Tatapan mata Diana tampak kaku dan tajam. Ia tidak peduli kepada para perempuan yang berpenampilan kurang menarik di depannya. Ia hanya memandang seorang lelaki yang mengenakan jaket biru navy di dekatnya. Langkahnya perlahan maju ke arah Alan. Senyuman tipis merekah dari bibir mungilnya. “Siapa kau?” tanyanya. “Apa kau Diana Hood?” Alan bertanya balik. “Aku yang bertanya terlebih dulu. Kenakan jau malah bertanya balik? Apa kau tidak diajarkan sopan santun?” Diana menatap lelaki di depannya. Matanya tampak melirik ke bibir Alan yang sedikit basah. “Maaf, tapi tolong jawab pertanyaanku dulu.” Alan menjawab dengan tenang. “Aku memang Diana. Tapi aku sudah lama tidak menggunakan nama belakangku. Karena ‘Hood’ sangat menjijikkan!” bisiknya. Ketika perempuan itu mendekat ke telinganya, ia melirik sedikit ke arahnya. Harum dari tubuh Diana membuat pikirannya melayang sejenak. Tapi sikap angkuh perempuan itu mengingatkannya pada Freya ketika pertama kali jumpa. “Wah, kau sungguh beran
Detak jantung lelaki itu tampak berpacu cepat. Sudah dua kali ia mendapati kejadian seperti ini. Didekati oleh para putri Hood sebelumnya tampak menjadi pelajaran berharga yang harus ia praktikan pada situasi sekarang. Meski Diana begitu menawan dan sangat sempurna, tapi Alan tidak bisa mengatakan ‘iya’ padanya. Kedua tangan Diana meraba halus punggung Alan sambil mengitari tubuhnya. Ucapan halus yang keluar dari bibir mungil perempuan itu membuat Alan haus akan belai seorang wanita. “Aku sudah menunggu lelaki yang sempurna sepertimu. Aku bisa memberikanmu semuanya, melebihi orang tua bernama Alexander Hood,” bisiknya. Tangannya melingkar lembut di kedua pundak Alan hingga ke belakang lehernya. Sayup matanya tampak menggugah detak jantung Alan yang terus berdenyut luar biasa. Entah sampai kapan perempuan itu terus merayunya. Pikirannya tampak melayang ke dunia yang belum pernah ia jelajahi. Lelaki yang pandai dalam persoalan senjata tidak selalu pandai menghadapi wanita. “Bagaiman
“Falsehood?!” Ralph tidak menyangka bila ditengah pestanya ia akan mendapatkan tamu tak terduga. “Bisa kita bicara sebentar? Aku ingin bicara berdua saja denganmu,” ucap Rahu. Ralph tahu benar dengan gangster yang memimpin wilayah Utara Megapolis. Mereka bukanlah orang-orang sembarangan. Terkenal angkuh dan taktis, tidak mengenal belas kasih, memiliki metode yang mirip dengan para assassin di wilayah Eropa. Pria tua itu pun berdiri dan meletakkan cerutu mahalnya di asbak yang sudah disediakan oleh anak buahnya. Ia menuntun Rahu menuju ke sebuah ruangan yang ada di ujung hall hotelnya. Banyak pasang mata yang menatap keduanya dengan rasa penasaran. Mereka seakan berbisik satu sama lain, bergosip tentang apa yang terjadi di tengah-tengah pesta. “Bos, apa kau yakin?” tanya sekretaris Ralph. Ia menghentikan langkah pria tua itu sebelum masuk ke dalam ruangan. Tidak ada yang bisa menolong Ralph saat di dalam. Ia takut bila orang asing dari utara akan membunuhnya. Meski ia yakin Sloth
[Maaf, untuk sementara waktu kalian tunggu di hotel saja. Atau kalian bisa berkeliling di kota ini untuk wisata.]Pesan singkat yang dikirimkan Alan membuat Freya geram. Ia adalah artis terkenal yang sekarang malah menjadi gembel di jalanan. Seenaknya saja hidupnya diatur oleh pesuruh ayahnya yang tidak mengenalnya dengan baik. Terlebih lagi, Elizabeth tampak biasa saja. “Apa kau tidak kesal?! Dia menyuruh kita menunggu di sini! Seakan-akan kita ini adalah—”“—wanita simpanannya?” sela Elizabeth. “Nah, itu kau tahu!” Freya masih tetap kesal. Elizabeth merapikan kembali pakaiannya ke dalam koper. Ia berpikir untuk berpindah tempat. Hotel remang-remang yang penuh suara desahan di malam hari tidak cocok baginya yang merindukan tubuh Alan. “Sebaiknya kita belanja dan mencari apartemen murah. Aku rasa kita akan tinggal lama di kota ini. Dan sebaiknya kau mengurus dirimu dan karirmu di kota ini. Mungki
“Maaf, Ayah. Tapi Alan harus kembali ke Raven City sore ini. Dan pernikahan ini tidak bisa diadakan secara dadakan! Aku tidak mau orang-orang berpikir bahwa putri dari seorang Billy Gibbon mengadakan pernikahan hanya menumpang di pesta ayahnya!” Diana berdiri dan memegang tangan Alan dengan erat. Ia menolak dengan tegas permintaan ayah tirinya. “Kalau begitu, aku beri waktu tiga hari untuk mengurus semuanya. Aku ingin kau sewa gedung dan vendor terkenal untuk pernikahanmu nanti. Aku juga akan menyebarkan undangan kepada teman-temanku.” Billy tersenyum. Ucapannya begitu santai, seakan-akan ia tidak memiliki beban. “Permisi.” Diana meminta Alan ikut dengannya. Semuanya tampak kacau. Ia tidak bisa bicara sama sekali perihal rencananya yang bisa mewarisi Gluttony tanpa harus menikah. “Ingat! Bila kau mau grup perusahaan ini jatuh ke tanganmu, kau harus menikah dan berikan aku cucu. Bila lelaki itu menolak menikah denganmu tiga hari ke depan, maka hubungi aku. Aku akan kenalkan dirimu
Ketika lelaki itu telah berada di jalan raya, ia segera menyetop satu taksi dan terus melirik dengan hati-hati ke arah kara penguntit. “Kita ke mana, Pak?”“Apa kau tahu komplek perumahan yang sepi di sekitar sini?”“Komplek? Oh, ada satu di ujung sana.”“Oke, kita ke sana. Aku sedang mencari rumah untuk tinggal. Mungkin saja di sana ada yang menjualnya.”Alan tampak tenang saat bicara dengan supir taksi yang terlihat heran dengan tujuan penumpangnya. Ia pun memacu kembali mobilnya. Tujuannya adalah komplek perumahan yang ambigu itu. Selama perjalanan, Alan menggunakan layar smartphone miliknya yang diarahkan ke kaca belakang. Melalui kamera bagian depan, ia mengintip para penguntit yang tampaknya masih mengikuti. Mobil Van putih yang biasa digunakan dalam ekspedisi barang melaju lumayan cepat dan terus membuntuti di belakang taksinya. Ketika lampu merah, taksinya berada tepat di depan zebra cross. Beberapa orang tampak menyeberang di depan pandangan Alan. Dan saat ia menoleh ke be
“Bos, apa sampai sini saja?” tanya salah seorang yang duduk di bangku depan. Alan menoleh ke apartemen kecil di pinggiran kota Angel City. Lingkungannya seperti tempat ia tinggal dulu semasa belum berada di Falsehood. Tapi bedanya, yang ia miliki hanyalah rumah susun yang sudah tampak kumuh. Tidak dicat, tidak dipelihara, dan kebanyakan penghuninya adalah orang-orang berekonomi rendah. “Aku turun di sini saja. Bila dua makhluk itu melihat aku diantar oleh sekelompok orang akan sangat bahaya.” Alan pun keluar dari mobil Van hitam milik anak buahnya. Sambil merapikan setelan jasnya, ia berjalan menuju ke lobi apartemen. Jalan raya di depan apartemen tidak terlalu padat seperti di pusat kota. Ia sangat senang karena dua perempuan itu bisa memilih tempat bersembunyi yang tepat. “Halo … kalian di lantai dan unit berapa?”[Kau meneleponku? Kukira kami sudah di blacklist karena sekarang kau sudah menjadi suami orang lain!]“Aku belum menikah. Tolong katakan di mana lokasi kalian. Ada hal
“Um … lakukanlah,” bisik Freya. Perempuan itu pasrah dengan apa yang akan terjadi. Tangan lelaki yang sebelumnya belum pernah meraba tubuhnya tampak lihai membuatnya hanyut dalam dimensi lain. Mata Freya tampak mengarah ke atas hingga pupilnya hanya terlihat warna putih saja. Suara napas yang terengah-engah membisik merdu di telinga Alan yang terus memainkan irama jantung napasnya. Ia tidak sedetik pun berhenti menyentuh lembutnya kulit perempuan itu. Desah candu yang merangsang kinerja otaknya tanpa sadar membawanya melalang buana ke inti dari sebuah kenikmatan. “Kecup aku … please ….” Freya meminta dengan lirih. Dan hal itu disanggupi. Tapi ketika rasa antara lembut bibir Freya dan detak jantungnya semakin dalam, Alan mengingat sepintas bayangan bosnya. Sesuatu hal yang membuatnya harus berhenti di sana. “Ada apa?” Freya heran karena lelaki yang ada di atasnya tampak melepas semua energi nafsunya. Alan terdiam sejenak sambil menatapnya dengan rapuh. “Maaf … aku … sepertinya me
“Sampai jumpa di neraka, Kak.” Senyuman tipis dan tatapan membulat ke arah tubuh Draco tampak membuat David seperti iblis yang meracau setelah berhasil menangkap mangsa. Lalu ia mempersilahkan kepada anak buahnya untuk membawa tubuh kakaknya dari restoran. Sebuah pemakaman yang sudah ia tentukan akan menjadi peristirahatan terakhir Draco. “Apa kapalnya sudah siap? Barang siap dikirim.”[Semua sudah siaga, Bos.]“Bagus. Tenggelamkan dia di laut lepas.”Lelaki itu menutup teleponnya. Perlahan ia duduk kembali dan memutar gelas kaca berisikan wine merah sambil mengendus sedikit harumnya. Tubuh Draco yang ada di depannya pun dimasukkan ke kantong mayat yang berasal dari plastik. Mereka segera membawanya pergi dari hadapan David. Sebuah mobil Van hitam ternyata telah terparkir di belakang restoran. Ada sekitar lima orang yang membantu memasukkan mayat Draco ke dalam Van melalui pintu belakang. Tapi hanya dua orang yang mengirim paket itu menuju ke lokasi. Supir dan penjaga yang duduk di
Alan bersandar di sandaran kursi mobil sport putih milik Diana. Kali ini, wanita itu tidak membiarkan Alan menjadi dominan. Ia yang menyetir, yang menentukan tujuan, dan akhir perjalanan di hari ini. Alan tidak tahu dirinya akan dibawa ke mana. Sepanjang perjalanan ia hanya melihat smartphone miliknya tanpa sekali pun mengobrol dengan wanita yang sedang fokus menyetir. Beberapa pesan singkat dari anak buahnya tampak meliputi rasa cemasnya. Saat Johnny memberitahu ke grup tertutup tentang dana gelap dan apa yang ia temukan di gudang terbengkalai, Alan merasa Beelzebub sengaja ingin mengincar dana itu dan dirinya. Tapi itu baru persepsinya saja. “Apa kau sedang chat dengan dua wanita itu?” Tiba-tiba Diana berkomentar. “Wanita? Oh, maksudmu kedua adikmu?” Alan menghentikan jemarinya mengetik pesan. Ia segera meletakkan kembali smartphone itu ke saku. “Apa mereka membuat onar lagi? Beritahu aku, biar aku yang membereskannya!” Diana melirik Alan dengan wajah gusar. “Mereka baik-baik s
Suara dari alarm smartphone membangunkan Freya yang kala itu terbangun. Perempuan itu tampak tertidur di ranjang rawat inap tempat Alan di rawat. Saat Freya berupaya mencari ke mana perginya lelaki yang ia temani semalaman, ternyata lelaki itu sudah tidak ada di sampingnya. “Alan? Dia ke mana?”“Kenapa aku yang malah tidur di ranjang ini?”Freya baru sadar kalau dirinya yang menempati ranjang milik Alan. Matanya yang masih sayup berupaya mencari Alan sambil memanggil namanya ke seluruh ruangan. Tapi sayangnya, kamar itu telah kosong. Freya bahkan mengecek kamar mandi, tapi tidak ada seorang pun disana. Ketika ia melihat jam di tangan kanannya, dirinya baru teringat kalau hari ini Alan akan menemui Diana. Tapi laki-laki itu belum pulih sebelumnya. Apa ia akan baik-baik saja? Apa lukanya akan terbuka? Apa ia akan bertemu dengan Beelzebub lagi? Semua pertanyaan itu tampak membuat Freya gila. Begitu cemasnya hingga membuat dirinya lari keluar kamar dan menuju ke kamar Johnny yang berada
[Aku sudah kirimkan undangan pernikahanku padamu. Awas saja bila kau tidak datang!]“Untuk adikku, aku pasti akan datang. Tapi apa kau yakin ingin menikahi pria itu?”[Apa maksudmu? A–Aku mencintainya.]“Benarkah? Baiklah, terserah kau saja kalau begitu.”[Ingat! Jangan lupa datang!]Pria asing itu menutup teleponnya. Senyuman kecil di bibirnya tampak meragukan Diana yang akan melakukan pernikahan itu dengan alasan karena mencintai Alan Dominic. Ia pun meminta kepada temannya untuk pergi ke tempat persembunyiannya. Ia ingin bersantai sejenak setelah menyapa musuhnya. ***Setelah beberapa jam berlalu Alan yang semula berada di pusat perbelanjaan saat ini sedang berada di ruang perawatan setelah dua butir peluru di keluarkan di tubuhnya. Ia terbaring di ranjang rumah sakit dan ditemani oleh Rahu yang baru kembali dari kamar Johnny. Perban menyelimuti beberapa area tubuhnya. Tapi yang menjadi kekhawatiran dari lelaki itu justru pria asing yang diduganya sebagai Beelzebub. Pikirannya ma
Pria asing itu tidak sekalipun menjawab pertanyaan Alan. Ia juga enggan membuka tudung dan kacamatanya. Jarak mereka yang agak jauh membuat Alan sulit mengenali wajahnya. Dan hal itu yang membuat Alan tampak gusar. “Hei, jawab pertanyaanku!” teriak lelaki itu. “Kenapa aku harus menjawabnya? Apa itu kewajiban?” sindirnya lagi. Kesabaran lelaki yang sedang mengkhawatirkan temannya itu setipis tisu. Ia tidak segan menodongkan pistol yang ia cabut dari belakang punggungnya. Ujung pistol tampak mengarah langsung ke wajah pria asing itu. “Oh, ternyata kau memiliki pistol. Ini menakjubkan. Baiklah, ayo kita berduel!” Ia tidak segan untuk menerima tantangan Alan yang telah menodongkan pistol ke arahnya. Dengan cekatan, pria itu melemparkan sebuah pisau kecil dengan cepat ke arah Alan. Sontak saja pelatuk pistol ditekan oleh Alan sambil menghindari pisau yang melesak ke arahnya. Dar!Suara
Freya segera menghentikan makannya. Kedua matanya tampak membulat. Ia tidak menyangka kalau orang brengsek yang ia temui tadi adalah orang yang dicari oleh mereka. Tapi Freya tidak merasa orang itu berasal dari keluarga kaya. Ia seperti biasa saja. “Apa kau tahu wajahnya? Kau melihatnya tadi?” Alan tampak bersemangat. Ia meminta Freya mengingat-ingat kembali perawakan orang itu. “A–Aku ingat. Tapi dia mengenakan kacamata. Tingginya juga lebih tinggi dariku. Sayangnya, aku tidak mengenalnya. Mungkin bila kau punya foto yang kau curigai sebagai Beelzebub, aku bisa mengenalnya dari situ. Apakah itu dia atau bukan,” jawab perempuan itu. Alan tersenyum tipis sambil mengembuskan napas. Ia merasa senang karena ada titik terang dari pencariannya. Dan ketika Freya melihat senyuman lelaki itu, ia meleleh dalam kaku. Lidahnya terasa kelu dan sulit untuk bicara. Pesona lelaki tampan dan berotot yang tiba-tiba senyum telah membuatnya senang dalam hati. “Kita mau ke mana lagi? Pulang ke apartem
Ucapan lelaki di depannya tidaklah mendasar. Tapi Freya melihat adanya ancaman yang seakan ingin melilitnya ketika melihat tatapan mata lelaki itu. Buas, haus darah, dan sangat tidak mudah ditebak. Ia belum pernah merasakan kengerian yang membuat benaknya takut sejenak. “Siapa kau?” tanyanya. Lelaki itu mendekat hingga wajahnya menghampiri telinga Freya. Dalam satu tarikan napas ia berkata, “Aku mimpi buruk kalian semua.” Setelah itu, lelaki itu pergi sambil melambaikan tangannya.Freya yang tidak mengerti maksudnya tidak mau ambil pusing dengan kelakuan pria psikopat yang datang tidak dijemput dan pergi semaunya seperti itu. “Apa dia iblis? Dia benar-benar psiko!” pikirnya dalam hati. Tapi ketika Freya hendak melanjutkan berkeliling, sesuatu tergeletak di jalan. Sebuah simbol yang tergambar di secarik kertas berukuran 5x5 cm itu tampak membentuk sebuah huruf ‘B’ besar yang diukir dengan detail dan ditambahkan ukiran gambar iblis. “Apa ini? Apa orang itu yang menjatuhkannya?” Fre
Reaksi Alan dan Rahu tampak terkejut. Keduanya saling memandang dan seakan berbicara dalam benak masing-masing. Apa yang sebelumnya diberitakan oleh Michael tampaknya merupakan informasi yang valid. Tapi sayangnya, Ferdinand Draco Gibbon adalah sosok yang belum pernah ditemui oleh Alan. Ia tidak tahu perawakannya seperti apa. “Siapa?” tanya Freya. Perempuan itu tidak tahu sama sekali tentang orang yang dibicarakan oleh si mata-mata. Namanya terdengar asing, tapi saat melihat raut wajah Alan yang serius, ia berpikir kalau dua lelaki di sampingnya mengenali pria itu. “Kenapa dia dicurigai? Dan kenapa hasil dari penyelidikan Gluttony bilang bahwa bukan dia si Beelzebub itu?” Alan penasaran. “Itu bermula pada pembunuhan sepuluh petinggi Gluttony dua tahun lalu. Mereka semua tewas dengan cap markah bergambar iblis Beelzebub. Cap itu sengaja ditinggalkan di tubuh korban untuk dikenali. Beberapa petinggi lainnya dan ketua telah mengadakan rapat besar kala itu. Dan sebuah nama menjadi ter
“Apa yang kau lakukan di situ?” Alan tidak menyangka bisa menemukan perempuan yang selalu gusar padanya. “Aku … aku hanya ingin menghirup udara segar. Ternyata temanmu ini sangat jago menyetir.” Alasan Freya tampak absurd. Alan merasa kesal dan heran. Ia menundukkan lehernya hingga sejajar dengan tinggi pintu mobil dan melirik ke arah wakil ketuanya yang bodoh. Tatapan Alan tampak mengancam pikiran Rahu yang kaku terdiam di posisinya. “Kenapa kau membawanya?” tanya Alan. “A–Aku … aku hanya … hanya tidak mau melihatnya membentakku terus!” Ucapan Rahu tampak aneh. Alasan yang dibuatnya tidaklah masuk akal. Wakil ketua gangster kalah dengan artis drama kemarin sore? Aneh, ‘kan?“Kau ingin bercanda denganku?” Alan tidaklah marah, tapi ia geram melihat tingkah konyol Rahu. “Lalu kenapa kalau aku mau ikut?! Nggak boleh?! Apa Diana sebegitu berharganya untukmu?” Tiba-tiba Freya meracau mengganggu percakapan antara Alan dan Rahu. Lelaki itu tahu bila watak perempuan di sampingnya sangat