Kevan berdiri di bawah jendela yang terbuka. Dia menikmati senja di kota kelahirannya sambil menghisap rokok. Kepulan asap rokok tipis mengelilingi wajah tampan Kevan. Melihat Kevan yang begitu tenang, Ziyad tidak berani mengganggu. Dia hanya bisa berdiri dan menunggu perintahnya. Suasana ruang kantor Kevan mulai redup. Ziyad mengambil inisiatif untuk menyalakan lampu."Kamu ke luar dulu!"Awalnya, Ziyad kebingungan. Karena selama bekerja dengan Kevan, tuannya itu tidak pernah menyuruh dia untuk pergi. Tetapi, Ziyad tidak membantah. Mungkin saja, Kevan memang butuh waktu sendirian untuk mengurusi hal-hal pribadinya.Ziyad membungkuk. "Ya, Tuan."Kevan mendengar langkah kaki Ziyad yang berat. Pintu tertutup rapat. Kevan segera menekan ikon telepon berwarna hijau, lalu menempelkan handphone di daun telinga.Baru saja Kevan membuka mulutnya ingin menyapa si penelepon, tetapi dia kalah cepat."Kevan Hanindra!" panggil suara pria serak di ujung telepon. "Kamu mau nganterin undangan perni
"Aku pikir, Pak Derren tulus."Kevan masih berdiri di bawah jendela. Dia sudah selesai bernegosiasi dengan Derren Warlord. Perbincangan di telepon selama 30 menit yang alot membuatnya jengah.Kevan membuka tutup botol air mineral. Lalu, menenggaknya. "Meskipun latar belakang Pak Derren seorang mantan panglima perang di zamannya, tapi harus aku akui ... otak bisnisnya tetep mendominasi."Kevan bukan hanya mengiyakan keinginan Derren, tetapi 90% dia ingin tahu sampai di mana kehebatan sang mantan panglima perang.Kevan menghubungi Ziyad. "Siapin satu kantor di lantai 13 Menara K.C Tobaccobuat Pak Derren! Dia mau buka cabang bisnisnya di ibukota."Tanpa banyak tanya, Ziyad menjawab, "Baik, Tuan."Kevan mengakhiri panggilan telepon. Dia membakar rokok. Langit pun mulai gelap. Malam terasa datang lebih cepat menyelimuti hati Kevan yang rapuh. Kevan beberapa kali mengembuskan asap rokok. Tidak sampai 10 menit, seseorang mengetuk pintu ruang kerjanya."Tuan?" Ziyad muncul dengan membawa t
"Iya, saya inget, Tuan. Saya pikir, semua orang yang berada di sekitar Anda saat itu pasti inget juga."Kevan bersandar. Dia adalah pria keras kepala yang selalu memiliki solusi di setiap permasalahan. Ziyad melihat kening Kevan berkerut yang menandakan bahwa tuannya sedang berpikir keras. Tidak lama, dia justru dibuat tercengang dengan sikap Kevan.Tatapan Kevan suram. Namun detik berikutnya, dia tertawa. "Ha! Ha! Ha!""Kenapa Anda ketawa, Tuan? Ada yang lucu?" tanya Ziyad dengan perasaan tidak karuan. "Pak Derren bilang, dia punya utang budi ke Kakeknya Cia. Tapi di telepon tadi, dia terang-terangan manfaatin aku. Gimana nggak lucu?"Kevan menatap Ziyad yang tidak bersuara."Apa itu yang dia bilang tulus?" tanyanya. Ziyad tampak linglung. "Jaーjadi, yang telepon Anda tadi itu Pak Derren?!"Ziyad tidak percaya pada ucapan Kevan. Namun, selama ini Kevan tidak pernah berbohong."Hu'um," gumam Kevan. "Aku bukan orang yang nggak tau balas budi. Aku juga nggak akan lupa sama seseorang y
Suasana pagi di kota Baubau yang redup. Musim hujan di bulan Desember membuat suhu terasa lembab. Udara dingin menyapa kulit Ciara begitu dia membuka kaca mobil. Ciara sedikit mengeluarkan wajahnya dari kaca mobil sambil tersenyum.'Sebahagia itu kah Nona Cia ketika di luar rumah?' Bima membatin.Ciara memandangi orang-orang yang lalu lalang di sekitar area parkir. Mereka berjalan dengan cepat karena tidak ingin tertinggal kereta."Aku mau kayak mereka. Sibuk pagi-pagi ngejar waktu. Kayaknya sih seru!"Ciara berkata tanpa sadar. Dia juga terkagum-kagum dengan fasilitas stasiun yang belum pernah dijumpainya."Bim, ayo ke luar!"Tanpa terduga, Ciara membuka pintu mobil. Sopir yang menyadari langsung berteriak, "Non, mau ke mana? Jangan pergi sendirian!"Bima tersentak. Dia segera menarik tangan Ciara."Ah! Sakit, Bim!" Ciara protes. "Lepasin! Aku cuma mau ke luar doang."Bima menggeleng. "Nggak boleh, Non. Yang udah-udah kalo Nona di luar cepet hilangnya. Kamu jalan-jalan sendirian ngg
Sore hari di Hanindra Exclusive View kota Baubau.Kevan merasa sedikit lelah. Sejak pagi sampai sekarang, dia berada di kantor cabang K.C Tobacco. Dia dan beberapa orang menerima kedatangan tamu yang diutus oleh Derren dan Martinus Warlord untuk membahas kasus kebakaran rumah keluarga Darwin. "Makasih udah dateng dan bantu aku, Pak Robert."Kevan berdiri dan berjabat tangan dengan Robert OmbuーKapolda kota Baubau. Walaupun wajah Kevan terlihat lelah, tetapi jauh di dalam hati dia merasa puas. "Jangan sungkan begitu, Tuan Kevan! Saya dateng ke sini atas permintaan Pak Derren dan Pak Martinus," kata Robert. "Saya dan Pak Martinus sama-sama Kapolda. Kami tentu tau keresahan masyarakat."Kevan mengangguk. Dia menghela napas lega."Gimana pun juga, aku ucapin makasih atas kerja sama Anda, Pak Robert. Memang bener kata Pak Darren, Anda kompeten dan pantes menduduki jabatan Kapolda."Wajah Robert berubah masam. Orang lain yang tidak mengerti, pasti akan salah paham dengan kalimat pujian Kev
Beberapa hari terakhir, Kevan memikirkan salah satu rekaman video yang beredar di Internet. Ya, video tentang insiden kebakaran di rumah keluarga Darwin. Kevan merasakan resah yang luar biasa.Saat Kevan masih terbengong-bengong, suara Mahendra mengagetkannya."Tuan Kevan, siapapun bisa menjadi terduga. Kita boleh aja bersikap waspada terhadap mereka yang memang patut dicurigai."Tidak ada yang membantah ucapan Mahendra. Karena memang tidak ada seorangpun diantara mereka yang paham ilmu hukum. "Biasanya, para pelaku akan bersikap seolah-olah menjadi korban. Ya, istilahnya mereka playing victim gitulah," kata Mahendra selanjutnya. "Mereka akan ngelakuin apa aja demi nutupin aksinya.""Dokter Erisa emang nggak terluka parah sih," ujar Kevan. "Dia cuma lecet-lecet aja kan, Van?" tanya Angga. "Dari insiden kebakaran itu, Cia udah nggak mau lagi ada Dokter ataupun Suster pribadi."Akhirnya, Kevan menemukan titik terang. Ciara memang menolak keras saat Kevan hendak mencarikan dokter dan s
"Apa nggak sebaiknya tunggu Kevan aja, Nyonya?"Bima bertanya dengan bimbang. Pasalnya, dia belum pernah sekalipun menginjakkan kaki di pertambangan emas keluarga Darwin. "Kalo gitu, saya coba tanya Kevan dulu, Nyonya," kata Bima selanjutnya."Kamu kan tau, Kevan sibuk banget akhir-akhir ini, Bim. Nggak tau kapan dia ke sini." Felicia membalas membalasnya dengan sedih."Bisa jadi nggak ke sini sama sekali, Mi," timpal Ciara. Felicia dan Bima tidak menyahutinya lagi. Keduanya sama-sama tahu bahwa Ciara menyimpan kekecewaan pada Kevan yang hingga sekarang masih tidak ada kabar.***Ciara kembali ke kamarnya. Dia bersiap untuk tidur. "Eh?!"Ciara terkejut mendapati handphone-nya bergetar. Dia terpaksa duduk di atas ranjang. Lalu, meraih handphone yang berada di bawah bantal."Hmm? Papa Jhonny? Ngapain Papa Jhonny rajin banget telepon aku terus?"Lagi-lagi Jhonny menghubungi Ciara. Dia mencoba meluluhkan hati Ciara dengan perhatian.Ciara membiarkan getaran handphone hilang dengan send
Pukul 10 pagi di kota Perak.Felicia telah berada di pertambangan emas sejak 35 menit lalu. Dia pergi bersama Ciara, Bima dan Nurdin. Sekarang, mereka berdiri di area pertambangan yang luas dan panas. Karena matahari pagi di kota Perak lumayan terik.Tidak banyak karyawan yang mengenali Felicia dan Ciara. Karena saat Rudi masih hidup, Felicia dan Ciara tidak pernah terlibat urusan perusahaan.Dari kejauhan, seorang pria berlari menghampiri Ciara dan rombongannya. Dia menunjukkan rasa hormat kepada istri dan anak mendiang bosnya."Bu Feli, gimana kabar Anda dan Nona Ciara? Ada angin apa Ibu datang ke sini?" tanya seorang pria. "Maaf, saya terlambat menyambut Anda dan Nona Ciara. Saya baru aja keliling area pertambangan."Pria yang bertanya itu adalah kepala pertambangan emas keluarga DarwinーAgung Singgih. Berdasarkan data yang dibaca Felicia, Agung berusia 57 tahun dan baru diangkat menjadi kepala pertambangan satu bulan yang lalu oleh Kevan sendiri. Pengangkatan Agung bukan tanpa ala
Donita menyadari ada yang tidak beres dengan suaminya. "Leon, kamu kenapa?" tanyanya, cemas. Donita bergegas lari ke arah Leon. Tangan Leon bergetar hebat. Setelah melototi dokumen kesehatan Christian di tangannya, sekarang Leon sedang menatap wajah ayahnya yang semakin memucat. Kemudian, dia segera membaca laporan keuangan keluarga.Melihat pemandangan itu, tidak ada seorang pun yang berbicara. Mereka menunggu reaksi Leon. Donita menarik paksa dokumen dari tangan Leon. Beberapa detik kemudian, mulutnya menganga lebar. "Ini nggak mungkin!" teriak Donita. "Ini pasti ada yang salah." Donita melirik Cinta yang duduk tenang memandanginya. "Iya kan, Mama mertua? Ini cuma halusinasi aku aja karena terlalu stres." Donita berkata dengan frustasi.Cinta menggeleng. Sedangkan Leon mematung di tempat. "Paman Leon sama Bibi Donita kaget, ya?" Suara Kevan memecahkan keheningan. "Di rumah ini, cuma keluarga kalian dan anak-anak Paman Ken aja yang belum tau."Hati Leon dan Donita semakin terir
Setelah kesalahpahaman dengan Ciara selesai, Kevan meminta tunangannya pergi ke Pink Beach Island lebih dulu bersama Felicia dan Quden untuk mempersiapkan pernikahan. Sedangkan Kevan kembali ke kota Paloma. Dia ingin menjemput keluarganya sebelum menyusul Ciara. Sehari sebelumnya, Ciara sudah mengetahui rencana pernikahan mereka. Karena keduanya melakukan fitting baju pengantin bersama. "Huhhh!" Kevan menghela napas panjang. Dia baru tiba di rumah besar keluarga Hanindra. Dia berjalan menuju ruang tengah di mana semua orang telah menunggunya."Tuan, Anda harus sabar!" Omar senantiasa mengingatkan Kevan. Kevan tidak menjawab. Dia terus berjalan tanpa menoleh.Setibanya di ruang tengah, semua orang sudah duduk bersama Christian dan Cinta. "Silakan duduk, Tuan!" Rofiq mempersilakan Kevan untuk duduk di sisi kanan Christian. "Malam, Kakek, Nenek," sapa Kevan. Lalu, dia menatap kedua Theo dan Jasmine yang duduk di sebelahnya. Rencana Kevan untuk menyusul Ciara tidak berjalan dengan
"Apa?! Anak kandung Kak Kevan?!"Ciara mengulangi kata-kata Nulla. Dia merasa hal itu sangat mustahil. Tapi jika dipikir-pikir, tidak ada hal mustahil di dunia ini kan? Bagaimana bisa, Kevan yang begitu bucin kepada Ciara menghamili wanita lain? Apalagi wanita itu adalah Nulla yang notabenenya mantan pacar sekaligus cinta pertama Kevan. Namun, jika sudah berurusan dengan nafsu, apapun bisa saja terjadi, kan?Kevan menghela napas kasar. Dia menatap Nulla yang sedang tersenyum lebar. Kevan beranjak pergi menghampiri Ciara. "Yang, jangan dengerin Nulla!"Ciara menghempas tangan Kevan. Dia memandangi Kevan dan Nulla bergantian. "Kamu belum bisa move on dari Cinta pertama kamu ya, Kak?" Wajah Ciara masam. "Kalo kamu belum selesai sama masa lalu, jangan berani-beraninya mulai sama orang baru."Usai mengatakan hal itu, Ciara pergi. Dia mengambil langkah cepat seolah tidak peduli dengan jantungnya yang terasa sakit. "Eh, Van! Kamu mau ke mana?" Nulla berteriak. Dia mencoba menghalangi Ke
"Masuk, Van!"Nulla membuka pintu kamar apartemen nomor 303. Namun, Kevan tidak langsung masuk. Merasa tidak ada pergerakan dari Kevan, Nulla menoleh ke belakang. "Kenapa? Ayo masuk!" ajaknya lagi. Nulla baru selesai mandi. Rambutnya basah dan dia masih memakai jubah mandi. Kevan tidak bodoh. Nulla pasti sedang merencanakan sesuatu. Bisa jadi firasat Omar tadi benar. Untuk sesaat, Nulla sibuk dengan ponselnya. Dia sedang mengetik pesan singkat untuk seseorang.Nulla: Nona Ciara, cepetan dateng ke Grand Hyeth Apartment nomor 303. Kamu pasti penasaran aku dan tunangan kamu ngapain aja, kan?Nulla tidak berniat menunggu pesan balasan Ciara. Dia kembali menatap Kevan. "Ada perlu apa?" tanya Kevan dengan tatapan sinis. "Di sini aja ngomongnya!"Kevan enggan masuk. Dia tidak ingin menimbulkan kecurigaan."Aku mau ngomongin tentang Miguel. Kamu yakin mau ngomong di depan pintu? Kamu nggak takut kalo ada yang nguping?"Nulla berdiri di ambang pintu, lalu celingukan. Sepi. Suasana di kori
Sesampainya di rumah, Kevan melihat Ciara murung. Ciara berbaring lesu di kamarnya. Dia bahkan tidak menyadari kehadiran Kevan dan Felicia. Felicia menghampiri anak satu-satunya. "Cia!" Ciara terkejut. Dia segera bangun. "Mama kapan pulang?" Sore hari yang redup ini sepertinya kota Baubau akan diguyur hujan. Suasana hati Kevan sedang tidak baik, sama seperti Ciara. Kevan mendekati Quden yang berdiri di dekat pintu. "Apa seharian ini Cia cuma tiduran aja?" tanyanya, penasaran. "Dia nggak bales chat aku sama sekali. Gimana nafsu makannya hari ini?"Quden adalah seorang yang jujur. Dia pun menjawab apa adanya. "Nona sama sekali nggak mau makan. Dia cuma minum susu aja, Bos." Kevan menatap Ciara yang sedang berbicara dengan Felicia. Wajah keduanya sedih. "Seharian ini, Nona Ciara habisin waktu di depan laptop baca-baca berita keluarga Darwin. Jadi, apa rencana Bos selanjutnya? Ngomong-ngomong, Pak Omar ke mana?""Omar masih di pengadilan. Aku balik sama Angga." Kevan terlihat benar-
"Huh!" Kevan melirik Felicia sedang menghela napas berat. Sejak tadi, Kevan berusaha menguatkan hati calon ibu mertuanya. Kevan memberikan botol air mineral kepada Felicia. "Ma, minum dulu!" Kevan lega. Karena setidaknya, Felicia masih mau minum di tengah ketegangan suasana ruang sidang. Dua hari lalu, Ciara sudah membereskan para pemegang saham yang ingin mundur dari Darwin Group. Ciara mentransfer uang sebanyak Rp 10 triliun sebagai ganti saham mereka. Tidak hanya itu, sehari sebelum sidang perdata digelar, keluarga Darwin sudah mengumumkan kebangkrutan mereka. Kini, Darwin Group telah diakuisisi oleh K.C Tobacco milik Kevan. Dengan cara itu, sudah sangat jelas bahwa K.C Tobacco ingin mengambil alih penuh tanpa melibatkan pemegang saham lama dalam struktur kepemilikan baru. Akuisisi ini memang menyakitkan bagi Ciara dan Felicia. Namun, mereka tidak memiliki cara lain. Selain itu, mereka berdua masih memiliki saham di K.C Tobacco. Tentu saja, Miguel tidak tahu hal itu. Denga
Pukul 9:00 malam waktu kota Baubau. Kevan dan Ciara sudah kembali ke rumah 1 jam yang lalu. Ciara tampak kelelahan. Mereka duduk di ruang tamu.Kevan duduk di sofa single menghadap ke pintu utama. Sedangkan Ciara dan Felicia duduk di sofa panjang bersama Arkan. Omar dan Angga berdiri di belakang Kevan. "Cia, kamu hebat. Kamu kuat menghadapi orang-orang. Aku salut sama keberanian kamu." Arkan tidak berhenti membanggakan Ciara. Namun, Kevan berwajah masam saat mendengarnya. Pintu pun terbuka. Quden berdiri di ambang pintu. Dia menatap Kevan. "Tuan, ada jajaran eksekutif di luar mau ketemu Anda dan Nona Ciara." Quden memberitahu. Sorot matanya tajam penuh dengan ancaman."Suruh masuk aja!" perintah Kevan. Kevan menatap Ciara dan Felicia. Lalu, mengangguk kepada Quden."Baik," sahut Quden. Tidak lama, dia menghilang di balik pintu. "Mama sama Cia inget kan rencana kita? Sekarang udah waktunya eksekusi."Kevan melihat Felicia tersenyum dengan paksa. Dia juga melihat sorot mata Felic
Rapat mendadak dengan jajaran eksekutif sudah selesai. Sekarang, Ciara sedang rapat bersama tim public relation dan tim kuasa hukum perusahaan di ruangan yang sama. Kevan tidak beranjak dari kursinya. Dia dengan setia menunggu Ciara menyelesaikan rapat. Di samping Kevan, Arkan duduk dengan tenang. Dia ingin melihat kepiawaian Ciara memimpin rapat.Di ruang rapat, Ciara berbicara. “Kita harus mengambil langkah-langkah yang sudah aku rencanakan untuk memulihkan kepercayaan dan memastikan Darwin Group tetap menjadi perusahaan yang dihormati,” katanya, antusias. Semua orang mengangguk setuju. Mereka tahu bahwa ini adalah tantangan besar, tapi dengan strategi yang tepat, mereka bisa mengatasi dampak negatif dan membangun kembali reputasi perusahaan."Siapa ketua tim public relation di sini?" tanya Ciara. Seorang wanita berambut pirang sebahu mengangkat tangan. "Saya, Nona. Nama saya Susan Arardjo.""Oke, Susan. Pertama-tama, aku mau hari ini kamu buat agenda transparansi dan komunikasi
Hari berikutnya, Ciara dan Kevan kembali ke pulau Pearl. Pagi ini, Ciara akan mengadakan rapat darurat dengan para eksekutif perusahaan Darwin Group. Kevan dan Ciara kembali bersama Arkan yang sekarang sedang rapat bersama pengacara yang dia bawa dan tim pengacara perusahaan di ruangan berbeda. Di ruang rapat Darwin Group, Ciara berbicara kepada tim manajemen. “Kita harus bekerja keras untuk memulihkan reputasi perusahaan. Aku tau, ini nggak akan mudah. Tapi dengan kerja sama dan dedikasi, aku yakin kita bisa mengatasi tantangan ini,” katanya dengan penuh semangat.Tim manajemen mengangguk setuju. Mereka tahu bahwa ini adalah saat yang sulit. Tapi, mereka bertekad untuk membawa Darwin Group kembali ke jalur yang benar. Mereka akan memastikan perusahaan ini tetap menjadi simbol integritas dan kepercayaan.Ciara menatap sekretarisnya. "Sarah, bagiin sekarang!""Baik, Nona." Sarah berdiri. Dia membagikan satu lembar kertas kepada tim manajemen. Kevan dan para jajaran direksi hanya te