Chapter 19 Dissapoint 2Ketika William tiba di area parkir sebuah gedung apartemen, William buru-buru keluar dari mobilnya karena ia mendapati Grace, Nina dan Aida. Ia mendekati ketiga orang itu dan meraih lengan Grace."Grace, kita harus bicara." William menatap mata Grace yang tampak sedikit bengkak. Ia tahu jika istrinya pasti baru saja menangis.Grace membalas tatapan William dengan dingin. "Tidak sekarang." Nina masuk ke dalam mobil, sedangkan Aida tidak. Ia menepuk pundak Grace. "Kurasa kalian memang harus berbicara." Grace menghela napasnya. "Tidak penting, masalahmu lebih penting." Aida menggelengkan kepalanya. "Suamimu lebih penting." Ia menatap William. "Aku harus pergi ke kantor polisi untuk penyelidikan temanmu yang menghilang, jika kalian sudah selesai, kalian menyusullah ke sana." William mengerutkan keningnya. "Siapa menghilang?" Grace dan Aida saling menatap dan mengerutkan keningnya lalu beralih memandang William. "Calvin," ujar mereka berbarengan."Apa?" "Masu
Chapter 20InnocentGrace tertawa hambar. "Kau kecewa padaku. Tapi, aku lebih kecewa padamu." Ia menelan ludah. "Willy, kau menghianati pernikahan kita yang baru saja berjalan beberapa bulan," ucapnya pelan. Dadanya dilingkupi rasa kecewa meski ia sendiri sebenarnya sedikit ragu terhadap prasangkanya sendiri."Kau mengenalku sejak kecil," ucap William dengan dingin. "Kukira kau adalah orang yang paling memahamiku dan seharusnya kau percaya kepadaku. Kukira hubungan kita memiliki ikatan yang sangat kuat. Ternyata aku salah. Kau bahkan meninggalkanku, meninggalkan tempat tinggal kita hanya karena badai sekecil ini." "Sekecil ini?" Grace tidak mengerti, perselingkuhan bukan perkara kecil, seperti dirinya yang lahir dari perselingkuhan kedua orang tua kandungnya. Ia tidak ingin ada perselingkuhan di dalam hidupnya lagi, ia tidak ingin ada bayi yang akan terlahir dari hubungan perselingkuhan lagi. "Kau bahkan tidak memiliki bukti dari tuduhanmu, kau tidak melihat dengan mata kepalamu sa
Chapter 21RealizedGrace memasuki tempat tinggalnya yang tampak tidak lagi rapi meski hanya ditinggalkan kurang lebih dua puluh empat jam. Menurut Grace, mungkin Meghan merasa telah memenangkan permainannya dan bisa menguasai tempat itu. Ruang santai di apartemen seolah berubah menjadi tempat tinggal Meghan, di atas sofa tergeletak beberapa kantong belanja, dua tumpuk kotak sepatu yang masih utuh tertutup, juga beberapa kotak sepatu yang dibiarkan terbuka, juga beberapa buah tas berada di sana. Sebuah cermin kecil berbentuk bulat dengan pinggiran berwarna putih dan kotak make-up tergeletak di atas meja bersama beberapa kaleng bir yang tampaknya telah kosong. Grace hanya tersenyum tipis melihat tempat tinggalnya yang nyaman berubah menjadi seperti tempat antah berantah. Nina menatap Grace seolah melemparkan pertanyaan melalui tatapannya dan dijawab oleh Grace dengan menaikkan kedua alisnya bersamaan dengan kedua bahunya yang mengedik. Baru saja Grace berniat hendak mengajak Nina un
Chapter 22No ReasonGrace baru saja memasuki kamarnya setelah selesai menyantap makan malam bersama Nina, hanya berdua karena Meghan sama sekali tidak keluar dari kamarnya. Grace bukannya tidak memanggil Meghan untuk bergabung untuk makan malam, Meghan sendiri yang menolak dengan alasan diet. Sebenarnya penolakan Meghan untuk bergabung di meja makan adalah hal yang Grace syukuri karena ia tidak perlu repot-repot mengenakan topengnya di depan Meghan. Baru saja Grace hendak mengganti pakaian, ponselnya berdering. Ia bergegas menjawab panggilan dari suaminya. Setelah mengobrol beberapa puluh menit, ia mengenakan jaketnya lalu menyambar tasnya. Ia mengendap-endap keluar dari tempat tinggalnya karena William berada di basemen area parkir gedung apartemen. "Aku tidak yakin jika rencanamu akan berjalan mulus," ucap Grace dengan nada geli karena William yang seolah tidak tahan jauh darinya, bahkan hanya terpisah untuk satu malam.William mengecup kening Grace kemudian meraih telapak tanga
Chapter 23Good NewsGrace melongok ke arah tangga karena mendengar suara di lantai dua seraya berteriak, "Nina, kau datang?" "Ya." Suara Nina terdengar tidak kalah nyaring dari suara Grace. William yang sedang menyiapkan sarapan mengerutkan keningnya lalu bertanya, "Sepagi ini?" "Jangan-jangan ada sesuatu." Grace berjalan menuruni tangga dan mendapati Nina sedang melepaskan mantelnya. "Kenapa sepagi ini kau ke sini?" Nina mengedikkan bahunya. "Kau pasti tahu alasanku." Grace menyeringai. "Maafkan aku." "Lupakan." Nina mendengus. "Dan yang pasti, aku tidak ingin membuatkan sarapan untuknya." Ia tertawa. Grace juga tertawa. "Aku tidak yakin dia bisa menggoreng telur." "Kukunya akan patah jika ia menyentuh alat dapur," ujar Nina setelah menggantung mantelnya lalu ia menyisir rambutnya menggunakan jari-jarinya. "Omong-omong, terima kasih, setelan ini sangat bagus." Setelan yang dikenakan oleh Nina adalah pakaian yang ada di kamar Grace, setelan berwarna merah ruby itu tampak pa
Chapter 24Getting a TrapGrace berdiri di dekat fotografer yang sedang mengamati foto-foto hasil jepretannya, sama seperti fotografer itu, Grace juga mengamati foto-foto dirinya di layar laptop. Mereka berbincang-bincang mengenai hasil pekerjaan yang baru saja mereka lakoni, sesekali fotografer itu melayangkan pujian kepada Grace. Pujian itu terdengar tulus tidak dibuat-buat. Cara pria itu berbicara juga dan bersahabat tidak ada canggung menandakan jika itu memang pandai bergaul dan pastinya sangat profesional.Sama halnya dengan fotografer yang tidak segan-segan memberikan pujian kepadanya, Grace juga membalas pujian pria itu karena memang pada faktanya fotografer itu sangat piawai dalam mengarahkan kamera dan rasanya menyenangkan bekerja dengan fotografer yang terlatih dalam mengarahkan gaya hingga membuatnya merasa sangat cepat menyelesaikan pemotretan, ia hingga ia tidak perlu mengulang-ulang gaya yang diminta sang fotografer karena instruksinya sangat jelas.Suara deheman pria m
Chapter 25Rich WidowSean mengusap wajahnya dengan gerakan kasar karena merasa frustrasi. Di matanya, William benar-benar kakak yang menyebalkan bagi Grace dan tentunya kuno. Batinnya terus saja menggerutu karena menurutnya ini bukan lagi tahun 1700, di mana seorang gadis keluar bersama pria dianggap tabu. Sepanjang hidupnya sebagai pria dewasa, ia baru menemui pria seperti William."Wajahmu itu, aku yakin kau dalam suasana hati yang buruk." Meghan meletakkan gelas berisi wine ke atas meja. Sean melirik ke arah Meghan. "Tidak juga." Meghan mengedikkan kedua bahunya, seraya melemparkan senyuman. "Di mana suamimu?" tanya Sean kepada Meghan. Sean memanggil Meghan melalui telephone setelah berbincang-bincang dengan Grace dan Meghan meminta Sean datang ke tempat tinggalnya. Bukan tanpa alasan ia memanggil sepupunya, ia teringat jika Meghan pernah menawarinya untuk membantu mendapatkan Grace. "Aku kembali beberapa hari yang lalu, Calvin... kami bertengkar." Kilatan di mata Meghan men
Chapter 26My DaughterMeghan berjalan mondar-mandir karena keresahan melingkupi seluruh raganya. Sudah beberapa hari jasad Calvin belum juga ditemukan, dari informasi yang ia dapatkan hanya bangkai mobil yang ditemukan dan anehnya pintu mobilnya masih tertutup. Ketika ponselnya berdering, ia mendengus dengan kasar lalu menjawab, "Kau memang tidak becus!" ucapnya ketus. "Aku melakukan semua yang kau perintahkan," sahut Wilona. Meghan mengumpat. "Kalau kau becus, seharusnya dia telah menjadi bangkai!" Wilona tertawa. "Tugasku adalah mengondisikan semua di lapangan. Dan lagi pula, ini bukan kesepakatan awal kita." Wilona dikeluarkan untuk mempermalukan Grace, untuk menghancurkan Grace dengan menjual cerita anak haram yang diadopsi kemudian merayu kakak angkatnya. Jika Grace hancur, otomatis William akan goyah, Meghan akan memanfaatkan Calvin untuk memasuki celah bisnis keluarga Johanson. Namun, semua berubah haluan dengan cepat saat ia mengetahui Calvin jatuh hati pada Aida, sahaba
EpilogueTidak ada pernikahan yang terburu-buru, Grace yang rencananya ingin membatalkan kontrak dengan brand yang mengontraknya akhirnya menemukan jalan lain yang dirasa lebih baik dan William juga menyetujui dengan syarat semua kegiatan Grace berada di bawah kendalinya. Dimiliki pria yang posesif ternyata tidak buruk. Apa lagi William tahu betul cara memanjakan Grace hingga Grace merasakan jika dirinya merupakan wanita paling beruntung di muka bumi ini. Mereka menyiapkan pernikahan mewah di London tahun ini dan persiapan itu memakan waktu cukup lama hingga kontrak kerja Grace berakhir. William berulang kali menatap wajah cantik Grace di tengah pesta pernikahan mereka. Seluruh anggota keluarga Johanson berkumpul, juga keluarga besar ayah kandung Grace. Nathalia dan Theresia juga ada di sana. Tidak ketinggalan teman-teman Grace & William, mereka semua berkumpul dalam suasana hangat untuk memberikan selamat dan bersuka cita. Semua larut dalam kebahagiaan, Ford datang bersama kekasi
30. EndMeghan tersenyum penuh kemenangan. "Dia menunggumu." "Menunggu?" Sean masih tidak mengerti dengan maksud Meghan."Grace menunggumu di mobil, sopirku tahu ke mana dia harus mengantarkan kalian." Mengumpat, Sean meninggalkan Meghan. Setengah berlari ia menuju mobil yang dimaksud Meghan. Ia membuka pintu belakang dan mendapati Grace meringkuk di sana sambil memeluk lututnya seraya mengerang memanggil William. Ia menutup pintu mobil dengan perasaan frustrasi lalu membuka pintu bagian depan. Kali ini lebih mengejutkan lagi adalah mendapati orang yang duduk di belakang kemudi."Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Sean gusar."Aku melakukan tugasku." Sean menutup pintu mobil. "Kau asistennya!" Halifa tertawa pelan. "Bayaran yang Meghan tawarkan seratus kali lipat dari gajiku bekerja menjadi asistennya." "Brengsek!" Sean mengumpat. "Jalankan mobilnya." Sean mendengar dari Meghan jika sepupunya itu akan membantunya untuk mendapatkan Grace. Tetapi, ia belum menyetujui gagasan Meg
Chapter 29CheatingGrace membuka matanya, yang terakhir ia ingat adalah ia meminta bantuan Meghan untuk menemukan William. Kejadian beberapa bulan yang lalu akhirnya kembali terulang di mana ia berakhir di atas ranjang William. Tetapi, kali ini ceritanya berbeda. Entah berada di hotel mana. Tanpa mengenakan apa pun selain selimut yang masih menutupi tubuhnya. Ia juga merasakan jika seluruh tubuhnya terasa sakit dan bagian pribadinya terasa tidak nyaman. Terasa perih. Sebuah konspirasi pasti telah terjadi dan ia tidak tahu siapa dalang dibalik konspirasi itu, ia hanya mampu menduga jika Meghan adalah otak dibalik semuanya. Tetapi, ia sama sekali tidak memiliki bukti jika menuduh Meghan dan sekarang siapa yang akan percaya padanya jika mengatakan telah dijebak?Ia dilemparkan ke atas ranjang dalam keadaan tidak sadarkan diri. Grace sangat yakin jika orang itu mengingatkan kehancurannya. Kehancuran hidup dan kariernya. Sangat tragis, semua yang ia bangun benar-benar hancur.Dulu ia be
Chapter 28Your BrotherCalvin duduk di ruang keluarga. Matanya mengamati keliling ruangan dengan perasaan masam. Rumah itu ia beli dua bulan sebelum pernikahannya dan Meghan berlangsung. Ah, ia memang hanya pria biasa, manusia biasa yang lemah. Semua orang bisa merencanakan dengan siapa akan menikah, tetapi pada akhirnya tidak ada yang bisa merencanakan kepada siapa akan jatuh cinta. Dulu, ia mengejar Megan seperti hanya ada Meghan seakan hanya ada Meghan gadis di dunia ini. Ia menjadikan Meghan nomor satu, di atas segalanya. Tetapi, seiring berjalannya waktu, bertambahnya usia, dan juga hal-hal yang dilewati, hati dan perasaan ternyata bisa berubah. Calvin berlama-lama menatap lukisan dirinya dan Meghan yang terpajang di dinding. Mata Meghan menatapnya, penuh cinta. Ia tahu jelas perasaan istrinya. Dirinyalah yang merusak rumah tangga. Benar kata Meghan, ia menyimpan wanita lain dalam rumah tangga mereka. Calvin sepenuhnya menyadari kesalahannya. Ia bertemu Aida, awalnya hanya k
Chapter 27The Real BoobsUntuk ke sekian kalinya William menoleh ke arah Grace yang kembali mengecek jam di ponselnya. Ia memutuskan meninggalkan kursi kerjanya dan menghampiri Grace yang merebahkan tubuhnya di sofa. "Operasi transplantasi ginjal memerlukan waktu setidaknya tiga sampai empat jam, kau tidak perlu terus mengecek jam," ucap William dengan nada sabar. Ia duduk di pinggir sofa tempat Grace merebahkan tubuhnya. "Aku tidak sabar menunggu hasilnya," gumam Grace, ia mengulurkan tangannya untuk menyentuh ujung rambut di belakang kepala William. "Nathalia akan memberikan kabar padaku secepatnya." William mengusap-usap pundak Grace.Grace menatap William dengan sorot mata iri. "Kalian terlihat akrab." Ya, ia iri karena Theresia juga terlihat sangat akrab dengan William, ditambah Nathalia yang juga ramah setiap kali berbicara dengan William."Bagaimana jika Kau istirahat di dalam kamar?" William mengusulkan agar Grace mengistirahatkan tubuhnya di ruang khusus yang ada di balik
Chapter 26My DaughterMeghan berjalan mondar-mandir karena keresahan melingkupi seluruh raganya. Sudah beberapa hari jasad Calvin belum juga ditemukan, dari informasi yang ia dapatkan hanya bangkai mobil yang ditemukan dan anehnya pintu mobilnya masih tertutup. Ketika ponselnya berdering, ia mendengus dengan kasar lalu menjawab, "Kau memang tidak becus!" ucapnya ketus. "Aku melakukan semua yang kau perintahkan," sahut Wilona. Meghan mengumpat. "Kalau kau becus, seharusnya dia telah menjadi bangkai!" Wilona tertawa. "Tugasku adalah mengondisikan semua di lapangan. Dan lagi pula, ini bukan kesepakatan awal kita." Wilona dikeluarkan untuk mempermalukan Grace, untuk menghancurkan Grace dengan menjual cerita anak haram yang diadopsi kemudian merayu kakak angkatnya. Jika Grace hancur, otomatis William akan goyah, Meghan akan memanfaatkan Calvin untuk memasuki celah bisnis keluarga Johanson. Namun, semua berubah haluan dengan cepat saat ia mengetahui Calvin jatuh hati pada Aida, sahaba
Chapter 25Rich WidowSean mengusap wajahnya dengan gerakan kasar karena merasa frustrasi. Di matanya, William benar-benar kakak yang menyebalkan bagi Grace dan tentunya kuno. Batinnya terus saja menggerutu karena menurutnya ini bukan lagi tahun 1700, di mana seorang gadis keluar bersama pria dianggap tabu. Sepanjang hidupnya sebagai pria dewasa, ia baru menemui pria seperti William."Wajahmu itu, aku yakin kau dalam suasana hati yang buruk." Meghan meletakkan gelas berisi wine ke atas meja. Sean melirik ke arah Meghan. "Tidak juga." Meghan mengedikkan kedua bahunya, seraya melemparkan senyuman. "Di mana suamimu?" tanya Sean kepada Meghan. Sean memanggil Meghan melalui telephone setelah berbincang-bincang dengan Grace dan Meghan meminta Sean datang ke tempat tinggalnya. Bukan tanpa alasan ia memanggil sepupunya, ia teringat jika Meghan pernah menawarinya untuk membantu mendapatkan Grace. "Aku kembali beberapa hari yang lalu, Calvin... kami bertengkar." Kilatan di mata Meghan men
Chapter 24Getting a TrapGrace berdiri di dekat fotografer yang sedang mengamati foto-foto hasil jepretannya, sama seperti fotografer itu, Grace juga mengamati foto-foto dirinya di layar laptop. Mereka berbincang-bincang mengenai hasil pekerjaan yang baru saja mereka lakoni, sesekali fotografer itu melayangkan pujian kepada Grace. Pujian itu terdengar tulus tidak dibuat-buat. Cara pria itu berbicara juga dan bersahabat tidak ada canggung menandakan jika itu memang pandai bergaul dan pastinya sangat profesional.Sama halnya dengan fotografer yang tidak segan-segan memberikan pujian kepadanya, Grace juga membalas pujian pria itu karena memang pada faktanya fotografer itu sangat piawai dalam mengarahkan kamera dan rasanya menyenangkan bekerja dengan fotografer yang terlatih dalam mengarahkan gaya hingga membuatnya merasa sangat cepat menyelesaikan pemotretan, ia hingga ia tidak perlu mengulang-ulang gaya yang diminta sang fotografer karena instruksinya sangat jelas.Suara deheman pria m
Chapter 23Good NewsGrace melongok ke arah tangga karena mendengar suara di lantai dua seraya berteriak, "Nina, kau datang?" "Ya." Suara Nina terdengar tidak kalah nyaring dari suara Grace. William yang sedang menyiapkan sarapan mengerutkan keningnya lalu bertanya, "Sepagi ini?" "Jangan-jangan ada sesuatu." Grace berjalan menuruni tangga dan mendapati Nina sedang melepaskan mantelnya. "Kenapa sepagi ini kau ke sini?" Nina mengedikkan bahunya. "Kau pasti tahu alasanku." Grace menyeringai. "Maafkan aku." "Lupakan." Nina mendengus. "Dan yang pasti, aku tidak ingin membuatkan sarapan untuknya." Ia tertawa. Grace juga tertawa. "Aku tidak yakin dia bisa menggoreng telur." "Kukunya akan patah jika ia menyentuh alat dapur," ujar Nina setelah menggantung mantelnya lalu ia menyisir rambutnya menggunakan jari-jarinya. "Omong-omong, terima kasih, setelan ini sangat bagus." Setelan yang dikenakan oleh Nina adalah pakaian yang ada di kamar Grace, setelan berwarna merah ruby itu tampak pa