Kesempatan sedang terbentang luas.
Sejak Nolan mengaku tentang tipe idealnya, Grey sibuk mencari referensi mengubah Violet untuk membantunya dalam strategi mendapatkan sang CEO. Grey sampai bertanya pada semua teman perempuannya bagaimana berpenampilan seksi dan menarik.
Grey tidak mau Violet hanya terlihat seksi, dia juga menginginkan Violet mampu mengeluarkan daya pikatnya. Kemudian ia mendapat saran dari salah satu temannya bahwa untuk terlihat menarik, Violet harus menonjolkan kepribadiannya, dengan begitu otomatis aura alami nan kuat akan muncul dengan sendirinya. Namun, Violet juga dituntut untuk memperhatikan semua aspek penunjang dari mulai hal yang terkecil seperti cara bersikap maupun gaya pakaian.
Mulai saat ini Violet tidak boleh asal memilih pakaian. Model pakaian yang membalut tubuhnya harus memenuhi kriteria Grey, tidak boleh ada bantahan. Pria itu bilang, jika usaha tanpa konsistensi itu ibarat sebuah lagu tanpa iringan musik.
Perkataan Grey tersebut mengingatkan Violet pada ayahnya, Easton. Violet tahu Easton itu keras dan teguh pendirian, meski begitu banyak nasihat baik sang ayah tentang kehidupan. Easton ingin Violet menuruti semua nasihat-nasihat itu.
Sayangnya, Violet justru melanggar, terhitung tiga bulan ini Violet tidak tinggal di rumah, tujuannya menghindari perjodohan, daripada terus ditekan, Violet memutuskan untuk menyewa apartemen.
Violetta Boru Easton itu wanita bebas. Wanita berusia 24 tahun itu hidupnya tidak mau dikekang. Jadi, ketika ayahnya memaksa untuk menjodohkannya, Violet dengan tegas menolak, tetapi karena sang ayah terus bersikeras, Violet mengambil jalan pintas untuk keluar dari rumah.
Meskipun Ane, ibu dari Violet menahan mati-matian agar tidak pergi, sedikit pun tidak mengurangi tekad Violet.
Sampai sekarang Violet melarang ibunya untuk datang menjenguk. Dia sangat takut dengan kedatangan ibunya nanti mampu meluluhkannya, karena bagi Violet salah satu kelemahannya adalah tangisan sang ibu.
Bahkan, setiap kali merindukan Ane, Violet selalu menangis diam-diam. Sosok ibu bagi Violet sangat berarti, satu-satunya orang yang ada dipihaknya meski akhirnya tetap kalah dengan kerasnya sang ayah.
Jika ingin mengetahui bagaimana paras Ane ketika masih muda, semuanya sangat melekat pada Violet. Wajah mereka sangat mirip, cocok dengan istilah pinang dibelah dua. Violet memiliki dagu lancip, hidung mancung, kulit putih, warna mata cokelat, bibir bawah tebal serta rambut pirang yang merupakan penggambaran sama persis ketika Ane masih muda.
Nilai lebih dari Violet adalah bentuk tubuhnya. Tubuh ramping itu tidak seluruhnya kecil, ada bagian tertentu yang menonjol, bisa dibilang idaman pria, tetapi sumber iri para wanita.
Grey yang notabenenya sahabat Violet mengakui bagaimana sempurnanya seorang Violet. Namun, Violet sendiri masih saja tidak percaya diri, menganggap tubuhnya kurang ideal sehingga sering sekali melakukan diet. Padahal, Grey telah melarangnya, berusaha menyadarkan Violet untuk segera berhenti.
“Bajunya tidak muat, Grey,” keluh Violet. Tangannya sibuk menaikkan kamisol ketat yang mempertontonkan dadanya.
Grey sampai berdecak kesal. Mendengar keluhan Violet sejak sepuluh menit lalu hampir memancing emosi Grey. Telinganya panas setiap kali Violet mencari-cari alasan untuk mengganti pakaian yang sudah ia pilihkan.
“Ini namanya seksi. Memang dadamu saja yang besar!” Grey akhirnya kelepasan. Refleks, ia menepuk mulutnya. Untung di ruangan itu hanya ada mereka berdua.
“Jadi, kau pikir punyaku besar?” Violet melotot, tidak terima, tetapi pertanyaannya terdengar menantang.
“Kau pasti sadar, Let.”
Violet kontan menunduk untuk memperhatikan dadanya sendiri sembari melipat kedua lengannya.
Astaga, Violet ini tidak menyadari apa yang sedang ia lakukan membuat Grey memalingkan wajahnya. Tenggorokan Grey mendadak kering, kalau ia tidak ingat Violet adalah sahabatnya, mungkin Grey akan menarik Violet ke tempat lain, menuntut tanggung jawab sampai tahapannya akan berakhir tidak menyenangkan bagi Violet.
Grey segera mengenyahkan pikiran kotornya. Buru-buru Grey mengusap wajahnya yang sedikit berminyak.
“Kau ini harus lihat situasinya. Jangan mentang-mentang aku ini sahabatmu, kau jadi bebas melakukan apa pun walau ada aku di sini. Ya ampun, Let. Aku ini pria!” tegas Grey dengan nada kesal.
Violet yang baru menyadarinya seketika merasa bersalah bercampur malu. “Maafkan aku,” ucapnya.
Memiliki sahabat seperti Violet membuat Grey selalu menyiapkan stok kesabaran. Violet itu pintar, gesit, tugas apa pun akan ia kerjakan tepat waktu, tetapi Violet juga sangat polos. Grey sebenarnya penasaran, apa Violet mengerti dengan kegiatan yang berbau seksual. Karena yang Grey tahu, Violet tidak pernah menonton film dewasa. Pelajaran biologi hanya sekadar teori.
“Mulai sekarang tidak boleh memakai baju seperti biasa. Baju kebesaran yang menyembunyikan lekuk tubuhmu wajib dibuang. Pakai baju yang sudah aku belikan,” jelas Grey sambil menunjuk sebuah paper bag di atas meja.
“Tapi, Grey—“
“Violet!” Grey memperingati. “Sisanya akan aku kirimkan ke apartemenmu.”
“Sisanya? Sebenarnya berapa banyak yang kau beli, Grey?” Violet melangkah mendekati Grey. Ekspresinya jelas menuntut jawaban.
“Beberapa saja,” jawab Grey malas.
Violet menebak bahwa Grey membelikan lebih dari yang ia perkirakan. Grey memang tidak main-main dalam memberikan sesuatu. Uang seperti tidak menjadi masalah. Padahal, Grey juga masih perlu uang untuk kebutuhan lain.
“Berapa?” tuntut Violet.
“Sebelas. Enam setelan kemeja dan rok. Lima dress, termasuk untuk pergi ke pesta perusahaan.” Grey mengaku secara gamblang.
“Sebanyak itu?” Violet kemudian menutup mulutnya.
Grey mengangkat bahu dengan kedua alisnya ikut naik. “Ini semua aku lakukan untukmu, Let. Kalau nanti kau sudah mendapatkan Nolan, kau harus menggantinya. Aku punya catatan harga semuanya.”
“Grey, kau—“
Violet terpaksa menghentikan kalimatnya ketika mendengar keributan. Para karyawan tiba-tiba berlari untuk segera duduk di meja kerja masing-masing. Dia memilih mengikuti dengan duduk di kursi kerjanya. Masalah Grey, ia akan menyelesaikan itu nanti.
“Ada apa?” Grey bertanya kepada salah satu temannya, Flo.
“Pak Nolan marah karena sekretarisnya tiba-tiba mengundurkan diri hari ini. Padahal ada banyak jadwal meeting dan Pak Nolan perlu sekretarisnya. Ada Pak Reno sebenarnya, tapi Pak Nolan maunya yang menemaninya itu perempuan. Sekarang, dia mau memilih karyawan di sini sebagai sekretaris pengganti sementara waktu atau—mungkin juga tetap dilihat dari kinerjanya,” jelas Flo sembari memoles pipinya dengan bedak.
“Oh, begitu.” Reaksi singkat Grey, tetapi pandangannya langsung mengarah pada Violet yang tengah mengenakan blazer berwarna senada dengan rok ketatnya, biru laut.
Dari semua karyawan wanita di sini, Grey rasa Violet yang paling menonjol. Mengenai paras, Violet jelas yang paling cantik. Ditambah dengan penampilan Violet yang terlihat sangat menantang, Grey yakin bahwa Nolan akan mudah tertarik dengan Violet, pandangan Nolan akan langsung tertuju pada Violet. Pun soal kemampuan, Violet itu memiliki kinerja yang cukup baik. Dia cocok menjadi sekretaris karena cekatan.
Ketika suara keributan lain yang diduga Nolan beserta jajarannya datang, semua karyawan kompak berdiri untuk menyambut. Grey tersenyum kecil sambil melirik Violet. Firasat Grey tidak pernah melenceng.
Mereka semakin dekat, semakin kencang pula degup jantung Violet. Dia menjadi begitu gugup, apalagi dengan perubahan penampilannya yang dinilai berlebihan agaknya justru menimbulkan berbagai asumsi. Violet takut dengan penilaian orang lain terhadapnya, terutama Nolan.
Mustahil jika Violet merasa biasa saja. Violet seperti asing dengan dirinya sendiri, aneh dengan perubahan kelewat cepat ini. Tubuhnya yang selalu dibalut dengan pakaian gombrang, kini memperlihatkan lekukannya. Dadanya yang memang besar terlihat menyembul dengan kamisol yang ia kenakan.
Dengan apa Violet menutupinya? Sementara blazer yang seharusnya bisa digunakan sebagai pelindung malah hanya cukup menutupi bagian perutnya dengan satu kancing di sana. Diam-diam Violet merutuki Grey. Violet ingin menunjukkan emosinya pada Grey. Bertepatan saat Violet menoleh pada Grey, Grey juga sedang menatapnya sambil tersenyum, kekesalan Violet semakin membumbung.
Namun, Violet terpaksa mengesampingkan kekesalannya karena kehadiran Nolan yang tepat berada di depan. Semuanya mengucapkan salam sembari membungkuk badan, tak terkecuali Violet. Tak menunggu waktu lama setelahnya, Reno menyampaikan informasi terkait sekretaris yang mengundurkan diri dan perusahaan menginginkan sekretaris pengganti, seperti yang dikatakan Flo tadi.
“Karena Pak Nolan ingin memilih sekretarisnya sendiri, penunjukan sekretaris tidak jadi dilakukan dengan saya yang akan langsung memanggilnya,” jelas Reno, asisten Nolan, pria gagah berusia 32 tahun, satu tahun lebih tua dari Nolan.
Akhirnya para karyawan mengetahui alasan keributan ini terjadi. Karena biasanya, tidak ada seorang CEO yang menginginkan sekretaris baru dengan cara seperti ini.
“Maaf karena kalian diminta berkumpul padahal jam kerja belum dimulai,” ucap Reno lagi.
Sementara, Nolan sibuk menatap para karyawan wanita dari tempatnya berdiri. Raut wajahnya datar, tidak bisa ditebak, tetapi tidak menjamin apa yang ada di otaknya. Bahkan, Nolan telah menjatuhkan pilihannya.
Secepat itu.
“Bapak sudah menentukan siapa orangnya? Kalau belum, kita pindah ke divisi lain lagi,” tanya Zenith, Manajer Pengembangan Bisnis, divisi Violet dan Grey.
“Sudah.” Lalu, Nolan berbisik pada Zenith dan Reno bergantian.
Detik-detik itu merupakan waktu yang mendebarkan. Nolan sudah menentukan pilihannya di divisi itu. Semuanya memiliki harapan yang sama, berharap Nolan memilih mereka.
Sampai tiba saatnya Reno kembali berbicara untuk menyampaikan hasilnya, harapan kian tak terbendung, terlalu tinggi. Namun, semuanya musnah ketika di akhir Reno hanya menyebut satu nama. Bagi mereka yang tidak terpilih tentu ada bentuk kekecewaan.
“Violetta Boru Easton, saat bel masuk nanti, kau diminta menemui Pak Nolan di ruangannya.”
Itu artinya, Violet terpilih untuk menjadi sekretaris sementara untuk Nolan. Flo menjadi orang yang paling tidak terima di sana, tetapi ia tidak menyerukan protes, malah menebar kebencian dengan menggaet Luna untuk membentuk kelompok berisi wanita-wanita korban sakit hati.
Bisik-bisik mulai terdengar setelah Nolan beserta jajarannya tidak lagi berada di sana. Violet banyak mendengar itu, kelompok yang sedang membicarakannya, mencoba menjatuhkannya dengan opini buruk yang sengaja dibuat-buat. Violet yang hanya bermodal kecantikan, Violet yang mengubah penampilan dengan sengaja untuk menarik Nolan, Violet yang dinilai murahan dengan baju yang ia kenakan. Untuk yang terakhir, Violet merasa mereka sudah keterlaluan.
Namun, Violet juga tidak langsung bertindak, Violet sengaja mengabaikannya dan akan membuktikan bahwa ia memang layak. Saat ini, Violet harus fokus pada misinya. Semangatnya justru bertambah untuk membuktikan siapa Violet sebenarnya.
Kali ini Violet benar-benar serius.
***
Violet tidak mengira memasuki ruangan Nolan akan melebihi sensasi dari menaiki wahana permainan paling seram. Jantungnya berdebar, napasnya tersengal, tangannya pun tak berhenti gemetar. Violet rasa ia lebih memilih memasuki rumah hantu ketimbang tempat ini.
Namun, sebenarnya bukan itu penyebabnya. Bukan karena ruangannya, tetapi karena sosok pria yang ada di ruangan itu. Nolan masih sibuk dengan berkas yang ada di tangannya, dia sampai mengabaikan Violet yang sudah berdiri selama lima menit.
Violet gelisah dan bertambah gelisah ketika Nolan menutup berkasnya kemudian beralih menatapnya.
“Astaga, maafkan saya. Kamu sudah menunggu lama.” Nolan sebenarnya juga lupa dengan kehadiran Violet. Pekerjaan memanggil Nolan sampai menariknya untuk segera menuntaskannya.
“Tidak apa-apa, Pak.” Suara Violet terdengar lirih. Nolan tahu bahwa Violet sangat gugup, dia memaklumi itu, mengira bahwa kegugupan Violet disebabkan pertama kalinya Violet berhadapan langsung dengannya.
Nolan meninggalkan kursi kerjanya, dia berjalan mendekati Violet. Hanya tinggal menghitung mundur Nolan akan sampai pada posisinya berdiri.
Dan itu tidak lama lagi.
Tiga.
Dua.
Satu.
Saat itu juga Violet mengatur napas, mengingat rencana yang sudah ia atur bersama Grey, mengingat tujuannya lagi. Perlahan, Violet berani membalas tatapan Nolan.
Pandangan mereka bertemu hanya sekian detik, tetapi Violet berpikir itulah waktu yang paling berkesan. Dari jarak dekat, Violet bisa melihat wajah Nolan dengan detail. Violet sampai tertegun, dia tahu bahwa Nolan itu tampan, tetapi melihatnya sedekat ini, Nolan bukan hanya sekadar tampan. Nolan sangat mengagumkan.
Harum parfum Nolan terasa nyaman masuk ke dalam indra penciuman Violet. Perpaduan antara bunga orris dan sandalwood, mungkin juga ada sedikit aroma tenang ocean. Violet seperti berada tepi pantai yang di sekelilingnya ditumbuhi berbagai macam tanaman. Sangat berkelas, cocok dengan kepribadian Nolan menurut Violet. Sampai rasanya Violet betah berlama-lama menghirup aroma parfum Nolan.
“Maaf lagi. Saya sampai lupa menyuruhmu duduk.” Nolan yang memutus pandangan pertama kali. Dia sadar sudah terlalu lama membiarkan Violet berdiri.
Mereka duduk di sofa panjang berwarna abu muda yang ada di ruangan itu. Violet kesusahan untuk menentukan posisi duduknya dengan rok pendek dan ketat, beberapa kali mengubah kakinya dari menukuk kemudian menyilang.
Dari setiap gerakan Violet tak luput dari pandangan Nolan. Violet mengambil penuh pusat perhatian Nolan, seperti ada magnet yang menarik kuat Nolan untuk menatap ke arah Violet. Meskipun kaku, tetapi Nolan mengakui bahwa Violet cukup memikat.
Nolan tidak berbohong perihal menyukai wanita seksi. Penilaian pertama kali bagi Nolan untuk seorang wanita adalah keseksian. Nolan pria normal yang pasti menyukai sesuatu yang menantang. Sekarang ini Nolan sedang berusaha mengendalikan dirinya terhadap Violet.
Kenapa Nolan baru sadar sekarang?
Nolan ingat tentang Violet, juniornya di kampus, yang pernah Nolan hukum saat masa OSPEK karena tidak memakai atribut. Nolan juga ingat bahwa Violet pernah memberinya kotak makan siang. Violet yang dulu polos sekali, kini wanita itu bekerja di perusahaannya, dengan perubahan yang luar biasa. Nolan ingin menanyakan itu, tetapi waktunya tidak sekarang.
Nolan mengingat profesionalitas, tidak mencampurkan urusan pribadi dengan perusahaan. Kedekatan atasan dengan bawahannya cukup sewajarnya, Nolan menerapkan prinsip itu. Dia tidak mau ada persepsi negatif lagi yang menyebar. Mengingat Violet juga sudah memiliki kekasih.
Nolan melihat Violet yang kemarin makan siang bersama Grey. Andai kalau Violet belum memiliki kekasih, barangkali Nolan akan maju. Namun, Nolan segera mengenyahkan pikiran itu. Sekalipun Nolan mengakui brengsek merupakan nama tengahnya, tetapi ia tidak sampai merebut milik orang lain.
Nolan Alvard tidak mau merebut milik orang lain.
Lagi pula, bagi Nolan masih banyak wanita yang bisa ia dapatkan. Hanya tinggal mengajaknya kencan kemudian berakhir dengan tidur bersama. Kehidupan romansa Nolan hanya berkisar tentang seksualitas.
“Apa yang harus saya lakukan sebagai sekretaris Bapak?” Suara lembut Violet membuyarkan isi kepala Nolan.
“Ah—hari ini kamu hanya perlu menemani saya sesuai jadwal. Nanti, kamu perlu belajar menyusun agenda saya selanjutnya.” Nolan berusaha untuk tidak melihat bagian dada Violet meski sesekali memang sengaja mencuri-curi pandang ketika tengah berbicara.
“Baik, Pak. Saya akan melakukan tugas saya dengan baik.” Violet menyelipkan sebagian rambutnya ke belakang telinga. Bagi Nolan, demi Tuhan, itu seksi sekali.
Nolan berdeham singkat, lama-lama gerah sendiri. Untuk menghindari bagian terlarang, Nolan berusaha menatap ke arah lain, tetapi bola matanya justru menangkap sesuatu yang lebih menantang. Rok pendek dan ketat Violet resmi menjadi destinasi terbaik bagi Nolan. Paha mulus Violet terlihat, kulit seputih susu itu bagai memanggil Nolan untuk mengusapnya, ingin sekali tangan Nolan menyelinap di sana.
Nolan menjadi segila itu. Biasanya ia memiliki pertahanan yang kuat, tidak mudah tumbang oleh godaan semacam itu. Dia bahkan sudah terbiasa melihatnya tanpa kain penghalang.
Sebelum bertambah gila lagi, Nolan mengajak Violet untuk menemaninya pergi menemui klien.
***
Kaki panjang Nolan berjalan cepat menuju restoran tertutup yang sebelumnya sudah dipesan untuk pertemuan. Mungkin Nolan lupa sekarang ini sekretarisnya bukan lagi Cella, tetapi Violet. Jika Cella bisa mengimbangi langkahnya, maka Violet masih kepayahan untuk mengejar Nolan. Sepatu hak tinggi dengan rok pendek tidak bisa disepelekan. Alhasil, Violet tertinggal cukup jauh.
Namun, beruntung karena Nolan akhirnya sadar, dia berbalik dan melihat Violet yang berjalan cepat, jarak mereka cukup jauh. Sebenarnya Nolan tidak suka jika sekretarisnya lamban, semuanya harus gesit, tetapi mengingat Violet baru saja bekerja sebagai sekretarisnya, Nolan mencoba memaklumi.
“Maafkan saya, Pak. Saya tidak bisa mengejar langkah Bapak yang terlalu cepat,” ucap Violet dengan napas tersengal. Dadanya naik turun yang menyebabkan pandangan Nolan langsung ke arah sana. Sial, Nolan mulai lagi.
“Tidak masalah. Tapi, lain kali kamu harus bisa menyamai langkah saya.”
Jawaban Nolan seperti peringatan bagi Violet untuk mengimbangi langkahnya. Sebagai seorang sekretaris, Violet dituntut setia berada di samping Nolan. Violet hanya harus belajar tentang bagaimana menjadi sekretaris seperti yang Nolan inginkan.
“Baik, Pak,” jawab Violet dengan napas yang mulai normal.
Lalu, Nolan yang mulai kembali bergejolak berusaha mengatur napas sebelum melanjutkan perjalanan menuju salah satu ruangan privasi. Restoran Jepang yang menjadi tempat pertemuan saat ini sengaja Nolan pilih, karena ia sangat menyukai masakan dari negeri matahari terbit tersebut.
Ruangan itu seperti bagian rumah tradisional Jepang. Desain ruangan menggunakan kayu dan kertas. Pintunya bisa digeser, berada di antara dinding penghubung yang terbuat dari kayu dan tripleks dengan kertas khusus. Lantainya berbahan dasar kayu, ada tikar di tengah ruangan tepat di bawah meja kayu panjang. Tidak ada kursi di sini, tetapi cukup hangat.
Berbanding terbalik dengan kedua insan di dalamnya yang sama-sama menciptakan sekat, sehingga suasananya terasa dingin serta tidak bersahabat. Entah siapa yang memulai, intinya baik Violet maupun Nolan tidak ada yang mau membuka suara.
Violet berharap agar klien segera datang untuk memecah keheningan. Jujur, Violet tidak tahan dengan suasana begini. Dia jadi berpikir macam-macam, apa karena kesalahan tadi Nolan jadi marah dengannya?
Violet mengumpulkan keberanian untuk berbicara. Mungkin, dengan itu ia bisa mendapatkan jawabannya.
“Maaf, karena di hari pertama saya sudah melakukan kesalahan, Pak.”
Terdengar helaan napas panjang Nolan. “Saya sebenarnya tidak suka jika sekretaris saya lamban. Apa pun itu, sekretaris saya harus bisa mengimbangi. Harus sigap dan cekatan, jelas Nolan.
Dugaan Violet seratus persen benar. Nolan marah, karena Violet dinilai lamban. Ini semua karena Violet mengenakan rok pendek dan ketat. Mulai besok, Violet tidak akan mengenakan itu lagi.
Pakai baju yang sudah aku belikan.
Sial. Violet teringat ucapan Grey tadi lagi. Grey sudah mengorbankan uangnya untuk membelikan banyak pakaian, tidak mungkin Violet menyia-nyiakan pemberian Grey. Namun, Violet rasa apa yang Grey katakan tentang tipe ideal Nolan adalah kesalahan. Buktinya, Nolan tidak merespons Violet yang sudah menggodanya mati-matian. Nolan terlihat biasa saja, atau mungkin Violet tidak menarik bagi Nolan.
Jadi, yang ia lakukan sampai seperti ini sia-sia?
“Mulai besok saya akan memperbaiki diri, Pak. Saya memang kesusahan hari ini karena memakai rok pendek dan sepatu hak tinggi. Tapi, mulai besok saya akan mengubah penampilan saya agar bisa mengimbangi langkah Bapak.”
“Tidak!” Nolan menolak tegas yang menimbulkan pertanyaan. Violet mengerutkan dahi dan Nolan buru-buru menjelaskan. “Tidak perlu sampai mengubah penampilanmu. Saya hanya menyuruh kamu belajar.”
“Ba-baik, Pak.”
“Bos, panggil saya dengan sebutan itu.”
“Baik, Bos.” Violet menurut.
Bertepatan dengan itu, terdengar pintu bergeser kemudian klien yang berjumlah dua orang masuk. Seorang pria muda dan seorang lagi pria paruh baya.
“Selamat siang, Pak Nolan.”
“Selamat siang, Pak Javier.”
Nolan dan pria yang lebuh muda saling memeluk sebagai salam keakraban. Mereka saling melempar senyum merekah seolah lama tidak bertemu. Sedangkan Violet cukup tersenyum sambil membungkuk badan, sama seperti pria paruh baya asisten dari Javier.
Javier ini sudah lama bekerja sama dengan perusahaan Nolan. Hanya saja, intensitas pertemuan mereka memang jarang, karena bulan lalu Javier sibuk mengurusi perusahaan induknya di Jepang.
“Baru seminggu lalu saya pulang dari Jepang, tapi Anda sudah mengingatkan saya lagi,” Javier berpura-pura kesal, yang dimaksud adalah nuansa restoran Jepang yang dipilih Nolan.
Hal itu ditanggapi Nolan dengan tawa kecil. “Saya memang sengaja melakukannya agar Anda kembali lagi ke sana.” Nolan membalasnya juga dengan sebuah gurauan.
“Beberapa bulan sekali saya memang harus kembali ke Jepang.” Pandangan Javier beralih pada Violet. “Apa ini sekretaris Anda yang baru, Pak Nolan?”
Nolan tersenyum ranum. “Iya. Dia Violet, sekretaris saya yang baru.”
Setelah itu pembicaraan tentang bisnis dimulai sambil menikmati jamuan makan siang. Violet kurang nyaman dengan pandangan Javier. Terlihat jelas jika Javier selalu memandangi Violet.
“Bagaimana dengan Elina?” Javier sudah keluar dari pembicaraan bisnis. Ini mengarah pada masalah pribadi, dan itu membuat Nolan merasa tidak nyaman. Begitu pula dengan Violet yang terus-menerus ditatap, bahkan saat Javier sedang berbicara dengan Nolan.
Mungkin, Nolan tidak menyadari itu karena terlalu fokus pada makan siangnya. Namun, justru Nolan sudah menangkap gelagat aneh sejak Javier melihat keberadaan Violet. Nolan hanya tidak peduli.
“Seperti biasa.” Sesingkat itu jawaban Nolan.
Jelas belum cukup bagi Javier, ia bertanya lagi. “Dia yang paling lama denganmu setelah Aruna. Apa dia akan menjadi pengganti Aruna?”
Violet seperti orang bodoh yang tidak tahu siapa yang sedang mereka bahas. Aruna, Elina, Violet tidak tahu sama sekali tentang keduanya. Namun, dari obrolan Nolan dan Javier, Violet pikir kedua wanita itu adalah wanita yang menjalin hubungan dengan Nolan. Violet menyimpulkan bahwa Nolan sedang menjalin hubungan dengan Elina.
Ya Tuhan, apa kali ini Violet juga akan kalah? Setelah masa kuliah ia dikalahkan oleh Angel, sekarang ia juga masih kalah dengan Elina?
Violet meremas rok ketatnya di bawah meja.
“Elina masih belum menandingi Aruna. Servisnya masih kurang memuaskan, tapi karena saya sedang malas mencari yang lain, rasanya itu sudah cukup.”
Kalimat yang keluar dari bibir Nolan sukses mengacak-acak hati Violet. Seolah belum cukup, Nolan menambah satu pernyataan lagi yang kini membuat Violet ingin berhenti.
“Semua wanita sama saja. Mereka diciptakan untuk dinikmati dalam rangka menuntaskan birahi. Mereka akan menuntut, tapi cukup berikan apa yang mereka mau. Saya bisa mendapatkan wanita mana pun yang saya mau.”
“Termasuk Violet?” Javier menantang.
Nolan telak mati kutu.
Violet pikir fakta yang ia dengar sendiri tentang Nolan akan mengubah perasaannya, atau paling tidak mengurangi persentase yang semula penuh.Namun, nyatanya tak ada yang berubah dari Violet. Perasaannya pada Nolan tidak berubah, masih sama, masih sangat menyukai pria yang sudah jelas-jelas tak menghargai seorang wanita.Masih menjalankan misinya dan masih menyimpan harapan untuk bisa menjadi bagian dalam hidup Nolan.Violet segila itu.Bagi Violet, Nolan tetap memukau, tetap mendominasi, bahkan tetap mampu membuat kinerja jantungnya berpacu kacau. Violet tidak mengerti mengapa pengaruh Nolan begitu besar. Terkadang, Violet juga berpikir, apa ketika Nolan menikah ia baru akan benar-benar berhenti?Violet mungkin sudah meletakkan seluruh hatinya pada Nolan, sekalipun Nolan tidak tahu bahwa Violet mencintainya sebesar itu. Hanya Violet yang mampu menyimpan rasa dalam waktu lama dan selama itu pula sibuk untuk berpura-pura.“Untuk bulan d
“Siapa Nolan yang kamu maksud? Saya?” Violet terbelalak ketika pria lain datang. “Bukan. Memang yang namanya Nolan cuma Anda.” Violet sengaja terlihat sinis. “Saya juga Nolan. Arnolan Bregi.” Sepertinya meladeni dua pria sinting sekaligus akan menyusahkan. Violet harus segera pergi dari kafe. Jangan sampai Nolan memergokinya di tempat ini. “Maaf, aku harus cepat-cepat pergi, permisi.” Violet melewati begitu saja dua pria yang mengganggunya. “Mau ke mana? Saya bisa jadi Nolan yang kamu maksud!” Violet mengabaikannya. Dia kesal setengah mati. *** Violet sebenarnya ingin menyembunyikan apa yang selama ini ia rasakan dari Grey. Namun, setelah berpikir ulang, Violet tidak bisa terus mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja saat Grey bertanya. Sejak semalam kepala Violet terus berkecamuk. Dia tidak mau membuat Grey kecewa, tetapi ia juga tidak bisa menjadikan itu semakin menambah b
“Violet sehari tidak berulah sepertinya mustahil. Ibarat peribahasa, kertas yang direndam di air pasti basah.” Flo terlihat menggebu-gebu. Setelah berpapasan dengan Nolan dan Violet tadi, Flo langsung berasumsi sendiri kemudian mendoktrin orang lain dengan asumsinya tersebut.“Sudah biasa kalau Violet menggoda Nolan. Buktinya mereka satu ruangan. Itu pasti ide Violet. Tapi, yang tadi bukan peribahasa, tapi perumpamaan.” Luna kali ini menyahut, mengoreksi di akhir.“Aku membaca peribahasa tahun 2021. Yang kau baca mungkin peribahasa yang sudah lama, jelas beda.” Flo ini memang tipikal yang tidak mau disalahkan meski jelas bersalah. Sudah hal yang biasa jika Luna hanya mengiyakan meski sebenarnya gatal untuk mengajak berdebat.Daripada memperdebatkan masalah peribahasa, Luna lebih tertarik untuk membahas Violet dan Nolan. “Apa Violet itu memakai pelet? Kalau iya, aku ingin tahu ia memakai pelet apa. Mungkin aku bisa mengik
Violet menyukai hujan. Sangat. Hujan memberikan Violet ruang untuk menciptakan kebahagiaannya sendiri, kebahagiaan dari mengekspresikan diri dengan bebas. Semenjak kecil, Violet selalu menantikan datangnya hujan. Saat-saat di mana Violet bisa tertawa lepas bersama anak-anak seusianya, bermain kubangan air di atas rerumputan, lalu berlari berkejar-kejaran. Hujan juga selalu mengingatkan Violet tentang sebuah pertemuan. Pertemuannya dengan anak lelaki yang umurnya sekitar dua atau tiga tahun lebih tua darinya. Waktu itu Violet masih duduk di bangku SMP. Ada seorang anak lelaki yang baru turun dari bus menarik lengan Violet. Anak lelaki yang tidak Violet kenal langsung memarahinya karena Violet menari di bawah guyuran hujan. Dia bilang, hanya orang gila yang bermain hujan. Dia juga bilang, hujan itu simbol kesialan. Saat itu juga Violet menentang dengan lantang. Sungguh bukan sebuah pertemuan mengesankan. Justru pertemuan itu adalah perta
“Bos—Bos ke sini?” Violet terkejut dengan kedatangan Nolan.“Bos kenapa ke sini? Ada masalah di perusahaan? Atau ada pekerjaan yang harus saya selesaikan?” cerca Violet.“Tidak ada apa-apa. Saya datang kemari cuma ingin memastikan.”“Memastikan apa Bosse?”Keberanian Nolan luntur seketika. Berhadapan dengan Violet secara langsung bisa begitu sulit. Nolan kehilangan kata-kata di depan Violet.“Bosse?” Violet heran, karena Nolan hanya diam di tempatnya.“Bosse?” Violet memanggil sekali lagi.“Ah, iya.” Nolan seperti baru sadar. “Saya ingin melihat kamu apakah baik-baik saja atau tidak.”Jujur, Violet semakin bertambah bingung. Dia merasa Nolan menjadi aneh, datang ke rumah sakit hanya untuk memastikan Violet baik-baik saja, terdengar tidak biasa. Wajar karena Nolan atasannya langsung, tetapi Nolan juga seorang CEO, meskipun Viole
Violet meminta izin pada Nolan untuk tidak masuk kerja dulu, ia masih ingin menemani Easton di rumah sakit. Meskipun Easton sudah sadar sejak kemarin, tepat setelah Nolan pulang. Bahkan kabar baiknya, kondisi Easton sudah jauh lebih baik sekarang.“Bosse, boleh tidak?” Violet mencoba bernegosiasi dengan Nolan. Selama lima menit ia menghubungi Nolan hanya ada perdebatan di antara mereka.“Empat hari itu terlalu lama, Violet.” Dari nada suaranya Nolan jelas kesal.“Cuma sampai Ayah pulih, Bosse.” Violet masih saja gigih. Dia ingin merawat ayahnya meski sang ayah sudah dinyatakan boleh pulang dari rumah sakit. Kekhawatirannya terhadap Easton disebabkan karena penyakit jantung yang diderita Easton masih sering kali kambuh, meski Easton ditangani dengan baik oleh dokter, Violet belum sepenuhnya puas.“Bosse.” Kali ini Violet merengek.Nolan mendengus kesal. “Sekalian saja seminggu kamu tidak masuk ke
Menerima kenyataan bahwa dirinya telah dijodohkan dengan pria yang sama sekali tidak ia kenal berhasil mengurangi rasa kepercayaan Violet terhadap sang ayah.Lebih tepatnya, Violet kecewa dengan Easton.Violet tidak pernah membantah perintah Easton selama ini. Violet sudah menjadi gadis penurut kesayangan Easton. Bahkan, sekalipun Easton selalu menekan Violet untuk terus berprestasi, terus membanggakan orang tuanya, tetapi Violet tidak pernah protes dan selalu berusaha mewujudkan keinginan Easton.Hanya satu waktu Violet merasa lelah, dia tidak sanggup menuruti permintaan Easton, itu terjadi ketika Easton memintanya menerima perjodohan dengan anak dari rekan bisnis sang ayah.Satu waktu dan pertama kalinya Violet menentang Easton.Violet menunjukkan bahwa ia adalah seseorang yang bebas. Dia tidak mau terikat perjodohan yang membatasi ruang geraknya, mengikat masa depannya dengan pria yang belum tentu ia cintai, terlebih terjebak dalam ruangan penga
Langit cerah hari ini berbanding terbalik dengan wajah suram Violet.Aura Violet seperti tertutup kabut awan.Tidak biasanya Violet menunjukkan terang-terangan suasana hatinya. Paling tidak, Violet akan membuatnya terlihat tidak kentara, tidak seperti sekarang yang sangat mudah ditangkap. Grey bahkan sudah mampu menebak ada sesuatu yang terjadi dengan Violet meski jarak wanita itu masih terpaut lima meter darinya.Grey menebak jika itu mengenai ayahnya.“Bagaimana keadaan ayahmu?” tanya Grey saat Violet mulai dekat.Violet menghentikan langkahnya ketika jaraknya dengan Grey hanya satu meter. Dia sempat menghela napasnya. “Ayah sudah sembuh,” jawabnya tidak bersemangat.Dari sana Grey mengira itu bukan lagi soal ayahnya, ada masalah lain yang Violet pikirkan sekarang. “Jika ayahmu sudah sembuh, lalu apa yang membuatmu lesu?”Violet menatap Grey sekilas sebelum menjatuhkan pandangan ke sisi yang lain
Ini menginjak hari kedua Violet dan Nolan kembali ke rutinitas pekerjaan. Sungguh luar biasa ketika mereka sudah disambut dengan segudang tugas dan agenda. Kesibukan itu membuat mereka lebih banyak bertemu, tetapi justru kurang berkomunikasi.Setiap menitnya selalu ada rentetan pekerjaan yang harus mereka selesaikan. Untung saja Violet memaksa untuk pulang. Jika mereka bertahan lebih lama lagi di sana, entah sebanyak apa lagi tumpukan jadwal yang memaksa mereka berlari, berpacu dengan waktu.Bahkan, pagi ini Violet sudah disambut dengan omelan Nolan sebab klien mengirimkan komplain. Menurut Nolan itu adalah masalah besar, karena baginya klien adalah raja yang menuntut kepuasan.“Rubah semuanya. Mulai dari awal. Siang nanti saya harus sudah menerima berkas itu di meja saya,” perintah Nolan.Violet mengangguk sembari memungut lagi berkas yang Nolan lemparkan di atas sofa.“Baik, Pak. Saya akan revisi secepatnya.”&ldquo
Nenek Glow bisa membaca situasi. Nolan dan Violet tidak banyak bicara. Mereka hanya sekadar menanggapi untuk menghargainya.Sejak tadi Violet juga lebih banyak melamun. Makanan yang nenek Glow hidangkan sama sekali tak menggugah selera. Berulang kali nenek Glow menyenggol lengan Nolan untuk menanyakan ada apa dengan Violet, tetapi Nolan hanya diam sembari mengangkat bahu. Padahal, jelas dialah sang penyebab situasi ini.“Aku ingin pulang, Bosse,” ucap Violet di sela makan.Nenek Glow yang sedang mengunyah makanan seketika terhenti. Dia menatap ke arah Violet. “Kenapa buru-buru?” tanyanya.Violet tersenyum tipis. “Pekerjaanku dan Nolan sudah menunggu, Nek. Kami harus kembali untuk bekerja.”Nenek Glow mengangguk mengerti. Lalu, beralih pada Nolan yang baru saja selesai mengelap bibirnya dengan tisu. “Padahal aku masih ingin melihatmu dan Violet di sini. Tapi, kalian memang harus bekerja,” ucapnya lesu.
“Bosse ...”Yang dipanggil hanya melirik sebentar sebelum berkutat lagi pada layar laptop dengan serius.“Bosse ...” panggil Violet lagi.Tanpa berminat menatap lawan, Nolan menjawab dengan bergumam. Hal yang menarik Violet untuk berdiri tepat di samping Nolan, di sebuah ruangan khusus untuk Nolan jika berkunjung kemari.“Coba lihat saya dulu, Bosse!” Violet mulai geram. Dia berkaca pinggang dengan bibir mengerucut.Karena gemas, Nolan menarik lengan Violet hingga bokong padat wanita itu berada tepat di atas pahanya.Violet terperanjat, pipinya pun memanas. Dia mencoba melepaskan diri dari lilitan lengan kokoh Nolan yang memutari pinggangnya.“Bo-bosse ...” Violet terperanjat. Dia tidak percaya dengan posisinya sekarang ini. Rasanya dominan memalukan, itulah mengapa ia menyembunyikan wajahnya di sela rambut panjangnya. Tentu dia sangat gugup. Apalagi, ketika tangan Nolan sedikit mengusap
Setidaknya, setelah menjalani akting pura-pura ini, Violet merasakan perubahan besar dari Nolan.Terlihat bagaimana Nolan memperlakukannya dengan sangat baik, benar-benar seperti sepasang kekasih.Binar tetulusan yang Nolan pancarkan bukan hanya untuk sang nenek. Bahkan, Violet tidak bisa melihat Nolan yang dulu. Seperti memang ia sedang menghadapi Nolan yang baru, atau mungkin inilah wajah Nolan yang sebenarnya. Entahlah, Violet tidak ingin mencari tahunya. Tidak untuk saat ini.Nenek Glow banyak bercerita tentang Nolan. Setidaknya, Violet kini mulai mengetahui lebih banyak. Dan ada sebuah fakta mengejutkan.“Aku menemukannya di hutan. Kau bayangkan, bocah berusia enam tahun ada di hutan.” Raut wajah nenek sangat serius. Kerutan di keningnya bertambah banyak ketika ia mencoba mengingat-ingat memori. “Dia ketakutan. Aku kasihan, akhirnya aku bawa dia ke rumah. Butuh waktu lama untuknya mau menceritakan semuanya. Tapi, aku sabar menunggu
Nolan mengajak Violet ke suatu tempat di daerah pegunungan sebagai upaya menebus semua kesalahannya pada Violet. Jalannya menikung, sedikit membuat Violet mual, untungnya pemandangan sekitarnya bisa dengan mudah mengalihkan pikirannya. Pepohonan besar tumbuh di sepanjang jalan, banyak bunga azalea yang mulai bermekaran, menjadi indikasi mereka memasuki area puncak.Ada segelintir rumah, jaraknya begitu jauh dengan rumah-rumah lainnya. Tampak biasa, tetapi Violet menemukan satu rumah yang akhirnya mencuri perhatiannya, terhalang banyak pepohonan besar. Dia terpaku pada lentera yang menggantung di kanan dan kiri pintu. Atapnya hanya dibalut jerami usang. Lalu, seorang anak kecil tengah bermain di halaman yang tidak terlalu luas. Violet memicing untuk mengetahui apa yang sedang anak kecil itu mainkan di tangannya. Bahkan, sampai mobil terus melaju dan rumah itu sudah terlihat jauh, Violet masih berusaha memutar kepalanya.Guncangan akibat jalanan yang tidak rata
Entah bagaimana Violet berakhir di tangan Nolan. Perlakuan Nolan dan suara serak yang terdengar begitu seksi berhasil membuatnya takluk. Semuanya mengalir sampai Violet tidak ingat komitmen untuk tidak terjerumus, dia justru sudah kalah telak.Malam ini, Violet menyerahkan diri. Dia dituntun ke sebuah perasaan asing yang menghasilkan sensasi luar biasa bagi tubuhnya. Sentuhan Nolan yang lembut membuat Violet tidak ingin menyudahinya.“Kamu cantik, Sayang.”Seharusnya Violet tidak terpengaruh dengan rayuan yang pasti sudah sering Nolan lantunkan pada wanita lain. Namun, Violet masih saja berdebar, wajahnya memanas, dan jemarinya seperti disihir untuk mengusap rahang tegas Nolan.“Biarkan saya memilikimu, ya?”Itu bukan pertanyaan, karena Nolan tidak meminta persetujuan, dia tidak ingin mendengar jawaban Violet. Bibirnya yang bengkak akibat ciuman panas mendarat di perpotongan leher Violet, menyesap dengan kuat sampai mungkin
Wajah yang memanas, tatapan sarat akan cinta, serta debaran gila, Violet bisa merasakan Nolan juga sama sepertinya.Cara bagaimana Nolan menatapnya, Violet bisa melihat itu. Meletakkan jemarinya di dada Nolan membuatnya tahu jika detak jantung Nolan seirama dengannya, begitu kencang.Jadi, bolehkah Violet mengartikan itu sebagai bentuk ketertarikan yang sama?Violet seperti tidak mau menyudahinya. Dia ingin terus merasakannya. Nolan membuatnya bergairah, tetapi bukan menjurus pada hal-hal berbau ranjang, meski sempat terlintas.“Kau sangat cantik,” ucap Nolan di sela ciumannya, sebelum ia kembali menautkan bibirnya lagi, untuk sekian kalinya.Jika saja Helium tidak menyela dengan sebuah gebrakan meja, Nolan masih ingin menikmatinya lebih lama.Lagi dan lagi.“Cukup!” Helium terengah karena menahan emosi. “Aku tidak mau melihatnya.”Nolan menarik lembut lengan Violet untuk duduk di sebelahnya.
Setelah Helium mengutarakan niatnya, Violet masih mengingat betul kalimat Nolan yang di luar dugaan.‘Violet sudah menjadi kekasih saya’.Seharusnya saat itu ia langsung saja memukul kepala Nolan sekalian, tidak perlu menunggu sampai hari ini, setelah mereka kembali lagi ke Atlanta. Violet sengaja menarik lengan Nolan menuju ke sebuah ruangan kosong yang belum ditentukan diperuntukkan untuk apa nantinya. Nolan mengikuti Violet tanpa protes atau bertanya apa pun.“Kenapa Bosse melakukannya?”Violet yakin Nolan mengerti apa maksud dari pertanyaannya. Mengatakan pada Helium kalau mereka menjalin hubungan membuat tidur Violet tidak nyenyak. Dia tidak mengerti kenapa Nolan melakukannya. Bola matanya tidak bergulir ke mana pun selain wajah Nolan dengan penuh tuntutan.Karena tidak kunjung mendapat jawaban, Violet memajukan tubuhnya satu langkah. “Apa maksud Bosse mengatakan kita ini berpacaran? Kenapa harus?”No
“Masih pusing?” Nolan memastikan keadaan Violet.Sementara, Violet masih memejam, karena kepalanya masih berdenyut hebat. Ini bukan pertama kalinya ia naik pesawat, tetapi ini pertama kalinya ia mengalami bagaimana rasanya turbulensi. Hingga saat ini pun, sisa-sisa ketakutan itu masih ada.Meskipun kemungkinan terjadinya turbulensi tergolong besar, Violet masih tidak menduga ia akan benar-benar mengalaminya.Dia masih ingat bagaimana suasana tegang di dalam pesawat. Semua penumpang saling memanjatkan doa sesuai agama masing-masing. Para kru pesawat juga tidak henti menenangkan para penumpang, tidak boleh panik.Namun, mustahil untuk tidak panik. Merasakan guncangan hebat itu sampai melemparkan beberapa penumpang yang tidak memakai sabuk pengaman, beberapa koper berjatuhan di atas laci kabin, dan salah satu penumpang merasakan imbas dari jatuhnya koper yang menimpa kepalanya.Karena turbulensi adalah hal yang tidak bisa diprediksi, pramu