Suara dari alarm smartphone membangunkan Freya yang kala itu terbangun. Perempuan itu tampak tertidur di ranjang rawat inap tempat Alan di rawat. Saat Freya berupaya mencari ke mana perginya lelaki yang ia temani semalaman, ternyata lelaki itu sudah tidak ada di sampingnya. “Alan? Dia ke mana?”“Kenapa aku yang malah tidur di ranjang ini?”Freya baru sadar kalau dirinya yang menempati ranjang milik Alan. Matanya yang masih sayup berupaya mencari Alan sambil memanggil namanya ke seluruh ruangan. Tapi sayangnya, kamar itu telah kosong. Freya bahkan mengecek kamar mandi, tapi tidak ada seorang pun disana. Ketika ia melihat jam di tangan kanannya, dirinya baru teringat kalau hari ini Alan akan menemui Diana. Tapi laki-laki itu belum pulih sebelumnya. Apa ia akan baik-baik saja? Apa lukanya akan terbuka? Apa ia akan bertemu dengan Beelzebub lagi? Semua pertanyaan itu tampak membuat Freya gila. Begitu cemasnya hingga membuat dirinya lari keluar kamar dan menuju ke kamar Johnny yang berada
Alan bersandar di sandaran kursi mobil sport putih milik Diana. Kali ini, wanita itu tidak membiarkan Alan menjadi dominan. Ia yang menyetir, yang menentukan tujuan, dan akhir perjalanan di hari ini. Alan tidak tahu dirinya akan dibawa ke mana. Sepanjang perjalanan ia hanya melihat smartphone miliknya tanpa sekali pun mengobrol dengan wanita yang sedang fokus menyetir. Beberapa pesan singkat dari anak buahnya tampak meliputi rasa cemasnya. Saat Johnny memberitahu ke grup tertutup tentang dana gelap dan apa yang ia temukan di gudang terbengkalai, Alan merasa Beelzebub sengaja ingin mengincar dana itu dan dirinya. Tapi itu baru persepsinya saja. “Apa kau sedang chat dengan dua wanita itu?” Tiba-tiba Diana berkomentar. “Wanita? Oh, maksudmu kedua adikmu?” Alan menghentikan jemarinya mengetik pesan. Ia segera meletakkan kembali smartphone itu ke saku. “Apa mereka membuat onar lagi? Beritahu aku, biar aku yang membereskannya!” Diana melirik Alan dengan wajah gusar. “Mereka baik-baik s
“Sampai jumpa di neraka, Kak.” Senyuman tipis dan tatapan membulat ke arah tubuh Draco tampak membuat David seperti iblis yang meracau setelah berhasil menangkap mangsa. Lalu ia mempersilahkan kepada anak buahnya untuk membawa tubuh kakaknya dari restoran. Sebuah pemakaman yang sudah ia tentukan akan menjadi peristirahatan terakhir Draco. “Apa kapalnya sudah siap? Barang siap dikirim.”[Semua sudah siaga, Bos.]“Bagus. Tenggelamkan dia di laut lepas.”Lelaki itu menutup teleponnya. Perlahan ia duduk kembali dan memutar gelas kaca berisikan wine merah sambil mengendus sedikit harumnya. Tubuh Draco yang ada di depannya pun dimasukkan ke kantong mayat yang berasal dari plastik. Mereka segera membawanya pergi dari hadapan David. Sebuah mobil Van hitam ternyata telah terparkir di belakang restoran. Ada sekitar lima orang yang membantu memasukkan mayat Draco ke dalam Van melalui pintu belakang. Tapi hanya dua orang yang mengirim paket itu menuju ke lokasi. Supir dan penjaga yang duduk di
Alan Dominic turun dari sebuah jet privat yang terparkir di hangar bandara khusus dengan tatapan tajam. Ia berjalan santai dengan setelan baju seadanya tanpa mengenakan aksesoris mewah di tubuhnya. Beberapa jam yang lalu, ia baru saja memakamkan Alexander Hood, guru sekaligus ketua gangster terkenal dan terkaya di negara Megapolis.‘Pergilah cari enam putriku, mereka dalam bahaya!’Itulah kata terakhir yang terucap dari Alex sebelum akhirnya ia meninggal dengan misterius. Sebelum menjadi tangan kanan sang ketua mafia terbesar dan terkaya itu, Alan hanyalah anak yatim piatu yang hidup dengan keadaan miskin. Ia pun tidak bekerja kecuali berdagang di kampungnya yang telah dibakar oleh kelompok mafia bengis.Namun, kedatangan kelompok milik Alexander Hood mengubah kampungnya menjadi lebih makmur. Bahkan, Alan dan beberapa pemuda di kampungnya diadopsi langsung oleh Alexander dan ditempa menjadi anggota mereka. Tapi hal berbeda justru terjadi pada Alan. Ia malah dijadikan tangan kanannya.
Sejak awal, ia telah menghalangi sosok ketua mafia terbesar dan terkaya di negara Megapolis. Bahkan, ia mengatainya dengan kata ‘gembel’!“Tu… Tuan… Maafkan ketidaktahuan saya…” Si pria langsung bersujud memohon ampun. Orang-orang yang ada di sekitar mereka menatapnya dengan aneh. Bagaimana bisa seseorang dengan tampilan jas mewah bersujud pada laki-laki berpakaian lusuh? Apa yang terjadi?“Jangan pernah lengah atas semua perintah atasanmu.…” Alan kembali menatap nametag pria itu, “Dovioso.”Ia menepuk pundak pria itu dan menatap sosok yang sejak tadi bergetar ketakutan sebab ulah bawahannya itu.“Segera antar aku ke mobil. Aku harus segera bertemu dengan putri-putri Alex!”Beberapa menit kemudian, Alan baru saja memasuki pusat kota Midway City. Untuk menuju ke acara itu, ia harus bersabar. Beberapa antrian kendaraan tampak berbaris di depannya. Sepertinya ia akan memakan waktu untuk bisa sampai di sana. “Sial!” Alan mencari jalur tercepat dari peta online. Tapi saat ia sedang sib
“Apa kau punya nomor telepon si putri keenam?”[Aku akan mengirimkannya.]Alan tampak khawatir. Sepertinya ia tidak bisa sampai tepat waktu ke lokasi ‘Gala Dinner’. Dengan sedikit improvisasi, ia mengirimkan pesan kepada Freya Hood untuk tetap di dalam gedung. [Hei, maaf mengganggu. Tapi aku adalah kenalan ayahmu. Apa boleh aku meminta kepadamu? Tolong tetaplah di dalam gedung sampai aku tiba. Jangan sekali-kali keluar atau bercengkrama dengan orang asing. Kenapa? Karena kau dalam bahaya sekarang.]Pesan itu sampai ke layar smartphone milik Freya. Perempuan itu membukanya di tengah-tengah keadaannya yang tidak kondusif. Ia berpikir kalau orang yang mengirimkan pesan kepadanya adalah orang bodoh yang tidak tahu diri. Seenaknya saja orang asing yang tidak ia kenal menyuruhnya untuk tetap berada di dalam gedung. “Menyebalkan! Sudah mengganggu, ditambah lagi dia telat datang dan menyuruhku untuk tetap di dalam gedung?! Maa saja, tapi aku bukanlah anak kecil yang bisa seenaknya diperint
“Jadi, ini adalah tempatmu?” Alan memarkir mobilnya di basemen sebuah gedung apartemen mewah di pinggir kota yang terkenal dengan griya tawangnya. “Jangan bicara. Aku benci laki-laki yang banyak bicara seperti wanita!” Freya melangkah meninggalkan lelaki itu dengan wajah sinis. Ia menuju ke lift yang ada di seberang mobil Alan yang terparkir. Setelah memacu jantung di jalan tol beberapa jam lalu, saat ini perempuan itu merasa kembali tenang karena sudah sampai di tempatnya. Ia juga meminta kepada asisten pribadinya untuk jangan ke unit griya tawangnya dulu. Ia butuh memperjelas keperluan lelaki aneh yang tiba-tiba datang mengaku sebagai orang suruhan ayahnya. Alan pun mengikuti perempuan itu untuk masuk ke dalam lift. Tidak ada pembicaraan. Keduanya saling menjaga jarak. Tampak di pantulan dinding lift yang terbuat dari cermin, keduanya saling mencuri pandang. Tapi mereka ragu untuk memulai pembicaraan.Lelaki itu takut mengganggu kenyamanan perempuan di dekatnya. Akhirnya yang ia
“Ini adalah tempatnya.” Dengan mengenakan earphone di telinga, Freya menghubungi lelaki yang sudah berada di belakang gedung tua. Ia pun juga baru tiba di seberang gedung itu. Dengan mobil Alan, ia mendekati pintu masuk gedung yang sudah dijaga oleh para pria berjas hitam. Mereka tampak kaku dan berbadan kekar. Tapi itu bukan masalah. Freya tetap masuk tanpa rasa takut. “Freya Hood… akhirnya kau datang juga.” Seorang pria agak lebih tua menyambutnya tepat di depan lobi gedung. Saat Freya turun dari mobil, ia melihat ke seluruh penjuru gedung. Tampaknya kacamata yang ia kenakan adalah milik Alan. Di setiap sisi sudut kacamata terdapat kamera kecil yang merekam dan melihat keadaan yang dilihat oleh Freya. “Aku akan masuk ke dalam gedung.” Setelah Freya memberitahu jumlah para mafia busuk itu, ia pun diajak masuk oleh si pria yang menyambutnya. Di sisi belakang gedung, Alan menyelinap menggunakan rompi anti peluru dan perlengkapan bersenjata lengkap. Ia seperti pemburu yang ingin me