Aku sangat salut sama guru TK. Bagaimana mungkin mereka bertahan sama banyak anak? Apalagi kalau bentukan anaknya macam si Doy sama Dio. Aku yakin nih, kalau ada pengasuh punya penyakit anemia otomatis sembuh, soalnya mengurus kedua bocah ini sama saja melakukan kegiatan yang menyebabkan darah naik seketika.
"Tante, pacarnya Om Leo, ya?" Di tengah jajan sore kami di salah satu kafe, tiba-tiba si Doy nyeletuk sambil memakan burgernya. "Pacar? Aku pacarnya Om kalian?" Aku mengerjapkan mata merasa tak percaya dengan yang diucapkan Dio. Moodku yang sudah jongkok berganti tiarap. Apa wajahku setua itu hingga bisa dianggap pantas berpacaran dengan pria yang seumur abangku tersebut?Padahal aku sudah maskeran pakai bengkoang, tomat sampai lumpur hitam. Biar apa? Biar mukaku kelihatan unyu-unyu dan bisa dijual terpisah. Dahlah. "Iya. Tante. Soalnya, kalau bukan pacar apa dong? Pembantu?" Dio terkekeh puas telah meledekku. Baiklah, sekarang aku tahu sepertinya keluarga Pak Leo itu emang terdidik nyebelin dari sejak bocah ibaratnya 'like uncle like nephew'. Padahal tadinya aku sempat kagum dan kasian sama kedua anak ini. Eh, ternyata sama saja dengan pamannya, pantas sih soalnya Pak Leo yang ngurus. Berdasarkan info dari hasil ghibahan anak kantor, kedua orang tua si kembar meninggal dalam kecelakaan sehingga mau tak mau Pak Leo yang bertanggung jawab mengurusnya. Syukurlah. Setidaknya, dua anak ini bukan anak rahasia macam di cerita novel. Kasian yang jadi istri Pak Leo pasti beban batin. Prihatin aku tuh. "Ya bukan pembantu juga Yo, udah mending kamu makan aja burgernya sambil nunggu Om kamu. Oh, ya kalian sebenarnya sekolah nggak, sih?" Aku mengalihkan pembicaraan ke hal lain, agar mereka tak menyinggung bahasan yang terlalu dewasa. "Sekolah.""Di mana?""Di rumah. Home schooling.""Home schooling? Wah keren, terus belajarnya seru, gak?""Ih, Tante kepo ya? Kasian deh nanya-nanya terus ...," ujar Dio dan Doy mentertawakanku. Ya Tuhan! Ingin kutenggelamkan saja kedua anak ini. Setengah hari ini mereka benar-benar telah membuatku pusing.Bayangkan saja, selain celetukan-celetukan mereka yang menyayat hati, kedua kembar ini juga berhasil mengerjaiku dengan bermain ke sana-ke mari sampai aku rasanya sedang lari maraton di siang bolong. Sejujurnya sejak tadi, aku sudah berusaha sekuat tenaga menekan kebencianku pada anak kecil dengan bersikap sok malaikat tapi mereka tetap saja minta disikat. "Tan!" Karena melihat aku terdiam gregetan atas godaan mereka. Si Doy memanggil lagi. "Hem?" sahutku malas. Tampaknya soft drink lebih enak dibanding lihat muka si kembar, sebelum migrenku kambuh."Tante mau nikah ya sama Om Leo?"UHUK! Aku terbatuk. Pertanyaan anak tujuh tahun ini sangat membuat batinku syok sampai spontan aku mengetuk meja bilang, 'Amit-amit.'"Enggak kata siapa?""Kata ...." Doy bersikap sok rahasia, dia sengaja mengulur waktu sambil menggoyangkan kepalanya membuat rasa penasaranku membuncah. "Kata ...." Bagaikan orang bego, aku malah mengikuti gerakan Doy. "Kata ... hantu! Hahahaha ...," tawa si Doy lagi-lagi pecah. Sumpah ya, kalau bukan anak orang enak kali kalau dibikin rendang. "Wah kayaknya ada yang lagi pada seneng nih. Saya sempet khawatir kamu gak bisa jaga mereka Tar." Tiba-tiba ketika mereka sedang asik bercanda, seseorang datang menyela. Aku kontan menoleh dan diam-diam bersyukur akhirnya pawangnya datang. "Seneng?" Mulutku hampir saja mengeluarkan naga api gara-gara si bos terlalu husnudzon. Jelas-jelas di sini aku yang terdzolimi. "Iya seneng. Itu buktinya si kembar mau makan loh, biasanya mereka susah, makasih ya Tar," kata Pak Leo seraya duduk di kursi kosong yang berhadapan denganku. Dia menyapa keponakannya yang mendadak kalem. "Hey, kalian! Gimana enak makannya. Seru sama Tante?""Seru Om ...." sahut mereka mencurigakan. "Alhamdullilah deh kalau seru." Aku berbasa-basi, meski tahu si kembar hanya berlaga manis. "Oh ya Pak karena Bapak udah balik ke sini, saya ijin pamit, ya? Kan tugas saya udah selesai," sambungku to the point. Berlama-lama bersama keluarga ini, aku takut sawan terus pingsan tanpa terasa."Eh, mau ke mana?" cegah Pak Leo saat aku hendak beranjak mengambil tas yang ada di atas meja. "Pulang Pak.""Kata siapa kamu boleh pulang? Temani saya belanja." Mendengar ultimatumnya yang dadakan, sontak aja tas yang kupegang terjatuh ke tanah. WHAT THE HELL? Pak Leo gila! Tadi dia jadiin aku baby sitter sekarang jadi babu. Besok apa lagi?AAAA! Aku marah. (***)Inhale ... Exhale ....Aku terus mengamalkan pernapasan ala yoga selama berada di samping monster paling menyeramkan di muka bumi. Siapa lagi kalau bukan Bapak Direktur Leonad Muhammad yang gesreknya terkenal di dunia fana sampai dunia ghaib. Saking kesalnya, aku pernah berharap malam-malam buta dia diculik Alien terus dibawa ke planet Pluto biar jauh dari Bumi. Arrrh! Kenapa sih, dia? Ada masalah apa sebenarnya dengan otak si bos? Kenapa dia selalu menggangguku? Aku yakin dulunya pasti dia kebanyakan makan mecin sehingga permintaan maafku sengaja dia manfaatkan. Tidak cukup menjadi baby sitter sekarang dia minta aku menemaninya belanja. Untungnya nggak sama si kembar, coba kalau mereka ikut juga makin pening kepalaku. "Muka kamu yang jutek itu bisa buat orang nyangka kalau kita suami-istri yang lagi bertengkar loh," ujar Pak Leo tanpa melihat ke arahku. "Masa? Bukannya anak dan bapaknya ya, Pak?" sahutku asal."Enak aja, saya masih terlalu muda ya buat jadi bapak kamu. Ayo, maju!" suruhnya seraya memintaku untuk mendorong trolli sampai ke depan kasir. Aku menghela napas lega. Akhirnya setelah berbelanja satu jam lebih dan berada dalam bayang-bayang horor Pak Leo sebentar lagi aku akan terbebas. Gegas aku mengeluarkan berbagai macam sayuran dan barang rumah tangga yang aku pilih sesuai intruksi Pak leo untuk dihitung oleh Mbak kasir. Sebenarnya aku heran, si bos kan single, ya? Kok, belanjaannya kayak emak-emak lagi kalap diskonan?Tak berapa lama, akhirnya perhitungan selesai. Mbak kasir pun melirik Pak Leo yang berdiri tegap di sampingku."Bayarnya cash atau debit, Mas?" tanya si Mbak-Mbak pada Pak Leo dengan gaya sangat ramah sampai matanya ngedip-ngedip kayak cacingan. Ampun deh, genit banget. Nggak heran sih, mereka terpesona karena nggak tahu dalamnya si Pak Leo yang lebih mirip siluman buaya. "Bayarnya debit saja Mbak," jawab Pak Leo. "Baik kalau begitu saya boleh pinjam kartunya, ya?" Pak Leo menganggukkan kepala seraya mengeluarkan kartu dari dalam dompetnya. "Ini Mbak kartunya." "Leo!" Tepat di saat kartu berpindah ke tangan si Mbak seorang wanita tiba-tiba menegur si bos. Sontak semua mata tertuju padanya. Ya ampun! Hot news nih, aku harus kirimkan video ke grup whats app kalau si bos disapa sama cewek cantik yang bodynya kayak gitar Spanyol."Brigitta? Kenapa kamu tahu aku di sini?" tanya Pak Leo tampak tak senang. "Aku tanya Joni Leo! Aku nyari kamu Leo! Kita harus bicara!""Gitta! Tidak ada yang harus dibicarakan.""Please Leo!" Mohon si cewek terlihat berkaca-kaca hingga muka Pak Leo menegang. "Ya, sudah! Ayo, di luar!" Lelaki itu memundurkan langkah untuk keluar dari barisan seperti tak nyaman harus mengobrol di tengah antrian, alhasil akulah yang harus membawa barang belanjaan yang beratnya na'udzubillah.Nasib jadi kacung. Sekarang, aku hanya perlu menunggu sambil menguping pembicaraan kedua manusia yang berjarak dua meter di depanku."Leo! Aku gak ingin pernikahan kita batal, dia bukan siapa-siapa aku Leo ... dia hanya mantan suami."Apaan? Si bos pacaran sama janda? Oh No! Bad news yang jadi good news nih. Siap-siap gosip-gosip! Ini sih ghibahan live, no buffering! Aku langsung mengirimkan chat ke grup sambil tersenyum. [Gaes gue punya info tentang si bos. Pokoknya hot.] [APA? SERIUS? BURUAN BILANG ATAU GUE SANTET!] Yayuk.[Ih pinisirin!] Evi.[Tari buru apa?] Joana. Aku tersenyum puas melihat kekepoan member grup chat khusus para cewek di divisiku. Mereka paling heboh kalau masih gosip si bos yang terkenal ganteng tapi berhati iblis itu. [Iye, nanti. sabar gue mau ngumpulin bukti dulu.] Kukirim chatan terakhir dengan jiwa yang berapi-api. Sudah lama aku tidak sesemangat ini. Aku kembali menajamkan pendengaran sambil menyiapkan alat rekam. "Mantan suami? Kamu berbohong sama saya Git! Kamu bilang kamu belum menikah! Dasar penipu! Lebih baik kamu sekarang berhenti ngejar saya! Saya udah gak punya rasa lagi sama kamu!" Ya Allah si bos bengis ini bisa ditipu janda juga? Ingin rasanya aku tertawa tapi takut disangka orang gila. "Kamu bohong Leo! Kamu masih sayang sama aku, kan? Tolong Leo, jangan begini!" Brigitta meraih tangan Pak Leo tapi langsung ditepis lelaki gagah itu. Brigitta menangis sampai mukanya basah dan maskaranya berantakan. Kasian. Kenapa drama konyol ini harus terjadi di depanku? "Pergi Gitta! Saya udah gak bisa kembali sama kamu lagi, saya sudah dijodohkan." Nada suara Pak Leo tetiba berubah tenang tidak emosi seperti sebelumnya. "Siapa perempuan yang tega ngerebut kamu dari aku Leo? Siapa? Siapa wanita yang dijodohkan dengan kamu itu?""Kamu mau tahu dia siapa?"Wah! Bakal seru nih, ternyata si bos bakal bilang calon istrinya sama si mantan. Mantap!"Iya. Tentu saja! Aku ingin tahu apa dia lebih baik dari aku?!""Oh jelas. Dia lebih baik dari kamu. Karena jodoh saya adalah dia!" Tiba-tiba di saat aku sedang asyik merekam percakapan mereka dengan ponsel, telunjuk Pak Leo mengarah padaku. Sontak aku melotot dengan mulut menganga. Syok. APA KATANYA? AKU JODOHNYA?Sekarang aku makin stress mendengar ucapan Pak Leo. Seringai Pak Leo membuatku seperti dimasukan ke lubang neraka. "Sayang. Kenalin ini mantanku."Mamaaah! Bosku butuh diruqyah!Jodoh?Aku mengulang satu kata itu dalam benakku untuk ke sekian kali. Mau dipikir berapa juta kali pun aku tetap tak habis pikir. Bagaimana bisa si bos galak nan gampang tertipu janda tersebut mengajakku masuk ke lubang neraka bersamanya? Berbohong demi menyelamatkan diri. Apa bukan neraka dipindah ke bumi namanya? Bukan masalah aku nggak mau bantu, tapi sejujurnya aku masih punya kekasih meski sekarang kena ghosting.Raka Farhandi namanya. Melihat si bos sama mantannya, otakku jadi teringat akan Raka yang bagiku sama seperti penipu persis Brigitta. Sudah dua tahun dia menghilang, menorehkan luka dan berjuta kenangan. Tanpa ada kata putus dan perpisahan. Dia hilang, seperti ditelan Anaconda. Itulah kenapa sampai sekarang aku sama sekali tak berniat berhubungan dengan siapa pun. Apalagi menjadi kekasih pura-pura Pak Leo.Aku trauma Bang Haji! Aku trauma!"Pak!""Hm?""Pak?""Hm?""Paaak!" "iya, Tari? Saya nggak budek," sembur Pak Leo sambil terus berjalan membawa barang belanjaan.
Kenapa sih, waktu libur berasa cepat banget berlalunya? Cuman sehari aku berleha-leha terlepas dari perintah Pak Leo dan ternyata itu tak berlangsung lama. Siapa yang menduga kalau subuh ini, aku baru mendapat kabar kalau video yang kurekam viral sampai semua orang mengghibah online.Dari manajer sampai office girl semua menggosipkan Pak Leo dan janda. Sebagian besar ada yang membela si bos dan sebagian lagi mengucap hamdalah karena nggak jadi patah hati.Ya Tuhan!Kenapa aku bisa seceroboh ini, sih? Perasaan aku sudah mendelet video itu dari grup eh ternyata masih ada saja kutukupret yang menyebarkannya.Untungnya video itu hanya tersimpan sebagian karena ponselku keburu lowbath, coba kalau full sampai bagian si bos menunjukku sebagai jodohnya.Astaga-dragon! Mati aku, mati! Bisa dimutilasi hidup-hidup aku sama si bos dan orang sekantor. "Tari, kamu sekarang mau masuk kantor, kan?" tanya Mamah yang tiba-tiba muncul dengan susunan rantang beserta isinya. Aku mendelik curiga. Inst
"Saya berumur tiga puluh satu tahun dan saya dipaksa menikah, Tari." "Iya, Pak. Saya paham tapi Bapak janji kan di antara kita jangan ada skinship? Terus kenapa harus pakai cincin segala?""Biar dia percaya. Udahlah, kamu itu bawel banget sih, ayo pake!" paksanya sambil terus melangkah panjang diikuti aku yang berjalan terengah-engah di belakangnya. Sumpah, ya! Ini orang kebiasaan main sama Tarzan kali, ya? Sekali jalan seakan dua sampai tiga meter terlampaui saking cepatnya. Sesuai intruksi si bos, tanpa banyak protes lagi aku langsung memakai cincin yang diberikannya sebelum sampai ke ruang privat lounge tempat Bianca menunggu. Aku terpaksa memakai cincin itu meski agak longgar. Heran. Ini cincin apa karet gelang? Licin banget. "Kamu udah siap?" tanya Pak Leo ketika kami berdua telah sampai di depan ruang privat tersebut.Sangat mengherankan, kenapa Pak Leo meminta Bianca menunggu di sini? Apa segitu spesialnya Bianca sehingga dia berikan service terbaik? Di Mahatma Corp, priv
Terlepas dari sikap kecerobohanku yang mengundang kesialan. Aku akhirnya kembali menjadi karyawan wanita biasa. Bernapas biasa, makan biasa, kentut biasa sampai pulang pergi bagai kuli pun teramat ... BIASALAH.Hanya yang berbeda adalah, sekarang aku punya cincin berlian hasil jadi pacar jadi-jadian. Lumayanlah, jika butuh bisa dijual kali aja bisa seharga rumah.Lucu sekali. Jika mengingat bagaimana aku berbohong pada geng kutukupret demi si Dementor. Kukatakan cincin itu kudapatkan dari hasil warisan nenek moyang yang sengaja aku pakai demi menangkal virus iblis Pak Leo."Baik, jadi iklannya sekarang sudah stabil, ya? Jangkauannya udah ratusan ribu perjam? Oke, terima kasih infonya." Klik.Aku menghembuskan napas panjang setelah menerima telepon dari tim evaluasi digital. Perkembangan e-commerce yang begitu cepat mau tak mau membuat setiap perusahaan untuk berinovasi dan itu menyebabkan kerjaanku tak habis-habis.Di perusahaan ini, kinerja anggota tim khusus berada di bawah langsun
"Aw!" Berjuta kali pun aku mencubit pipi, pasti hasilnya tetap akan sama yaitu ... SAKIT. Pak Leo mengajakku ke pertemuan keluarganya.Is he crazy? Aku yakin di muka bumi tidak ada bos segila dia. Dia yang pemaksa, dia yang suka seenaknya dan dia yang selalu membuatku kehilangan kata-kata. Pokoknya Leo adalah lelaki kejam yang galaknya nggak ada lawan."Ingat di dalam nanti, kamu hanya perlu mengangguk dan tidak perlu berkata macam-macam. Mengerti?""Ya, Pak." Lagi-lagi dia mengulang nasehatnya sebelum kami memasuki rumah Pak Pram. Pak Pram adalah ayahnya Pak Leo, siapa pun tahu kalau Pak Pram itu memiliki sifat yang nggak beda jauh dari Pak Leo, bijak sih tapi menakutkan. Orangnya tegas dan disiplin, jadi nggak usah dijelaskan betapa ngerinya aku memasuki rumah ini. Salah-salah ngomong, bisa-bisa aku cari mati. Sungguh, kalau bukan karena iming-iming gaji dan bonus. Aku lebih memilih berlayar ke pulau indah dibanding jadi kambing congek di sini."Oh ya, satu lagi saya lupa. Di da
[Kamu di mana Tari? Ingat ya, kamu harus ikut saya fitting kalau gak mau bonus di tanggal muda buat kamu saya hapuskan. ]Semprul! Bonus tanggal mudaku malah jadi taruhan. Maunya apa sih si monster protein ini? Aku menggertakan gigi kesal setelah membaca chat ke sekian di pagi ini dari Pak Leo. Gara-gara chat Pak Leo tersebut, terpaksa aku harus berangkat sejam lebih awal dari apartemen dibanding hari biasanya. Semua itu kulakukan demi hadir tepat waktu di butik Amora--tempat dia dan Bianca melakukan fitting baju pengantin. Aku menghembuskan napas kasar ketika tubuh ini sampai di depan butik 'Amora'. Baru juga jam 9.00 entah kenapa tubuhku berasa sudah kerja seharian, mungkin ini karena aku capek ngejar waktu sehabis mencuci sepatu si bos yang aku pakai semalam. Sumpah ya, kalau boleh jujur itu sepatu rempong banget. Udah mah besar, nggak bisa diajak jalan dan kalau aku mau pakai pun udah kayak pake sepatu Aladdin. Kebaikan si bos berasa gak guna jadinya. "Tari semangat! Ayo, kita
POV AUTHOR Kesal. Satu kata yang bercokol di benak Leo, ia tak menyangka melihat sekretarisnya didekati lelaki lain mendorongnya melakukan hal-hal yang tak masuk di akal. Seumur-umur dia tak pernah sekonyol ini menyikapi wanita. Leo yang arogan mendadak berhati Hello Kitty. Leo mulai mempertanyakan hal-hal sensitif seperti jika Tari menjadi Bianca--calon istrinya plus tunangan yang dipaksakan. Untuk apa coba? Tentu saja ini bukan style-nya. Jika Rega dan Yulizar tahu dia sereceh ini di depan perempuan mungkin mereka akan tertawa sampai mampus. Lagi pula, Leo masih tak habis pikir. Apa sih spesialnya Tari? Dia hanya wanita ceroboh yang terkadang polos. Hanya karena Leo pernah melihat Tari di waktu kecil bukan berarti itu akan membuatnya memiliki empati. "Pak Leo? Maaf, boleh saya masuk?"Leo mengangkat kepalanya ketika sebuah ketukan dan suara tak asing ijin masuk ke ruangannya. Dia bisa melihat kalau Tari muncul dengan senyuman tak ikhlas seperti biasa. Leo tahu, kalau sekretari
Jutaan kali aku berpikir tampaknya ada yang salah dengan perkataan Pak Leo semalam. "Menenangkan hati saya Tari."Apaan katanya? Menenangkan hati? Emang-nya aku Ustadzah? Kalau mau menenangkan hati itu ngaji, sholat dan sedekah. Itu! Heran banget, itu bos kesambet apa bagaimana? Baru saja aku ijin pulang cepat sekali eh, ada saja alasannya untuk memerintahku. Dia itu selain diktator ternyata posesif. Pacar bukan, suami bukan, orang tua bukan apalagi nenek-kakek. Terus ada hak apa dia mengurusi hidupku? AAA! Aku yakin sebentar lagi mungkin aku akan gila jika saja tidak taat agama. Astaghfirullah tobat! "Haaaah!"Aku menghembuskan napas ke udara sambil berjalan gontai menuju ruang aula. Pagi-pagi buta si duta durhaka bilang kalau di sana akan ada pengumuman. Kupikir setelah semalam Pak Leo semena-mena menggagalkan misi move on-ku dia akan minta maaf ternyata aku salah. Seperti manusia bengis yang kembali ke watak aslinya, dia kembali mempersulitku. Bahkan dia sekarang memintaku m
Beberapa bulan kemudian. Pagi-pagi sekali aku sudah menangis sambil menatap wajahku yang jelek di cermin.Huwaaa! Kali ini kami gagal lagi. Walau sudah telat seminggu dari jadwal haidku tapi hasil tespek tetap garis satu.Padahal waktu yang diberikan Bu mertua sudah batasnya. Bagaimana ini?Aku menatap hampa ke arah kebun yang ada di belakang rumah. Usai beres-beres dan mengerjakan kewajibanku sebagai istri aku memutuskan untuk merenungi dan memikirkan cara menghadapi Bu mertua.Sudah kuduga, bulan ini pun sama seperti bulan sebelumnya yaitu hasilnya negatif. Bisa jadi terlambat haid ini bukan karena positif tapi hormon dan ah ... entah. Yang pastinya mungkin Allah belum percaya untuk saat ini dan kami masih harus berjuang.Sebenarnya, aku tidak masalah karena selain kami pasti banyak di luar sana yang mengharapkan baby. Namun, terlepas dari itu semua aku teringat syarat mertuaku.Bagaimana pun sampai bulan yang ditentukan, dia memenuhi janjinya untuk tak mengganggu kami. Tapi, kami-l
Sambil duduk bersandar ke kursi kantin yang ada di dalam rumah sakit, aku mengetuk-ngetukan ponsel ke meja.Hamil? Dalam tiga bulan?Buset. Bu mertua kira bayi bisa dibikin dari terigu?Ampun. Ampun!Aku kembali menggelengkan kepala ketika teringat apa yang kudengar tadi saat menguping di samping ruang rawat ibunya suamiku.Seharusnya, ketika mendengar permintaan Bu mertua itu aku masuk saja dan secara dramatis menolak."Tidak! Aku tidak setuju! Emangnya anak kita yang bikin? Allah Bu, Allah!"Ceileh ... andai aku bisa begitu. Nyatanya? Nyaliku ciut bahkan tiarap.Hati ini terlampau sakit ketika mendengar Bu Pram menghina bapakku.Nasib oh, nasib. Apa salah menjadi anak mantan napi? Apa itu aib?"Ah, sial. Dasar bod--""Bod? Bod apa?"Sebuah suara yang berasal dari depan meja membuat kepalaku terangkat. Lelaki yang telah lama aku nanti akhirnya datang juga. Sayangnya, aku bingung berekspresi ketika dia menangkap basah aku yang sedang mengumpat."Tari ... kok malah bengong? Bod apa?" M
Semenjak diinfokan oleh Mas Leo kalau dia resign pikiranku langsung terasa buntu dan kakiku serasa tak menapak ke tanah.Untuk ukuran seorang Leo yang memiliki jabatan tinggi, hal ini tentu saja sangat mengejutkan.Namun, yang masih menjadi misteri sampai sekarang yaitu satu.Apa alasan dia resign? Kenapa setelah rapat itu dia jadi berubah? Ini sangat membingungkan."Kenapa Mas keluar? Apa alasannya Mas?" tanyaku setelah lama diam dalam keterkejutan. "Apa karena Mas diminta meninggalkan aku, ya?"Aku menatap ragu Mas Leo yang terhenyak. Saat ini kami masih tetap berada di ruangannya. Saling bertatapan dengan posisi duduk berhadapan.Diam-diam, aku teringat kembali obrolan Bu Pram--mertuaku dan ayahnya Sandra di ruang meeting sebelum ini.Entahlah, firasatku mengatakan keluarnya Mas Leo ada hubungannya dengan itu semua.Setengah bulan lagi kami akan resepsi. Kenapa harus ini yang terjadi?"Enggak gitu Tari, saya memang sudah berencana untuk keluar." Mas Leo kini beranjak dari tempatnya
"Jadi Bos sama Tari beneran udah nikah, ya?" tanya Evi tanpa basa-basi. Nada suaranya terdengar syok. Usai kami dipergoki dalam keadaan yang sangat mengenaskan dan bisa dibilang ... memalukan. Akhirnya Pak Leo meminta kami berbicara di ruangannya. Awalnya bertiga tapi si Evi minta Igor dilibatkan karena bagaimana pun Evi sama Igor bagaikan pinang dibelah kampak, jadilah kami berempat."Bukannya Pak Leo katanya ada affair sama Bu Sandra?" lanjut Igor. Alisnya naik-turun gak terima. Aku hanya menghela napas seraya memandang Mas Leo yang menatap datar dari balik meja kerjanya. Entahlah harus bagaimana kami menjelaskan pada mereka.Jujur, aku masih nggak nyangka bisa ketahuan secepat ini. Tapi, anehnya Mas Leo terlalu santai tidak seperti aku yang berulang kali menggigit bibir.Diam-diam aku merutuki diri yang terlena dan mau dicium begitu saja di pantry sama suamiku.Ini kantor Bosque! Kantor!"Tarii! Jawab! Kok lo malah diem aja?" tuding Evi lagi gemas. Sahabatku menatap aku dan Mas
Dia mendekat? Lelaki yang bertitel bapaknya Sandra itu mendekat? Ya Allah! Selamatkan aku ....Drrrt. Aku menahan napas ketika langkah itu terhenti di samping meja tempatku bersembunyi. Beruntung kali ini doaku makbul karena tiba-tiba saja getaran ponsel si bapak yang bersekutu dengan mertuaku itu bergetar berulang kali tanda ada panggilan masuk. Itu berarti ... alhamdullilah i am save. Selamat ... selamat!"Halo? Siapa ini? Halo?""Apa? Siapa kamu?"Terdengar hardikan dari mulut pria paruh baya tersebut hingga membuat tubuhku bergetar. Namun, semesta seakan berpihak padaku setelah mendengar panggilan tersebut langkah si bapak perlahan menjauh hingga kudengar pintu ditutup. Aku tidak tahu siapa yang menelepon tapi aku sangat berterima kasih. Pokoknya bagiku dia bagaikan Spiderman yang tengah menyelamatkan Gwen Stacy dari serangan monster kadal.Tak membuang waktu, setelah tidak terdengar lagi kasak-kusuk di ruangan, aku bergerak mengintip. Jaga-jaga kalau tuh bapak menyebalkan bal
Jantungku berhenti berdetak, kali ini kurasakan kepalaku mulai memberat dan otakku terasa buntu. Rasanya ini masih seperti mimpi, tapi kenapa napasku seolah tersendat dan kelopak mataku bahkan tak berkedip melihat banyaknya gosip fitnahan yang tersebar di grup kantor.[Pak Leo ngehamilin sekretarisnya gaes.] Evi membuka chat obrolan gang kutukupret pagi ini dengan gambar poster yang disebarkan oleh orang yang kuduga merupakan anteknya Elvira. [Gue sih udah nyangka, dia ada main itu pasti! Ganteng-ganteng bener-bener srigala ya Beb] Samber Yayuk yang membuat dadaku terasa panas seketika. Ganteng-ganteng srigala pale lo! Suami gue emang ganteng kali tapi bukan srigala![Tari, untung lo pindah jadi sekretaris Raka. Coba kalau nggak, lo kena juga kali] Kini giliran Igor yang bersuara. [Lah, iya bisa-bisa si Tari hamil juga. Hahahaha][Eh, si Tari ke mana nih? Biasanya dia yang paling heboh ngehina si Bos kalau si devil ada kesalahan? Ke mana dia? Tari woy! Munculah!][Paling dia tel
"Raka! Lepas! Jangan sentuh aku! Lepas!" Aku memberontak sekuat tenaga ketika tanpa kuduga si Raka--mantan yang kelakuannya persis setan itu memelukku tanpa permisi. "Raka! Please! Nanti orang salah paham!" teriakku sembari mendorongnya tapi Raka malah merekatkan pelukannya di tubuhku."Raka, please jangan begini! Kenapa sih kamu? Bukannya baru saja kita udah sepakat untuk tak mengungkit masa lalu!""Sebentar saja Tari, sebentar! Anggaplah ini pelukan terakhir!" "Raka!" Bentakanku membuat pelukan Raka seketika terlepas dan dia memandangku dengan raut kecewa."Apa kamu mencintai Bang Leo?" tanya Raka setelah mengambil jarak dariku.Sekarang aku tahu, pantas saja dia meminta para stafnya untuk ikut seminar ternyata dia ingin menjebakku dalam situasi sulit.Raka memang tidak ber-prikekacungan dan berpri-kemantanan."Itu bukan urusanmu! Tapi aku ingatkan jangan dekati aku lagi! Aku wanita bersuami!" ancamku sambil berbalik berniat pergi.Namun, alangkah terkejutnya aku ketika berbalik
"Raka! Lepas! Jangan sentuh aku! Lepas!" Aku memberontak sekuat tenaga ketika tanpa kuduga si Raka--mantan yang kelakuannya persis setan itu memelukku tanpa permisi. "Raka! Please! Nanti orang salah paham!" teriakku sembari mendorongnya tapi Raka malah merekatkan pelukannya di tubuhku."Raka, please jangan begini! Kenapa sih kamu? Bukannya baru saja kita udah sepakat untuk tak mengungkit masa lalu!""Sebentar saja Tari, sebentar! Anggaplah ini pelukan terakhir!" "Raka!" Bentakanku membuat pelukan Raka seketika terlepas dan dia memandangku dengan raut kecewa."Apa kamu mencintai Bang Leo?" tanya Raka setelah mengambil jarak dariku.Sekarang aku tahu, pantas saja dia meminta para stafnya untuk ikut seminar ternyata dia ingin menjebakku dalam situasi sulit.Raka memang tidak ber-prikekacungan dan berpri-kemantanan."Itu bukan urusanmu! Tapi aku ingatkan jangan dekati aku lagi! Aku wanita bersuami!" ancamku sambil berbalik berniat pergi.Namun, alangkah terkejutnya aku ketika berbalik
POV Leo.Aku paham Ibu masih tidak bisa menerima Tari sepenuhnya. Dia bahkan mendatangkan asistennya untuk mengganggu malam pertamaku.Rencana yang sangat ... mengada-ngada. Bisakah aku menyebutnya mengada-ngada? Tentu bisa. Karena sebenarnya rencanaku pun tak jauh beda, hanya tujuanku satu, aku ingin melindungi Tari sementara Ibu, beliau hanya terlalu obsesi untuk mendapat menantu sesuai impiannya.Sebenarnya, sebelum kedatangan Mbok Nah aku pernah berpikir bahwa Ibu akan melakukan apa saja demi memisahkan kami. Dan ternyata tebakanku benar, dia mengajukan syarat kalau kami harus tinggal dengan Mbok Nah.Aku tahu Ibu sengaja berbuat ini agar aku dan Tari merasa terganggu lalu menggagalkan rencana pernikahan ini sebelum diresmikan.Semua itu dikarenakan Raka Farhandi--adikku.Pemuda itu mempengaruhi ibu untuk tak menerima Tari sebagai menantu karena dia tak setuju atas pernikahan kami.Oh, shit!Kenapa coba Raka berbuat sejauh ini? Apa dia berpikir aku tidak tahu dia mengejar kembali