Sesaat suasana menjadi hening. Suara-suara komputer jelas terdengar.
Jhon melirik benda canggih itu. Detak jantung Aleta berjalan lebih dari normal. Jhon tersenyum lega.
Sepasang mata Jhon menyipit. Ia mendekatkan wajahnya pada wajah Aleta. Sesuai perintah Aleta. Ia mulai membuka cela bibir. Mengeluarkan embusan nafas hangat.
Sejenak Aleta terpejam, menikmati aura hangat dari dalam mulut Jhon.
Begitu jarak wajah Jhon dan Aleta sudah sangat dekat. Aleta mendorong kepala Jhon. Menjauhkan pesona pria itu dari pelupuk mata Aleta.
TapTapTapPelan tapi pasti, Aleta mengendap-endap masuk ke ruangan khusus ayahnya.Di ruangan tersebut. Louison dan Sky biasa berunding. Membicarakan tentang apapun, baik masalah Aleta atau masalah pekerjaan.Lousion menduduki kursi kebesarannya, diikuti sang anak angkat duduk tidak jauh dari Louison.Sementara itu, di balik pintu masuk. Aleta berdiri memasang telinga baik-baik. Pendengaran gadi
Seorang Aleta selalu saja mengundang perhatian publik. Jika tidak dengan tindakan kriminal maka dengan pesona gadis itu.Sama seperti hari ini. Ketika ia baru melangkahkan kaki keluar mobil, semua mata tertuju padanya. Bagaimana tidak?Saat-saat musim dingin begini, Aleta menggunakan dress merah maroon setinggi paha tanpa lengan. Sepatu boots hitam yang menutupi sampai betis saja. Tidak lupa tas kampusnya, yang harganya bila dirupiahkan berkisar antara 50 atau 100 juta.Ia selalu mengundang rasa iri teman-teman kampusnya. Tidak terkecuali Minni. Gadis, yang Aleta sebuah sahabat.
Tiba-tiba seseorang menepuk pundak Jhon. Untunglah Jhon masih memiliki kesadaran. Ia menarik tangan yang menepuknya ke depan. Sampai pemilik wajah tangan itu berada tepat di sisi kepala Jhon."Ck, kau!" Dengkus Jhon, kesal.Erik menyeringai lebar. Lantas, menyeret kursi di antara mereka yang masih kosong."Siapa gembel ini?" Lontar Aleta, sembari menggoyangkan gelas wine dan menatap jengah ke arah Erik.Erik membelak tak terima. Ia balas menatap Aleta sinis. "Gembel katamu!"
Cukup lama isapan bibir Jhon pada lengkungan leher milik Aleta. Begitu isapan itu ia lepas. Tertinggal sebuah garis merah dan kehitaman, yang terpampang jelas pada kulit putihnya.Jhon menatap lekat wajah Aleta. Gadis itu telah terpejam. Mulutnya juga berhenti meracau. Jhon membenarkan posisi duduk Aleta kemudian menstarter mobil.Mobil meninggalkan pelataran, perlahan. Arah mobil tidak menuju ke kediaman Lousion, melinkan ke sebuah gang kecil, yang jauh dari kata berkelas seperti jalan menuju rumah Lousion.Ya, gang kecil itu satu-satunya jalan mencapai rumah kost Jhon. Setibanya di sana. Jhon membopong Aleta masuk.Ia menidurkan gadis itu di atas tempat tidurnya.Sejenak Jhon berdiri memandang Aleta. Pandangan Jhon sangat dalam. Seakan-akan berusaha menyelami kedalaman jiwa gadis itu.Hingga akhirnya pria itu tersadar tatkala ponsenya berdering. Jhon melihat layar ponselnya, yang berkedip.Tertera nama Sky sebagai pemanggil. I
Hampir semua orang berkata demikian. Jhon selalu disebut tidak mirip ayah atau ibunya. Ia juga nyaris diduga anak pungut. Namun, Jhon sangat yakin dirinya bukanlah anak pungut seperti kata orang-orang.Ia ingat. Sang ibu pernah berkata. Ketampanan Jhon memang bukan dari orang tua melainkan dari kakek buyut Jhon, yang dulunya tentara belanda."Kalau aku anak haram, bagaimana?" Sekalian saja Jhon tambah-tambahkan. "Kau akan berbuat apa pada anak haram ini?""Ck, aku tidak peduli," balasnya seraya memunggungi.Dengan begitu, Jhon dapat melihat punggung lurus Aleta. Rambut ikalnya, yang tergerai. Lekukan indah tubuh gadis itu serta aroma wangi dari shampo, yang ia pakai."Aleta," panggil Jhon, serak.Aleta balas bergumam. Ia tak tertarik berbalik. Jhon tersenyum satu sisi sambil memainkan helaian rambut gadis itu."Sakit, bodoh!" Omel Aleta."Kau tidak pernah memiliki kekasih?"Gadis itu membisu. Tangannya mengepal. Jujur, i
Mohon maaf untuk bab sebelumnya, author salah judul 😂 harap maklum dikarenakan author menulis dalam keadaan ngantuk tapi ide masih jalan.****Sekuat apapun Aleta. Jhon terbilang mampu mengatasi gadis itu. Jhon melepas bantalan tangannya. Ia meraih pundak Aleta serta bersusah payah mendorong gadis itu.Hingga akhirnya posisi mereka duduk saling berhadapan. Aleta tetap dalam pangkuan Jhon, dan Jhon gantian menekan tubuhnya.Membuat Aleta kian melekat dalam dekapan Jhon. Sontak, Aleta tak terima.Gadis itu berusaha lepas. Ia menjauhkan pundak Jhon, akan tetapi lingkaran tangan Jhon pada punggungnya bagaikan perangko. Sulit sekali dipisahkan."Bajingan! Turunkan aku!" Pekik Aleta.Sayang tidak semudah itu. Jhon malah menyeringai. Sekali lagi ia berhasil menjadikan Aleta leluconnya."Bastard!" Umpat Aleta."Sst!" Bibir Jhon sedikit mengerucut. "Jinaklah sebentar, Aleta.""Bodoh! Kau pikir aku binatang," b
Bunyi plak plok plak plok pertemuan antara kulit keduanya terdengar jelas di tengah senyapnya malam.Nafas mereka saling memburu seolah menahan rasa nikmat, yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata."A--ku ..." ucap Aleta tertahan."Hah," balas Jhon sambil terus menaik-turunkan pantatnya disertai tatapan sayu dan wajah memerah."Aku ... aku ... um."Lingkaran tangan Aleta beralih ke pinggul Jhon. Di sana ia pun sama mencengkram setiap sisinya. Dan kali ini ia sedikit menekan ke bawah. Membuat pusaka Jhon tenggelam begitu dalam sampai ke ujung rahim gadis itu.Aleta memejamkan mata. Pipinya tambah merona. Sesekali ia menggigit bibir.Sudut bibir Jhon terangkat tipis. Ia tau, Aleta hendak mencapai puncaknya. Dengan sengaja Jhon memperlambat gerakan. Sontak, Aleta mengerjap.Gadis itu menatap tak terima. Ia melirik ke bawah. Jhon menarik seluruh pusakanya diiringi senyum menggoda."Fuck!" umpat Aleta seraya membalikan tubuh Jhon. M
CitttRem berdecit. Jhon menghentikan mobil tepat di depan teras kediaman Lousion.Aleta bergegas keluar. Ia berlari sedari menuruni mobil sampai tiba di kamar.Pintu kamarnya terdengar dibanting. Seketika Beni, anjing kesayangan Lousion mengerjap bangun. Anjing itu menggonggong.Lantas, Aleta membuka pintu kamarnya kembali. Ia melempar bantal ke arah Beni."Anjing sialan! Suaramu benar-benar menusuk telinga ku!" maki Aleta.Biarpun Beni hanya seekor anjing. Beni dapat menangkap ekspresi kemarahan wajah Aleta. Anjing itu langsung diam. Wajahnya mengkerut. Ia meloncat turun serta berlari menaiki anak tangga."Lapor sana! Lapor dengan ayah mu!" geram Aleta sembari membanting pintu.Dan kali ini yang terkejut bukan Beni, melainkan Katy. Kucing kesayangan Aleta sekaligus musuh bebuyutan Beni.Katy melompat dari tempat tidur Aleta. Kemudian Aleta tangkap dengan gemas."Oh, sayang ku." Aleta mencium gemas pipi Katy. Ia usap-usap bul
Dorrr!Tarr!Peluru berdesing. Kaca belakang mobil Jhon pecah. Meski serpihan kaca tidak lari ke depan tapi Jhon reflek melindungi Aleta dengan satu tangannya, sedang tangan lain tetap memegang kendali setir."Kamu tidak terluka, hah?" Jhon bertanya khawatir.Aleta melihat ke depan. "Fokus saja ke depan! Biar aku yang menghadapi mereka!"Jhon tak yakin tapi dia tahu Aleta tak bisa diremehkan. "Jika merasa tak aman, kamu harus segera sembunyi!"Aleta seolah tak menghiraukan. Gadis yang beberapa jam lalu mengucapkan janji suci pernikahan di hadapan Pendeta, Jhon dan banyak orang itu, kini mengeluarkan senjata api dari saku jok lalu berpindah ke belakang walau sulit sekalipun."Dua mobil!" seru Aleta.Jhon melirik kaca spion. Dia yakin mobil paling depan ditumpangi Sky dan Markus, sedang mobil di belakangnya mungkin anak buah Sky.Dorrr!Tak mau kalah, melalui celah pecahan kaca mobil, Aleta menembakkan senjata apinya.Tarrr!Bidikkan Aleta berhasil menembus kaca mobil depan mobil yang d
Waktu bergulir.Jhon berhasil membujuk Ibunya segera pergi dari acara pernikahan anak temannya itu usai dirinya berbohong jadi tak sabar ingin menikah juga.Ibunya sangat senang, hingga sepulang dari sana mereka langsung mampir ke kantor catatan sipil guna mendaftarkan pernikahan Jhon bersama Aleta minggu depan.Lebih bagus lagi, Jhon berhasil merayu Ibunya tidak pergi ke pasar karena jika wanita itu sudah pergi ke pasar maka kaki Jhon bisa dibuat bergetar saking lelahnya berkeliling.Sekarang mereka berada di rumah.Ibunya Jhon menikmati secangkir teh di lantai dua yang berhadapan dengan bukit-bukit, sedang Jhon bersama Aleta berhadap-hadapan secara serius."Mereka dalam perjalanan ke sini," ungkap Jhon sungguh-sungguh.Aleta mengangguk tak kalah serius. "Lalu bagaimana?""Kedatangan mereka pasti akan membuat kekacauan," tebak Jhon, "jadi kita harus pergi dari sini setelah menikah nanti."Aleta mengangguk sekali lagi. "Setuju!""Kamu punya tempat rekomendasi?""Moskow," jawab Aleta m
Aleta dan Jhon duduk berdampingan di salah satu kursi tamu.Kebingungan tampak jelas di mata Aleta, sedang di mata Jhon hanya ada perasaan campur aduk yang bisa saja membuatnya mencekik siapapun.Ibu pria itu tidak duduk bersama mereka tapi bergabung dengan Ibu-ibu lain untuk bergosip dan tertawa renyah tanpa beban."Bisa-bisanya anak sebesar diriku dibawa kondangan!" geram Jhon tertahan.Aleta menoleh bertanya. "Kondangan itu apa?""Mendatangi hajat orang lain. Contohnya seperti ini. Kita datang sebagai tamu yang menyaksikan pernikahan mereka," jawab Jhon.Aleta manggut-manggut. "Kalau begitu, aku juga pernah kondangan.""Kapan?" tanya Jhon balik."Sudah lama, jauh dari Moskow.""Apa seperti ini?" tanya Jhon lagi.Aleta mengedarkan pandangan lalu menggeleng samar. "Tidak ada pisang sebanyak itu."Jhon mengarahkan pandangannya pada pisang dua tundun yang menempel pada tiang-tiang akses masuk Pendopo."Tidak ada tumpukan makanan yang berjajar seperti itu, tidak ada toples cemilan dan a
Hap!Tangan Jhon sigap menangkap. Dan tak mau menunggu celurit lain datang, Jhon langsung melarikan diri ke kamarnya.Brak!Tepat setelah pintu tertutup, ujung celurit berhasil menembus pintu kayu kamar Jhon dan itu hampir saja mengenai kakinya kalau dia tidak segera melompat."Ya Tuhan, baru ditinggal beberapa bulan bar-barnya semakin mengerikan!""Jhon! Keluar!" teriak Ibunya.Jhon berlari melompati tempat tidur lalu buru-buru membuka lemari. Dia menggeledah seluruh isinya sampai menemukan set pakaian anti benda tajam yang dulu digunakan sebagai perlindungan ekstra.Sekarang set pakaian itu kembali dipakai lantas Jhon membuka pintu kamar sebelum pintunya rusak akibat serangan Ibunya."Cukup!" teriak Jhon setengah emosi, "pintu kamarku bisa ganti tujuh kali nanti!"Ibunya masih berdiri di tempat. Dengan seringai lebar, dia mengisyaratkan Jhon naik maka Jhon pun mengikuti."Lumayan," ucap Ibunya sambil memperhatikan Jhon dari ujung ke ujung."Di sana aku bekerja sebagai Bodyguard. Har
Jhon menarik Ibunya masuk. Sambil sesekali melihat ke luar, pria itu memprotes wanita tersebut. "Apa-apaan Ibu ini!"Ibunya menanggapi dengan santai. "Aleta bilang kalian sudah tidur bersama, tentu menikah cepat adalah jalan terbaik."Jhon melotot ternganga. Pria itu tak menyangka Aleta bisa berkata terang-terangan seperti yang diakui Ibunya."Gadis itu tidak bohong, bukan? Kamu dan dia sudah …" Ibunya sengaja menggantung kalimat sambil mengisyaratkan sesuatu.Karena sudah terlanjur diketahui, Jhon pun tak mengelak meski sebenarnya sangat malu. "Iy–a, itu ben–ar tapi pernikahan kita tidak bisa secepat itu, Ibu!"Ibunya menggerakkan jari telunjuknya ke kanan dan kiri. "Tidak bisa, Jhon! Kamu sudah merenggut kesuciannya jadi kamu harus sesegera mungkin menikahi Aleta.""Bu!""Ingat, Jhon! Kamu ini tinggal di Indonesia. Adatmu disini jangan disamakan dengan negara di luaran sana!" Marah Ibunya. "Masih syukur Ibu tidak memukulmu!"Jhon tahu maksud ibunya namun dia tetap tak bisa menerima
Lima jam berselang."Sudah hampir lima jam tapi Ibumu belum datang," keluh Aleta, "apakah rumahmu sejauh Arab Saudi, hah?"Jhon mendaratkan telunjuknya ke permukaan bibir gadis itu. Dan pacarnya yang bar-bar langsung membuka mulut menggigit ujung jarinya."Awh!" pekik Jhon refleks."Kalau masih lama, aku ingin tidur saja." Kesal Aleta.Jhon melirik jam tangannya pelan. Waktu menunjukkan pukul tiga sore, dan seakan sudah tahu sebentar lagi Ibunya datang, pria itu langsung mengemas barang sekaligus mengambil fasilitas hotel yang boleh dibawa pulang."Apa-apaan ini?" Protes Aleta padahal dia sudah siap tidur.Jhon menjawab santai. "Siapkan dirimu, sebentar lagi Ibuku sampai."Aleta melotot kesal luar biasa. "Ya Tuhan!"Drrr! Ponsel Jhon bergetar. Setelah membaca isi pesan, pria itu tanpa komando menggandeng tangan Aleta serta membawanya keluar.Aleta pasrah mengikuti. Dan begitu mereka sampai di pelataran parkir hotel, Aleta dibuat membatu karena rupanya mobil yang digunakan Ibunya Jhon
"Indonesia," ulang Aleta dengan mata menerawang."Efek obat pemberian Ayahmu seharusnya sudah hilang. Apa sekarang kamu mengingat setiap momen di sana?" tanya Jhon serius.Aleta mengedikkan bahu secara malas. "Aku malas mengingatnya kecuali ..." Dengan kalimat menggantung, gadis itu menatap dan membelai wajah Jhon begitu lembut."Tentang pertemuan kita," sambung Jhon disertai seulas senyum.Aleta balas tersenyum, tetapi kali ini senyumannya benar-benar terlihat tulus. "Asal bersamamu, kemanapun aku tidak masalah."Bunga-bunga bagai bermekaran di hati Jhon. Sudut bibirnya terangkat tinggi, dan sekali lagi dia merangkul Aleta penuh cinta.Kemudian hari berganti.Persiapan keberangkatan Jhon dan Aleta ke Indonesia telah siap keseluruhan. Guna mempermudah pelarian mereka bila mana musuh tiba-tiba menyergap, mereka sengaja tidak membawa banyak barang.Pada pukul sepuluh malam, mereka akhirnya memasuki pesawat dan duduk saling bersebelahan. Tak kurang dari sepuluh menit, pesawat terbang men
Cittt!Aleta menghentikan laju mobilnya tepat di depan kantor agen bodyguard milik Romis.Berhubung sudah lewat dari pukul sebelas malam, suasana kantor telah begitu sepi bak tak berpenghuni. Hanya saja, akses utama masuk masih bisa dibuka dan sekarang Aleta melewatinya dengan langkah lebar.Ceklek! Byur!Gadis itu membuka pintu ruangan Romis tanpa aba-aba. Alhasil Romis yang tengah menyeruput kopi sembari menatap laptop, pun seketika menyemburkan kopinya."Kamu …" Penampilan Aleta sungguh jauh berbeda dari kali terakhir dia meninggalkan ruangan Romis, terutama pada bagian belahan pahanya yang nyaris menyentuh pinggul. "Mengambil pakaian di bak sampah mana kamu sampai robek-robek seperti itu?"Aleta tak memperdulikan pertanyaan Romis. Gadis itu membuka genggaman tangannya, sehingga tampak robekan dari gaunnya yang sudah berlumuran darah serta mengeluarkan bau anyir.Perasaan Romis mendadak tak enak. Jakunnya naik turun, ancang-ancang mengambil posisi melarikan diri.Seraya tersenyum
Beberapa detik setelah Haiden keluar, Aleta langsung menghampiri sasarannya!Aleta duduk menyilangkan kaki. Berkat belahan rok yang tinggi, paha mulus gadis itu terekspos di mata sasaran tersebut.Gluk! Sasarannya menelan ludah diikuti jakunnya yang naik turun seakan menahan dahaga.Aleta memanfaatkan hal ini dengan menatap sasarannya penuh gairah. "Izinkan aku bermain, Tuan!"Gluk! Sasarannya menelan ludah sekali lagi lalu mempersilahkan Aleta ikut andil dalam permainan casino mereka. "Silahkan."Aleta lekas meletakkan uangnya di atas meja.Lantaran nominalnya terlalu kecil di mata para pemain casino kelas kakap ini, nominal itu menjadi bahan lelucon mereka. "Nona! Kalau tidak punya uang tidak perlu bertaruh!""Ha ha ha, cantik tapi miskin!""Terlalu sedikit tapi kalau disandingkan dengan tubuhmu mungkin akan seimbang!"Rasanya, Aleta ingin menembak mulut mereka atau merobeknya menjadi tujuh bagian. Hanya saja, sekarang dia masih harus berakting terlihat lembut, anggun dan menggiu