Ken kaget. Wajahnya memucat. "Astaga!" pekiknya. "Diーdia ... kenapa dia bisa ke sini?! Sebenernya Kevan sama Nacita ada hubungan apa?! Apa mungkin mereka pacaran?!"Jessy tidak menyadari perubahan mood pada Ken. Dia memandangi Nacita dengan penuh kekaguman. "Nacita itu tipikal cewek dingin yang nggak gampang dideketin cowok. Kok Kevan bisa kenal dia? Mereka kenalan di mana? Ah, sial!"Ken tidak berhenti memikirkan wanita di masa lalunyaーNacita Erlangga. Dia sangat heran dengan Kevan. Nacita dan Egi datang bersama Angga Abbas yang memiliki panca indera tajam. Angga mengamati wajah Ken yang memerah karena menahan diri untuk tidak emosi."Sayang, kamu kenal dia? Apa dia keturunan Tionghoa? Ternyata dia ... janda yang cantik. Apa aku bisa jodohin dia sama Kakaknya temanku?"Jessy Wongso pun merupakan keturunan Tionghoa. Maka, Jessy sangat senang dengan kedatangan tamunya Kevan. Jessy seolah lupa dengan status janda Nacita yang dibicarakan sejak tadi.Telinga Ken panas begitu mendengar k
"Kakek sama Nenek mau liat foto-foto Paman Ken mesra sama cewek nggak?"Ketika Ken sampai di pintu ruang makan, dia mendengar Kevan berbicara dengan Cinta dan Christian. Dia berhenti. Ken menengok ke belakang, tepat ke arah Kevan yang sedang mengangguk kepada Ziyad. Detik itu juga, Ziyad menyerahkan amplop coklat berukuran sedang kepada Dabin.Jantung Ken berdebar lebih cepat. Dengan kedua mata yang melotot, dia berjalan mendekati Kevan.Ziyad memberikan amplop dengan sedikit menunduk. "Silakan, Tuan Dabin!"Terlambat! Ken sudah terlambat.Dabin telah menerima amplop itu. Dia segera memberikannya kepada Christian.Suhu di ruang makan mendadak menjadi dingin. Semua orang berhenti makan. Mereka tahu, ada sesuatu yang menggemparkan akan terjadi.Kevan melirik Nacita yang semakin gugup. Sebenarnya, Nacita tidak setuju dengan rencana Kevan. Namun, Kevan bagaikan dewa keadilan. Dia menginginkan keadilan untuk Nacita dan anaknya. Kevan bahkan berjanji bahwa rencananya akan berjalan lancar j
"Apanya yang udah jelas, Pa?! Saya kan belum ngomong apa-apa! Jadi, jangan sok tau kayak gitu!"Ken protes. Dia tidak akan tinggal diam atas semua tuduhan Christian yang baginya tidak mendasar. Ken memang pernah bermain api dengan Nacita. Bahkan sampai sekarang, Ken tidak bisa melupakan masa lalunya dengan Nacita.'Aku akuin, cinta terlarangku sama Nacita emang dosa terindah yang pernah aku lakuin sepanjang hidup. Selama jalin hubungan sama dia, aku ngerasa bahagia. Dia beda banget sama Jessy yang selalu ngatur aku.'Semua itu adalah kata hati Ken Hanindra. Dia bahkan masih berani membandingkan istri sah dengan mantan wanita simpanannya. 'Nacita itu wanita penurut. Laki-laki manapun pasti betah sama dia. Aku ninggalin dia bukan karena aku cinta sama Jessy. Tapi ....'Ken berhenti mengutarakan isi hatinya karena dia mendengar Christian berteriak. "Seorang pria sejati akan setia pada pasangannya, begitu pula sebaliknya. Itulah yang dinamakan cinta sejati. Apa kalian semua paham?!"Ch
"Nona Nacita, aku nggak sangka kamu serendah itu! Orang-orang pasti tertipu sama penampilan kamu." Kata-kata kasar itu terucap dari mulut Donita. Dia terus mengolok-olok Nacita. "Penampilannya jadi daya tarik Nacita untuk menggaet Suami-suami orang. Hemm, emang sih ... bodynya seksi. Mukanya cantik dan kulitnya terawat. Suami mana ya nggak terpikat sama dia?"Donita terus merendahkan Nacita hingga membuat Julian muak."Udahlah, nggak usah ikut campur urusan rumah tangga Ken! Kita boleh nasehatin Ken, tapi ya ... cuma sekedar nasehatin aja. Nggak usah ikut campur urusan Nacita!"Pemikiran Julian jauh lebih dewasa dan pastinya akan menjadi nilai plus di mata Kevan. Memang sebenarnya, itulah tujuan Julian. Yaitu merebut hati Kevan.Kevan melihat Cinta duduk lesu. Cinta sesekali memijit keningnya yang berdenyut. Di sisi lain, Kevan juga melihat Christian menggenggam erat tangan sang istri."Saya nggak tau, kenapa Kevan bawa Nacita ke sini!" seru Ken. "Karena saya udah lama mutusin Nacita
"Aku bukan pengemis."Nacita menatap Jessy dalam-dalam. Dia berusaha membuat Jessy dan semua orang merasakan kemarahannya.Semua orang tercengang mendengar perkataan Nacita, terlebih lagi Ken. Karena yang Ken ingat, Nacita adalah perempuan lemah lembut dan penurut. Dia tidak mungkin melontarkan kata-kata kasar, rendahan dan kotor. Hal yang paling penting bagi Ken adalah Nacita bukan seorang perempuan pembangkang."Aku nggak suka ngemis cinta, uang, kekuasaan atau apapun itu."Ken shock. Dia tidak puas dan tidak senang dengan karakter Nacita yang sekarang. 'Kenapa Nacita berubah? Nggak ada lagi kesan penurut dan manis di dirinya. aku nggak bisa lagi monopoli dia.'Ken memutar otaknya untuk menghentikan Nacita. Ken tidak ingin sesuatu yang lebih buruk menimpa dia dan keluarganya. 'Padahal kalo ada kesempatan, aku mau balik lagi sama dia. Aku kangen banget pingin gagahin dia. Liat body-nya yang aduhai, makin buatku nggak nahan!'Saat mengutarakan isi hatinya, Ken melirik Jessy. Lalu, m
"Cinta, lihat!"Christian berseru sambil memperlihatkan dua buah dokumen kepada istrinya."Akta kelahiran Egi Erlangga?" Cinta mengambil dokumen itu dari tangan Christian.Semua orang terkejut mendengar ucapan Cinta. Mereka menunggu tanggapan sepasang suami istri tersebut.Ken mendadak salah tingkah. Dia beberapa kali melirik Jessy yang sedang menggigit bibirnya."Iーini?! Iーini?!"Cinta kehilangan kata-kata. Dia bingung. Dia langsung menangis sesegukan begitu melihat dokumen selanjutnya. Julian tidak sanggup melihat Cinta menangis. "Pa, kenapa?" Julian berdiri, lalu berjalan menuju Cinta. Dia meraih dokumen di tangan Cinta. Lalu, Julian pun dibuat terkejut. Kedua mata Julian membaca dengan cepat dokumen tersebut. Wajahnya tampak memperlihatkan sikap waspada dan tegang.Bagaimana pun juga, ini adalah berita besar. Benar! Berita besar bagi keluarga Hanindra yang terhormat di kota Paloma.Livy memanggil nama suaminya. "Julian? Itu dokumen apa?" Dia merasa ada yang tidak beres dengan
"Brengsek!" maki Jessy. Dia berbicara dengan nada rendah bahkan tidak terdengar oleh Ken yang berada di sebelahnya.Jessy yang semula marah karena perselingkuhan Ken dan Nacita, mendadak berubah ketakutan saat melihat Adnan. Jessy dan Adnan bermain mata. Kemudian, Jessy menunjuk pintu ruang makan dengan dagunya berharap Adnan akan pergi sesuai kehendaknya. Namun, Adnan tidak beranjak selangkah pun. Jessy semakin ketakutan. Dia juga panik. "Sialan! Mau apa sih dia?!""Anak kandung?" Christian kebingungan. Lalu, dia menatap Cinta. Cinta sama bingungnya seperti Christian. Dia menggeleng."Bener, Tuan Christian. Saya ke sini mau lihat anak saya. Apa dia tumbuh dengan baik? Apa Ibunya memperlakukan dia dengan baik? Karena Ibunya halangi untuk ketemu sama saya."Wajah Adnan tampak serius dengan kedua mata melotot. Dia memang berbicara dengan Christian, tetapi matanya tertuju pada Jessy seorang."Saya juga penasaran. Apa Ayah sambungnya tau jati diri dia sebenernya? Tapi, saya rasa ... si
Adnan sukses menyebutkan nama Azraf Hanindra. Dia tersenyum miring saat Jessy menatapnya dengan penuh kebencian.Jessy mengumpulkan sisa tenaga. Dia berteriak, "Pergi dari sini kamu, Adnan! Kamu diharamkan dateng ke sini!"Adnan mengabaikan Jessy. Sekarang, dia dan Kevan menunggu reaksi semua orang."Nggak mungkin!" seru Christian. Dia menyandarkan tubuhnya.Cinta melirik Azraf. Dia terkejut, lalu berseru, "Apa?! Azraf?! Ini nggak lucu! Jangan bercanda keterlaluan, Pak Adnan!"Itulah reaksi sepasang suami istri pemilik mansion indah Hanindra. Cinta kembali memijit keningnya. Sedangkan Christian mencoba tenang.Dabin mengambil tindakan. Dia mendekati Christian. Dia berbisik, "Tuan, tenanglah! Jangan sampai emosi menguras energi Anda!" Donita menutup mulutnya karena terkejut. Dia menatap Leon. "Aku nggak percaya, Leon. Gimana sama kamu? Apa kamu percaya?""Di dunia ini nggak ada yang mustahil, Donita. Bukti udah ada di depan mata. Kita tunggu aja bukti selanjutnya!"Jessy menatap wajah
Donita menyadari ada yang tidak beres dengan suaminya. "Leon, kamu kenapa?" tanyanya, cemas. Donita bergegas lari ke arah Leon. Tangan Leon bergetar hebat. Setelah melototi dokumen kesehatan Christian di tangannya, sekarang Leon sedang menatap wajah ayahnya yang semakin memucat. Kemudian, dia segera membaca laporan keuangan keluarga.Melihat pemandangan itu, tidak ada seorang pun yang berbicara. Mereka menunggu reaksi Leon. Donita menarik paksa dokumen dari tangan Leon. Beberapa detik kemudian, mulutnya menganga lebar. "Ini nggak mungkin!" teriak Donita. "Ini pasti ada yang salah." Donita melirik Cinta yang duduk tenang memandanginya. "Iya kan, Mama mertua? Ini cuma halusinasi aku aja karena terlalu stres." Donita berkata dengan frustasi.Cinta menggeleng. Sedangkan Leon mematung di tempat. "Paman Leon sama Bibi Donita kaget, ya?" Suara Kevan memecahkan keheningan. "Di rumah ini, cuma keluarga kalian dan anak-anak Paman Ken aja yang belum tau."Hati Leon dan Donita semakin terir
Setelah kesalahpahaman dengan Ciara selesai, Kevan meminta tunangannya pergi ke Pink Beach Island lebih dulu bersama Felicia dan Quden untuk mempersiapkan pernikahan. Sedangkan Kevan kembali ke kota Paloma. Dia ingin menjemput keluarganya sebelum menyusul Ciara. Sehari sebelumnya, Ciara sudah mengetahui rencana pernikahan mereka. Karena keduanya melakukan fitting baju pengantin bersama. "Huhhh!" Kevan menghela napas panjang. Dia baru tiba di rumah besar keluarga Hanindra. Dia berjalan menuju ruang tengah di mana semua orang telah menunggunya."Tuan, Anda harus sabar!" Omar senantiasa mengingatkan Kevan. Kevan tidak menjawab. Dia terus berjalan tanpa menoleh.Setibanya di ruang tengah, semua orang sudah duduk bersama Christian dan Cinta. "Silakan duduk, Tuan!" Rofiq mempersilakan Kevan untuk duduk di sisi kanan Christian. "Malam, Kakek, Nenek," sapa Kevan. Lalu, dia menatap kedua Theo dan Jasmine yang duduk di sebelahnya. Rencana Kevan untuk menyusul Ciara tidak berjalan dengan
"Apa?! Anak kandung Kak Kevan?!"Ciara mengulangi kata-kata Nulla. Dia merasa hal itu sangat mustahil. Tapi jika dipikir-pikir, tidak ada hal mustahil di dunia ini kan? Bagaimana bisa, Kevan yang begitu bucin kepada Ciara menghamili wanita lain? Apalagi wanita itu adalah Nulla yang notabenenya mantan pacar sekaligus cinta pertama Kevan. Namun, jika sudah berurusan dengan nafsu, apapun bisa saja terjadi, kan?Kevan menghela napas kasar. Dia menatap Nulla yang sedang tersenyum lebar. Kevan beranjak pergi menghampiri Ciara. "Yang, jangan dengerin Nulla!"Ciara menghempas tangan Kevan. Dia memandangi Kevan dan Nulla bergantian. "Kamu belum bisa move on dari Cinta pertama kamu ya, Kak?" Wajah Ciara masam. "Kalo kamu belum selesai sama masa lalu, jangan berani-beraninya mulai sama orang baru."Usai mengatakan hal itu, Ciara pergi. Dia mengambil langkah cepat seolah tidak peduli dengan jantungnya yang terasa sakit. "Eh, Van! Kamu mau ke mana?" Nulla berteriak. Dia mencoba menghalangi Ke
"Masuk, Van!"Nulla membuka pintu kamar apartemen nomor 303. Namun, Kevan tidak langsung masuk. Merasa tidak ada pergerakan dari Kevan, Nulla menoleh ke belakang. "Kenapa? Ayo masuk!" ajaknya lagi. Nulla baru selesai mandi. Rambutnya basah dan dia masih memakai jubah mandi. Kevan tidak bodoh. Nulla pasti sedang merencanakan sesuatu. Bisa jadi firasat Omar tadi benar. Untuk sesaat, Nulla sibuk dengan ponselnya. Dia sedang mengetik pesan singkat untuk seseorang.Nulla: Nona Ciara, cepetan dateng ke Grand Hyeth Apartment nomor 303. Kamu pasti penasaran aku dan tunangan kamu ngapain aja, kan?Nulla tidak berniat menunggu pesan balasan Ciara. Dia kembali menatap Kevan. "Ada perlu apa?" tanya Kevan dengan tatapan sinis. "Di sini aja ngomongnya!"Kevan enggan masuk. Dia tidak ingin menimbulkan kecurigaan."Aku mau ngomongin tentang Miguel. Kamu yakin mau ngomong di depan pintu? Kamu nggak takut kalo ada yang nguping?"Nulla berdiri di ambang pintu, lalu celingukan. Sepi. Suasana di kori
Sesampainya di rumah, Kevan melihat Ciara murung. Ciara berbaring lesu di kamarnya. Dia bahkan tidak menyadari kehadiran Kevan dan Felicia. Felicia menghampiri anak satu-satunya. "Cia!" Ciara terkejut. Dia segera bangun. "Mama kapan pulang?" Sore hari yang redup ini sepertinya kota Baubau akan diguyur hujan. Suasana hati Kevan sedang tidak baik, sama seperti Ciara. Kevan mendekati Quden yang berdiri di dekat pintu. "Apa seharian ini Cia cuma tiduran aja?" tanyanya, penasaran. "Dia nggak bales chat aku sama sekali. Gimana nafsu makannya hari ini?"Quden adalah seorang yang jujur. Dia pun menjawab apa adanya. "Nona sama sekali nggak mau makan. Dia cuma minum susu aja, Bos." Kevan menatap Ciara yang sedang berbicara dengan Felicia. Wajah keduanya sedih. "Seharian ini, Nona Ciara habisin waktu di depan laptop baca-baca berita keluarga Darwin. Jadi, apa rencana Bos selanjutnya? Ngomong-ngomong, Pak Omar ke mana?""Omar masih di pengadilan. Aku balik sama Angga." Kevan terlihat benar-
"Huh!" Kevan melirik Felicia sedang menghela napas berat. Sejak tadi, Kevan berusaha menguatkan hati calon ibu mertuanya. Kevan memberikan botol air mineral kepada Felicia. "Ma, minum dulu!" Kevan lega. Karena setidaknya, Felicia masih mau minum di tengah ketegangan suasana ruang sidang. Dua hari lalu, Ciara sudah membereskan para pemegang saham yang ingin mundur dari Darwin Group. Ciara mentransfer uang sebanyak Rp 10 triliun sebagai ganti saham mereka. Tidak hanya itu, sehari sebelum sidang perdata digelar, keluarga Darwin sudah mengumumkan kebangkrutan mereka. Kini, Darwin Group telah diakuisisi oleh K.C Tobacco milik Kevan. Dengan cara itu, sudah sangat jelas bahwa K.C Tobacco ingin mengambil alih penuh tanpa melibatkan pemegang saham lama dalam struktur kepemilikan baru. Akuisisi ini memang menyakitkan bagi Ciara dan Felicia. Namun, mereka tidak memiliki cara lain. Selain itu, mereka berdua masih memiliki saham di K.C Tobacco. Tentu saja, Miguel tidak tahu hal itu. Denga
Pukul 9:00 malam waktu kota Baubau. Kevan dan Ciara sudah kembali ke rumah 1 jam yang lalu. Ciara tampak kelelahan. Mereka duduk di ruang tamu.Kevan duduk di sofa single menghadap ke pintu utama. Sedangkan Ciara dan Felicia duduk di sofa panjang bersama Arkan. Omar dan Angga berdiri di belakang Kevan. "Cia, kamu hebat. Kamu kuat menghadapi orang-orang. Aku salut sama keberanian kamu." Arkan tidak berhenti membanggakan Ciara. Namun, Kevan berwajah masam saat mendengarnya. Pintu pun terbuka. Quden berdiri di ambang pintu. Dia menatap Kevan. "Tuan, ada jajaran eksekutif di luar mau ketemu Anda dan Nona Ciara." Quden memberitahu. Sorot matanya tajam penuh dengan ancaman."Suruh masuk aja!" perintah Kevan. Kevan menatap Ciara dan Felicia. Lalu, mengangguk kepada Quden."Baik," sahut Quden. Tidak lama, dia menghilang di balik pintu. "Mama sama Cia inget kan rencana kita? Sekarang udah waktunya eksekusi."Kevan melihat Felicia tersenyum dengan paksa. Dia juga melihat sorot mata Felic
Rapat mendadak dengan jajaran eksekutif sudah selesai. Sekarang, Ciara sedang rapat bersama tim public relation dan tim kuasa hukum perusahaan di ruangan yang sama. Kevan tidak beranjak dari kursinya. Dia dengan setia menunggu Ciara menyelesaikan rapat. Di samping Kevan, Arkan duduk dengan tenang. Dia ingin melihat kepiawaian Ciara memimpin rapat.Di ruang rapat, Ciara berbicara. “Kita harus mengambil langkah-langkah yang sudah aku rencanakan untuk memulihkan kepercayaan dan memastikan Darwin Group tetap menjadi perusahaan yang dihormati,” katanya, antusias. Semua orang mengangguk setuju. Mereka tahu bahwa ini adalah tantangan besar, tapi dengan strategi yang tepat, mereka bisa mengatasi dampak negatif dan membangun kembali reputasi perusahaan."Siapa ketua tim public relation di sini?" tanya Ciara. Seorang wanita berambut pirang sebahu mengangkat tangan. "Saya, Nona. Nama saya Susan Arardjo.""Oke, Susan. Pertama-tama, aku mau hari ini kamu buat agenda transparansi dan komunikasi
Hari berikutnya, Ciara dan Kevan kembali ke pulau Pearl. Pagi ini, Ciara akan mengadakan rapat darurat dengan para eksekutif perusahaan Darwin Group. Kevan dan Ciara kembali bersama Arkan yang sekarang sedang rapat bersama pengacara yang dia bawa dan tim pengacara perusahaan di ruangan berbeda. Di ruang rapat Darwin Group, Ciara berbicara kepada tim manajemen. “Kita harus bekerja keras untuk memulihkan reputasi perusahaan. Aku tau, ini nggak akan mudah. Tapi dengan kerja sama dan dedikasi, aku yakin kita bisa mengatasi tantangan ini,” katanya dengan penuh semangat.Tim manajemen mengangguk setuju. Mereka tahu bahwa ini adalah saat yang sulit. Tapi, mereka bertekad untuk membawa Darwin Group kembali ke jalur yang benar. Mereka akan memastikan perusahaan ini tetap menjadi simbol integritas dan kepercayaan.Ciara menatap sekretarisnya. "Sarah, bagiin sekarang!""Baik, Nona." Sarah berdiri. Dia membagikan satu lembar kertas kepada tim manajemen. Kevan dan para jajaran direksi hanya te