Jodoh?
Aku mengulang satu kata itu dalam benakku untuk ke sekian kali. Mau dipikir berapa juta kali pun aku tetap tak habis pikir. Bagaimana bisa si bos galak nan gampang tertipu janda tersebut mengajakku masuk ke lubang neraka bersamanya? Berbohong demi menyelamatkan diri. Apa bukan neraka dipindah ke bumi namanya? Bukan masalah aku nggak mau bantu, tapi sejujurnya aku masih punya kekasih meski sekarang kena ghosting.Raka Farhandi namanya. Melihat si bos sama mantannya, otakku jadi teringat akan Raka yang bagiku sama seperti penipu persis Brigitta. Sudah dua tahun dia menghilang, menorehkan luka dan berjuta kenangan. Tanpa ada kata putus dan perpisahan. Dia hilang, seperti ditelan Anaconda. Itulah kenapa sampai sekarang aku sama sekali tak berniat berhubungan dengan siapa pun. Apalagi menjadi kekasih pura-pura Pak Leo.Aku trauma Bang Haji! Aku trauma!"Pak!""Hm?""Pak?""Hm?""Paaak!" "iya, Tari? Saya nggak budek," sembur Pak Leo sambil terus berjalan membawa barang belanjaan. Saat ini kami baru saja tiba di apartemen setelah kejadian yang membuat Brigitta nangis bombay. Di situasi yang seperti ini, Pak leo akhirnya berubah menjadi iblis betulan. Sejak dari supermarket tadi wajah bosku tak henti menunjukan sisi setan yang bisa membuat siapa pun berpikir kalau lelaki ini adalah mutan dari siluman buaya."Pak, saya mau minta pertanggung-jawaban atas ucapan Pak Leo tadi di supermarket," ujarku hati-hati takut dimakan hidup-hidup. Kuputuskan bertanya malam ini juga takut semakin terseret masalah yang bukan ranahku. "Ucapan yang mana? Perasaan saya gak ngucapin apa pun." Si galak seketika jadi amnesia. Aku siap-siap mengeluarkan jurus jujitsu. "Itu loh Pak omongan Pak Leo yang bilang saya ini jodoh Bapak. Masa Bapak nggak inget? Jujur, ya Pak saya jadi ga enak sama Mbak Gitta, padahal semua itu bohong."Mendengar keluhanku, Pak Leo tiba-tiba menghentikan langkahnya. Sejurus kemudian dia membalikan badan. "Oh yang itu, saya minta maaf.""Hanya itu?" Aku menaikan satu alis, merasa ucapannya terlalu klise tanpa merasa bersalah. Bagaimana kalau si Brigitta bawa pasukan terus melakukan misi balas dendam? Gawat, kan?"Ehm ... apalagi, ya? Oh ya, saya juga minta maaf karena telah memanfaatkan kamu dan terima kasih sudah membantu saya mengusir Brigitta. Cukup, kan?" Selama ini aku masih menahan diri untuk tidak mengumpat di depan muka Pak Leo. Namun, kali ini aku tidak tahan lagi. Dia terlalu menyepelakan masalah. Aku pikir akan ada ucapan penjelasan yang panjang semacam di drama-drama, ternyata Pak Leo hanyalah seonggok daging yang memang kebetulan bisa bernapas. Masa dia minta maaf cuman kayak gitu?"Cukup Pak. Tapi maaf Pak, mumpung kita lagi di luar kantor boleh gak saya mengeluarkan pendapat dan keluhan saya?" "Boleh.""Bapak janji gak akan marah dan nambah hukuman?""Nggak. Kalau di luar kayak gini saya bukan bos kamu."Bagus, Ini saatnya! Tanganku sontak mengepal dan tenggorokanku siap berolahraga. "Pak! Bapak tahu gak sih, tindakan Bapak itu bisa membuat orang salah paham sama saya. Asal tahu saja ya, saya ini sudah punya pacar! Gimana kalau pacar saya marah? Apa Bapak mau tanggung jawab? Jangan kayak gitu lah, Pak! Meski saya bawahan Bapak di kantor, Anda nggak bisa semena-mena sama saya. Bapak gak bisa main ngaku-ngaku aja, apa Pak Leo bakal tanggung jawab kalau saya disantet sama si Gitta itu? Pokoknya Pak, saya gak mau tahu sekarang Bapak jelasin ke mantan Pak Leo kalau kita gak ada apa-apa. Sekarang!" "Sekarang?""Ya, sekarang! Pokoknya saya gak mau sampai masalah ini jadi besar!" "Oke baik. Nanti saya jelaskan. Sudah marahnya?" "Belum Pak.""Ya udah, apa lagi?""Pak! Maaf ya, Pak! Lain kali kalau emang ada bawahan yang berbuat salah. Bapak jangan langsung main hukum, Pak Leo harus mempertimbangkan alasannya, jika tidak itu namanya DIK-TA-TOR!" tegasku menekankan kata-kata terakhir untuk menyelesaikan omelanku malam ini. Aku menarik napas lelah. Ternyata capek juga marah-marah. Setelah mengungkapkan semua, kurasakan migrenku berkurang, hanya karirku mungkin terancam. Pak Leo menyunggingkan senyum tipis tapi hanya sebentar. Selanjutnya dia kembali ke wajahnya yang semula yaitu plate. "Tari ... terima kasih ya telah mengeluarkan unek-unek kamu. Saya hargai kejujuran kamu.""Ja-jadi Pak Leo nggak marah saya ngomong gitu?" ucapku terbata. Diam-diam aku menyesal telah berbuat berlebihan pada Pak Leo. Tapi, jika kemarahanku diendap lama aku takut jadi sad girl jalur psikopat."Enggak, Tapi satu yang mau saya tanyakan," tanyanya santai. Teramat santai buat bos yang baru diamuk bawahannya yang nggak tahu diri. "Apa itu Pak?""Emang kamu punya pacar? Setahu saya kamu itu ditinggal tanpa kepastian!" seringai Pak Leo seraya pergi melintasiku dengan wajahnya yang ngajak gelut.Aku tercengang. Dari mana dia tahu tentang status hubunganku yang gantung? Dari mana dia tahu aku ditinggal pas sayang-sayangnya? Ah, ini bencana!(***)Kacau. Kacau! Niat hati mau mengomel malah di-skakmat balik. Gak aku sangka, di balik sikapnya yang sok misterius, dia ternyata doyan gosip juga. Dari mana dia tahu coba aku ditinggal sama Raka kalau gak dari gosip? Gini nih, kalau karyawan ghibah gak tahu tempat. Siapa pun pasti akan mencuri dengar termasuk bos, ibarat kata senior, di kantor itu dinding aja bisa punya telinga.Kalau begini urusannya, besok aku harus ngobrol sama Evi, Yayu dan sekutu lainnya agar lebih berhati-hati. Eh, tapi besok kan tanggal merah.Aku membelalak bahagia melihat kalender dinding yang kutandai dengan love. Kebiasaanku, kalau tanggal libur dan tanggal gajian sudah dipioritaskan ditandai dan di-bold biar ingat.Alhamdullilah. Bagus deh, kalau besok tanggal merah.Itu berarti, aku akan terbebas dari suruhan juga perintah absurd dari makhluk astral yang sekarang tinggal di sebelah apartemenku."Yeyye! Lalala! Yeyeye! Lalala!" Karena begitu senangnya, aku berjoget-joget dengan riang sampai menuju kamarku tercinta.Selepas bersih-bersih di kamar mandi dan solat, kini aku sudah siap untuk pergi tidur.Kasur dan segala kefanaannya, telah siap menerima tubuhku yang hampir patah ini. Namun, baru saja aku mau berbaring tiba-tiba ketukan di pintu menghancurkan semua ekspektasi berlayar ke pulau indah kapuk."Allahu akbar! Siapa lagi, sih?" Aku melirik jam yang ada di dinding dengan kesal. Waktu sudah menunjukan jam 9.00.Jangan-jangan si Dementor kembali menggangguku. Lihat aja dia kalau berani! Aku resign. Dengan berat hati, akhirnya aku beranjak dari kasur untuk melihat siapa yang datang.Sampai di depan pintu, terlebih dahulu aku mengecek dari door viewer berjaga-jaga kalau itu si Dementor, aku mau pura-pura pingsan. "Waduh! Mamah!" teriakku panik saat melihat sosok tak asing sedang berdiri di depan pintu kamar apartemenku. "Gawat! Kok, dia bisa ke sini?"Dok. Dok. Dok."Assalammu'alaikum. Tar, kamu ada di dalam?" Gedoran Mamah yang lebih mirip emosi dibanding kasih sayang membuatku panik."Iya, Mah bentar!" teriakku heboh.Layaknya tentara yang kena sidak komandannya, sebelum membuka pintu aku bergegas menyembunyikan barang dan kotoran yang berserakan. Dari mulai beha sampai sampah mie instan, aku masukan semua ke kolong sofa dan keranjang cucian.Jujur saja, akibat sibuk dihukum dan bekerja aku sampai belum beres-beres apartemen. Bisa merepet si Mamah kalau tahu kondisi kamarku yang mirip kapal perang ini."Tarii! Buka Tar! Di luar banyak nyamuk!" teriak Mamah lagi membuatku mau tak mau kembali ke depan pintu.Cklek."Eh, Mamah udah lama nunggunya? Kok, nggak bilang mau ke sini? Tahu gitu Tari jemput," kataku basa-basi sambil salim sama Mamah."Alah kamu banyak alasan, ditelepon aja susah! Untung tadi di bawah Mamah ketemu Mas-Mas baik yang nganter Mamah ke sini karena Mamah takut naik lift.""Mas-Mas baik siapa Mah?" tanyaku bingung. Perasaan yang tinggal di apartemen ini hanya aku dan beberapa rekan divisi tapi mereka mau pulang kampung katanya, rindu keluarga."Ada. Bentar! Mana ya tadi si Masnya? Dia katanya tinggal di lantai ini juga kok.""Lantai ini? Jangan- jangan ....""Nah itu dia! Mas! Hey, Mas! Ini loh putri saya cantik, kan?" teriak Mamah pada seorang lelaki yang baru saja keluar dari sarangnya."Pa-Pak Leo? Jadi Bapak yang nganter Mamah saya?" tanyaku tergagap. Rasanya masih mimpi melihat titisan penjaga Azakaban ini bersikap baik.Pak Leo tersenyum tipis. "Iya, Tar. Katanya Mamah kamu, dia punya putri yang tinggal di sini dan katanya dia khawatir karena putrinya ini tengah patah hati. Begitu ya, Bu?" Pandangan lelaki yang mengenakan kaus polo itu beralih pada Mamah dengan sopan.Kukira Mamah akan menggelengkan kepala sebagai perlindungan harga diri anaknya ternyata dia malah mengangguk yakin. "Iya benar! Karena itu, Mas kalau kebetulan belum ada pasangan. Kebetulan putri saya juga jomblo. Ya kali aja jodoh. Iya kan, Tar?" tanya Mamah sambil mengedipkan mata padaku menggoda. Sedangkan aku hanya bisa cengo dengan wajah gregetan sama Mamah. Dalam hati aku berdoa.Ya Allah! Tolong sadarkan Mamahku sebelum dia ngadi-ngadi. Aamiin.Kenapa sih, waktu libur berasa cepat banget berlalunya? Cuman sehari aku berleha-leha terlepas dari perintah Pak Leo dan ternyata itu tak berlangsung lama. Siapa yang menduga kalau subuh ini, aku baru mendapat kabar kalau video yang kurekam viral sampai semua orang mengghibah online.Dari manajer sampai office girl semua menggosipkan Pak Leo dan janda. Sebagian besar ada yang membela si bos dan sebagian lagi mengucap hamdalah karena nggak jadi patah hati.Ya Tuhan!Kenapa aku bisa seceroboh ini, sih? Perasaan aku sudah mendelet video itu dari grup eh ternyata masih ada saja kutukupret yang menyebarkannya.Untungnya video itu hanya tersimpan sebagian karena ponselku keburu lowbath, coba kalau full sampai bagian si bos menunjukku sebagai jodohnya.Astaga-dragon! Mati aku, mati! Bisa dimutilasi hidup-hidup aku sama si bos dan orang sekantor. "Tari, kamu sekarang mau masuk kantor, kan?" tanya Mamah yang tiba-tiba muncul dengan susunan rantang beserta isinya. Aku mendelik curiga. Inst
"Saya berumur tiga puluh satu tahun dan saya dipaksa menikah, Tari." "Iya, Pak. Saya paham tapi Bapak janji kan di antara kita jangan ada skinship? Terus kenapa harus pakai cincin segala?""Biar dia percaya. Udahlah, kamu itu bawel banget sih, ayo pake!" paksanya sambil terus melangkah panjang diikuti aku yang berjalan terengah-engah di belakangnya. Sumpah, ya! Ini orang kebiasaan main sama Tarzan kali, ya? Sekali jalan seakan dua sampai tiga meter terlampaui saking cepatnya. Sesuai intruksi si bos, tanpa banyak protes lagi aku langsung memakai cincin yang diberikannya sebelum sampai ke ruang privat lounge tempat Bianca menunggu. Aku terpaksa memakai cincin itu meski agak longgar. Heran. Ini cincin apa karet gelang? Licin banget. "Kamu udah siap?" tanya Pak Leo ketika kami berdua telah sampai di depan ruang privat tersebut.Sangat mengherankan, kenapa Pak Leo meminta Bianca menunggu di sini? Apa segitu spesialnya Bianca sehingga dia berikan service terbaik? Di Mahatma Corp, priv
Terlepas dari sikap kecerobohanku yang mengundang kesialan. Aku akhirnya kembali menjadi karyawan wanita biasa. Bernapas biasa, makan biasa, kentut biasa sampai pulang pergi bagai kuli pun teramat ... BIASALAH.Hanya yang berbeda adalah, sekarang aku punya cincin berlian hasil jadi pacar jadi-jadian. Lumayanlah, jika butuh bisa dijual kali aja bisa seharga rumah.Lucu sekali. Jika mengingat bagaimana aku berbohong pada geng kutukupret demi si Dementor. Kukatakan cincin itu kudapatkan dari hasil warisan nenek moyang yang sengaja aku pakai demi menangkal virus iblis Pak Leo."Baik, jadi iklannya sekarang sudah stabil, ya? Jangkauannya udah ratusan ribu perjam? Oke, terima kasih infonya." Klik.Aku menghembuskan napas panjang setelah menerima telepon dari tim evaluasi digital. Perkembangan e-commerce yang begitu cepat mau tak mau membuat setiap perusahaan untuk berinovasi dan itu menyebabkan kerjaanku tak habis-habis.Di perusahaan ini, kinerja anggota tim khusus berada di bawah langsun
"Aw!" Berjuta kali pun aku mencubit pipi, pasti hasilnya tetap akan sama yaitu ... SAKIT. Pak Leo mengajakku ke pertemuan keluarganya.Is he crazy? Aku yakin di muka bumi tidak ada bos segila dia. Dia yang pemaksa, dia yang suka seenaknya dan dia yang selalu membuatku kehilangan kata-kata. Pokoknya Leo adalah lelaki kejam yang galaknya nggak ada lawan."Ingat di dalam nanti, kamu hanya perlu mengangguk dan tidak perlu berkata macam-macam. Mengerti?""Ya, Pak." Lagi-lagi dia mengulang nasehatnya sebelum kami memasuki rumah Pak Pram. Pak Pram adalah ayahnya Pak Leo, siapa pun tahu kalau Pak Pram itu memiliki sifat yang nggak beda jauh dari Pak Leo, bijak sih tapi menakutkan. Orangnya tegas dan disiplin, jadi nggak usah dijelaskan betapa ngerinya aku memasuki rumah ini. Salah-salah ngomong, bisa-bisa aku cari mati. Sungguh, kalau bukan karena iming-iming gaji dan bonus. Aku lebih memilih berlayar ke pulau indah dibanding jadi kambing congek di sini."Oh ya, satu lagi saya lupa. Di da
[Kamu di mana Tari? Ingat ya, kamu harus ikut saya fitting kalau gak mau bonus di tanggal muda buat kamu saya hapuskan. ]Semprul! Bonus tanggal mudaku malah jadi taruhan. Maunya apa sih si monster protein ini? Aku menggertakan gigi kesal setelah membaca chat ke sekian di pagi ini dari Pak Leo. Gara-gara chat Pak Leo tersebut, terpaksa aku harus berangkat sejam lebih awal dari apartemen dibanding hari biasanya. Semua itu kulakukan demi hadir tepat waktu di butik Amora--tempat dia dan Bianca melakukan fitting baju pengantin. Aku menghembuskan napas kasar ketika tubuh ini sampai di depan butik 'Amora'. Baru juga jam 9.00 entah kenapa tubuhku berasa sudah kerja seharian, mungkin ini karena aku capek ngejar waktu sehabis mencuci sepatu si bos yang aku pakai semalam. Sumpah ya, kalau boleh jujur itu sepatu rempong banget. Udah mah besar, nggak bisa diajak jalan dan kalau aku mau pakai pun udah kayak pake sepatu Aladdin. Kebaikan si bos berasa gak guna jadinya. "Tari semangat! Ayo, kita
POV AUTHOR Kesal. Satu kata yang bercokol di benak Leo, ia tak menyangka melihat sekretarisnya didekati lelaki lain mendorongnya melakukan hal-hal yang tak masuk di akal. Seumur-umur dia tak pernah sekonyol ini menyikapi wanita. Leo yang arogan mendadak berhati Hello Kitty. Leo mulai mempertanyakan hal-hal sensitif seperti jika Tari menjadi Bianca--calon istrinya plus tunangan yang dipaksakan. Untuk apa coba? Tentu saja ini bukan style-nya. Jika Rega dan Yulizar tahu dia sereceh ini di depan perempuan mungkin mereka akan tertawa sampai mampus. Lagi pula, Leo masih tak habis pikir. Apa sih spesialnya Tari? Dia hanya wanita ceroboh yang terkadang polos. Hanya karena Leo pernah melihat Tari di waktu kecil bukan berarti itu akan membuatnya memiliki empati. "Pak Leo? Maaf, boleh saya masuk?"Leo mengangkat kepalanya ketika sebuah ketukan dan suara tak asing ijin masuk ke ruangannya. Dia bisa melihat kalau Tari muncul dengan senyuman tak ikhlas seperti biasa. Leo tahu, kalau sekretari
Jutaan kali aku berpikir tampaknya ada yang salah dengan perkataan Pak Leo semalam. "Menenangkan hati saya Tari."Apaan katanya? Menenangkan hati? Emang-nya aku Ustadzah? Kalau mau menenangkan hati itu ngaji, sholat dan sedekah. Itu! Heran banget, itu bos kesambet apa bagaimana? Baru saja aku ijin pulang cepat sekali eh, ada saja alasannya untuk memerintahku. Dia itu selain diktator ternyata posesif. Pacar bukan, suami bukan, orang tua bukan apalagi nenek-kakek. Terus ada hak apa dia mengurusi hidupku? AAA! Aku yakin sebentar lagi mungkin aku akan gila jika saja tidak taat agama. Astaghfirullah tobat! "Haaaah!"Aku menghembuskan napas ke udara sambil berjalan gontai menuju ruang aula. Pagi-pagi buta si duta durhaka bilang kalau di sana akan ada pengumuman. Kupikir setelah semalam Pak Leo semena-mena menggagalkan misi move on-ku dia akan minta maaf ternyata aku salah. Seperti manusia bengis yang kembali ke watak aslinya, dia kembali mempersulitku. Bahkan dia sekarang memintaku m
"Oke, hari ini Bapak mau saya masak apa?" Aku bertanya bukan songong apalagi sok bisa. Aku bertanya sebab ingin memastikan kalau acara contek-mencontekku pada youtube berhasil sehingga menu yang nanti aku cari tepat sasaran.Fiuh! Lelah sungguh lelah jadi sekretaris Pak Leo. Sumpah demi gaji tanggal muda yang kadang habis dalam satu kedipan mata, semula aku menyangka Pak Leo tak serius ketika memintaku menjadi asisten masak untuknya. Ya kali, dia minta sekretaris lulusan sarjana telekomunikasi sepertiku menjadi koki? Tapi, ternyata lagi-lagi aku salah. Setengah hari ini, di waktu lunch break kami dia memintaku memasak. What the hell? Seginikah menderitanya hidup seorang kacung Pak Leo, bukan hanya jadi baby sitter kini aku telah resmi menjadi babu hanya karena ghibahan yang tak tahu waktu.Pak Leo mengambil apron dari atas meja lalu menyerahkannya padaku. Baru kali ini aku melihat seorang bos menyerahkan celemek pada sekretarisnya. Hanya Pak Leo dan segala keanehannya yang mampu
Beberapa bulan kemudian. Pagi-pagi sekali aku sudah menangis sambil menatap wajahku yang jelek di cermin.Huwaaa! Kali ini kami gagal lagi. Walau sudah telat seminggu dari jadwal haidku tapi hasil tespek tetap garis satu.Padahal waktu yang diberikan Bu mertua sudah batasnya. Bagaimana ini?Aku menatap hampa ke arah kebun yang ada di belakang rumah. Usai beres-beres dan mengerjakan kewajibanku sebagai istri aku memutuskan untuk merenungi dan memikirkan cara menghadapi Bu mertua.Sudah kuduga, bulan ini pun sama seperti bulan sebelumnya yaitu hasilnya negatif. Bisa jadi terlambat haid ini bukan karena positif tapi hormon dan ah ... entah. Yang pastinya mungkin Allah belum percaya untuk saat ini dan kami masih harus berjuang.Sebenarnya, aku tidak masalah karena selain kami pasti banyak di luar sana yang mengharapkan baby. Namun, terlepas dari itu semua aku teringat syarat mertuaku.Bagaimana pun sampai bulan yang ditentukan, dia memenuhi janjinya untuk tak mengganggu kami. Tapi, kami-l
Sambil duduk bersandar ke kursi kantin yang ada di dalam rumah sakit, aku mengetuk-ngetukan ponsel ke meja.Hamil? Dalam tiga bulan?Buset. Bu mertua kira bayi bisa dibikin dari terigu?Ampun. Ampun!Aku kembali menggelengkan kepala ketika teringat apa yang kudengar tadi saat menguping di samping ruang rawat ibunya suamiku.Seharusnya, ketika mendengar permintaan Bu mertua itu aku masuk saja dan secara dramatis menolak."Tidak! Aku tidak setuju! Emangnya anak kita yang bikin? Allah Bu, Allah!"Ceileh ... andai aku bisa begitu. Nyatanya? Nyaliku ciut bahkan tiarap.Hati ini terlampau sakit ketika mendengar Bu Pram menghina bapakku.Nasib oh, nasib. Apa salah menjadi anak mantan napi? Apa itu aib?"Ah, sial. Dasar bod--""Bod? Bod apa?"Sebuah suara yang berasal dari depan meja membuat kepalaku terangkat. Lelaki yang telah lama aku nanti akhirnya datang juga. Sayangnya, aku bingung berekspresi ketika dia menangkap basah aku yang sedang mengumpat."Tari ... kok malah bengong? Bod apa?" M
Semenjak diinfokan oleh Mas Leo kalau dia resign pikiranku langsung terasa buntu dan kakiku serasa tak menapak ke tanah.Untuk ukuran seorang Leo yang memiliki jabatan tinggi, hal ini tentu saja sangat mengejutkan.Namun, yang masih menjadi misteri sampai sekarang yaitu satu.Apa alasan dia resign? Kenapa setelah rapat itu dia jadi berubah? Ini sangat membingungkan."Kenapa Mas keluar? Apa alasannya Mas?" tanyaku setelah lama diam dalam keterkejutan. "Apa karena Mas diminta meninggalkan aku, ya?"Aku menatap ragu Mas Leo yang terhenyak. Saat ini kami masih tetap berada di ruangannya. Saling bertatapan dengan posisi duduk berhadapan.Diam-diam, aku teringat kembali obrolan Bu Pram--mertuaku dan ayahnya Sandra di ruang meeting sebelum ini.Entahlah, firasatku mengatakan keluarnya Mas Leo ada hubungannya dengan itu semua.Setengah bulan lagi kami akan resepsi. Kenapa harus ini yang terjadi?"Enggak gitu Tari, saya memang sudah berencana untuk keluar." Mas Leo kini beranjak dari tempatnya
"Jadi Bos sama Tari beneran udah nikah, ya?" tanya Evi tanpa basa-basi. Nada suaranya terdengar syok. Usai kami dipergoki dalam keadaan yang sangat mengenaskan dan bisa dibilang ... memalukan. Akhirnya Pak Leo meminta kami berbicara di ruangannya. Awalnya bertiga tapi si Evi minta Igor dilibatkan karena bagaimana pun Evi sama Igor bagaikan pinang dibelah kampak, jadilah kami berempat."Bukannya Pak Leo katanya ada affair sama Bu Sandra?" lanjut Igor. Alisnya naik-turun gak terima. Aku hanya menghela napas seraya memandang Mas Leo yang menatap datar dari balik meja kerjanya. Entahlah harus bagaimana kami menjelaskan pada mereka.Jujur, aku masih nggak nyangka bisa ketahuan secepat ini. Tapi, anehnya Mas Leo terlalu santai tidak seperti aku yang berulang kali menggigit bibir.Diam-diam aku merutuki diri yang terlena dan mau dicium begitu saja di pantry sama suamiku.Ini kantor Bosque! Kantor!"Tarii! Jawab! Kok lo malah diem aja?" tuding Evi lagi gemas. Sahabatku menatap aku dan Mas
Dia mendekat? Lelaki yang bertitel bapaknya Sandra itu mendekat? Ya Allah! Selamatkan aku ....Drrrt. Aku menahan napas ketika langkah itu terhenti di samping meja tempatku bersembunyi. Beruntung kali ini doaku makbul karena tiba-tiba saja getaran ponsel si bapak yang bersekutu dengan mertuaku itu bergetar berulang kali tanda ada panggilan masuk. Itu berarti ... alhamdullilah i am save. Selamat ... selamat!"Halo? Siapa ini? Halo?""Apa? Siapa kamu?"Terdengar hardikan dari mulut pria paruh baya tersebut hingga membuat tubuhku bergetar. Namun, semesta seakan berpihak padaku setelah mendengar panggilan tersebut langkah si bapak perlahan menjauh hingga kudengar pintu ditutup. Aku tidak tahu siapa yang menelepon tapi aku sangat berterima kasih. Pokoknya bagiku dia bagaikan Spiderman yang tengah menyelamatkan Gwen Stacy dari serangan monster kadal.Tak membuang waktu, setelah tidak terdengar lagi kasak-kusuk di ruangan, aku bergerak mengintip. Jaga-jaga kalau tuh bapak menyebalkan bal
Jantungku berhenti berdetak, kali ini kurasakan kepalaku mulai memberat dan otakku terasa buntu. Rasanya ini masih seperti mimpi, tapi kenapa napasku seolah tersendat dan kelopak mataku bahkan tak berkedip melihat banyaknya gosip fitnahan yang tersebar di grup kantor.[Pak Leo ngehamilin sekretarisnya gaes.] Evi membuka chat obrolan gang kutukupret pagi ini dengan gambar poster yang disebarkan oleh orang yang kuduga merupakan anteknya Elvira. [Gue sih udah nyangka, dia ada main itu pasti! Ganteng-ganteng bener-bener srigala ya Beb] Samber Yayuk yang membuat dadaku terasa panas seketika. Ganteng-ganteng srigala pale lo! Suami gue emang ganteng kali tapi bukan srigala![Tari, untung lo pindah jadi sekretaris Raka. Coba kalau nggak, lo kena juga kali] Kini giliran Igor yang bersuara. [Lah, iya bisa-bisa si Tari hamil juga. Hahahaha][Eh, si Tari ke mana nih? Biasanya dia yang paling heboh ngehina si Bos kalau si devil ada kesalahan? Ke mana dia? Tari woy! Munculah!][Paling dia tel
"Raka! Lepas! Jangan sentuh aku! Lepas!" Aku memberontak sekuat tenaga ketika tanpa kuduga si Raka--mantan yang kelakuannya persis setan itu memelukku tanpa permisi. "Raka! Please! Nanti orang salah paham!" teriakku sembari mendorongnya tapi Raka malah merekatkan pelukannya di tubuhku."Raka, please jangan begini! Kenapa sih kamu? Bukannya baru saja kita udah sepakat untuk tak mengungkit masa lalu!""Sebentar saja Tari, sebentar! Anggaplah ini pelukan terakhir!" "Raka!" Bentakanku membuat pelukan Raka seketika terlepas dan dia memandangku dengan raut kecewa."Apa kamu mencintai Bang Leo?" tanya Raka setelah mengambil jarak dariku.Sekarang aku tahu, pantas saja dia meminta para stafnya untuk ikut seminar ternyata dia ingin menjebakku dalam situasi sulit.Raka memang tidak ber-prikekacungan dan berpri-kemantanan."Itu bukan urusanmu! Tapi aku ingatkan jangan dekati aku lagi! Aku wanita bersuami!" ancamku sambil berbalik berniat pergi.Namun, alangkah terkejutnya aku ketika berbalik
"Raka! Lepas! Jangan sentuh aku! Lepas!" Aku memberontak sekuat tenaga ketika tanpa kuduga si Raka--mantan yang kelakuannya persis setan itu memelukku tanpa permisi. "Raka! Please! Nanti orang salah paham!" teriakku sembari mendorongnya tapi Raka malah merekatkan pelukannya di tubuhku."Raka, please jangan begini! Kenapa sih kamu? Bukannya baru saja kita udah sepakat untuk tak mengungkit masa lalu!""Sebentar saja Tari, sebentar! Anggaplah ini pelukan terakhir!" "Raka!" Bentakanku membuat pelukan Raka seketika terlepas dan dia memandangku dengan raut kecewa."Apa kamu mencintai Bang Leo?" tanya Raka setelah mengambil jarak dariku.Sekarang aku tahu, pantas saja dia meminta para stafnya untuk ikut seminar ternyata dia ingin menjebakku dalam situasi sulit.Raka memang tidak ber-prikekacungan dan berpri-kemantanan."Itu bukan urusanmu! Tapi aku ingatkan jangan dekati aku lagi! Aku wanita bersuami!" ancamku sambil berbalik berniat pergi.Namun, alangkah terkejutnya aku ketika berbalik
POV Leo.Aku paham Ibu masih tidak bisa menerima Tari sepenuhnya. Dia bahkan mendatangkan asistennya untuk mengganggu malam pertamaku.Rencana yang sangat ... mengada-ngada. Bisakah aku menyebutnya mengada-ngada? Tentu bisa. Karena sebenarnya rencanaku pun tak jauh beda, hanya tujuanku satu, aku ingin melindungi Tari sementara Ibu, beliau hanya terlalu obsesi untuk mendapat menantu sesuai impiannya.Sebenarnya, sebelum kedatangan Mbok Nah aku pernah berpikir bahwa Ibu akan melakukan apa saja demi memisahkan kami. Dan ternyata tebakanku benar, dia mengajukan syarat kalau kami harus tinggal dengan Mbok Nah.Aku tahu Ibu sengaja berbuat ini agar aku dan Tari merasa terganggu lalu menggagalkan rencana pernikahan ini sebelum diresmikan.Semua itu dikarenakan Raka Farhandi--adikku.Pemuda itu mempengaruhi ibu untuk tak menerima Tari sebagai menantu karena dia tak setuju atas pernikahan kami.Oh, shit!Kenapa coba Raka berbuat sejauh ini? Apa dia berpikir aku tidak tahu dia mengejar kembali