkap Wang Mo Ryu hanya berupa gumaman."Oh, rupanya kau!" Jufeng Mo menyadari siapa tamunya. Sangat langka ia mendapat kunjungan. Ia merasa senang, setidaknya itu akan mengurangi sedikit rasa bosan dirantai di dasar danau Aegel Gustave Saveri. Air danau bergejolak, dan seperti sebuah ledakan, air menjulang ke atas dan bergerak ingin melahap Wang Mo Ryu.Wang Mo Ryu yang awalnya tidak ingin peduli, tetap memilih tidak peduli. Ia tetap melangkah santai di dermaga di atas danau, tanpa membiarkan sebutir air pun menyentuh jubahnya."Kau pikir apa yang bisa kau lakukan?" Wang Mo Ryu te
Setelah tiga hari, Ming Zhu akhirnya bangun. Apa yang ia alami di dunia, hanya seperti mimpi yang panjang. Mimpi yang melelahkan sampai sendinya terasa gilu. Matanya menangkap hal yang seharusnya familiar, namun terasa asing ketika itu, tirai putih di tempat tidur gurunya. "Efek jatuh yang mengerikan," pikirnya sambil berusaha bangkit. Tapi, tidak bisa. "Jangan dipaksakan!" seseorang bersuara. Ming Zhu terhenyak. Ia berpaling ke belakang, tapi tidak berani menengadah. Hanya bagian bawah jubah Wang Mo Ryu yang terekam di matanya. Terlalu anggun langkah itu. Langkah seorang penolong. Setidaknya, Ming Zhu merasa lebih aman di akhir mimpi. Di antara genangan air di jalanan, terekam bayangan Fort Armor yang telah hancur. Bau darah dan belerang bercampur. Lalu, genangan air itu juga merekam langkah kaki seseorang. Sebelum benar-benar pingsan, Ming Zhu merasa ada yang mengangkat dirinya dan membawanya jauh dari mimpi buruk itu. Di waktu bersamaan, "Shim!", "Daiyu!", sekali lagi Ming Zhu
"Ada apa denganku?", Wang Mo Ryu berdiri di teras di sebelah Timur Paviliun Ying Hua. Area yang beberapa tiang pancangnya berada di dasar danau yang cukup luas. Sejak beberapa tahun lalu, tidak sembarang orang bisa masuk ke sana. Termasuk Raja Zhian. Karena tempat itu biasa digunakan Ming Zhu untuk berendam. Bahkan Wang Mo Ryu sendiri sangat jarang mengunjungi tempat itu. Kali ini dia perlu tempat untuk menyembunyikan kegelisahannya. Hanya karena serigala kecil, emosinya tidak terkendali. Seperti yang dikatakan Raja Zhian, Ming Zhu seolah menjadi kelemahan baginya. Itu buruk. Ada lebih banyak hal yang disesali Wang Mo Ryu kemudian. Termasuk melempar mangkuk berisi darahnya sendiri sehingga Ming Zhu ketakutan. Lalu menangis. "Tuan!" sebut Zhao Shen. Wang Mo Ryu tersentak. Sungguh tidak meyadari kehadiran orang lain di tempat itu. "Saya ke sini untuk mengantarkan makanan." Wang Mo Ryu menoleh, "Bagaimana kau tahu aku di sini?" Zhao Shen diam. Sebenarnya itu hanya firasat saja. Se
Ada langkah kaki yang mendekat, ritmenya tidak familiar. Ming Zhu tidak tahu siapa yang akan datang. Lagi pula, dia tidak punya tenaga untuk peduli. Gurunya, Raja Zhian, Zhao Shen dan Kakek Yin Dan, mereka telah mengocehkan banyak hal. Tapi, rasa bersalah di dirinya masih belum terbayarkan. Dan rasa sedih yang ia rasakan, siapa yang akan mengerti? Ketika orang itu melewati pintu kamar, hal yang pertama ditangkap oleh Ming Zhu adalah balutan putih di telapak tangan kanan. "Penasihat Yu!" lirih Ming Zhu. Ming Zhu tersenyum untuk hukuman yang akhirnya akan ia terima. Yu Jian Hua berhenti tepat di hadapan Ming Zhu. Sejenak mengamati betapa menyedihkannya serigala kecil itu. Dengan mengenakan gaun tidur dan rambut yang terurai hingga ke lantai. Meski begitu, di bawah cahaya bulan, dirinya tampak bercahaya. Apalagi jika dibandingkan dengan beberapa hari lalu, Ming Zhu seratus kali lebih baik sekarang. "Ada apa? Apa terjadi sesuatu di bumi?" Pelan-pelan Ming Zhu menengadahkan kepala, me
"Tidak. Ada apa denganku? Itu bukan dia!" Yu Jian Hua tenggelam dalam lamunannya sendiri. Aroma peony yang membanjiri kediamannya, ikut mengacaukan pikiran Yu Jian Hua. Di pertempuran dulu, Yu Jian Hua tidak bisa menggunakan seratus persen kekuatannya. Sebenarnya itu bukan pertama kali. Ia memilih tidak percaya bahwa "Mantra Pengikat Hati" mampu meracuninya sampai hampir mati. Yu Jian Hua memang sempat beradu pedang dengan Mo Zang Li. Seharusnya, Yu Jian Hua tidak punya urusan dengan perempuan itu. Hanya karena Mo Zang Li memiliki hubungan darah dengan Jufeng Mo, segalanya menjadi rumit untuk iblis perempuan itu. Mo Zang Li memang terkenal angkuh, dia ditakuti, tapi Mo Zang Li tidak pernah menunjukkan ketertarikan terhadap kekuasaan. Dia juga tidak pernah memaksakan diri untuk menambah kekuatan dengan mengorbankan nyawa makhluk hidup lain. Kecuali mereka yang terang-terangan mencari masalah dengannya, sudah pasti mereka mati. Siapa sangka, Mo Zang Li ini tertarik dengan Penasihat Is
Roh Yu Jian Hua seolah kembali hingga ia bisa merasakan sakit di setiap inchi tubuhnya. Ngilu itu sampai ke pangkal lengan ketika jari telunjuk digerakkan. Namun, Yu Jian Hua tetap memaksakan diri. Laki-laki itu bahkan berusaha bangkit dan gagal berkali-kali. Seperti tertindih batu ribuan ton, tidak ada kesempatan untuk Yu Jian Hua bisa bergerak dengan kekuatan seperti itu. Lagi pula, tempat itu terlalu gelap. Ia sempat berpikir mungkin tempat itu adalah jurang yang tidak terjamah di bumi. Aroma akar kering dan tanah membuatnya yakin. Begitu senyap dengan rasa dingin yang menusuk hingga ke tulang. Ujung jarinya meraba kasar setiap hal, hingga pikirannya pun dipenuhi bayangan tentang betapa buruk dan tidak nyaman tinggal di tempat itu. Tapi, tentu lebih aman, karena tidak ada energi makhluk dimensi lain yang dirasakan. Jika hanya binatang dan serangga beracun tidak akan bisa membunuh Yu Jian Hua begitu saja. Sampai ketika Yu Jian Hua teringat tentang matanya yang terluka. Ia mulai gu
Tongkat diayun. Serupa tarian yang menyibak daun-daun kering. Indah namun berbahaya jika didekati. Setelah berpuluh-puluh hari hanya berkultivasi di atas tempat tidur, sekarang Yu Jian Hua berani menantang alam. Ia belajar mengenali setiap hal yang ia pijak. Belajar percaya dengan apa yang ia dengar dan belajar mengakrabkan diri dengan cara menyentuh. Tongkat di tangannya, nantinya tidak hanya untuk berlatih, tapi juga untuk melangkah. Tidak buta sejak lahir, seharusnya cukup untuk Yu Jian Hua bersyukur. Hanya dengan sedikit sentuhan di ujung tongkat, ia sudah tahu benda apa itu. Penciumannya juga lebih sensitif. Ia tahu Yu Yan datang, tidak hanya dari derap langkah perempuan itu, tapi dari aroma peony yang tercium semakin pekat. Namun, Yu Jian Hua sempat salah perhitungan. Ketika tongkat masih bergerak, kekuatan yang memancar tidaklah kecil. Yu Yan akan terpental ke belakang dan itulah yang Yu Jian Hua rasakan. Apa yang ia bayangkan tidak meleset. Ia bergegas menangkap tubuh Yu Yan
Keesokan harinya, hanya sedikit cahaya terang yang mampu menembus Danau Aegel Gustave Savery. Yang berarti siang mungkin tidak akan terlihat di tempat itu. Yu Jian Hua lebih dulu berdiri di tengah dermaga. Tatapannya datar pada air yang terlihat tenang, tapi telah berubah menjadi hitam. Dalam satu abad terakhir, dalam pandangan di dua alam, Yu Jian Hua telah berjasa. Dengan tangannya sendiri ia berhasil menyegel Jufeng Mo dan memusnahkan Mo Zhang Li. Tapi, di dalam dirinya sendiri, kebimbangannya tidaklah hilang. Pikiran yang kadang egois, membuatnya merasa bersalah. Menyegel Jufeng Mo, Yu Jian Hua tahu sendiri itu hanya langkah sementara. Sudah seharusnya ia mengeluarkan lebih banyak kekuatan untuk membunuh Jufeng Mo.Sekarang, Yu Jian Hua benar-benar ragu akan sampai kapan rantai pemusnah diri akan bertahan. Yu Jian Hua sadar, dirinya tidaklah sekuat Jufeng Mo. Terlebih ketika ia memutuskan untuk menghilangkan kekuatan Black Finger dari dalam dirinya. Di tahun itu, jika bukan karen
Lantai menderit sejak ia memasuki kediaman pribadi Laoshi-nya. Telinga Ming Zhu menegang dan dia melangkah lebih hati-hati setelahnya. Ming Zhu berpikir, lagkahnya jelas akan lebih ringan jika ia berubah wujud.“Tidak apa-apa! Lantai ini memang sudah sangat tua. Aku tahu telingamu sangat sensitif, tapi kamu hanya perlu membiasakan diri.”Ming Zhu tertegun karena Laoshi seolah tahu apa yang dia pikirkan.“Aku hanya takut Laoshi terganggu juga!”“Tidak. Sama sekali tidak. Kupikir malah kamu yang khawatir? Tidak bisa mengendap-endap, keluar masuk seenaknya seperti di Paviliun Ying Hua?”Segera Ming Zhu menggelengkan kepala. “Aku mana pernah begitu,” katanya berbohong. Faktanya, Ming Zhu memang suka menyelinap masuk tanpa izin, terutama ketika Wang Mo Ryu tidak sengaja terlelap di ruang baca. Hanya Ming Zhu yang terlalu bodoh mengira Wang Mo Ryu tidak tahu apa-apa.“Sebenarnya aku tidak keberatan. Tapi, segalanya akan berbeda setelah kamu tinggal di sini!” Wang Mo Ryu mendorong pintu kam
“Laoshi! Akan seperti apa tempat yang akan kita datangi?”Wang Mo Ryu diam saja. Cahaya terang perlahan tertelan oleh kabut misterius. Mereka meyebutnya lorong dimensi. Sebagian lagi mengistilahkannya sebagai lorong neraka. Jiwa-jiwa yang terjebak ketidakpastian, dan penantian panjang, tentang kapan penderitaan mereka akan berakhir. Tempat mereka berpijak bukan lagi rumput dan ranting yang rapuh, tapi patahan tulang dan genangan darah yang semu. Di tiga langkah pertama, Ming Zhu sudah dibuat sakit kepala. Ia memegangi kepalanya sendiri. Wang Mo Ryu merasa itu hal wajar. Energi di lorong dimensi sungguh kacau dan akan dengan mudah mempengaruhi makhluk yang baru belajar seperti Ming Zhu. Jika dibiarkan Ming Zhu mungkin akan berubah gelisah hingga pingsan, selanjutnya ia akan terjebak dalam mimpi buruk para penghuni lorong dimensi.Wang Mo Ryu melingkarkan tangannya ke punggung Ming Zhu, memastikan peliharannya tetap bisa berdiri dan tidak kehilangan seluruh kesadaran. Pendar-pendar hita
Yu Jian Hua sudah memikirkannya. Ia pernah merawat seekor burung yang terluka. Setelah sembuh, burung itu dilepaskan kembali ke alam. Bebas, untuk menemukan takdirnya sendiri. Lalu, apa bedanya dengan serigala kecil. "Apa aku akan tega merantaimu hingga selama ini?"Yu Jian Hua tersenyum getir. Agak menyedihkan ketika berpikir, "Aku memang bukan rumah baginya." "Tuan, Yu! Akhirnya saya menemukan Anda!" Ye Luo memberi hormat. Bukan Yu Jian Hua yang dibuat berpaling ketika itu, Sang Iblis Perempuan terperangah dengan sosok di belakangnya, "Sejak kapan…,"gagapnya. Sudah cukup lama sebenarnya, Yu Jian Hua berdiri sambil meratapi Mo Zhang Li dari jarak tiga meter di belakang. Mo Zhang Li yang terpejam, dengan kepala bersandar di tiang di tepi Tebing Awan, Yu Jian Hua enggan mengusiknya. "Sebentar lagi! Sampaikan kepada Yang Mulia aku akan segera menemuinya!" perintah Yu Jian Hua kepada Ye Luo. Ye Luo mohon diri setelah menerima perintah itu. "Kukira Tuan tidak akan mau menemui makhluk
Ketika nada pertama diperdengarkan, dari senar yang bergetar, seperti terhipnotis, serigala putih berdiri dan menjatuhkan kepalanya di pangkuan Wang Mo Ryu. Ming Zhu mana tahu ia telah tidur selama lima jam dan sudah hampir senja saat itu. Yang ia tahu ia masih sangat mengantuk dan pangkuan gurunya adalah tempat ternyaman yang bisa ia dapatkan. Kali ini bukan guzheng, tapi gu qin. Suaranya terdengar dalam dan seperti diliputi kekhawatiran. Ming Zhu mungkin tidak pernah tahu, semua nada itu berasal dari bumi. Para manusia sudah lebih dulu memainkannya. Raja Zhian bilang,"Manusia itu banyak pengalaman dan mereka kaya akan perasaan," wajar ketika yang tercipta dari pikiran mereka adalah hal luar biasa seperti yang Wang Mo Ryu mainkan sekarang. Dua hari lagi dia harus kembali ke bumi untuk melanjutkan penyelidikan. Dan sekarang, Wang Mo Ryu berada di posisi sedang mempertimbangkan apakah Ming Zhu akan ikut dengannya atau tetap tinggal di Paviliun Ying Hua. "Tetap saja aku merasa khawat
"Bagus! Bagus!" riuh tepukan tangan hanya dari seorang Zhao Shen. "Huadan" sedang menari riang di atas teras Paviliun Ying Hua, sambil sesekali melapalkan dialog dengan suara yang biasa-biasa saja, tapi penuh ekspresi. Ming Zhu terlalu bosan untuk membaca buku atau berlatih ilmu. Jadi, di tengah hari itu, ia merias wajah dengan tepung dan pewarna makanan. Kemudian menjadikan Zhao Shen satu-satunya penonton pertunjukan. Zhao Shen selalu penasaran dengan pengalaman Ming Zhu dan caranya untuk bertahan sendiri di tempat yang asing. Dan Ming Zhu tidak kalah bersemangat untuk menjelaskan bahwa ada hal seperti "ini" di bumi. Namun, ketika Zhao Shen bertanya tentang, "Siapa yang mengajarimu?" raut muka Ming Zhu berubah. "Ada apa?" "Ah, tidak," Ming Zhu mencoba tersenyum lagi. Ia kembali menari sambil meyakinkan diri bahwa kejadian buruk di Forth Armor hanyalah mimpi. "Kakak Shim, Daiyu, semuanya… mereka akan baik-baik saja!" Ming Zhu menggunakan sedikit kekuatannya untuk menggerakan kelop
Paviliun kediaman Penasihat Istana, yang seabad kemudian disebut Paviliun Mudan, hari itu secara kebetulan Raja Zhian menemukan pemandangan agak berbeda. Yu Jian Hua berdiri di tebing awan dengan pedang Fenghuang di tangan kanan dan mata yang dibalut dengan kain putih. Ketika ada yang masuk ke sana, Yu Jian Hua menyadari itu. Tapi, karena matanya tertutup, ia tidak tahu persis siapa yang datang diam-diam ke wilayahnya. Pedang Fenghuang diacungkan sebagai bentuk kewaspadaan, dan diturunkan kembali segera setelah Yu Jian Hua melepas ikatan di matanya. Setelah kematian Mo Zhang Li, nama iblis wanita itu dan Yu Yan menjadi dua kata terlarang di Yueliang Palace. Namun, semuanya jadi omong kosong karena bunga peony yang menjadi landasan cerita kelam Yu Jian Hua masih terus tumbuh dan dijaga. Selama seabad, Yu Jian Hua rupanya menggunakan aroma itu untuk menghukum dirinya sendiri atas ketidakmengertiannya terhadap apa yang terjadi. Ia pernah sangat marah ketika Mo Zhang Li membunuh janin y
Setelah dua puluh tiga jam, salju akan turun dan menyelimuti bumi dalam beberapa hari. Berdasarkan perhitungan Raja Zhian, ini tidak akan terlalu mengejutkan bagi penghuni bumi. Musim dingin tahun ini hanya datang lebih cepat beberapa waktu. Setelah dua puluh tiga jam itu, Yu Jian Jua juga akan kehilangan sedikit demi sedikit pengaruhnya terhadap semua elemen di dunia. Zhian Yu Fei telah memulainya dari hal yang paling menyakitkan. Meski ia juga berjanji membuat proses itu tidak lebih menyakitkan dari seharusnya. Sebagai orang yang pernah memiliki kekuatan Black Finger dan menghancurkannya sendiri. Tentu perasaan mati berkali-kali tidaklah asing bagi Penasihat Istana. Keberanian itu tidak diragukan. Hanya saja, entah apakah ada orang yang sebodoh Yu Jian Hua. Benarkah "Mantra Pengikat Hati" terlalu menyakitinya hingga kehilangan daya untuk melindungi bumi dengan segenap jiwa. Kekuatan Lima Elemen, diberkahi oleh alam. Ketenangan jiwa menjadi kuncinya. Dengan kekuatan sebesar itu,
"Tuan! Biar kubantu!" Ye Luo memasangkan pakaian ke punggung Yu Jian Hua. "Penghuni bumi mengira sebentar lagi akan kiamat!" Raja Zhian menerobos masuk ke sisi kolam pemandian. Ia terhenyak sendiri dengan tampilan Yu Jian Hua. Pakaian tipis dan kulit yang basah, tidak ada yang bisa dilakukan Yu Jian Hua ketika Raja Zhian harus memalingkan wajahnya. "Aku sudah menyuruh pelayan mengambil pakaianku. Tidak akan lama." Ye Luo tertawa diam-diam sambil mengeringkan rambut Penasihat Yu dengan sapu tangan. "Aku tahu kau jatuh cinta pada Mo Zhang Li, tapi kenapa aku yang gugup melihatmu seperti ini. Kau bahkan menolak bertemu denganku dan memilih dipenjara bersamanya. Rasanya benar-benar tidak adil." "Jadi, apa menurutmu aku harus membagi cintaku?" senyum Yu Jian Hua mengembang. Ia menuangkan teh yang disediakan Ye Luo sejak tadi, mungkin sudah mulai dingin. Tapi, itu lebih baik dibanding tidak ada apa pun yang dapat mencairkan suasan