Ada langkah kaki yang mendekat, ritmenya tidak familiar. Ming Zhu tidak tahu siapa yang akan datang. Lagi pula, dia tidak punya tenaga untuk peduli. Gurunya, Raja Zhian, Zhao Shen dan Kakek Yin Dan, mereka telah mengocehkan banyak hal. Tapi, rasa bersalah di dirinya masih belum terbayarkan. Dan rasa sedih yang ia rasakan, siapa yang akan mengerti? Ketika orang itu melewati pintu kamar, hal yang pertama ditangkap oleh Ming Zhu adalah balutan putih di telapak tangan kanan. "Penasihat Yu!" lirih Ming Zhu. Ming Zhu tersenyum untuk hukuman yang akhirnya akan ia terima. Yu Jian Hua berhenti tepat di hadapan Ming Zhu. Sejenak mengamati betapa menyedihkannya serigala kecil itu. Dengan mengenakan gaun tidur dan rambut yang terurai hingga ke lantai. Meski begitu, di bawah cahaya bulan, dirinya tampak bercahaya. Apalagi jika dibandingkan dengan beberapa hari lalu, Ming Zhu seratus kali lebih baik sekarang. "Ada apa? Apa terjadi sesuatu di bumi?" Pelan-pelan Ming Zhu menengadahkan kepala, me
"Tidak. Ada apa denganku? Itu bukan dia!" Yu Jian Hua tenggelam dalam lamunannya sendiri. Aroma peony yang membanjiri kediamannya, ikut mengacaukan pikiran Yu Jian Hua. Di pertempuran dulu, Yu Jian Hua tidak bisa menggunakan seratus persen kekuatannya. Sebenarnya itu bukan pertama kali. Ia memilih tidak percaya bahwa "Mantra Pengikat Hati" mampu meracuninya sampai hampir mati. Yu Jian Hua memang sempat beradu pedang dengan Mo Zang Li. Seharusnya, Yu Jian Hua tidak punya urusan dengan perempuan itu. Hanya karena Mo Zang Li memiliki hubungan darah dengan Jufeng Mo, segalanya menjadi rumit untuk iblis perempuan itu. Mo Zang Li memang terkenal angkuh, dia ditakuti, tapi Mo Zang Li tidak pernah menunjukkan ketertarikan terhadap kekuasaan. Dia juga tidak pernah memaksakan diri untuk menambah kekuatan dengan mengorbankan nyawa makhluk hidup lain. Kecuali mereka yang terang-terangan mencari masalah dengannya, sudah pasti mereka mati. Siapa sangka, Mo Zang Li ini tertarik dengan Penasihat Is
Roh Yu Jian Hua seolah kembali hingga ia bisa merasakan sakit di setiap inchi tubuhnya. Ngilu itu sampai ke pangkal lengan ketika jari telunjuk digerakkan. Namun, Yu Jian Hua tetap memaksakan diri. Laki-laki itu bahkan berusaha bangkit dan gagal berkali-kali. Seperti tertindih batu ribuan ton, tidak ada kesempatan untuk Yu Jian Hua bisa bergerak dengan kekuatan seperti itu. Lagi pula, tempat itu terlalu gelap. Ia sempat berpikir mungkin tempat itu adalah jurang yang tidak terjamah di bumi. Aroma akar kering dan tanah membuatnya yakin. Begitu senyap dengan rasa dingin yang menusuk hingga ke tulang. Ujung jarinya meraba kasar setiap hal, hingga pikirannya pun dipenuhi bayangan tentang betapa buruk dan tidak nyaman tinggal di tempat itu. Tapi, tentu lebih aman, karena tidak ada energi makhluk dimensi lain yang dirasakan. Jika hanya binatang dan serangga beracun tidak akan bisa membunuh Yu Jian Hua begitu saja. Sampai ketika Yu Jian Hua teringat tentang matanya yang terluka. Ia mulai gu
Tongkat diayun. Serupa tarian yang menyibak daun-daun kering. Indah namun berbahaya jika didekati. Setelah berpuluh-puluh hari hanya berkultivasi di atas tempat tidur, sekarang Yu Jian Hua berani menantang alam. Ia belajar mengenali setiap hal yang ia pijak. Belajar percaya dengan apa yang ia dengar dan belajar mengakrabkan diri dengan cara menyentuh. Tongkat di tangannya, nantinya tidak hanya untuk berlatih, tapi juga untuk melangkah. Tidak buta sejak lahir, seharusnya cukup untuk Yu Jian Hua bersyukur. Hanya dengan sedikit sentuhan di ujung tongkat, ia sudah tahu benda apa itu. Penciumannya juga lebih sensitif. Ia tahu Yu Yan datang, tidak hanya dari derap langkah perempuan itu, tapi dari aroma peony yang tercium semakin pekat. Namun, Yu Jian Hua sempat salah perhitungan. Ketika tongkat masih bergerak, kekuatan yang memancar tidaklah kecil. Yu Yan akan terpental ke belakang dan itulah yang Yu Jian Hua rasakan. Apa yang ia bayangkan tidak meleset. Ia bergegas menangkap tubuh Yu Yan
Terlalu sulit untuk mengerti apa yang terjadi. Yu Jian Hua memilih bertahan, menetapi janji yang ia buat dengan Yu Yan. Tidak tahu akan sampai kapan. Cahaya sedikit menyentuh sudut matanya, pertanda malam telah berlalu. Kemudian, derap langkah yang gelisah dan tidak tentu arah mulai terdengar. Yu Jian Hua bergeming. Orang yang datang, mungkin Yu Yan. Atau orang lain yang akan membahayakan nyawanya. Yu Jian Hua memilih tidak peduli. Hatinya terlanjur merasa takut untuk berharap. Ketika derap langkah mendekat, Yu Jian Hua tetap tidak bereaksi. Tapi, tidak ada pilihan ketika seseorang menyentuh sekali lagi jemarinya. Yu Jian Hua terpaksa menyentakkan tangan dan berdiri. Ia memukulkan ujung tongkat ke tanah dan berusaha melarikan diri. Sentuhan itu, tentu saja Yu Jian Hua kenal. Yu Yan sekali lagi menangkap lengan Yu Jian Hua sambil berusaha menuliskan sesuatu, [Maafkan...] Segera Yu Jian Hua menarik lagi tangannya. Bagi Yu Jian Hua, penjelasan apa pun tidak berguna. Tidak. Yu Jian Hu
Benih sayuran disemai, kemudian ditanam di pekarangan. Begitulah rutinitas baru Yu Jian Hua setiap pagi. Sejak kaki Yu Yan terluka, Yu Jian Hua tidak mengizinkan perempuan itu pergi ke hutan.Setelah tanaman bertunas, hanya sekali Yu Jian Hua menyirami mereka. Tanaman-tanaman itu akan lebih banyak menerima kekuatan dari Yu Jian Hua kemudian. Hingga pagi keesokan harinya, tanaman itu sudah bisa dipanen.Yu Yan akan bertanya, [Kenapa bisa begitu?]Lalu, dengan senyum yang terkesan misterius, Yu Jian Hua membiarkan pertanyaan itu tanpa jawaban. Yu Yan tidak boleh tahu bahwa ia bersama dengan makhluk bukan sebangsa manusia.Yu Yan berjalan ke arah Yu Jian Hua dengan terpincang-pincang. Setengahnya mungkin merasa heran dengan langkah Yu Jian Hua yang begitu leluasa. Padahal dia buta. Insting Yu Jian Hua memang sudah terasah. Dari tempatnya berdiri, di pintu masuk gubug mereka, dia sudah tahu berapa langkah untuk sampai ke tempat tidur. Berapa langkah untuk sampai ke meja makan dan berapa
[Kakek meninggalkan beberapa gelang giok untukku. Kita akan ke kota. Aku akan menjual gelang-gelang ini. Kemudian mencari orang yang mau menikahkan kita. Bagaimana menurut, Tuan?] Yu Jian Hua tersenyum. Di dalam hati merasa buruk karena tidak bisa memberikan apa-apa sebagai hadiah pernikahan. "Simpan saja peninggalan kakek! Kau bisa menjual ini!" Yu Jian Hua menarik sesuatu yang tertancap di rambutnya hingga rambutnya terurai. Tusuk rambut yang terbuat dari Giok Biru Fenghuang. Giok Biru Fenghuang bukan benda langka di Yueliang Palace, tapi itu tetap saja benda pusaka. Di dunia manusia, giok akan tetap memiliki nilai. Meski manfaat sebenarnya akan jauh lebih besar. Manusia yang memakai benda itu, akan terhindar dari roh-roh pengganggu. Jika yang menggunakan giok itu adalah penghuni dimensi lain, mereka akan mendapat berkat perlindungan langsung dari Yu Jian Hua. Dan di sinilah mereka berada. Di sebuah altar pernikahan. Tidak terdengar ada orang lain lagi, kecuali orang yang memimpi
"Yu Yan, kau sangat harum!" Yu Jian Hua tersenyum dan menarik Yu Yan lebih dekat kepadanya. Yu Yan yang sudah terjaga, memang tidak tahan untuk menganggu Yu Jian Hua. Sampai laki-laki itu mengigau berkali-kali dan mengatakan hal-hal yang sepertinya jujur dari hatinya. Garis mata Yu Jian Hua disentuh, ujung bibirnya juga tidak luput untuk dipermainkan. "Berhenti melakukan itu! Kau sangat kejam!" Yu Jian Hua secara tidak sadar menghalau lengan Yu Yan. Yu Yan tertawa tanpa suara. Seperti ulat, telunjuk Yu Yan kembali menggerayangi lekuk wajah laki-laki yang sudah tidur bersamanya malam itu. Ulat itu terpeleset ke lembah di antara mata, kemudian memanjat naik lagi ke puncak hidung, sebelum menjatuhkan diri ke atas bibir yang selalu tampak basah meski telah berwarna merah tua cenderung menghitam. Yu Jian Hua menangkap pergelangan tangan Yu Yan. Ia bangun. Bukan terganggu karena pergerakan tangan itu, tapi karena rasa tertusuk di jantungnya. Ketika membuka mata, Yu Jian Hua harus meyaki