"Yang Mulia! Penasihat Istana ..." Zhian Yu Fei bergegas ke kediaman Yu Jian Hua tanpa mempedulikan kata-kata Ye Luo. Sudah tiga hari sejak Yu Jian Hua ditemukan tidak sadarkan diri di Lembah Peony di selatan kota Sina. Kota Sina masih berada di wilayah kekuasaan Jufeng Mo. Tentu saja Yu Jian Hua, -bahkan Raja Zhian sendiri- merasa asing dengan tempat itu. Meski status politik Negeri Selatan berada di bawah pengawasan negara lain akibat perang, Raja Zhian tidak akan ceroboh untuk mengobrak-abrik wilayah-wilayah kecil di bawahnya. Manusia yang hidup di bumi selatan tidak mengerti apa-apa. Sedikit kekacauan yang dibuat oleh penghuni dimensi lain, hanya akan memporak-porandakan kehidupan mereka. Karena pertimbangan menghindari konflik dengan Jufeng Mo, pencarian Yu Jian Hua tidak difokuskan ke wilayah selatan. Khusus di wilayah ini, Raja Zhian hanya mengirim beberapa mata-mata untuk menyelidiki kemungkinan keberadaan Yu Jian Hua. Raja Zhian berpikir, kehati-hatiannyalah yang membuat Y
"Hmmm., setelah mendengar ceritamu... aku jadi tidak yakin..." Raja Zhian mengetuk-ngetuk dagunya dengan ujung jari telunjuk sebelum meneruskan kata-katanya. Tentu saja Yu Jian Hua penasaran tentang apa yang membuat Yang Mulia tidak yakin. Namun, enggan bertanya. "Dia tiba-tiba menghilang. Mungkin dia perempuan yang jelek, jadi dia tidak mau kau melihat dirinya. Dia malu, lalu melarikan diri!" Raja Zhian tertawa setelah mengatakan itu. "Yang Mulia!" tegur Yu Jian Hua. Yu Jian Hua seharusnya paham Rajanya itu suka bercanda. Tapi, bukan kali ini saja Yu Jian Hua meminta Raja Zhian untuk bisa menempatkan diri. "Atau mungkin dia adalah hantu rendahan. Sadar akan derajadmu yang tinggi, dia merasa tidak pantas dan menyerah lebih dulu. Jenis hantu seperti ini, pernah kutemui beberapa kali. Hantu baik dengan perasaannya yang tulus. Lemah, tapi jiwanya tidak mudah untuk dihancurkan. Dan dia...," ada jeda sejenak, "mungkin juga hantu yang jelek. Dia malu, lalu melarikan diri!" sekali lagi
Di kota Sina, wajah Yu Jian Hua semakin dikenal. Semua orang tahu laki-laki itu tinggal di Lembah Peony. Setiap pagi, dengan pakaian lusuhnya, ia naik ke kota dan menanyai semua orang yang ia jumpai. "Apa kau mengenal tabib yang tinggal di Lembah Peony, dia punya cucu perempuan. Cucu perempuannya itu, apa kau pernah melihat dia?"Dan jawaban yang didapat Yu Jian Hua,"Aku memang pernah mendengar tentang tabib itu, dia telah meninggal beberapa tahun lalu. Tapi, aku tidak pernah mendengar dia punya cucu. Setahuku, dia tinggal sendirian di Lembah Peony."Ribuan kali Yu Jian Hua mendengar jawaban seperti itu, ribuan kali merasa kecewa. Tapi, tetap belum ingin menyerah."Baik. Terima kasih," katanya lesu. Yu Jian Hua biasanya akan melangkah lagi dan berhenti pada orang yang ia temui berikutnya. Lalu,menanyakan pertanyaan yang sama.Namun, sebelum itu terjadi. Seseorang yang baru saja ditanyai olehnya bersuara, "Tuan! Tidakkah kau ingat sebelumnya kau juga menanyakan hal yang sama, mungkin s
Sebilah pedang dililit dengan kain, diikat dan digantung di punggung. Bukan Pedang Fenghuang, hanya pedang biasa yang tidak sengaja ditemukan Yu Jian Hua di jalan, bersama mayat-mayat berserakan.Memang terlalu merepotkan mengurusi perihal manusia. Berpikir apa yang layak dan tidak layak, ia dibuat berdecak berkali-kali. Haruskah menguburkan mereka atau dibiarkan saja? Di dunia ini, banyak yang mendapatkan penghormatan sampai akhir. Tapi, banyak juga yang tidak seberuntung itu. Mereka yang tenggelam di lautan, hilang di hutan dan korban perang di perbatasan, jasad mereka terurai begitu saja. Seharusnya, ketika mati, urusan mereka selesai. Malaikat maut telah datang, tapi di mata Yu Jian Hua, tidak pernah jelas yang mereka lakukan. Mereka membawa sebagian ruh, dan meninggalkan yang lainnya untuk menjadi bagian dari dimensi lain. Kadang, Yu Jian Hua berpikir mungkin begitu lebih baik. Jiwa yang tidak tenang, datang kembali untuk menuntut balas. Utang yang belum lunas, tentu harus dibaya
"Siapa itu?" satu nada dipetik dari ghuzeng, membentuk gelombang suara serupa pisau yang dipahat dari es dan melayang akurat ke satu titik. Yu Jian Hua memiringkan bahu, di waktu bersamaan ia merentangkan tangan sampai Ye Luo terdorong ke belakang. Mereka selamat dari serangan yang tiba-tiba itu. Gelombang suara kemudian membentur batang pohon ceri. Pohon ceri bergetar dan semakin banyak kelopak bunga ceri yang jatuh. Yu Jian Hua tidak bisa lagi tidak menunjukkan dirinya. Dan tentu saja Wang Mo Ryu menunggunya untuk memperkenalkan diri. Membaca ekspresi Wang Mo Ryu saat itu, sepertinya Wang Mo Ryu tidak dalam suasana hati yang baik. Sejak Yu Jian Hua keluar dari persembunyian, Wang Mo Ryu memaku dirinya dalam sorot mata yang mengerikan. Wang Mo Ryu ada di gazebo di tengah danau, sementara Yu Jian berdiri di ujung jembatan penghubung yang membelah danau. "Aku cukup terkejut! Caramu sungguh halus sampai aku tidak menyadarinya. Katakan! Menghadapi penyusup seperti kalian... aku harus
"Tuan! Jangan begini! Wang Mo Ryu menyuruh kita menunggu sampai pagi. Dia akan menunjukkan jalannya untuk kita. Jika kau nekat pergi sekarang, kita mungkin tersesat. Siapa yang akan menolong kita kalau begitu?" Dengan tangan bergetar, Ye Luo terpaksa memegangi sedikit jubah Yu Jian Hua.Yu Jian Hua memang tidak mengizinkan Ye Luo berpegangan kepadanya. Itu membuatnya risih. Ia mendengus berkali-kali karena polah tingkah Ye Luo. Makhluk dimensi lain, bagaimana mungkin sepenakut itu? Memang, di bumi, siapa yang mampu membunuhnya."Penasihat Yu!" rengek Ye Luo lagi. Sejak awal berada di antara pohon raksasa, ia dibuat bergidik dengan suara-suara memilukan. Tidak jelas apa dan dari mana asalnya. Kadang terdengar seperti auman, dan kadang terdengar dari seseorang yang sedang disiksa. Samar-samar juga terdengar gelak tawa kemarahan. Lalu, Ye Luo dibuat hampir melompat ketika tiba-tiba saja ada yang berbisik di telinganya. Ye Luo segera mencengkram lengan Yu Jian Hua. Tidak ada siapa-siapa
Wang Mo Ryu masih belum beranjak. Setelah mengamati Yu Jian Hua yang berjalan semakin jauh, Wang Mo Ryu melirik ke Mo Zhang Li. Tidak mengerti harus berdiri di pihak mana. Dia memang tidak terlalu akrab dengan Yu Jian Hua, tapi laki-laki itu benar-benar butuh pertolongan. Lagi pula, jika orang yang dicari Yu Jian Hua tidak juga ditemukan, Raja Zhian akan terus merecoki Wang Mo Ryu dan memaksanya masuk ke Yueliang Palace. Tapi, yang sebenarnya lebih ia benci adalah Ye Luo. Orang itu tiba-tiba datang dengan suara gedebuk di teras kamarnya."Tuan! Tolong! Penasihat Yu berjalan sendirian masuk ke hutan!" katanya panik, tapi tidak punya daya untuk bangkit. Ketika dibantu berdiri, jalannya terlihat aneh dan kadang melompat seperti mayat hidup. "Akhh, mantra yang konyol!" sebut Wang Mo Ryu dalam hati."Hanya karena itu, kau menggangguku di tengah malam?" Wang Mo Ryu bertanya sinis.Ye Luo tertunduk, "Maafkan aku!"Wang Mo Ryu mendesis. Pada akhirnya, ia benci dengan perasaan iba dan marah
Air kaldu dituang ke atas gulungan mie di dalam mangkuk keramik. Ditambah potongan daging cincang dan bawang goreng. Bersama beberapa osengan lain, makanan itu disajikan."Pesanan meja no dua...siap!" si tukang masak berteriak."Ya!" pramusaji mendatangi Yu Jian Hua yang masih asyik menggoyangkan wajan."Di sana!" tunjuk Yu Jian Hua sebelum ditanya. Ia melirik ke nampan yang berisi makanan dan siap diantar."Oh, iya!"Siang itu akan menjadi sangat sibuk. Musim dingin sudah berakhir. Bunga musim semi yang mekar membuat orang-orang bersemangat untuk menghabiskan waktu di luar. Sudah dua jam Yu Jian Hua berdiri di depan tungku api dan wajannya. Catatan pesanan, dari pelanggan di rumah makan tempatnya bekerja, terus datang dan hanya memberinya waktu untuk menenggak beberapa gelas minuman dari buah anggur yang difermentasi sendiri olehnya."Akhh! Hampir lupa!" pramusaji berbalik lagi. "Jian Hua! Di luar ada perempuan bisu! Aku menyuruhnya menunggu di meja tiga! Kau akan menemuinya, 'kan? A