Sabtu sore di balai kota Paloma. Semalam, Kevan dan Ciara tidur di kamar terpisah. Walaupun begitu, Kevan gelisah sepanjang malam sehingga dia memutuskan untuk tidur di sofa panjang kamar Ciara. Akibatnya, badan Kevan terasa pegal-pegal. Kevan dan Ciara baru saja sampai di balai kota Paloma tepat pukul 06:00 sore waktu setempat. Dia menggandeng tangan Ciara dan membawanya masuk dengan penjagaan yang ketat.Ketika melewati karpet merah, Kevan dan Ciara menyempatkan diri untuk melakukan beberapa pemotretan. Banyaknya pasang mata teralihkan saat kedatangan pasangan Kevan dan Ciara."Tuan Kevan dan Nona Ciara emang pasangan serasi," puji seseorang. "Mereka berdua cocok banget!"Seseorang menimpali. "Bener! Aku setuju. Walaupun Tuan Kevan nggak putih, tapi dia tetep ganteng. Nona Ciara cantik alami. Liat aja riasannya!""Riasan Nona Ciara bener-bener tipis dan berhasil menambah kesan natural," kata seorang perempuan.Kevan memiliki kulit sawo matang. Dia datang mengenakan pakaian serba
Laura memakai sarung tangan putih. Walaupun usianya tidak muda lagi, dia tetap terlihat menawan karena perawatan kulit yang mahal. Laura tersenyum saat Kevan menyapanya."Halo, Nyonya Laura!" Kevan menyapa istri Derren dengan lembut, lalu mencium punggung tangannya.Laura menatap Kevan sambil melamun. Sesaat kemudian, kedua matanya berkaca-kaca. 'Apa ada yang salah sama sikapku? Nyonya Laura kok keliatan sedih gitu, sih?' Kevan bertanya-tanya. Namun, dia tetap tersenyum.Saat Kevan hendak melepaskan tangan Laura, Wanita itu menahannya. 'Kamu benar-benar mirip Baron, Van,' kata Laura dalam hati sambil terus menatap wajah tampan Kevan. 'Kamu ... suatu saat nanti, kamu pasti akan bertemu sama Baron kami.'Laura mengusap wajah Kevan dan tanpa sadar, dia tersenyum. Menyadari ada yang tidak beres dengan istrinya, Derren segera mengambil sikap. Derren menegur Laura. "Cukup, Laura! Nanti Kevan jadi malu."Laura mengerjap. Dia buru-buru melepaskan tangannya dari wajah Kevan. "Ah, aku cuma
"Peluru itu tembus ke dada Kakek. Beliau saat itu nggak pakai rompi anti peluru. Karena Kakek pikir, nggak akan ada bahaya lagi karena udah mau naik pesawat."Ciara mengingat cerita tentang Abby Darwin dari ayahnya. Dia menyampaikan kisah itu tanpa ada bagian yang terpenggal ataupun ditambahkan. Ya, Ciara bercerita apa adanya. "Terus, Jenderal Christian dan Jenderal Joe memburu pelaku." Ciara berhenti bercerita. Lalu, dia menatap Derren. "Walaupun pelaku akhirnya tertembak, tapi nyawa Kakek nggak bisa diselamatkan.""Dan, permintaan terakhir Tuan Abby adalah menjaga keluarganya, terutama Cucu satu-satunya," kata Derren menambahkan.Christian berkata, "Saya nggak sangka, kamulah yang dimaksud Abby, Ciara." Christian maju, dan memeluk Ciara. Akhirnya, hati Christian melunak. Dia tidak lagi mempermasalahkan hubungan Kevan dan Ciara."Data keluarga Darwin dihapus oleh pemerintah saat itu juga. Alasannya demi keamanan. Usaha kami sia-sia. Kami gagal tembus pertahanan data," ujar Christi
14 hari kemudian.Hari ini adalah hari Sabtu ke-3 pada bulan Desember. Hujan rintik-rintik mengguyur kota Paloma. Namun, tidak menghambat acara yang sudah ditunggu-tunggu oleh semua orang. Selain hari peringatan ulang tahun Kevan yang ke-26, dia dan Ciara akan mengadakan acara pertunangan yang digelar di ballroom mewah Hanindra Orion Hotel di kota Paloma. Acara pertunangan ini dimulai pada pukul 06:00 sore dan hanya dihadiri oleh keluarga terdekat, sahabat, dan relasi bisnis saja tanpa sorot kamera. Bisa dibilang acara pertunangan Kevan dan Ciara sangat tertutup. Semua itu bukan tanpa alasan. Kevan hanya ingin menghindari hal-hal buruk yang kemungkinan akan menimpa keluarga kedua keluarga."Tuan Muda, coba liat ini!"Ziyad menyodorkan handphone kepada Kevan. Di layar handphone tertera sebuah notifikasi yang berhasil membuatnya tercengang."Paman Julian udah transfer sahamnya ke akun aku?" Kevan tersenyum penuh arti. "Itu bagus, Ziyad. Dia mencoba menunjukkan ketulusannya.""Bener,
Semua orang di dalam ballroom Hanindra Orion Hotel tampak bahagia melihat pasangan Kevan dan Ciara memamerkan senyum. Suasana romantis yang syahdu sangat terasa. Kedua orang tua dari pihak Kevan dan Ciara menitikkan air mata."Pi, akhirnya keinginan Mami terwujud hari ini. Mami udah lama banget pingin Cia sama Kevan berdampingan kayak gini."Felicia sibuk menyeka air mata dengan tisu. Dia melihat Rudi juga menangis sambil menggenggam erat tangan sang istri. Mereka berdua baru sekali ini melihat Ciara tersenyum tanpa beban. Felicia bertanya, "Cia keliatan happy banget ya, Pi?"Rudi angguk-angguk. Di kala hari bahagia anaknya, Rudi justru belum pulih dari stroke yang dideritanya. Dia masih tidak dapat berbicara dengan baik dan berjalan dengan normal. Dia masih bergantung pada kursi rodanya."Heemm ... hemmmm...."Rudi merespon perkataan Felicia. Sang istri pun mengerti maksudnya."Nggak apa-apa, Pi. Kita berdua masih bisa liat Cia bahagia sama Kevan aja udah bersyukur. Iya kan, Pi?"Fe
"Kak Kevan, tolong aku!" Suara Ciara tercekat di tenggorokan. Dia sudah lelah menangis. Dia mencoba tetap bernapas di tengah kepulan asap yang semakin tebal.Tangan kiri Ciara memegang railing balkon. Sedangkan tangan kanannya terus melambai. Suara sirene mobil pemadam kebakaran sudah terdengar. Setidaknya ada sedikit harapan untuk selamat dari tragedi kebakaran ini. Api dari dalam kamar Ciara berangsur membesar dan membakar hampir setengah balkon. Api itu berasal dari lantai satu. Ciara mulai sesak napas. "Kak Kevan, aku takut. Aku mau liat Papi dan Mami selamat. Nggak apa-apa kalo aku mati, tapi mereka jangan."Jantung Ciara mulai melemah. Dia berkeringat dan kepalanya mulai terasa berdenyut. Di saat bersamaan, cairan merah keluar dari hidung Ciara. Dia segera menyeka dengan punggung tangannya."Hmm?"Ciara melihat darah segar mulai mengalir dari hidungnya. Dia berusaha menenangkan diri.Ciara mengambil obat jantung dari saku jaket, lalu membukanya. Kedua tangan Ciara berkeringa
Kota Baubau, pukul 10:30 pagi.Kevan sudah tiba di rumah sakit Mitra Internasional Baubau sekitar 45 menit lalu. Dia berjalan ke ruang rawat inap Ciara bersama Angga dan Raymond. Setelah mendapatkan pertolongan pertama, kondisi Ciara dinyatakan membaik. Dia sudah menempati ruang VIP rumah sakit.Semua itu berkat pertolongan Raymond dan anak buahnya. Sebab, tidak ada seorang pun yang berani mengambil keputusan untuk keluarga Darwin."Jadi, kamu nemuin Cia lagi pingsan?"Kevan memegangi tangan Ciara yang terluka. Perasaannya sangat sedih. "Seandainya aku ikut Cia pulang ke Baubau, mungkin aja nggak akan kayak gini."Kevan menyesal. Ya, dia menyesali keputusannya yang ternyata membahayakan keluarga Darwin. Raymond berbicara, "Itu kan asumsi kamu doang, Van. Tapi, belum tentu terjadi. Lagian, siapa yang bakalan tau kalo ada musibah?"Raymond berdiri di sisi kanan Kevan. Angga di sisi kirinya.Raymond menjelaskan. "Sebelum Angga telpon, aku dan anak buah udah di TKP, Van. Begitu aku den
Seorang gadis muda baru saja kehilangan sosok ayahnya. Dia mengira, hatinya kuat dan mampu mengatasi perasaannya. Namun ternyata, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Gadis itu adalah Ciara Darwin. Anak satu-satunya keluarga Darwin yang malang. Dengan kondisi luka di sekujur tubuh, Ciara bahkan tidak bisa melakukan aktivitas apapun. Dunia Ciara hancur seketika. Ciara duduk di kursi roda yang membawanya ke area pemakaman Sun Burst Hills. Air matanya telah mengering. Hatinya berkecamuk. Dia meremas jaketnya guna menguatkan hati dan pikiran. "Non Cia, kamu harus kuat!" Bima berseru menyemangati Nona-nya. "Aku yakin, Nona Cia kuat. Tuan Rudi pasti nggak mau wafat sia-sia kalo lihat kamu nangis terus." Ciara mendongakkan kepala menatap Bima yang berjongkok di depannya. Dia membenci Bima seketika. Acara pemakaman Rudi telah selesai. Kerabat, rekan, relasi dan para sahabat sudah pulang terlebih dahulu. "Tau apa kamu tentang perasaanku, Bim? Kamu tuh nggak ngerasain jadi