"Kak Aira, gimana ceritanya bisa sampai ke sini.” Tanya Tiara.“Ceritanya panjang, pokoknya panjang banget. Jadi ceritanya gini, aku akan singkat aja kali ya, biar kamu gak bosan dengarkan, aku bercerita. Aku akan bercerita dari awal kisah, enaknya dimulai sejak lulus SMA ya." Aira memandang Tiara.Tiara tersenyum dengan mengerutkan kening. Sudah ngomong panjang lebar, namun tetap belum sampai ke topiknya, Pikirnya. "Iya kak, boleh.""Saat lulus SMA, aku ikut tes polwan, tapi tidak lulus. Kemudian aku kuliah, karena keluarga menginginkan aku kuliah. Aku juga takut frustasi, bila tidak punya kesibukan, terus aku langsung kuliah. Setelah kuliah 4 tahun untuk S1, aku lulus. Aku mulai cari kerja, namun tidak ada yang memanggil aku untuk kerja. Pada akhirnya, aku diajak Miranda untuk jadi bodyguard." Aira bercerita dengan wajah yang serius.Tiara mendengarkan Aira bercerita dengan serius. Kedua gadis itu, menghentikan obrolannya, saat melihat Miranda masuk ke dalam kamar. "Kak Dani, nga
"Kakak sangat hebat dan juga kuat. Aku begitu sangat kagum melihat kak Miranda." Tiara menatap kagum Miranda. "Aku harus kuat, aku harus hebat dan aku harus bisa hidup sendiri. Selama ini aku selalu berdoa agar diberi kesempatan untuk bertemu dengan kedua orang tuaku. Aku ingin melihat seperti apa mereka sekarang. Mama yang mengatakan ingin mencari kebahagiaannya, sampai rela meninggalkan aku dan bahkan mencampakkan aku di panti asuhan. Aku ingin menyaksikan dan melihat seperti apa kebahagiaan yang didapatkannya. Aku juga ingin melihat, seperti apa hebatnya papaku. Apakah sekarang dia sudah menjadi orang yang sangat kaya dan jabatan yang tinggi, hingga tega meninggalkan aku, hanya demi pekerjaannya." Miranda tersenyum getir. "Kakak sangat kuat dan hebat." Tiara berharap, ucapannya bisa memberikan rasa nyaman untuk temannya."Aku ingin menunjukkan kepada mereka. Anak yang sudah mereka buang, bahkan tidak pernah sekalipun, mereka datang untuk melihatku, bisa hidup seperti ini. Mes
“Kamu tidak usah memikirkan itu, aku tau apa yang seharusnya aku lakukan,” tegas Gazi.“Anda tidak tau siapa wanita itu. Apa tujuannya datang ke sini, dan siapa dia sebenarnya,” beber Andika. “Aku tidak perlu tau itu. Bagi ku dia sangat baik.”“Anda terlalu mudah mengambil kesimpulan. Hanya melihat dari luarnya saja tuan muda." Andika memandang wajah tuan mudanya. "Aku sudah katakan kepada mu, jangan ganggu dia.” "Dia bukan wanita lemah, seperti yang anda cemaskan. Yang harus anda pikirkan, nasib anda sendiri. Saya akan melakukan apa pun untuk melindungi anda." Andika mempertegas ucapannya.“Jangan pernah kau sentuh atau meresahkannya, kau mengerti.” Gazi berkata dengan wajah datar.Andika tersenyum sinis melihat Gazi. Ia kemudian pergi dari parkiran, saat melihat mobil yang dikemudikan Tiara, semakin mendekat.“Oh papi. Mengapa kau buat aku seperti anak umur 5 tahun. Mengapa tidak kau kirimkan saja baby sitter sekalian untuk ku," gumam Gazi dengan frustasi. Andika, salah seorang p
Setelah membayar makannya, Gazi meningkatkan kantin bersama dengan Tiara. Mereka berjalan menuju ke lantai atas. "Kamar Abang yang mana?" Tiara bertanya, ketika sudah berada di depan pintu kamarnya. "Kita berbeda blok, Abang blok yang di itu." Gazi menunjuk ke arah sebelah kiri. "Oh," jawab Tiara."Tapi kalau kamar yang no berapa, Abang tidak kasih tahu, takut di ketuk tengah malam," candanya.Tiara tertawa mendengar ucapan pria berwajah tampan tersebut. "Ngarep." Tiara menjulurkan lidahnya. Melihat sikap Tiara yang lucu dan imut seperti ini, membuatnya gemas. "Kok tahu?" Gazi tersenyum memandang Tiara. Berdua seperti ini, membuat jantungnya berdegup cepat. Cinta pada pandangan pertama, seperti itu faktanya. Kecantikan yang dimiliki Tiara, membuatnya terpesona. "Abang Tiara masuk kamar ya." Degup jantungnya terasa semakin tidak menentu, ketika menatap wajah tampan milik Gazi. Ia tidak bisa membiarkan rasa cinta, tumbuh dihatinya. "Iya, istirahat ya dek." Gazi tersenyum dan me
Tiara memasukkan alat-alat makeup kedalam tas khusus makeup. Wajahnya yang sudah sangat cantik natural, kini terlihat semakin cantik, setelah merias sendiri, dengan diarahkan seorang guru make-up yang sudah ternama."Tiara, kami duluan ya." Aira berkata setelah selesai menyimpan semua alat make-up kedalam tas. Tiara diam memandang Aira dan Miranda."Lihat tuh." Miranda memandang ke arah pintu. Tiara melihat kearah yang dituju Miranda dengan bibir yang maju ke depan. Pantas saja, kedua temannya ingin pergi lebih dulu, ternyata Gazi sudah menunggunya. "Bay, kami duluan." Aira tersenyum dan melambaikan tangannya. "Iya kak," jawab Tiara dengan tersenyum.Gazi masuk ke dalam kelas yang hanya tertinggal Tiara saja di dalamnya. "Tambah cantik dek," pujinya dengan tersenyum. "Ya jelas lah," jawab Tiara yang memasukkan lipstik ke dalam tas khusus make up. Begitu sangat banyak jenis alat make-up yang digunakannya, sehingga ia harus menyusun dan merapikan alat makeup ketika memasukkan ke
"Adek, Abang mau." Gazi tersenyum dengan bergaya manja, memperlihatkan giginya yang putih bersih dan tersusun rapi. "Tinggal minum aja," jawab Tiara. "Tapi Abang hanya beli satu dek." Matanya memandang ke botol minuman dingin yang dipegang Tiara. "Kenapa gak beli dua sih?" Tiara memandang wajah tampan pria tersebut. "Mintalah, gak boleh pelit," rengeknya."Ih, jangan sok manja deh." Tiara tersenyum geli melihat sikap Gazi yang manja seperti ini. Gazi hanya diam saat mendengar ejekan Tiara. "Ya sudah ini." Tiara memberikan botol minumnya.Gazi menggelengkan kepalanya. "Adek yang pegang." Mata Tiara terbuka lebar mendengar permintaan pria tersebut. Namun tetap saja diturutinya. Tiara Kembali menutup botol minumnya setelah Gazi selesai minum air dari tangannya. "Manja amat sih." Gazi hanya tersenyum ketika mendengarkan ucapan dari gadis yang berwajah cantik tersebut."Bang, tinggi badan berapa sih?" Tiara mengangkat kepalanya dan memandang Gazi. Tubuhnya yang tinggi, tetap kala
Sesuai dengan tujuan dan misinya datang ke sini, Tiara kembali mencoba untuk fokus dengan latihannya. Sebelum dinyatakan lulus dari sekolah ini, dia harus benar-benar menyelesaikan semua ujian-ujian yang ada. Waktunya juga di sini hanya tinggal dua minggu lagi. Jadi harus benar-benar dimanfaatkan untuk fokus berlatih."Gak terasa ya, sebentar lagi kita bakal balik ke kandang masing-masing." Aira memandang Tiara dan juga Miranda. "Kak, kenapa kita gak boleh buka jati diri bila disini?" Tiara memandang Miranda. Padahal ia berharap bisa mengantongi kontak person milik teman-temannya yang ada di sini. "Sudah jadi kode etik di sini," Jawab Miranda."Apa kak Miranda dan kak Aira akan langsung bekerja, selesai pendidikan di sini?" "Iya, kami sudah mendapatkan tawaran. Kak Dani mengatakan begitu," jelas Aira."Mencari bodyguard yang cewek, sangat sulit, terkadang ada yang meminta bodyguard perempuan untuk jadi pengawal istri atau perempuan mereka. Karena alasan ini juga, kak Dani menawar
Bab 33"Sampai kapan sikap kamu seperti ini Rafael? Kamu sudah dewasa nak, bahkan sebentar lagi kamu yang memimpin perusahaan. Bagaimana mungkin papi bisa menyerahkan perusahaan dengan anak yang seperti kamu." Melihat sikap putranya yang seperti ini membuat Faisal frustasi.Rafael hanya diam dan kemudian berangsur duduk. Selama berada di rumah, setiap pagi ia harus mendengarkan ceramah dari mommy dan juga papinya."Kami mengira, kamu akan menjadi anak yang bertanggung jawab, setelah kembali dari tempat pendidikan. Namun ternyata, tidak. Mami sengaja mengirim kamu ke sana supaya kamu bisa menjadi sosok yang kuat, bertanggung jawab dan disiplin. Namun nyatanya apa? tidak ada perubahan sedikitpun." Wanita paruh baya itu, tidak ada henti-hentinya mengomeli putranya.Rafael hanya diam dan kemudian turun dari atas tempat tidur. Dengan sangat malas, ia mengambil handuk dan kemudian pergi ke kamar mandi. "Aku sudah tidak mengerti lagi, bagaimana cara mengatasi anakmu itu." Elizabet memandang
"Apa dia sudah jalan ke sini?" Faisal memandang Rafael."Iya dad, kita tunggu sebentar." Rafael sedikit tersenyum. Meskipun menu sudah terhindar, namun ia ingin makan siang bersama-sama dengan sahabatnya. Sekalian akan mengenalkan Daddy, dan menceritakan tentang hubungannya dengan sang bodyguard.Tiara memandang ke arah pintu masuk. Jantungnya berdegup cepat saat melihat sosok yang dikenalnya. "Rhoma," panggil Faisal. Rhoma tersenyum dan berjalan ke arah Faisal."Enggak nyangka bisa jumpa di sini. Bagaimana kabar kamu, nak?" Faisal bertanya dengan tersenyum. Rhoma adalah orang yang sangat berjasa dalam hidupnya, karena sudah menyelamatkan nyawa istri dan dirinya sendiri. Faisal pernah berniat untuk menjalin kerjasama membuka coffee shop dengan Rhoma, namun pada akhirnya pemuda itu menolak dengan alasan begitu sibuk takut tidak terhandle lagi."Alhamdulillah baik pak Faisal." Rhoma tersenyum. Rafael kenalin ini Rhoma yang dulu pernah menyelamat Daddy dan mommy saat di serang oleh o
Rafael memandang Tiara dengan tersenyum. pagi ini, gadis itu terlihat sangat cantik dan segar dengan memakai stelan blazer berwarna pink muda dan baju kaos putih di dalamnya. Baru melihat senyum manis Tiara saja, hatinya sudah sangat senang dan berbunga-bunga. Degup jantungnya semakin cepat, ketika tatapan matanya bertemu dengan Rafael. Dengan cepat Tiara mengalihkan pandanganya ke arah yang lain. Ia tidak ingin Elizabeth atau Faizal merasa curiga melihat sikapnya."Ayo Tiara, duduk." Elizabeth menarik tangan gadis Cantik tersebut."Iya Bu," jawab Tiara. Sikap baik Elizabeth yang seperti ini, membuat Tiara semakin merasa bersalah. Bahkan sang majikannya itu meletakkan daging bakar ke dalam piringnya. "Bagaimana kuliahnya semala" tanya Rafael. Meskipun obrolan tentang kegiatan perkuliahan dan seperti apa saat di kampus, sudah dibahas, namun tetap saja Rafael bertanya untuk mencari topik obrolan di meja makan. "Baru permulaan pak jadi masih tahap beradaptasi," jawab Tiara dengan sedi
"Saya juga ingin jalan-jalan di Indonesia, jadi anggap saja saat ini sedang jalan-jalan." Yunaindra kembali membujuk kedua gadis tersebut. Ke dua gadis itu pastinya tidak percaya dan canggung dengan orang yang baru di kenal seperti dirinya."Mengapa kalian sepertinya takut denganku, yakinlah aku ini orang baik dan tidak pemakan manusia." Pria berwajah tampan itu terkekeh. Menghadapi anak kecil, diperlukan kesabaran yang ekstra tinggi dan itulah yang saat ini dilakukannya. Dengan sabar meyakini kedua gadis yang masih berdiri dengan sorot mata penuh keraguan. Yunaindra hanya diam dan memandang kedua gadis yang saling berbisik. "Baiklah tapi saya minta saya diantar pulang duluan ya Om," pinta Zia. Berdua saja di dalam mobil dengan lawan jenis yang baru saja di kenal, tentu membuat Zia tidak nyaman. "Tidak masalah." Pria tampan itu tersenyum lega. Tidak masalah siapa yang diantar lebih dulu, yang penting kedua gadis itu mau diantarkan pulang, sehingga ia tidak merasa bersalah terhada
"Maaf Mr, saya ada pekerjaan untuk besok pagi. Jadi saya harus segera pulang untuk menyelesaikan pekerjaan saya. Apa saya bisa minta tolong untuk mengantarkan teman-teman saya pulang? Namun jika Mr sibuk, tidak apa, saya akan menghubungi taksi." Tiara berkata dengan sedikit berbisik di dekat daun telinga Yunaindra agar perkataannya tidak di dengar oleh kedua temannya."Oh tidak, aku tidak sibuk. Pulanglah, selesaikan perjalanan mu." Pria bermata sedikit sipit itu tersenyum. "Terimakasih Mr." Tiara beranjak dari duduknya. "Tiara mau ke mana?" Tanya Zia."Maaf, aku ada pekerjaan untuk besok pagi. Jadi aku pamit dulu ya. Kalian akan di antar Mr Yuna pulang." Tiara berkata dengan tersenyum. Sebelum kedua temannya berbicara, Tiara sudah pergi lebih dulu. Tiara langsung pergi dan masuk ke dalam mobil. Senyum mengembang di bibir tipisnya saat melihat 40 pesan dari Rafael. [Gimana di kampus?][Ingat ya, jangan pandang-pandang cowok.][Selesai kuliah langsung pulang.][Telpon Abang kalau s
"Tiara ini mobil kamu?" Cila bertanya dengan heboh. Dilihatnya mobil mewah berwarna hitam itu dengan mulut terbuka. Tanpa ada rasa malu, gadis itu mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya dan meminta Zia untuk mengambil gambarnya. Zia hanya patuh mengikuti perintah teman barunya. Ia mengambil gambar Cila dengan berbagai pose. "Cila, ini sudah banyak." Zia mulai lelah. "Satu kali lagi, buat video reels." Pintanya dengan tersenyum.Dengan sangat sabar Zia mengikuti permintaan temannya. "Sudah," ucapnya sambil memberikan ponsel Cila."Tunggu, satu lagi, video tiktok." Cila kembali merayu temannya. Zia menuruti kehendak temannya. Dengan sabar mengambil rekaman video tiktok. Entah sudah berapa kali gadis itu mengambil video tiktok dan menunggu Cila mengupdate dan kemudian mengambil lagi. Yunaindra tersenyum geli melihat Cila yang bertingkah udik. Melihat tingkah gadis-gadis itu, membuatnya hanya tertawa kecil. Namun secara diam-diam Yunaindra ikut serta mengambil video Zia dan Cila. Lumay
Tiara seakan tidak percaya ketika melihat rombongan dosen yang masuk kedalam ruangan dan kemudian duduk di kursi bagian depan yang disediakan khusus untuk dosen yang akan memberikan kata sambutan untuk mereka. "Abang Rhoma," gumamnya" Tiara memandang sosok yang begitu sangat dikenalnya dengan mulut yang sedikit terbuka. Diantara dosen-dosen yang sekarang duduk di depan, pria itu tampak paling muda dan juga paling tampan."Tiara, dosennya ganteng banget ya." Zia mencolok tangan Tiara. "Iya, ganteng banget dan masih muda. Sudah nikah belum ya," jawab teman Tiara bernama Cila. Tiara hanya diam saat mendengar teman-temannya berbicara. Sampai saat ini, ia masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Meskipun terpesona dengan dosen muda yang menjadi pusat perhatian para mahasiswi, namun tetap saja para mahasiswi itu diam dan fokus mendengarkan arahan dari Dekan fakultas mereka."Dosen-dosen yang duduk di depan ini, merupakan ketua jurusan dan koordinator prodi." Pria berkacamata ter
Setelah sampai di rumah Rafael dan mengantarkan pria itu dengan selamat, Tiara pamit untuk pulang ke kosnya. Ia akan mandi terlebih dahulu dan kemudian langsung ke kampus tempat kuliahnya. Semua ini seperti mimpi untuknya. Jika dulu Tiara hanya bisa bermimpi untuk menjadi seorang mahasiswa, namun hari ini mimpinya menjadi kenyataan. "Apa gak capek?" Rafael memandang kekasihnya. Dengan cepat Tiara menggelengkan kepalanya. "Hari ini belum kuliah, masih perkenalan akademik kampus," jelasnya. Rafael tersenyum dan berniat untuk mengusap kepala gadis tersebut. Namun dengan cepat Tiara mundur beberapa langkah. "Nanti ibu lihat," ucapnya yang menjaga jarak dengan pria tersebut.Rafael yang memahami kondisi hubungan mereka, hanya bisa menganggukkan kepalanya. "Ini kunci mobil." Rafael memberikan kunci mobil di tangannya.Dengan cepat Tiara menggelengkan kepalanya. "Pakai taksi aja.”"Bawa mobil aja, besok pagi jemput Abang." Rafael sedikit memaksa. Mana mungkin ia bisa tenang jika Tiara p
Tiara berdiri di luar ruangan. Ruangan yang saat ini menjadi tempat Rafael bertemu dengan klien, berjarak sekitar 3 ruangan dari tempat sebelumnya. Tiara dapat melihat dengan jelas. Tiga orang pria berpakaian pelayan masuk ke dalam ruangan sambil membawa makanan. Tidak lama ketiga pria itu keluar dengan wajah kesal. "Setelah ini, aku harus meminta kepada ibu dan pak Faizal, nama-nama orang yang harus diwaspadai." Batin Tiara. Apa yang tadi dicemaskan ternyata benar. Filing nya tidak meleset. Setelah 1 jam berjaga di luar ruangan, Tiara kembali masuk. Dilihatnya Rafael dan yang lainnya sedang makan. "Kenapa lama sekali?" Rafael memandang Tiara. Ketika Tiara keluar dari ruangan, ia tidak tenang namun saat Tiara berada di dalam ruangan, dadanya terasa panas. Apa lagi melihat cara Mr Yuna memandang Tiara. "Iya, kamar mandi antri." Tiara tersenyum dan menyantap makanannya.Rafael hanya membulatkan mulutnya saat mendengar jawaban Tiara. Meskipun merasa tidak nyaman, namun Tiara tetap b
Tiara duduk di kursi penumpang bersama dengan Sari. Sedang Adnan, dan Rafael, duduk di kursi depan. Kedua pria itu tidak berhenti berbicara mengenai pekerjaan. Tiara lebih banyak diam saat berada di dalam mobil. Matanya fokus memandang ke arah depan dan melirik ke kiri, ke kanan serta bagian belakang. Setelah mengambil sensor pelacak mobil yang selalu dipakai Rafael, setidaknya membuat hatinya sedikit lega, namun tetap selalu waspada. Jika alat sensor pelacak GPS itu di letak didalam mobil, itu artinya orang yang melakukan masih orang dekat. Karena terlihat cara kerjanya yang begitu sangat rapi dan bisa masuk ke dalam mobil yang sudah memiliki pengaman canggih seperti mobil Rafael.Adnan menghentikan mobilnya di sebuah restoran yang menjadi tempat mereka bertemu dengan rekan bisnisnya. "Sudah sampai," ucapnya sambil membuka sabuk pengaman. Rafael menganggukkan kepalanya dan memandang ke arah belakang. Pria itu menggeleng-gelengkan kepalanya saat melihat Tiara yang sudah turun dari d