Home / Romansa / Bound by Desire / 3. Who is She?

Share

3. Who is She?

Chapter 3

Who is She?

"Willy," sapa Meghan yang hari ini akan menjadi pengantin.

Ia mengenakan gaun pengantin berwarna putih tanpa lengan, bagian bawah gaun yang ia kenakan terbuat dari kain sepanjang delapan meter hingga membuatnya mekar dengan sempurna. Gaun pengantin yang sempurna itu dipadukan dengan veil dan crown, membuat penampilan Meghan tampak sempurna seperti seorang ratu.

"Selamat, akhirnya kau menikahi Calvin." William menempelkan pipinya ke pipi sahabatnya, bergantian kanan dan kiri.

Meghan menyeringai lebar. "Aku sangat bahagia, ya Tuhan."

"Aku turut bahagia," ujar William.

Meghan mengerutkan hidungnya, ia memiringkan kepalanya, matanya melirik ke arah Grace yang berdiri di samping William. "Grace? Lama tidak berjumpa."

Grace tersenyum ramah. "Selamat atas pernikahanmu.

"Terima kasih." Meghan menatap Grace dan William bergantian. "Kalian pasangan serasi," bisiknya pelan.

William merengkuh pundak Grace. "Dia pernah cemburu padamu."

Grace membeliak ke arah William. "Aku tidak...."

Meghan dan William tertawa bersamaan membuat Grace mengerucutkan bibirnya karena jengkel. William benar-benar mempermalukannya hingga pipinya terasa memanas.

Meghan menatap Grace. "Percayalah, Willy bahkan belum pernah jatuh cinta seumur hidupnya, kecuali pada...." Ia mengecilkan suaranya, ia mencondongkan tubuhnya ke arah Grace.

"Meggy!" William melotot ke arah Meghan, tidak terima karena sahabatnya nyaris membongkar aibnya.

"Aku benci panggilan itu," ucap Meghan dengan nada kesal. Ia menatap William dengan tatapan penuh peringatan.

Ia sangat membenci panggilan itu, ketika pertama kali mengenal Calvin di bangku sekolah menengah atas, Calvin mengejeknya dengan memanggilnya Meggy.

William tertawa kecil. "Kau sangat mengenaskan saat menangis di pojok lapangan basket karena ulah Calvin."

Meghan memutar bola matanya. "Lalu dua tahun kemudian Calvin yang kubuat menangis karena aku menolak cintanya berulang-ulang." Ia tertawa penuh kemenangan sambil matanya melirik ke arah Calvin yang memasuki ruangan dan berjalan ke arahnya.

"Hei, di sini kalian rupanya?" tanya Calvin, pria itu langsung meraih telapak tangan Meghan dan menghadiahkan kecupan mesra di sana. "Acara akan segera dimulai."

Meghan mengerjapkan matanya beberapa kali. "Ya Tuhan, bagaimana jika aku melupakan sumpah pernikahan di depan Pastor?" Ia meletakkan satu telapak tangannya di dada.

William menggeleng kepalanya. "Kurasa otakmu memang sangat kecil, itu hanya beberapa kalimat."

Calvin terkekeh. "Gunakan teks, jangan khawatir."

"Itu mengurangi keromantisan," ucap Meghan yang tidak ingin menerima usulan dari calon suaminya.

"Aku tidak mengerti, kenapa para wanita senang sekali mempersulit keadaan?" Calvin menggaruk lagian belakang tengkuknya yang sama sekali tidak gatal.

"Aku sangat sibuk dengan gaun ini hingga tidak memiliki waktu menghafal sumpah pernikahan," sahut Meghan sambil memamerkan gaun pengantinnya yang di beberapa bagian, ia ikut andil menyulamnya.

"Gaun yang indah," ucap Grace.

Ia mengatakan yang sebenarnya, gaun pengantin yang dikenakan oleh Meghan memang sangat indah. Gaun pengantin dengan model seperti itu mungkin impian kebanyakan gadis untuk hari pernikahan meraka.

"Yeah, aku menyulam sendiri di bagian ini," ucap Meghan sambil matanya menunjuk ke arah ujung-ujung kerudung pengantinnya. "Saudaraku mendesainnya."

"Oh, ya?" Grace membelalakkan kedua matanya karena takjub.

"Dia akan hadir di pesta, aku akan mengenalkan padamu, Grace. Kau juga bisa mengenakan gaun pengantin rancangannya nanti saat...." Meghan kembali memelankan suaranya, matanya melirik ke beberapa orang yang berada di ruangan itu. "Kalian menikah nanti."

Pipi Grace kembali merona, tetapi bukan karena malu. Rongga dadanya dipenuhi kebahagiaan mengingat ia telah menikahi William. Hanya tinggal mengumumkannya dan menggelar pesta. "Terima kasih," ucapnya seraya tersenyum malu-malu.

"Aku akan menunggumu di altar," ucap Calvin yang diangguki oleh Meghan, ia mengecup kening Meghan lalu mengecup kembali telapak tangan pujaannya.

"Sampai jumpa di pesta," ucap William yang juga diangguki oleh Meghan.

Ketiga orang itu melangkahkan kaki mereka keluar dari ruangan yang digunakan oleh calon mempelai pengantin wanita.

Pernikahan Meghan dan Calvin diadakan di sebuah gedung yayasan milik keluarganya mereka. Gedung itu terletak di sebuah tanah yang sangat luas, di sana terdapat beberapa buah bangunan yang terpisah. Terdiri dari bangunan panti sosial, gedung serba guna, juga terdapat sebuah kapel.

Meghan dan Calvin akan mengucapkan sumpah pernikahan mereka di kapel kemudian pesta pernikahan akan dirayakan di gedung serba guna yang berada tidak jauh dari bangunan kapel.

William dan Grace duduk di bangku paling belakang di dalam kapel, tangan William dan Grace saling menggenggam, jemari mereka saling bertaut. Sesekali William mengecup telapak tangan Grace setelah memastikan tidak seorang pun menatap ke arah mereka.

Benar yang Grace ucapkan, menyembunyikan pernikahan ternyata tidak sepenuhnya buruk. Mencuri-curi kesempatan untuk mencium istrinya, rasanya sangat menyenangkan. Jantung William bahkan berdetak lima kali lebih kencang setiap kali ia mencuri ciuman di kulit Grace di tengah keramaian dan itu membawa sebuah sensasi tersendiri yang terasa sangat dahsyat.

"Lihat betapa tegangnya Calvin menunggu pengantinnya," ucap William mengomentari sahabatnya.

Grace terkikik. "Kau pasti tidak merasa saat pengambilan sumpah kita, wajahmu juga sangat tegang."

"Aku bisa menghafal apa pun dengan sekali membaca," ucapnya dengan nada tidak terima.

"Kau menghafal dengan baik, aku hanya mengatakan kau sangat tegang saat itu, lihat saja video yang Alexa rekam," ujar Grace dengan diiring tawa kecil.

William mengusap kulit punggung tangan Grace yang berada di dalam genggamannya menggunakan tangannya yang lain. "Aku ingin mengulang momen itu lagi," gumamnya pelan.

Ia menatap jemari tangan Grace yang masih kosong karena pernikahan yang mereka yang mendadak membuatnya belum sempat memilih cincin untuk wanita pujaannya ditambah lagi mereka juga harus menyembunyikan pernikahan membuat Grace tidak bisa menggunakan cincin di jarinya.

"Aku ingin mengenakan gaun pengantin yang indah nanti," ucap Grace, ia menatap William yang sedang memandangi jari-jari tangannya.

William menoleh membuat tatapan keduanya bersobok, ia mengangguk. Mereka kemudian sama-sama terdiam dan menatap ke arah Calvin untuk waktu beberapa detik hingga William mendekatkan bibirnya ke telinga Grace, meniupnya dengan cara yang menggoda membuat Grace membeliak tanpa menoleh ke arah William. Sapuan napas hangat William membelai kulitnya membuat bulu kuduknya meremang.

Ia mencubit paha suaminya. "Jangan berulah."

William menyeringai jail, ia kembali mendekatkan bibirnya ke telinga Grace lalu berbisik, "Setelah kontrak terkutukmu selesai, aku tidak akan memberimu waktu untuk menunda pernikahan kita lagi."

"Itu tidak akan," ucap Grace sambil tersenyum tanpa menoleh ke arah William.

William mendekatkan bibirnya telinga istrinya. "Bagaimana jika kita mencobanya?"

Grace menjauhkan kepalanya dari William, ia melotot galak ke arah suaminya karena tahu apa yang ada di pikiran suaminya. "Kita di dalam kapel!"

William tertawa tertahan sambil mengalihkan tatapannya ke arah pintu kapel yang berada tepat di belakangnya dan menampakkan sosok Meghan yang berjalan didampingi oleh ayahnya menuju altar di mana Calvin menunggu pengantin wanitanya dengan wajah yang tegang tetapi berseri-seri dipenuhi kebahagiaan.

Ketika semua mata telah tertuju ke arah Meghan dan Calvin yang telah berdiri di atas altar, William mengecup pipi Grace. Sementara satu tangannya menyusup ke dalam rok istrinya, tangannya membelai kulit lembut paha Grace.

"Tidak di sini, Willy." Grace menahan tangan William agar suaminya menghentikan perbuatannya.

Ia tahu batas dirinya, jika William menyentuhnya, ia tidak akan mampu menolak karena sentuhan William baginya merupakan candu baginya.

"Jadilah gadis yang patuh, Sayang." William berbisik di telinga Grace. "Buka pahamu."

"Tidak," ucap Grace pelan seraya menggelengkan kepalanya.

"Kenapa?"

Grace menelan ludah. Ia memiliki pertanyaan yang sangat mengganggu di otaknya sejak tadi. Ia menyipitkan sebelah matanya menatap William. "Beritahu aku jumlah gadis yang pernah kau tiduri dan siapa gadis yang pertama kali membuatmu jatuh cinta."

Bersambung....

Jangan lupa tinggalkan jejak komentar dan RATE!

Terima kasih dan salam manis dari Cherry yang manis.

🍒

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ike Rahma
banyan tokohnya...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status