Ketiga orang itu pun berjalan bersama keluar dari kantor, kemudian mencari tempat untuk berbincang sebelum pulang. Bima terlihat bersemangat saat membahas tentang Rania bersama dengan Listy dan Vira. Pria yang sudah jatuh cinta pada pandangan pertama pada Rania itu benar-benar sudah bertekad ingin mendekati Rania dan menjadikan wanita itu sebagai kekasihnya."Kalian udah kenal dekat sama Rania, kan? Menurut kalian Rania itu orangnya gimana?" tanya Bima penasaran.Vira dan Listy saling pandang satu sama lain. Mereka memang belum lama mengenal Rania, tapi mereka yakin Rania adalah wanita yang baik."Rania orangnya ramah. Dia juga supel dan gampang bergaul," ungkap Listy."Rania itu pokoknya orangnya baik. Dia juga rajin dan nggak suka ngegosip kayak yang lain," imbuh Vira."Apalagi yang kalian tahu soal Rania?" tanya Bima. Pria itu ingin mengorek informasi sebanyak mungkin dari Vira dan Listy yang sudah lebih dulu mengenal Rania dibanding dirinya."Daripada kamu tanya sama kita, mendinga
Mirna tidak bisa banyak membantu. Wanita tua itu tak memiliki pilihan lain selain menjual cincin pernikahannya. Hanya cincin itulah yang mereka miliki."Ran, cincin ini cuma benda mati. Dibandingkan sama ayah kamu, tentu ayah kamu jauh lebih berharga dari cincin ini," tegas Mirna.Wanita paruh baya itu melepas cincin yang melingkar di jari manisnya, kemudian memberikannya pada Rania. "Cepat kamu jual cincin ini! Ibu akan coba cari pinjaman sama tetangga."Rania hampir menangis. Di situasi terjepit seperti ini Rania tak tahu lagi harus meminta bantuan pada siapa."Maafin aku, Bu," ucap Rania. Tanpa sadar, air mata mulai menetes membasahi pipi Rania."Buat apa minta maaf? Ini bukan salah kamu. Ini salah Ibu sama Ayah. Ibu sama Ayah yang sudah menyusahkan kamu," sahut Mirna.Ibu dan anak itu menangis. Di masa-masa sulit seperti ini, mereka harus saling menguatkan satu sama lain."Maaf, aku belum bisa membahagiakan Ayah sama Ibu," ungkap Rania sesenggukan."Ibu sama Ayah yang udah gagal,
"Ibu juga bingung. Siapa aja orang yang tahu kalau ayah kamu di rumah sakit? Cuma Paman sama bibi kamu aja yang tahu, ‘kan?"Rania mengangguk. Wanita itu tidak menceritakan kondisi ayahnya pada banyak orang. Rania hanya memberi kabar pada kerabat dan juga teman-temannya yang ia pinjami uang. Selain itu, tidak ada lagi orang yang tahu mengenai kondisi ayah Rania saat ini."Padahal biaya operasi Ayah kan lumayan mahal. Belum lagi orang itu juga udah nambah deposit untuk biaya rawat inap. Jumlahnya cukup besar kan, Bu? Kenapa ada orang yang mau merelakan uang sebanyak itu buat pengobatan Ayah?"Rania cukup lega karena masalah biaya rumah sakit dapat diselesaikan dengan baik. Wanita itu juga tidak perlu mencari pinjaman dan menjual cincin pernikahan milik orang tuanya, tapi tetap saja Rania tidak bisa tenang jika ia belum menemukan orang yang sudah membantunya. Bagaimanapun juga Rania akan menganggap bantuan ini sebagai pinjaman, dan akan mengembalikan uang tersebut pada sang pemilik."Ki
Secara tidak langsung, Vira dan Listy sedang berusaha membantu Bima untuk mencari tahu tentang pacar Rania. Rania yang tidak tahan karena terus digoda oleh teman-temannya itu pun akhirnya menyangkal dan menegaskan kalau dirinya tidak mempunyai pacar, apalagi calon suami."Kalian ngomong apa, sih? Siapa yang udah mau nikah coba? Aku belum punya pacar kok!" seru Rania terkekeh."Yang benar? Padahal kamu cantik loh, Ran. Nggak mungkin kamu belum punya pacar," sahut Listy."Buat apa juga aku bohong ke kalian? Kalau aku udah mau nikah, aku pasti udah nyebar undangan ke kalian," tukas Rania sembari menggelengkan kepalanya.Vira menoleh ke arah Bima, kemudian mengedipkan matanya. Kini, Bima sudah memastikan kalau Rania memang benar-benar jomblo. Setelah tahu kalau Rania ternyata tidak mempunyai kekasih, Bima makin membulatkan tekadnya untuk mengejar Rania dan menjadikan wanita itu sebagai calon istrinya."Ternyata Rania belum punya pacar. Itu artinya aku masih punya kesempatan, ‘kan?" batin
Reynald lantas bergegas meninggalkan gerombolan karyawannya yang masih menggosipkan dirinya itu."Dasar perempuan gak tau terima kasih! Memangnya siapa yang sering marah-marah nggak jelas? Aku marah sama dia juga ada alasannya. Kalau aja dia nggak bikin aku kehilangan project besar, aku juga nggak akan ngomelin dia tiap hari!" gerutu Reynald dalam hati."Dia bilang dia nggak suka sama aku? Lah emang dia pikir aku suka sama dia gitu? Dia bahkan sama sekali bukan tipe cewek yang aku suka!" Reynald terus mengoceh di dalam hati. Ketiga wanita itu benar-benar tidak tahu kalau Reynald mendengarkan pembicaraan mereka. Rania juga masih sibuk mengumpati Reynald dan mengungkapkan kebenciannya pada bosnya itu."Tapi Bos sekarang udah berubah, ‘kan? Kamu jangan terlalu benci sama si Bos, nanti kalau kamu sampai suka sama Bos, baru tahu rasa!" celetuk Vira terkekeh."Ngapain juga aku suka sama Pak Reynald? Aku masih waras, Vira! Meskipun aku nggak punya kriteria khusus soal laki-laki, tapi yang j
"Ini kan ... tagihan rumah sakit punya Ayah?" gumam Rania shock saat melihat kertas itu ada di ruangan bosnya. "Aku nyari-nyari kertas ini di rumah sakit gak ketemu. Kenapa kertasnya bisa sampai di sini?" Rania benar-benar bingung dan heran. Bagaimana kertas itu bisa sampai ke tempat kerjanya?Namun, saat Rania tengah memandangi kertas tersebut, tiba-tiba Reynald masuk dan mengejutkan Rania."Kamu ngapain di sini!" seru Reynald menegur Rania.Rania segera menyembunyikan kertas itu dari Reynald. "Katanya Bos manggil saya?"Reynald menatap Rania sembari memicingkan mata. "Rania nyembunyiin apa, tuh?" batin Reynald."Nggak jadi! Sana balik kerja!" seru Reynald kemudian."Nggak jadi? Maksudnya?" tanya Rania bingung."Saya udah nggak ada perlu lagi sama kamu! Buruan sana pergi!" usir Reynald dengan ketus.Rania tidak berani bertanya mengenai surat tagihan dari rumah sakit milik ayahnya yang bisa berada di ruangan Reynald. Wanita itu segera keluar dari ruangan Reynald. Rania mencoba membuat
Andre nampak gugup. Meski begitu, pria itu tetap menuruti keinginan Rania yang ingin berbicara empat mata."Mau ngomong apa, Bu?"Rania mengeluarkan kertas tagihan dari rumah sakit kemudian memperlihatkannya pada Andre. "Apa Pak Andre tahu apa ini?" tanya Rania.Andre membaca nama pasien yang tertera dalam kertas tersebut. Jelas sekali Andre tahu kertas apa itu, tapi Andre harus berpura-pura bodoh di depan Rania sesuai dengan permintaan Reynald."Kertas apa ini?" tanya Andre berpura-pura tak mengerti."Tolong jujur aja, Pak! Pak Andre tahu ‘kan, siapa orang yang namanya Bagas di kertas ini."Andre berusaha mengelak. Meskipun Rania sudah memojokkan pria itu, tapi Andre tetap terus berkilah.“Pak Reynald yang udah bayar tagihan rumah sakit ayah saya, kan? Tolong ngaku aja, Pak. Setiap hari saya mencari orang yang bayarin biaya rumah sakit ayah saya. Tolong jangan persulit saya, Pak!" pinta Rania."Saya kurang tahu soal itu, Bu Rania. Kalau Ibu mau tahu, Ibu bisa tanya sendiri sama Pak R
Reynald menghentikan langkahnya. Pria itu menoleh ke arah Rania sembari melempar tatapan tajam pada pria itu."Kamu bilang apa?""Tolong jujur, Pak! Bapak yang udah bayarin biaya rumah sakit ayah saya, kan? Dari mana Bapak tahu kalau ayah saya masuk rumah sakit? Apa Bapak kenal dengan ayah saya? Kenapa Bapak mau bayarin tagihan rumah sakit ayah saya?" Rania mencecar Reynald dengan banyak pertanyaan sekaligus.Reynald tentu saja akan mengelak semua perkataan dan pertanyaan yang ditujukan oleh Rania itu. Entah mengapa pria itu tidak ingin Rania tahu kalau dirinya menaruh perhatian lebih pada Rania. Mungkin rasa gengsi lah yang membuat Reynald memilih untuk menutupi semuanya."Saya nggak kenal sama ayah kamu. Buat apa juga saya bayarin tagihan rumah sakit ayah kamu?" sinis Reynald. "Jangan ganggu saya. Saya sedang sibuk! Mendingan kamu cari orang lain aja yang mau ladenin pertanyaan konyol darimu itu!""Kalau bukan Bapak yang membayar biaya tagihan rumah sakit pada keluarga saya, lalu ke