Aleta tercengang. Bola matanya yang indah membulat sempurna. Tanpa sadar tangan gadis itu mencengkram kuat sprei rumah sakit.
Ada kehangatan sekaligus rasa nyaman dalam satu waktu. Aleta tak mampu berkedip. Otaknya mendadak berhenti bekerja. Tapi hatinya banyak berkata-kata.
"Apa ini? Jhon menciumiku lagi dan lagi, tetapi aku enggan berontak. Kenapa aku malah diam? Bukankah harusnya aku menendang bajingan ini? Hey, ada apa dengan ku? Aku bahkan tidak rela jika Jhon melepaskan bibir ku. Ini sangat nikmat. Tubuh ku juga seolah-olah menjadi lebih bersemangat. Aku ingin sekali membalasnya. Bolehkah? Tidak! Tidak bisa begitu. Aku seorang Aleta Lousion. Tidak mungkin aku takluk oleh seorang Jhon Christy."
Cengkraman tangan gadis itu kian erat tatkala tangan kanan Jhon melingkari pinggulnya sementara tangan kirinya merambat ke punggung dan menekan dada Aleta.
Tidak ada satu senti pun sekat di antara tubuh keduanya. Mereka benar-benar menyatu.
Ceklek
<Heyyy, gengsss. Udah lama kita engga ketemu. Ada yang kangen? Duh, engga ada? Sayang banget. Padahal aku kangen kalian, lohhh.Tidak terasa sudah lama sekali othor belum up juga. Tenang, tenang hari ini othor up juga nih. Dan sepertinya sebentar lagi novel ini akan tamat 🥺 tapi jangan khawatir, othor pasti akan kembali lagi dengan cerita yang tak kalah serunya. Idihhh.Cuss langsung.***Rockie bersama teman satu angkatannya saling pandang."Jika tidak ada yang ingin digali, tolong tinggalkan rumah kami."Rockie dan yang lain tidak menemukan bukti apapun yang menguatkan. Mereka tidak bisa main trabas begitu saja tanpa adanya keterangan lanjut. Dengan terpaksa, akhirnya mereka pergi.**Setelah kondisi perlahan membaik. Ava keluar dari rumah. Dari tadi ternyata ia sembunyi di balik pintu. Dalam genggamannya ada kantong besar yang agak basah dan bau anyir.Saat Lousion hendak masuk, Ava pun keluar."Uncle!!"
Di sisi lain.Jhon dan Aleta telah sampai di Moskow. Sekarang mereka berada di tempat tinggal Jhon ditemani Erik.Ketiganya duduk melingkar. Di hadapan mereka lembaran peta Moskow terbentang. Tatapan mereka serempak ke arah peta itu. Memperhatikan setiap jalur mobil, yang jarang sekali dipilih sebagai sarana menuju bandara."Ini," tunjuk Jhon.Kemudian Erik menggeleng. "Tidak. Jalur di sana lumayan sepi juga sedikit rumit jadi sering dimanfaatkan para pelaku kriminal."Aleta yang tidak tau apapun hanya diam tapi ikut-ikutan memperhatikan seolah ia tau seluk beluk kota Moskow. Padahal jika keluar terlalu jauh dan lama pun ayahnya pasti langsung mengerahkan anak buah untuk mencari gadis itu.Jhon bergeming sambil berpikir."Bagaimana jika aku yang mengantar kalian ke bandara?" tawar Erik.Jhon menimbang-nimbang. Sesekali ia melirik ke arah Aleta. Sayangnya, Aleta tak membalas lirikan Jhon. Tampak dalam kerutan di kening gadis itu
Tidak sulit bagi Sky untuk mencari tau rumah lama Jhon. Dan tidak butuh waktu berjam-jam, mereka sampai di komplek kelas menengah yang dipenuhi rumah-rumah penduduk.Louison menurunkan kaca mata hitamnya. Netranya yang tajam mengedar ke setiap sudut. Tak ia sangka, seorang Jhon Christy dulu tinggal di tempat yang terpencil.BukkkSky berhasil menyeret nona Maria. Wanita setengah baya itu didorong ke hadapan Lousion hingga tersungkur."Katakan!" Bentak Sky.Keringat dingin memenuhi kening wanita itu. Perlahan ia mendongak. Ia dibuat bergidik acap kali matanya bertemu dengan mata Lousion, yang garang bagai raja hutan."Katakan ke mana Jhon pergi!!" bentak Sky lagi seraya menendang punggung wanita itu.Tubuh nona Maria bergetar. Ia meihat ke sekelilingnya seolah meminta bantuan, tetapi orang-orang di sekitar mereka tak berani mendekat. Jangankan mendekat, tak sengaja menatap pun mereka akan langsung lari terbirit-birit."Dasar jal
"Jhon, I need you."Sial.Tiga kata itu berhasil menepis semua kegundahan dalam diri Jhon. Juniornya terus mendesak. Ia tak tahan lagi. Segera ia lepas jas hitam miliknya. Ia lempar secara asal. Kemudian ia tanggalkan satu persatu kancing kemejanya sambil mendekat ke arah Aleta."Kau pandai memancing birahi ku," kata Jhon, menatap sayu.Aleta tersenyum miring. Caranya membalas tatapan Jhon sangat menggoda. Membuat birahi pria itu semakin memuncak.Langkah Jhon kian dekat, dekat, bertambah dekat. Lalu, diraihnya tengkuk gadis itu hingga membuatnya menggelinjang geli.Tanpa komando. Jhon menyanbar bibirnya yang merah segar. Ia lumat lembut penuh perasaan.Reflek Aleta mencengkram sprei kasur hotel itu. Kelopak matanya mengatup. Menikmati setiap sensasi lembut yang Jhon salurkan."Awh!!"Seketika Aleta terbelalak tatkala daging merah segar miliknya Jhon gigit. Dengan kesal Aleta mendorong dada pria itu. Menjauhkan dirinya dari wajah Aleta. K
BukkkBukkkBukkkKeluar dari bandara kemarahan Lousion benar-benar memuncak. Tanpa ampun, ia memukuli anak buahnya yang ia anggap salah, karena terlalu lambat memberikan informasi.Meski wajah sudah bonyok, tetapi anak buahnya itu tak mengerang kesakitan atau sekedar menepis pukulan Lousion. Ia hanya diam, diam dan diam."Ayah, enough!" Sky segera menahan sang ayah. Ia merangkulnya ke belakang.Lousion melepaskan diri. Berbalik mengusap kasar wajahnya dengan raut cemas tiada tanding."Tidak mungkin mereka sudah melakukan penerbangan. Pasti mereka masih di negara ini," ujar Sky.Otak Lousion sangat panas. Ia nyaris tidak bisa berpikir. Keras-keras, ia menghantam badan mobilnya. Lalu, menempelkan kening di permukaan mobil."Di mana bocah itu," batin Lousion.Sky menghubungi kontak Jhon kembali. Dan jawaban yang didapat tidak berubah.Sejujurnya, Sky juga sangat marah. Bahkan mungkin lebih marah daripada Lousion.
Jhon tersenyum smirk. Kumis tebal dan jambang palsu yang ia pakai perlahan ia lepas. Kemudian dibuang secara asal."Sky Lousion," sebut Jhon disertai tatapan sengit.Sky yang sedang naik pitam sama sekali tak menggubris. Matanya bagai mengeluarkan api neraka. Kedua alisnya terangkat. Dengan gerakan cepat, ia menarik si penutup bagian atas senjata apinya, meluruskan telunjuk di pelindung pelatuk, dan senjata ia arahkan tepat menuju sasaran.Kaki Sky terbuka lebar. Pria itu siap melepas timbal panasnya.Satu … dua … tiga …DorrrPeluru berdesing. Jhon sigap menghindar seraya mengeluarkan senja
"Kalian yakin tidak ada satupun korban?" Tanya Rockie seraya menatap wajah mereka yang masih menyisakan rasa takut tiada banding.Mereka terlampau takut. Selain gelengan kepala, mereka tidak tahu harus berkata apalagi. Padahal barusan salah satu karyawan yang tiarap secara tidak sengaja melihat mayat tergeletak dalam keadaan mata melotot."Pria tua itu." Rockie menunjuk ke arah Lousion. "Ayah seorang psikopat. Namanya Lousion, dan ada anak laki-laki yang selalu bersamanya, namanya Sky. Biasanya jika ada Lousion, maka ada Sky. Ataupun sebaliknya. Dan kemunculan mereka berdua bukan tanpa sebab. Paling sering terjadi akibat ulah putri Lousion. Aleta namanya. Kalian ada yang mengerti?"Rockie sampai menjelaskan sebanyak itu, karena memang ia butuh satu saja bukti yang bisa menye
"Akhhh."Aleta menjerit seiring dengan cepatnya hentakan demi hentakan yang Jhon salurkan."Jhon …"Di sela kegiatan panas mereka, sesekali Aleta menyebut nama Jhon. Dan hal itu sukses mengisi penuh daya kekuatan Jhon hingga berkali-kali lipat."Akhhh."Adik kecil Jhon bertambah keras. Gerakan pinggulnya juga semakin cepat; tidak beraturan.Tubuh Aleta terhentak-hentak di bawah kungkungan nya."Jhon!" Tak kuasa, Aleta spontan menggigit pundak Jhon sampai bekas gigitannya tercetak rapi di pundak tersebut.
Dorrr!Tarr!Peluru berdesing. Kaca belakang mobil Jhon pecah. Meski serpihan kaca tidak lari ke depan tapi Jhon reflek melindungi Aleta dengan satu tangannya, sedang tangan lain tetap memegang kendali setir."Kamu tidak terluka, hah?" Jhon bertanya khawatir.Aleta melihat ke depan. "Fokus saja ke depan! Biar aku yang menghadapi mereka!"Jhon tak yakin tapi dia tahu Aleta tak bisa diremehkan. "Jika merasa tak aman, kamu harus segera sembunyi!"Aleta seolah tak menghiraukan. Gadis yang beberapa jam lalu mengucapkan janji suci pernikahan di hadapan Pendeta, Jhon dan banyak orang itu, kini mengeluarkan senjata api dari saku jok lalu berpindah ke belakang walau sulit sekalipun."Dua mobil!" seru Aleta.Jhon melirik kaca spion. Dia yakin mobil paling depan ditumpangi Sky dan Markus, sedang mobil di belakangnya mungkin anak buah Sky.Dorrr!Tak mau kalah, melalui celah pecahan kaca mobil, Aleta menembakkan senjata apinya.Tarrr!Bidikkan Aleta berhasil menembus kaca mobil depan mobil yang d
Waktu bergulir.Jhon berhasil membujuk Ibunya segera pergi dari acara pernikahan anak temannya itu usai dirinya berbohong jadi tak sabar ingin menikah juga.Ibunya sangat senang, hingga sepulang dari sana mereka langsung mampir ke kantor catatan sipil guna mendaftarkan pernikahan Jhon bersama Aleta minggu depan.Lebih bagus lagi, Jhon berhasil merayu Ibunya tidak pergi ke pasar karena jika wanita itu sudah pergi ke pasar maka kaki Jhon bisa dibuat bergetar saking lelahnya berkeliling.Sekarang mereka berada di rumah.Ibunya Jhon menikmati secangkir teh di lantai dua yang berhadapan dengan bukit-bukit, sedang Jhon bersama Aleta berhadap-hadapan secara serius."Mereka dalam perjalanan ke sini," ungkap Jhon sungguh-sungguh.Aleta mengangguk tak kalah serius. "Lalu bagaimana?""Kedatangan mereka pasti akan membuat kekacauan," tebak Jhon, "jadi kita harus pergi dari sini setelah menikah nanti."Aleta mengangguk sekali lagi. "Setuju!""Kamu punya tempat rekomendasi?""Moskow," jawab Aleta m
Aleta dan Jhon duduk berdampingan di salah satu kursi tamu.Kebingungan tampak jelas di mata Aleta, sedang di mata Jhon hanya ada perasaan campur aduk yang bisa saja membuatnya mencekik siapapun.Ibu pria itu tidak duduk bersama mereka tapi bergabung dengan Ibu-ibu lain untuk bergosip dan tertawa renyah tanpa beban."Bisa-bisanya anak sebesar diriku dibawa kondangan!" geram Jhon tertahan.Aleta menoleh bertanya. "Kondangan itu apa?""Mendatangi hajat orang lain. Contohnya seperti ini. Kita datang sebagai tamu yang menyaksikan pernikahan mereka," jawab Jhon.Aleta manggut-manggut. "Kalau begitu, aku juga pernah kondangan.""Kapan?" tanya Jhon balik."Sudah lama, jauh dari Moskow.""Apa seperti ini?" tanya Jhon lagi.Aleta mengedarkan pandangan lalu menggeleng samar. "Tidak ada pisang sebanyak itu."Jhon mengarahkan pandangannya pada pisang dua tundun yang menempel pada tiang-tiang akses masuk Pendopo."Tidak ada tumpukan makanan yang berjajar seperti itu, tidak ada toples cemilan dan a
Hap!Tangan Jhon sigap menangkap. Dan tak mau menunggu celurit lain datang, Jhon langsung melarikan diri ke kamarnya.Brak!Tepat setelah pintu tertutup, ujung celurit berhasil menembus pintu kayu kamar Jhon dan itu hampir saja mengenai kakinya kalau dia tidak segera melompat."Ya Tuhan, baru ditinggal beberapa bulan bar-barnya semakin mengerikan!""Jhon! Keluar!" teriak Ibunya.Jhon berlari melompati tempat tidur lalu buru-buru membuka lemari. Dia menggeledah seluruh isinya sampai menemukan set pakaian anti benda tajam yang dulu digunakan sebagai perlindungan ekstra.Sekarang set pakaian itu kembali dipakai lantas Jhon membuka pintu kamar sebelum pintunya rusak akibat serangan Ibunya."Cukup!" teriak Jhon setengah emosi, "pintu kamarku bisa ganti tujuh kali nanti!"Ibunya masih berdiri di tempat. Dengan seringai lebar, dia mengisyaratkan Jhon naik maka Jhon pun mengikuti."Lumayan," ucap Ibunya sambil memperhatikan Jhon dari ujung ke ujung."Di sana aku bekerja sebagai Bodyguard. Har
Jhon menarik Ibunya masuk. Sambil sesekali melihat ke luar, pria itu memprotes wanita tersebut. "Apa-apaan Ibu ini!"Ibunya menanggapi dengan santai. "Aleta bilang kalian sudah tidur bersama, tentu menikah cepat adalah jalan terbaik."Jhon melotot ternganga. Pria itu tak menyangka Aleta bisa berkata terang-terangan seperti yang diakui Ibunya."Gadis itu tidak bohong, bukan? Kamu dan dia sudah …" Ibunya sengaja menggantung kalimat sambil mengisyaratkan sesuatu.Karena sudah terlanjur diketahui, Jhon pun tak mengelak meski sebenarnya sangat malu. "Iy–a, itu ben–ar tapi pernikahan kita tidak bisa secepat itu, Ibu!"Ibunya menggerakkan jari telunjuknya ke kanan dan kiri. "Tidak bisa, Jhon! Kamu sudah merenggut kesuciannya jadi kamu harus sesegera mungkin menikahi Aleta.""Bu!""Ingat, Jhon! Kamu ini tinggal di Indonesia. Adatmu disini jangan disamakan dengan negara di luaran sana!" Marah Ibunya. "Masih syukur Ibu tidak memukulmu!"Jhon tahu maksud ibunya namun dia tetap tak bisa menerima
Lima jam berselang."Sudah hampir lima jam tapi Ibumu belum datang," keluh Aleta, "apakah rumahmu sejauh Arab Saudi, hah?"Jhon mendaratkan telunjuknya ke permukaan bibir gadis itu. Dan pacarnya yang bar-bar langsung membuka mulut menggigit ujung jarinya."Awh!" pekik Jhon refleks."Kalau masih lama, aku ingin tidur saja." Kesal Aleta.Jhon melirik jam tangannya pelan. Waktu menunjukkan pukul tiga sore, dan seakan sudah tahu sebentar lagi Ibunya datang, pria itu langsung mengemas barang sekaligus mengambil fasilitas hotel yang boleh dibawa pulang."Apa-apaan ini?" Protes Aleta padahal dia sudah siap tidur.Jhon menjawab santai. "Siapkan dirimu, sebentar lagi Ibuku sampai."Aleta melotot kesal luar biasa. "Ya Tuhan!"Drrr! Ponsel Jhon bergetar. Setelah membaca isi pesan, pria itu tanpa komando menggandeng tangan Aleta serta membawanya keluar.Aleta pasrah mengikuti. Dan begitu mereka sampai di pelataran parkir hotel, Aleta dibuat membatu karena rupanya mobil yang digunakan Ibunya Jhon
"Indonesia," ulang Aleta dengan mata menerawang."Efek obat pemberian Ayahmu seharusnya sudah hilang. Apa sekarang kamu mengingat setiap momen di sana?" tanya Jhon serius.Aleta mengedikkan bahu secara malas. "Aku malas mengingatnya kecuali ..." Dengan kalimat menggantung, gadis itu menatap dan membelai wajah Jhon begitu lembut."Tentang pertemuan kita," sambung Jhon disertai seulas senyum.Aleta balas tersenyum, tetapi kali ini senyumannya benar-benar terlihat tulus. "Asal bersamamu, kemanapun aku tidak masalah."Bunga-bunga bagai bermekaran di hati Jhon. Sudut bibirnya terangkat tinggi, dan sekali lagi dia merangkul Aleta penuh cinta.Kemudian hari berganti.Persiapan keberangkatan Jhon dan Aleta ke Indonesia telah siap keseluruhan. Guna mempermudah pelarian mereka bila mana musuh tiba-tiba menyergap, mereka sengaja tidak membawa banyak barang.Pada pukul sepuluh malam, mereka akhirnya memasuki pesawat dan duduk saling bersebelahan. Tak kurang dari sepuluh menit, pesawat terbang men
Cittt!Aleta menghentikan laju mobilnya tepat di depan kantor agen bodyguard milik Romis.Berhubung sudah lewat dari pukul sebelas malam, suasana kantor telah begitu sepi bak tak berpenghuni. Hanya saja, akses utama masuk masih bisa dibuka dan sekarang Aleta melewatinya dengan langkah lebar.Ceklek! Byur!Gadis itu membuka pintu ruangan Romis tanpa aba-aba. Alhasil Romis yang tengah menyeruput kopi sembari menatap laptop, pun seketika menyemburkan kopinya."Kamu …" Penampilan Aleta sungguh jauh berbeda dari kali terakhir dia meninggalkan ruangan Romis, terutama pada bagian belahan pahanya yang nyaris menyentuh pinggul. "Mengambil pakaian di bak sampah mana kamu sampai robek-robek seperti itu?"Aleta tak memperdulikan pertanyaan Romis. Gadis itu membuka genggaman tangannya, sehingga tampak robekan dari gaunnya yang sudah berlumuran darah serta mengeluarkan bau anyir.Perasaan Romis mendadak tak enak. Jakunnya naik turun, ancang-ancang mengambil posisi melarikan diri.Seraya tersenyum
Beberapa detik setelah Haiden keluar, Aleta langsung menghampiri sasarannya!Aleta duduk menyilangkan kaki. Berkat belahan rok yang tinggi, paha mulus gadis itu terekspos di mata sasaran tersebut.Gluk! Sasarannya menelan ludah diikuti jakunnya yang naik turun seakan menahan dahaga.Aleta memanfaatkan hal ini dengan menatap sasarannya penuh gairah. "Izinkan aku bermain, Tuan!"Gluk! Sasarannya menelan ludah sekali lagi lalu mempersilahkan Aleta ikut andil dalam permainan casino mereka. "Silahkan."Aleta lekas meletakkan uangnya di atas meja.Lantaran nominalnya terlalu kecil di mata para pemain casino kelas kakap ini, nominal itu menjadi bahan lelucon mereka. "Nona! Kalau tidak punya uang tidak perlu bertaruh!""Ha ha ha, cantik tapi miskin!""Terlalu sedikit tapi kalau disandingkan dengan tubuhmu mungkin akan seimbang!"Rasanya, Aleta ingin menembak mulut mereka atau merobeknya menjadi tujuh bagian. Hanya saja, sekarang dia masih harus berakting terlihat lembut, anggun dan menggiu