“Ini adalah tempatnya.” Dengan mengenakan earphone di telinga, Freya menghubungi lelaki yang sudah berada di belakang gedung tua. Ia pun juga baru tiba di seberang gedung itu.
Dengan mobil Alan, ia mendekati pintu masuk gedung yang sudah dijaga oleh para pria berjas hitam. Mereka tampak kaku dan berbadan kekar. Tapi itu bukan masalah. Freya tetap masuk tanpa rasa takut.“Freya Hood… akhirnya kau datang juga.” Seorang pria agak lebih tua menyambutnya tepat di depan lobi gedung.Saat Freya turun dari mobil, ia melihat ke seluruh penjuru gedung. Tampaknya kacamata yang ia kenakan adalah milik Alan. Di setiap sisi sudut kacamata terdapat kamera kecil yang merekam dan melihat keadaan yang dilihat oleh Freya.“Aku akan masuk ke dalam gedung.” Setelah Freya memberitahu jumlah para mafia busuk itu, ia pun diajak masuk oleh si pria yang menyambutnya.Di sisi belakang gedung, Alan menyelinap menggunakan rompi anti peluru dan perlengkapan bersenjata lengkap. Ia seperti pemburu yang ingin menghabisi mangsanya.“Aku sudah masuk.” Freya berbisik kecil.[Aku juga masuk.]Alan merangsak melalui pintu belakang yang tampak sepi. Saat pintu dibuka sedikit saja, ia melihat ada dua orang yang berjaga. Dengan menggunakan jarum sepanjang delapan sentimeter, ia melumpuhkan kedua orang itu dengan menyerang titik saraf di lehernya. Keahlian Alan yang mampu menggunakan berbagai bidang seni bela diri sangatlah luar biasa.Setelah itu, ia masuk ke dalam melalui tangga darurat yang tidak jauh darinya. Gedung itu memiliki akses tangga darurat, eskalator dan lift yang sudah mati. Maklum saja, gedung itu bekas sebuah pusat perbelanjaan yang begitu megah.Dengan berjalan begitu berhati-hati, ia melumpuhkan setiap orang berjas hitam di lantai dua tanpa menarik perhatian sedikitpun. Alan terus jalan dan akhirnya melihat Freya yang ada di ujung seberang koridor lainnya. Perempuan itu sedang diarak dengan sekumpulan orang berjas hitam. Mereka naik eskalator menuju ke lantai tiga.“Apa kau tahu bila ayahmu sangat menyebalkan!” Pria itu terus meracau tiada henti.“Maaf, tapi aku tidak berhubungan dengan ayahku lagi sejak umur sepuluh tahun,” ungkap Freya. Ia ingin sekali meninju wajah pria yang sombong itu.“Apa dia membuangmu?” sindir pria itu.“Entahlah…. Lagipula, dari mana kalian tahu kalau aku adalah putri Hood?” tanya Freya.“Selain ada nama ‘Hood’ di belakang namamu, kami mengetahuinya dari intelijen rahasia kelompok Sloth yang bekerja sama dengan kami,” ungkap pria itu.“Sloth? Siapa itu? Aku bahkan asing dengan nama itu,” ungkap Freya.“Sloth adalah gangster penguasa dari Midway City. Mereka adalah salah satu dari kelompok The Seven Deadly Sins; organisasi gabungan dari para gangster negeri ini yang paling ditakuti oleh organisasi gangster dunia lainnya,” jelas pria itu.“Bagus sekali. Namanya sangat mengancam dan menakutkan. ‘Tujuh dosa paling mematikan’ atau The Seven Deadly Sins adalah penggalan dari kisah tujuh iblis yang dikutuk. Apa ‘Sloth’ menginterpretasikan salah satu iblis itu?” Freya tampak penasaran. Ia pernah sekali membaca tentang kisah legenda tujuh iblis yang menjadi model dari tujuh dosa paling mematikan pada suatu naskah film.“Benar sekali. Ternyata kau pintar juga,” sindir pria itu.Mereka akhirnya sampai di lantai tiga. Freya terus dibawa mengikuti gerombolan itu menuju ke ujung gedung. Di lain sisi, Alan terus bergerak dari koridor seberang tanpa menunjukkan dirinya layaknya seorang Assassin. Saat Freya sampai di ujung koridor, ia melihat asistennya tengah duduk di kursi lipat dengan keadaan kedua tangan, kaki dan mulutnya diikat.“Rose!” Freya berteriak, namun tidak terlalu keras.“Lepaskan dia! Kau sudah mendapatkanku, ‘kan?!” Freya menatap tajam ke arah pria itu.“Kau pikir kami akan melepaskan dia dan menggantinya denganmu? Kenapa kami harus melakukan itu? Padahal kami bisa mengubur kalian di basemen gedung ini!” Pria itu menyeringai dengan tatapan tajam.“Bajingan! Brengsek! Aku bersumpah akan membunuhmu!” Freya mengutuk.Perempuan itu dicengkeram oleh para pria berjas lainnya. Meski ia memberontak, genggaman tangan mereka tidak bisa dilepaskan oleh Freya.“Lepaskan!”“Apa perlu kami memakaimu secara bergiliran?”Senyuman licik pria itu membuat Freya ingin muntah. Ia meludahinya tepat di wajah.Plak!“Dasar perempuan gila!” Pria itu menampar wajah Freya dengan begitu keras.“Alan! Bunuh para bajingan ini!” Perempuan itu berteriak sangat keras hingga bergema di seluruh gedung.“Roger!”Alan menampakkan dirinya dengan membawa dua pistol yang terpasang oleh peredam suara. Ia menembaki mereka dengan membabi-buta tanpa jeda. Dan sekali ia menembak, pelurunya bersarang tepat di dahi atau dada mereka. Inilah si jenius senjata api yang dijuluki sebagai penembak jitunya Falsehood.Saat fokus beberapa orang yang memegangnya teralihkan, Freya segera berontak dan melepaskan diri. Granat asap yang disembunyikannya di dalam kantong ia tekan dan dilempar ke arah depan.“Rasakan ini!” Freya menembak pria yang suka meracau tepat di dahinya.Dan dalam keadaan asap mulai menyelimuti sekitarnya, perempuan itu terus merangsak maju untuk menolong Rose. Di lain sisi, Alan bertarung dengan beberapa orang berjas hitam yang tersisa. Dengan gerakan bela diri yang digabungkan dua pistol di kedua tangannya, ia membunuh lima orang dengan begitu cepat.“Kalian adalah anggota geng yang kami bantai semalam, ‘kan?” Alan bertanya. Kakinya tampak menginjak dada pria itu. Dan ujung pistolnya tepat mengarah ke dahi si pria.“Bajingan! Kau akan merasakan kemarahan kelompok Wolf Gang!” Pria itu meracau.“Wolf Gang sudah mati. Aku… Alan Dominic; menyatakan telah membantai seluruh geng Wolf Gang.” Tidak lama kemudian, Alan menembak pria malang itu.Saat asap yang disebabkan oleh granat mulai semakin menyebar, Freya segera mengeluarkan asistennya dari kepulan asap itu. Ia berhasil membebaskan Rose yang tampak babak belur.“Rose, bertahanlah. Aku akan membawamu ke rumah sakit.” Freya menopang tubuh asistennya itu.“Apa kalian baik-baik saja?” Alan menghampiri keduanya.“Menurutmu?!” Freya tampak kesal.Alan hanya bisa tersenyum kecil. Ia membantu Freya membawa asistennya itu keluar dari gedung tua. Tapi saat hendak menuju ke pintu depan, banyak mobil yang baru saja tiba dan parkir di depan pintu lobi. Mobil-mobil berwarna hitam itu bukanlah polisi. Alan tahu benar dengan lambang stiker yang tertera di kaca depan mereka.“Kita lewat belakang. Ayo, cepat!” Alan memilih untuk menggendong Rose untuk mempercepat langkahnya. Dari belakang, Freya mengikutinya.“Siapa mereka? Apa mereka berasal dari kelompok yang kita bunuh tadi?” tanya Freya.“Mereka adalah orang-orang gila yang jauh lebih mematikan dari kelompok yang kita bantai tadi. Mereka adalah ‘Sloth’, salah satu anggota dari organisasi The Seven Deadly Sins,” ungkap Alan Dominic.Ia terus lari sambil menggendong Rose hingga menyeberangi jalan dan masuk ke dalam gang-gang kecil untuk mengecoh para gangster itu.Di lain sisi, salah satu petinggi Sloth turun dari mobil. Ia baru menerima laporan kalau kelompok Wolf Gang di Utara dan yang ada di wilayahnya telah dibantai.Wolf Gang adalah kelompok binaan Sloth yang menjadi mata-matanya. Petinggi itu juga mendapatkan kabar kalau Raven City telah kehilangan ketuanya, yaitu Alexander Hood dari Falsehood. Tapi ia masih belum puas sebelum melihat Falsehood hancur berkeping-keping.“Tuan Reyes, kami tidak bisa menemukannya. Sepertinya dia sudah kabur. Dan bila dilihat bagaimana para anggota Wolf Gang tewas, ini bukan pekerjaan dari seorang artis terkenal. Ada pembunuh profesional yang menemaninya,” pikir salah satu anak buah Reyes; tangan kanan dari ketua Sloth.“Apa mungkin dia adalah si pengganti Hood yang bersama si artis itu?” pikir Reyes.“Mungkin saja. Tapi kami akan mencoba melacaknya. Aku merasa dia belum jauh dari sini.” Anak buah Reyes segera memberikan perintah ke anggota lainnya untuk berpencar dan menyusuri setiap jalan di wilayah itu.“Alexander Hood! Aku akan menghabisi kelompokmu dan putrimu!” ungkap Reyes sambil memainkan cincin berlambang iblis Belphegor; lambang dari kelompok Sloth.“Apa kau tidak punya tempat aman di luar kota?” tanya Alan. Mereka berhasil menjauh sekitar tiga blok.“Apa mungkin mereka mendatangi griya tawangku?” Freya cemas.“Menurutmu?!” Alan tampak gelisah. Ia harus berpikir cepat sebelum kelompok Sloth mengejar mereka.“Baiklah, kalah begitu kita ke rumah ibuku saja,” pikir Freya. Ia menyetop taksi.Alan membawa Rose masuk terlebih dulu, lalu Freya menemani asistennya duduk di belakang. Sedangkan Alan memilih untuk duduk di samping supir.“Kita ke mana, Pak?” tanya supir.“Campville, yang ada di selatan kota ini,” jawab Freya.“Ini rumah ibumu?” Alan terkejut dengan luasnya rumah ibu seorang artis. Mungkin luasnya bisa disamakan dengan luas lapangan bola. “Dia sangat suka berkebun dan membuat beberapa pendopo. Tidak mungkin, ‘kan aku memberikannya apartemen. Dia mungkin akan menggantung setiap tanaman di setiap sudut ruangan dan di balkon apartemen.” Freya teringat dengan awal pertama kali ia mengajak ibunya menginap di griya tawangnya. Banyak sekali tanaman yang diletakkan di setiap sudut unitnya. Perempuan itu mengajak Rose dan Alan masuk ke dalam. Tidak ada penjaga di gerbang masuk. Tidak ada bodyguard yang berjaga di setiap sudut rumah. Lelaki itu merasa Freya terlalu santai. Bahkan sebagai seorang artis, ia tidak memiliki bodyguard untuk mengawalnya. Klek!“Freya?” Fanny; ibu di artis menyambut mereka.Alan menelan ludah, namun cepat-cepat ia membuang pandangannya dari sosok perempuan paruh baya yang cantik itu.Bagaimana tidak, di usianya yang sudah menginjak kepala 5, wajahnya masih begitu cantik.
“Freya, to–tolong hentikan.” Alan menelan salivanya. Denyut jantung yang semula berirama santai tiba-tiba berpacu cepat. Perempuan itu melepaskan genggaman Alan pada tangannya dan kembali meraba dada lelaki itu yang hanya berbalut kaos tipis saja. Gerak tangan perempuan itu sungguh meninggalkan jejak yang membuat Alan terus menatap bibir Freya yang terus terbuka kecil. Tanpa peringatan, Freya berjinjit untuk menyamai tinggi Alan yang jauh diatasnya. Ia terus melihat bibir Alan yang tampak mungil dan tenang. Sambil melingkarkan kedua tangannya ke belakang pundak lelaki itu, Freya mencoba mengendus sedikit harumnya leher Alan. Saat ia ingin menuju ke bibir mungil itu, dengan sigap Alan memalingkan kepalanya. Mata Freya membesar sambil menghentikan aksinya. Ia melihat ekspresi Alan yang tampak tidak peduli padanya. “Sebaiknya kau segera tidur. Aku juga akan kembali ke kamarku.” Lelaki itu melepaskan genggaman tangan Freya yang masih memeluk erat dirinya dengan perlahan. “Apa aku tid
“Kau akan menyesal telah menodongkan pistol itu,” ungkap Alan. “Aku tahu kau berasal dari gangster Falsehood.” Pria itu mendekatkan dirinya ke Alan. Ujung pistol semakin mendesak punggung lelaki yang tampak tenang. “Baiklah, terserah kau saja.” Alan membuang napas panjang. Lelaki itu mulai berbalik dengan cepat dan menepis lengan pria yang menodongkan pistol dengan begitu cepat. Gerakan mengelak Alan disertai dengan serangan cepat ke arah leher pria yang mulai kehilangan keseimbangannya. Belum sempat ia menekan pelatuk, pria itu telah tergeletak tidak sadarkan diri di lantai lift. Alan segera mengatur posisi pria itu seakan-akan ia pingsan secara natural sebelum pintu lift terbuka. Lelaki itu pun mengambil beberapa barang di dalam saku jaket yang dikenakan pria yang menyerangnya, setelah itu ia keluar dari lift. Untungnya tidak ada orang yang menunggunya di luar. “Ada penyusup. Tolong patroli di dalam gedung.”Alan memberi perintah ke anak buahnya. Ia bergegas menuju ke studio tal
“Kita harus menghentikan acara ini sekarang!” pikir Alan. Tapi ia tidak tahu harus berbuat apa. Bila ia memaksa ke kru talk show, maka anak buah Jerome Legolas pasti tidak akan membiarkannya. “Dengan cara apa? Kita sedang siaran langsung di televisi. Bila kita hentikan, orang-orang yang menonton di luar sana pasti akan bertanya-tanya,” jawab Rose. Perempuan itu melihat mata bosnya yang seakan mengatakan ‘tolong hentikan acaranya!’ dengan begitu jelas. Freya tidak bisa lagi bersabar dan berusaha tenang setelah mendengar ocehan dari pria sok kenal di sampingnya. “Tolong matikan jaringan listrik gedung ini. Kita harus menghentikan acaranya.”[Baik, Bos.]Alan meminta kepada para anak buahnya. Tapi saat mereka ingin mengerjakan perintah Alan, tiba-tiba jaringan listrik di ruangan itu mati total. Alhasil, kamera, lampu, dan semua yang bersumber dari listrik tidak bisa menyala. Anehnya, siaran langsung yang sedang berlangsung di televisi tetap berjalan. Sebuah siaran pendek menggantikan
“Kita sedang dibuntuti.” Alan membanting setir dan menuju ke sisi lain kota Midway City. “Apa kita tidak bisa langsung ke rumah mama saja?” Freya tampak khawatir. “Jarak mereka sangat dekat. Sepertinya ada mata-mata mereka di sepanjang jalan Midway City. Kita harus mengelabui dan membuat mereka kebingungan dengan tujuan kita,” pikir Alan. Mobil Van terus melaju ke disi barat kota Midway City. Ini adalah daerah yang asing bagi Alan, tapi ia tidak punya pilihan lain selain membawa para perempuan itu pergi menjauh. Tidak lama berselang, beberapa mobil yang membuntuti mereka terlihat di kaca spion. Alan memacu lebih cepat mobilnya agar jarak mereka dengan para pengejar tetaplah jauh. Rose yang duduk di samping bosnya terus bicara kecil sambil menggenggam secarik kertas yang ia remas. Perempuan itu sangat panik hingga tatapan matanya kosong melotot ke arah jok depan. “A–apa kali ini kita akan mati?” Rose tidak berani menatap yang lain. “Rose, tenangkan dirimu. Bila kita mati, aku aka
“Sepertinya mereka berhasil melacak ibumu. Mungkin aku bisa melacak mereka di mana sekarang,” pikir Elizabeth. “Apa dia memberitahu tempatnya? Atau ancaman lainnya?” tanya Alan.“Dia hanya bilang Mama ada ditangan mereka. Setelah itu, teleponnya dimatikan.” Perempuan itu tampak khawatir. Ia duduk di kursi lipat berwarna hitam sambil diselimuti oleh jaket berbulu. Rose, asistennya, tepat ada di sampingnya untuk menjaga perempuan yang sedang rapuh itu. “Baiklah. Sebaiknya kau ganti bajumu dulu. Elizabeth, apa kau punya baju ganti untuknya?” Alan bertanya. “Aku punya. Tapi aku tak tahu apa bajuku sesuai seleramu atau tidak.” Hacker urakan itu beranjak dari depan komputernya. Ia memandu Rose untuk menuju ke lemari pakaian. Wajah Freya tampak termenung dan menunduk. Pikirannya seakan berputar-putar melewati labirin yang tiada ujungnya. Ia ragu untuk bilang kepada lelaki yang tampak serius menjaga dirinya. Sebelum telepon dari Jerome terputus, pria itu mengatakan bahwa Fanny berada di s
“Lepaskan!” Freya menendang selangkangan Jerome lumayan keras hingga pria itu berteriak dan jatuh ke sampingnya. Meski genggaman Jerome terlepas, tapi saat Freya ingin pergi dari ranjang dengan merangkak ke samping, lelaki itu kembali menarik kakinya hingga ia terjebak kembali dalam belenggu cengkeraman tangan Jerome. “Aku tidak akan melepaskanmu!” Candu dari harumnya tubuh Freya mulai mengganggu akal sehat Jerome. Ia terus mengendus nikmatnya harum tubuh perempuan yang tampak meronta-ronta itu. Begitu banyak teriakan yang sering dilontarkan Freya membuatnya sempat berpikir tidak ada orang lain yang akan menolongnya. Hingga ia berada di titik bahwa dirinya hanya sendirian. Dengan perasaan kecewa, akhirnya Freya berhenti memberontak. Perlahan ia melemaskan otot-otot tangannya dan mulai menerima cumbu yang menodainya. Jerome melingkarkan tangan kanannya ke belakang leher perempuan itu. Kecupan kecil tersemat lembut di leher Freya. Perempuan itu mulai menggeliat tidak berdaya ketika
[Bos, enam sniper telah siap di lokasi masing-masing.]“Oke! Bunuh mereka semua!”Ternyata Alan masih memiliki satu earphone lagi di telinga satunya. Setelah ia mematikan kontak dengan Elizabeth, lelaki itu menyalakan kontak dengan anak buahnya. Seluruh anggota yang semula mengikuti Alan ke studio talk show telah menyebar ke area di sekitar hotel milik Jerome. Enam sniper telah mengepung hotel itu. Lalu beberapa orang berpakaian preman menjumpai beberapa anak buah Jerome melalui pintu belakang di lantai dasar. Kedua gangster itu saling baku hantam dan menjadikan hotel penuh romantis menjadi arena duel maut. “Siapkan helikopter untukku. Aku akan menyusul para perempuan itu.”Alan menghabisi beberapa orang yang masih berusaha membunuhnya. Di dalam asap putih, sang Assassin memburu mereka seperti seekor kucing sedang memenggal kepala para tikus. [Helikopter akan datang lima menit lagi.]Salah satu anak buah Alan mengkonfirmasi kedatangan tumpangan bos mafia itu. Dengan melemparkan pi
“Sampai jumpa di neraka, Kak.” Senyuman tipis dan tatapan membulat ke arah tubuh Draco tampak membuat David seperti iblis yang meracau setelah berhasil menangkap mangsa. Lalu ia mempersilahkan kepada anak buahnya untuk membawa tubuh kakaknya dari restoran. Sebuah pemakaman yang sudah ia tentukan akan menjadi peristirahatan terakhir Draco. “Apa kapalnya sudah siap? Barang siap dikirim.”[Semua sudah siaga, Bos.]“Bagus. Tenggelamkan dia di laut lepas.”Lelaki itu menutup teleponnya. Perlahan ia duduk kembali dan memutar gelas kaca berisikan wine merah sambil mengendus sedikit harumnya. Tubuh Draco yang ada di depannya pun dimasukkan ke kantong mayat yang berasal dari plastik. Mereka segera membawanya pergi dari hadapan David. Sebuah mobil Van hitam ternyata telah terparkir di belakang restoran. Ada sekitar lima orang yang membantu memasukkan mayat Draco ke dalam Van melalui pintu belakang. Tapi hanya dua orang yang mengirim paket itu menuju ke lokasi. Supir dan penjaga yang duduk di
Alan bersandar di sandaran kursi mobil sport putih milik Diana. Kali ini, wanita itu tidak membiarkan Alan menjadi dominan. Ia yang menyetir, yang menentukan tujuan, dan akhir perjalanan di hari ini. Alan tidak tahu dirinya akan dibawa ke mana. Sepanjang perjalanan ia hanya melihat smartphone miliknya tanpa sekali pun mengobrol dengan wanita yang sedang fokus menyetir. Beberapa pesan singkat dari anak buahnya tampak meliputi rasa cemasnya. Saat Johnny memberitahu ke grup tertutup tentang dana gelap dan apa yang ia temukan di gudang terbengkalai, Alan merasa Beelzebub sengaja ingin mengincar dana itu dan dirinya. Tapi itu baru persepsinya saja. “Apa kau sedang chat dengan dua wanita itu?” Tiba-tiba Diana berkomentar. “Wanita? Oh, maksudmu kedua adikmu?” Alan menghentikan jemarinya mengetik pesan. Ia segera meletakkan kembali smartphone itu ke saku. “Apa mereka membuat onar lagi? Beritahu aku, biar aku yang membereskannya!” Diana melirik Alan dengan wajah gusar. “Mereka baik-baik s
Suara dari alarm smartphone membangunkan Freya yang kala itu terbangun. Perempuan itu tampak tertidur di ranjang rawat inap tempat Alan di rawat. Saat Freya berupaya mencari ke mana perginya lelaki yang ia temani semalaman, ternyata lelaki itu sudah tidak ada di sampingnya. “Alan? Dia ke mana?”“Kenapa aku yang malah tidur di ranjang ini?”Freya baru sadar kalau dirinya yang menempati ranjang milik Alan. Matanya yang masih sayup berupaya mencari Alan sambil memanggil namanya ke seluruh ruangan. Tapi sayangnya, kamar itu telah kosong. Freya bahkan mengecek kamar mandi, tapi tidak ada seorang pun disana. Ketika ia melihat jam di tangan kanannya, dirinya baru teringat kalau hari ini Alan akan menemui Diana. Tapi laki-laki itu belum pulih sebelumnya. Apa ia akan baik-baik saja? Apa lukanya akan terbuka? Apa ia akan bertemu dengan Beelzebub lagi? Semua pertanyaan itu tampak membuat Freya gila. Begitu cemasnya hingga membuat dirinya lari keluar kamar dan menuju ke kamar Johnny yang berada
[Aku sudah kirimkan undangan pernikahanku padamu. Awas saja bila kau tidak datang!]“Untuk adikku, aku pasti akan datang. Tapi apa kau yakin ingin menikahi pria itu?”[Apa maksudmu? A–Aku mencintainya.]“Benarkah? Baiklah, terserah kau saja kalau begitu.”[Ingat! Jangan lupa datang!]Pria asing itu menutup teleponnya. Senyuman kecil di bibirnya tampak meragukan Diana yang akan melakukan pernikahan itu dengan alasan karena mencintai Alan Dominic. Ia pun meminta kepada temannya untuk pergi ke tempat persembunyiannya. Ia ingin bersantai sejenak setelah menyapa musuhnya. ***Setelah beberapa jam berlalu Alan yang semula berada di pusat perbelanjaan saat ini sedang berada di ruang perawatan setelah dua butir peluru di keluarkan di tubuhnya. Ia terbaring di ranjang rumah sakit dan ditemani oleh Rahu yang baru kembali dari kamar Johnny. Perban menyelimuti beberapa area tubuhnya. Tapi yang menjadi kekhawatiran dari lelaki itu justru pria asing yang diduganya sebagai Beelzebub. Pikirannya ma
Pria asing itu tidak sekalipun menjawab pertanyaan Alan. Ia juga enggan membuka tudung dan kacamatanya. Jarak mereka yang agak jauh membuat Alan sulit mengenali wajahnya. Dan hal itu yang membuat Alan tampak gusar. “Hei, jawab pertanyaanku!” teriak lelaki itu. “Kenapa aku harus menjawabnya? Apa itu kewajiban?” sindirnya lagi. Kesabaran lelaki yang sedang mengkhawatirkan temannya itu setipis tisu. Ia tidak segan menodongkan pistol yang ia cabut dari belakang punggungnya. Ujung pistol tampak mengarah langsung ke wajah pria asing itu. “Oh, ternyata kau memiliki pistol. Ini menakjubkan. Baiklah, ayo kita berduel!” Ia tidak segan untuk menerima tantangan Alan yang telah menodongkan pistol ke arahnya. Dengan cekatan, pria itu melemparkan sebuah pisau kecil dengan cepat ke arah Alan. Sontak saja pelatuk pistol ditekan oleh Alan sambil menghindari pisau yang melesak ke arahnya. Dar!Suara
Freya segera menghentikan makannya. Kedua matanya tampak membulat. Ia tidak menyangka kalau orang brengsek yang ia temui tadi adalah orang yang dicari oleh mereka. Tapi Freya tidak merasa orang itu berasal dari keluarga kaya. Ia seperti biasa saja. “Apa kau tahu wajahnya? Kau melihatnya tadi?” Alan tampak bersemangat. Ia meminta Freya mengingat-ingat kembali perawakan orang itu. “A–Aku ingat. Tapi dia mengenakan kacamata. Tingginya juga lebih tinggi dariku. Sayangnya, aku tidak mengenalnya. Mungkin bila kau punya foto yang kau curigai sebagai Beelzebub, aku bisa mengenalnya dari situ. Apakah itu dia atau bukan,” jawab perempuan itu. Alan tersenyum tipis sambil mengembuskan napas. Ia merasa senang karena ada titik terang dari pencariannya. Dan ketika Freya melihat senyuman lelaki itu, ia meleleh dalam kaku. Lidahnya terasa kelu dan sulit untuk bicara. Pesona lelaki tampan dan berotot yang tiba-tiba senyum telah membuatnya senang dalam hati. “Kita mau ke mana lagi? Pulang ke apartem
Ucapan lelaki di depannya tidaklah mendasar. Tapi Freya melihat adanya ancaman yang seakan ingin melilitnya ketika melihat tatapan mata lelaki itu. Buas, haus darah, dan sangat tidak mudah ditebak. Ia belum pernah merasakan kengerian yang membuat benaknya takut sejenak. “Siapa kau?” tanyanya. Lelaki itu mendekat hingga wajahnya menghampiri telinga Freya. Dalam satu tarikan napas ia berkata, “Aku mimpi buruk kalian semua.” Setelah itu, lelaki itu pergi sambil melambaikan tangannya.Freya yang tidak mengerti maksudnya tidak mau ambil pusing dengan kelakuan pria psikopat yang datang tidak dijemput dan pergi semaunya seperti itu. “Apa dia iblis? Dia benar-benar psiko!” pikirnya dalam hati. Tapi ketika Freya hendak melanjutkan berkeliling, sesuatu tergeletak di jalan. Sebuah simbol yang tergambar di secarik kertas berukuran 5x5 cm itu tampak membentuk sebuah huruf ‘B’ besar yang diukir dengan detail dan ditambahkan ukiran gambar iblis. “Apa ini? Apa orang itu yang menjatuhkannya?” Fre
Reaksi Alan dan Rahu tampak terkejut. Keduanya saling memandang dan seakan berbicara dalam benak masing-masing. Apa yang sebelumnya diberitakan oleh Michael tampaknya merupakan informasi yang valid. Tapi sayangnya, Ferdinand Draco Gibbon adalah sosok yang belum pernah ditemui oleh Alan. Ia tidak tahu perawakannya seperti apa. “Siapa?” tanya Freya. Perempuan itu tidak tahu sama sekali tentang orang yang dibicarakan oleh si mata-mata. Namanya terdengar asing, tapi saat melihat raut wajah Alan yang serius, ia berpikir kalau dua lelaki di sampingnya mengenali pria itu. “Kenapa dia dicurigai? Dan kenapa hasil dari penyelidikan Gluttony bilang bahwa bukan dia si Beelzebub itu?” Alan penasaran. “Itu bermula pada pembunuhan sepuluh petinggi Gluttony dua tahun lalu. Mereka semua tewas dengan cap markah bergambar iblis Beelzebub. Cap itu sengaja ditinggalkan di tubuh korban untuk dikenali. Beberapa petinggi lainnya dan ketua telah mengadakan rapat besar kala itu. Dan sebuah nama menjadi ter
“Apa yang kau lakukan di situ?” Alan tidak menyangka bisa menemukan perempuan yang selalu gusar padanya. “Aku … aku hanya ingin menghirup udara segar. Ternyata temanmu ini sangat jago menyetir.” Alasan Freya tampak absurd. Alan merasa kesal dan heran. Ia menundukkan lehernya hingga sejajar dengan tinggi pintu mobil dan melirik ke arah wakil ketuanya yang bodoh. Tatapan Alan tampak mengancam pikiran Rahu yang kaku terdiam di posisinya. “Kenapa kau membawanya?” tanya Alan. “A–Aku … aku hanya … hanya tidak mau melihatnya membentakku terus!” Ucapan Rahu tampak aneh. Alasan yang dibuatnya tidaklah masuk akal. Wakil ketua gangster kalah dengan artis drama kemarin sore? Aneh, ‘kan?“Kau ingin bercanda denganku?” Alan tidaklah marah, tapi ia geram melihat tingkah konyol Rahu. “Lalu kenapa kalau aku mau ikut?! Nggak boleh?! Apa Diana sebegitu berharganya untukmu?” Tiba-tiba Freya meracau mengganggu percakapan antara Alan dan Rahu. Lelaki itu tahu bila watak perempuan di sampingnya sangat