Chapter 12Find OutDua hari berlalu, Grace tenggelam dalam kesibukannya. Tetapi, bukan berarti ia melupakan keinginannya untuk memastikan keberadaan Theresia. Hanya saja ia belum memiliki kesempatan untuk pergi ke rumah sakit karena kesibukannya, juga karena Nina sekarang menjelma menjadi bayangan dirinya. Nina berada di mana saja Grace berada kecuali jika Grace kembali ke tempat tinggalnya bersama William. Seperti saat ini, ia dan Nina berada di Glamour Entertainment karena ada beberapa hal yang harus dibicarakan bersama Leonel dan Halifa. “Mario mengatakan Leonel masih memiliki tamu di ruangannya,” ujar Halifa seraya meletakkan gagang telepon ke tempatnya. Ia menatap Grace sembari mengedikkan bahunya. Grace melirik jam di pergelangan tangannya. Tamu yang dimaksud Leonel pastilah bukan tamu pada umumnya, tebakan Grace adalah tamu spesial, salah satu model, penyanyi, atau bintang film. Tamu untuk bersenang-senang. Menimbang hal itu, Grace memilih menunggu beberapa menit hingga Leo
Chapter 13A PretendedGadis kecil di depan Grace juga mengamati wajah Grace. "Aku tidak mengenalmu," ucapnya, tatapannya terlihat waspada. Ya, kebanyakan orang tua di negaranya melarang anak-anaknya berbicara dengan orang asing. Grace tersenyum seramah mungkin. "Aku adalah Alicia, kau memang tidak mengenalmu, tapi aku mengenal ibumu Nathalia Allen." Gadis itu mengerjakan matanya beberapa kali. "Kau sahabat Mommy?" Dengan kata lain gadis di depannya benar Theresia, anak Nathalia. Grace menggelengkan kepalanya pelan. "Tidak, kami tidak bersahabat. Tapi, ibumu mengatakan jika putrinya sakit, jadi aku ingin melihatmu." Gadis kecil itu menatap Grace dengan tatapan curiga, dari caranya menatap Grace, terlihat jika Theresia benar-benar tidak mengenal Grace. Grace duduk di bangku yang berada di samping ranjang pasien. "Di mana ibumu?" "Ini bukan waktunya Mommy di sini," sahut Nathalia pelan. "Jadi benar? Kau adalah Theresia Adney?" Grace harus memastikan, paling tidak ia mendapatka
Chapter 14Good Quality SleepGrace membersihkan tubuhnya, sedangkan William menyiapkan makan malam untuk mereka berdua. Ketika Grace kembali ke dapur, ia melingkarkan kedua lengannya ke pinggang suaminya, memeluk William dari arah belakang dan bertingkah manja. "Makanan akan segera siap," ucap William sembari meletakkan teh teko yang terbuat dari keramik berisi teh hangat. "Apa kau butuh bantuan?" Grace menggesekkan keningnya di punggung William. "Semuanya telah siap," ujar William sembari berbalik menghadap Grace. Grace tersenyum menatap William, di dalam benaknya ia bersyukur menjadi anggota keluarga Johanson dan lebih bersyukur lagi ia memiliki William sebagai suaminya. Di samping tampan, William benar-benar memiliki kepribadian yang sangat baik, sikapnya juga lembut dan tentunya penyayang. "Sebaiknya kau membersihkan tubuhmu terlebih dulu." William menggeleng. "Teh akan dingin." "Baiklah kalau begitu aku yang akan membersihkan meja setelah kita makan," desah Grace. "Kubila
Chapter 15Grace's OffersGrace berdiri di depan pintu masuk ruang rawat inap Theresia, ia sengaja tidak memasuki ruangan itu karena Nathalia berada di dalam sana. Wanita itu sedang menyisir rambut Theresia dengan penuh kasih sayang sambil bercakap-cakap. Terlihat akrab meski grace tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan tetapi dari bahasa tubuh keduanya, Grace bisa memastikan jika Nathalia sangat menyayangi Theresia. Ada kecemburuan membakar dadanya meski tidak berkobar. Tetapi, ia merasakan panas yang bersumber dari sana lalu perlahan-lahan menjalari nadinya, menyebar ke seluruh raganya. Theresia diinginkan oleh Nathalia, sedangkan dirinya tidak. Grace benar-benar tidak mengerti bagaimana bisa seorang perempuan yang melahirkan dua anak, tetapi hanya mencintai satu dari keduanya. Bagaimana bisa Nathalia bisa bersikap berbeda dengan Prilly yang menyayanginya meski ia bukan putri kandungnya? Bukankah Nathalia dan Jack terlibat perselingkuhan, bukan pemerkosaan yang berujung me
Chapter 16Dissapoint 1William bersedekap berdiri di depan Grace yang tertunduk duduk di kursi kerja. Tatapan matanya menyorot Grace tidak bersahabat, bahkan sedikit kesan mengintimidasi. Tidak seorang pun di antara keduanya memulai percakapan sejak Grace memasuki mobil hingga tiba di Bebe Shoes, suasana masih dipenuhi dengan kebisuan. Grace berapa kali menjilat bibirnya, sepenuhnya ia menyadari jika tidak seharusnya menyembunyikan sesuatu dari William. Demi Tuhan, ia tidak bermaksud demikian karena cepat atau lambat ia memang harus memberitahu William, tetapi ia tidak menyangka jika William lebih dulu memergoki langkahnya. Ia mengumpulkan keberaniannya, perlahan mengangkat wajahnya menatap William dengan tatapan memohon maaf. "Willy, aku akan menjelaskan padamu." William menyipitkan sebelah matanya. "Kau pikir aku berada di sini untuk apa?" "Aku menemui adikku, maksudku, Theresia. Dia anak Nathalia." Grace kembali menjilat bibirnya. "Tidak, maksudku aku yakin kau telah tahu." Wi
Chapter 17Another TasteKetika William dan Grace bertemu Meghan di bandara mereka tidak terlalu curiga apa lagi mengira pertengkaran Meghan dan Calvin serius. William mengira jika pertengkaran mereka masih dalam tahap seperti biasa, tetapi saat mereka tiba di dalam mobil dan Meghan membuka kacamatanya, William sangat terkejut mendapati kedua mata Meghan tampak bengkak, tampak menyedihkan, dan selama bertahun-tahun mengenal Meghan, ia belum pernah melihat Meghan tampak menyedihkan seperti itu.Yang William tahu, Meghan adalah tipe gadis yang acuh. Ia hanya peduli dengan Calvin, kesenangan, dan penampilannya. Dan hal yang paling William tahu adalah keduanya saling mencintai bahkan mereka nyaris tidak pernah terlibat dalam pertengkaran yang serius, meski mereka terlibat perselisihan, perselisihan mereka hanya seputar keinginan Megan yang terlalu berlebihan dan ditentang oleh Calvin, tetapi pada akhirnya Calvin akan mengalah kepada Meghan. William menggeser tubuhnya menghadap ke belakan
Chapter 18LiarWilliam melihat mobil yang dikemudikan oleh Nina keluar dari area gedung apartemen tempat tinggalnya. Tanpa menaruh kecurigaan apa pun ia mengemudikan mobilnya lalu setelah memarkirkannya, ia menuju unit tempat tinggalnya dan langsung menuju ke kamarnya.Namun, ia terkejut mendapati siapa yang berada di dalam kamarnya bukan Grace, melainkan Meghan yang sedang mondar-mandir di kamarnya. Wajah Meghan tampak panik.Ia mengerutkan keningnya seraya bertanya, "Di mana Grace?"Megan memegangi handuk yang melingkar di tubuhnya, ia menatap William dan air matanya terjatuh. "Willy, syukurlah kau datang.""Apa sesuatu terjadi padamu?" Meghan menggelengkan kepalanya lalu air mata yang tergelincir di pipinya menggunakan lengannya. "Tidak, kau susul Grace, cepatlah.""Apa maksudmu?" William mengerutkan keningnya."Kehadiranku membuat hubunganmu dan Grace dalam masalah." Meghan terisak.William semakin tidak mengerti karena ia merasa jika ia dan Grace baik-baik saja, tidak ada masal
Chapter 19 Dissapoint 2Ketika William tiba di area parkir sebuah gedung apartemen, William buru-buru keluar dari mobilnya karena ia mendapati Grace, Nina dan Aida. Ia mendekati ketiga orang itu dan meraih lengan Grace."Grace, kita harus bicara." William menatap mata Grace yang tampak sedikit bengkak. Ia tahu jika istrinya pasti baru saja menangis.Grace membalas tatapan William dengan dingin. "Tidak sekarang." Nina masuk ke dalam mobil, sedangkan Aida tidak. Ia menepuk pundak Grace. "Kurasa kalian memang harus berbicara." Grace menghela napasnya. "Tidak penting, masalahmu lebih penting." Aida menggelengkan kepalanya. "Suamimu lebih penting." Ia menatap William. "Aku harus pergi ke kantor polisi untuk penyelidikan temanmu yang menghilang, jika kalian sudah selesai, kalian menyusullah ke sana." William mengerutkan keningnya. "Siapa menghilang?" Grace dan Aida saling menatap dan mengerutkan keningnya lalu beralih memandang William. "Calvin," ujar mereka berbarengan."Apa?" "Masu
EpilogueTidak ada pernikahan yang terburu-buru, Grace yang rencananya ingin membatalkan kontrak dengan brand yang mengontraknya akhirnya menemukan jalan lain yang dirasa lebih baik dan William juga menyetujui dengan syarat semua kegiatan Grace berada di bawah kendalinya. Dimiliki pria yang posesif ternyata tidak buruk. Apa lagi William tahu betul cara memanjakan Grace hingga Grace merasakan jika dirinya merupakan wanita paling beruntung di muka bumi ini. Mereka menyiapkan pernikahan mewah di London tahun ini dan persiapan itu memakan waktu cukup lama hingga kontrak kerja Grace berakhir. William berulang kali menatap wajah cantik Grace di tengah pesta pernikahan mereka. Seluruh anggota keluarga Johanson berkumpul, juga keluarga besar ayah kandung Grace. Nathalia dan Theresia juga ada di sana. Tidak ketinggalan teman-teman Grace & William, mereka semua berkumpul dalam suasana hangat untuk memberikan selamat dan bersuka cita. Semua larut dalam kebahagiaan, Ford datang bersama kekasi
30. EndMeghan tersenyum penuh kemenangan. "Dia menunggumu." "Menunggu?" Sean masih tidak mengerti dengan maksud Meghan."Grace menunggumu di mobil, sopirku tahu ke mana dia harus mengantarkan kalian." Mengumpat, Sean meninggalkan Meghan. Setengah berlari ia menuju mobil yang dimaksud Meghan. Ia membuka pintu belakang dan mendapati Grace meringkuk di sana sambil memeluk lututnya seraya mengerang memanggil William. Ia menutup pintu mobil dengan perasaan frustrasi lalu membuka pintu bagian depan. Kali ini lebih mengejutkan lagi adalah mendapati orang yang duduk di belakang kemudi."Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Sean gusar."Aku melakukan tugasku." Sean menutup pintu mobil. "Kau asistennya!" Halifa tertawa pelan. "Bayaran yang Meghan tawarkan seratus kali lipat dari gajiku bekerja menjadi asistennya." "Brengsek!" Sean mengumpat. "Jalankan mobilnya." Sean mendengar dari Meghan jika sepupunya itu akan membantunya untuk mendapatkan Grace. Tetapi, ia belum menyetujui gagasan Meg
Chapter 29CheatingGrace membuka matanya, yang terakhir ia ingat adalah ia meminta bantuan Meghan untuk menemukan William. Kejadian beberapa bulan yang lalu akhirnya kembali terulang di mana ia berakhir di atas ranjang William. Tetapi, kali ini ceritanya berbeda. Entah berada di hotel mana. Tanpa mengenakan apa pun selain selimut yang masih menutupi tubuhnya. Ia juga merasakan jika seluruh tubuhnya terasa sakit dan bagian pribadinya terasa tidak nyaman. Terasa perih. Sebuah konspirasi pasti telah terjadi dan ia tidak tahu siapa dalang dibalik konspirasi itu, ia hanya mampu menduga jika Meghan adalah otak dibalik semuanya. Tetapi, ia sama sekali tidak memiliki bukti jika menuduh Meghan dan sekarang siapa yang akan percaya padanya jika mengatakan telah dijebak?Ia dilemparkan ke atas ranjang dalam keadaan tidak sadarkan diri. Grace sangat yakin jika orang itu mengingatkan kehancurannya. Kehancuran hidup dan kariernya. Sangat tragis, semua yang ia bangun benar-benar hancur.Dulu ia be
Chapter 28Your BrotherCalvin duduk di ruang keluarga. Matanya mengamati keliling ruangan dengan perasaan masam. Rumah itu ia beli dua bulan sebelum pernikahannya dan Meghan berlangsung. Ah, ia memang hanya pria biasa, manusia biasa yang lemah. Semua orang bisa merencanakan dengan siapa akan menikah, tetapi pada akhirnya tidak ada yang bisa merencanakan kepada siapa akan jatuh cinta. Dulu, ia mengejar Megan seperti hanya ada Meghan seakan hanya ada Meghan gadis di dunia ini. Ia menjadikan Meghan nomor satu, di atas segalanya. Tetapi, seiring berjalannya waktu, bertambahnya usia, dan juga hal-hal yang dilewati, hati dan perasaan ternyata bisa berubah. Calvin berlama-lama menatap lukisan dirinya dan Meghan yang terpajang di dinding. Mata Meghan menatapnya, penuh cinta. Ia tahu jelas perasaan istrinya. Dirinyalah yang merusak rumah tangga. Benar kata Meghan, ia menyimpan wanita lain dalam rumah tangga mereka. Calvin sepenuhnya menyadari kesalahannya. Ia bertemu Aida, awalnya hanya k
Chapter 27The Real BoobsUntuk ke sekian kalinya William menoleh ke arah Grace yang kembali mengecek jam di ponselnya. Ia memutuskan meninggalkan kursi kerjanya dan menghampiri Grace yang merebahkan tubuhnya di sofa. "Operasi transplantasi ginjal memerlukan waktu setidaknya tiga sampai empat jam, kau tidak perlu terus mengecek jam," ucap William dengan nada sabar. Ia duduk di pinggir sofa tempat Grace merebahkan tubuhnya. "Aku tidak sabar menunggu hasilnya," gumam Grace, ia mengulurkan tangannya untuk menyentuh ujung rambut di belakang kepala William. "Nathalia akan memberikan kabar padaku secepatnya." William mengusap-usap pundak Grace.Grace menatap William dengan sorot mata iri. "Kalian terlihat akrab." Ya, ia iri karena Theresia juga terlihat sangat akrab dengan William, ditambah Nathalia yang juga ramah setiap kali berbicara dengan William."Bagaimana jika Kau istirahat di dalam kamar?" William mengusulkan agar Grace mengistirahatkan tubuhnya di ruang khusus yang ada di balik
Chapter 26My DaughterMeghan berjalan mondar-mandir karena keresahan melingkupi seluruh raganya. Sudah beberapa hari jasad Calvin belum juga ditemukan, dari informasi yang ia dapatkan hanya bangkai mobil yang ditemukan dan anehnya pintu mobilnya masih tertutup. Ketika ponselnya berdering, ia mendengus dengan kasar lalu menjawab, "Kau memang tidak becus!" ucapnya ketus. "Aku melakukan semua yang kau perintahkan," sahut Wilona. Meghan mengumpat. "Kalau kau becus, seharusnya dia telah menjadi bangkai!" Wilona tertawa. "Tugasku adalah mengondisikan semua di lapangan. Dan lagi pula, ini bukan kesepakatan awal kita." Wilona dikeluarkan untuk mempermalukan Grace, untuk menghancurkan Grace dengan menjual cerita anak haram yang diadopsi kemudian merayu kakak angkatnya. Jika Grace hancur, otomatis William akan goyah, Meghan akan memanfaatkan Calvin untuk memasuki celah bisnis keluarga Johanson. Namun, semua berubah haluan dengan cepat saat ia mengetahui Calvin jatuh hati pada Aida, sahaba
Chapter 25Rich WidowSean mengusap wajahnya dengan gerakan kasar karena merasa frustrasi. Di matanya, William benar-benar kakak yang menyebalkan bagi Grace dan tentunya kuno. Batinnya terus saja menggerutu karena menurutnya ini bukan lagi tahun 1700, di mana seorang gadis keluar bersama pria dianggap tabu. Sepanjang hidupnya sebagai pria dewasa, ia baru menemui pria seperti William."Wajahmu itu, aku yakin kau dalam suasana hati yang buruk." Meghan meletakkan gelas berisi wine ke atas meja. Sean melirik ke arah Meghan. "Tidak juga." Meghan mengedikkan kedua bahunya, seraya melemparkan senyuman. "Di mana suamimu?" tanya Sean kepada Meghan. Sean memanggil Meghan melalui telephone setelah berbincang-bincang dengan Grace dan Meghan meminta Sean datang ke tempat tinggalnya. Bukan tanpa alasan ia memanggil sepupunya, ia teringat jika Meghan pernah menawarinya untuk membantu mendapatkan Grace. "Aku kembali beberapa hari yang lalu, Calvin... kami bertengkar." Kilatan di mata Meghan men
Chapter 24Getting a TrapGrace berdiri di dekat fotografer yang sedang mengamati foto-foto hasil jepretannya, sama seperti fotografer itu, Grace juga mengamati foto-foto dirinya di layar laptop. Mereka berbincang-bincang mengenai hasil pekerjaan yang baru saja mereka lakoni, sesekali fotografer itu melayangkan pujian kepada Grace. Pujian itu terdengar tulus tidak dibuat-buat. Cara pria itu berbicara juga dan bersahabat tidak ada canggung menandakan jika itu memang pandai bergaul dan pastinya sangat profesional.Sama halnya dengan fotografer yang tidak segan-segan memberikan pujian kepadanya, Grace juga membalas pujian pria itu karena memang pada faktanya fotografer itu sangat piawai dalam mengarahkan kamera dan rasanya menyenangkan bekerja dengan fotografer yang terlatih dalam mengarahkan gaya hingga membuatnya merasa sangat cepat menyelesaikan pemotretan, ia hingga ia tidak perlu mengulang-ulang gaya yang diminta sang fotografer karena instruksinya sangat jelas.Suara deheman pria m
Chapter 23Good NewsGrace melongok ke arah tangga karena mendengar suara di lantai dua seraya berteriak, "Nina, kau datang?" "Ya." Suara Nina terdengar tidak kalah nyaring dari suara Grace. William yang sedang menyiapkan sarapan mengerutkan keningnya lalu bertanya, "Sepagi ini?" "Jangan-jangan ada sesuatu." Grace berjalan menuruni tangga dan mendapati Nina sedang melepaskan mantelnya. "Kenapa sepagi ini kau ke sini?" Nina mengedikkan bahunya. "Kau pasti tahu alasanku." Grace menyeringai. "Maafkan aku." "Lupakan." Nina mendengus. "Dan yang pasti, aku tidak ingin membuatkan sarapan untuknya." Ia tertawa. Grace juga tertawa. "Aku tidak yakin dia bisa menggoreng telur." "Kukunya akan patah jika ia menyentuh alat dapur," ujar Nina setelah menggantung mantelnya lalu ia menyisir rambutnya menggunakan jari-jarinya. "Omong-omong, terima kasih, setelan ini sangat bagus." Setelan yang dikenakan oleh Nina adalah pakaian yang ada di kamar Grace, setelan berwarna merah ruby itu tampak pa