Home / Romansa / Bodyguard Ganteng Jodohku / Part 2 : New Bodyguard

Share

Part 2 : New Bodyguard

Author: Hanna Aisha
last update Last Updated: 2022-06-16 22:28:04

Bi Suti mengetuk pintu kamar Aqila beberapa kali. Gadis berambut cokelat gelap itu tidak keluar dari kamar sejak pulang kantor, mungkin tertidur. Sementara sekarang sudah pukul delapan malam. Utari telah menyuruhnya untuk memanggil Aqila untuk makan malam.

"Non, makan malam dulu, Non. Udah ditunggu Bapak sama Ibu di bawah," ujarnya dengan suara agak dikeraskan.

Bi Suti kembali mengetuk pintu saat tak mendengar jawaban. Lalu, karena takut nona majikannya kenapa-kenapa, dia akhirnya membuka pintu dan menerobos masuk.

Di atas ranjang, dia melihat Aqila masih tertidur pulas. Bajunya bahkan belum diganti, masih mengenakan baju kantor. Make up di wajahnya juga belum dihapus. Sepertinya Aqila langsung tidur tanpa mandi terlebih dahulu.

"Non, udah malem." Bi Suti mengguncang bahu Aqila pelan.

Tak ada respon selain gumaman lirih dari bibir tipis merah muda milik Aqila. Gadis itu pasti sangat kelelahan.

Kembali diguncangnya bahu Aqila, kali ini lebih keras.

"Eugh ... kenapa, Bi?" Gadis itu mengerjapkan mata.

"Udah malem, Non. Mandi, ganti baju, abis itu makan malem. Ditunggu Bapak sama Ibu di bawah."

Aqila melirik jam di atas nakas. Benar saja, pukul delapan malam. Cahaya di luar jendela juga bukan lagi berasal dari matahari, melainkan dari lampu taman di samping rumah.

Bergegas dia bangkit dari tempat tidurnya, menyambar handuk, lalu menghilang di balik pintu kamar mandi. Sepuluh menit kemudian, gadis itu keluar dari kamar mandi dengan mengenakan handuk yang melilit tubuh.

Setelah mengenakan pakaian santai, Aqila bergegas turun ke lantai bawah, menuju ruang makan di mana orang tuanya telah menanti sedari tadi.

"Baru bangun?" tanya Utari saat melihat anak gadisnya menuruni tangga.

Aqila hanya mengangguk sambil memamerkan deretan giginya. Setibanya di meja makan, dia segera mengambil duduk di hadapan sang mama.

Tumis ayam mentega yang masih mengepulkan uap panas tersaji di meja. Harumnya menggoda penciuman Aqila dan membuat perutnya seketika merasa lapar.

Segera dia isi piring di hadapannya dengan dengan nasi panas, lalu menyendok tumis ayam mentega yang menjadi menu favoritnya itu dan menaruhnya di atas nasi. Suara alat makan yang berdenting mendominasi ruangan kala mereka sibuk menikmati makan malam.

"Qi, minggu depan kita ada makan malem sama keluarganya Om Ghifari, ya? Sekalian kamu kenalan sama Gavin." Giri berkata di sela-sela kegiatannya menyantap makanannya.

Seketika Aqila terbatuk. Dia menepuk-nepuk dadanya yang terasa sakit akibat tersedak ayam. Utari dengan sigap mengambilkan segelas air putih dan memberikannya kepada putrinya.

"Pelan-pelan, dong, Sayang." Ditepuk-tepuknya punggung sang putri supaya batuknya reda.

Aqila menenggak air putih pemberian mamanya hingga tandas, lalu meletakkan gelas yang telah kosong itu di meja dengan keras.

"Ya abisnya Papa, lagi enak-enak makan tiba-tiba bahas itu," jawabnya kesal sambil mengusap bibir yang basah. "Kan Qila udah bilang kalo Qila nggak mau nikah sekarang. Apalagi sama si Gavin Gavin itu."

"Kan cuma makan malem aja, Sayang. Biar kamu kenal dulu sama Gavin. Siapa tau nanti kalo udah ngobrol kalian ngerasa cocok." Utari mencoba membujuk putri semata wayangnya yang keras kepala itu.

"Enggak. Qila nggak mau ketemu dia. Qila nggak mau nikah sama dia. Pokoknya nggak mau!"

Gadis berusia awal dua puluhan itu segera bangkit dari duduk dan berlari ke kamar, meninggalkan makanannya yang masih tersisa setengah.

Di dalam kamar, Aqila menelungkupkan diri di atas ranjang sembari memeluk boneka beruang berwarna cokelat yang dia beri nama Choki. Itu adalah boneka pemberian Kenzo, hadiah kelulusannya dari perguruan tinggi tahun lalu.

Diusapnya pipi si boneka dengan lembut, seolah dia sedang mengusap pipi kekasihnya.

"Aku nggak mau nikah sama orang lain, Zo. Aku cuma mau nikah sama kamu. Aku cintanya sama kamu," gumam Aqila lirih. Kedua netra beningnya mengembun, tertutup kaca-kaca bening yang sebentar lagi luruh.

***

Tidak seperti tempo hari saat hari pertama dirinya bekerja, hari ini Aqila sudah rapi bahkan saat jam masih menunjukkan pukul tujuh pagi. Dengan tergesa dia menuruni satu per satu anak tangga dan berlari menuju ruang makan. Di sana sudah ada Utari yang tengah menyiapkan sarapan dibantu Bi Suti.

Aqila menarik kursi dan duduk dengan cepat, mencomot roti panggang selai cokelat dan melahapnya dengan terburu-buru. Tiga lembar roti habis dalam sekejap, kemudian Aqila menenggak susu cokelatnya yang masih hangat sampai sisa setengah.

"Ma, Qila berangkat," ucapnya sambil mengusap bibir yang belepotan susu, lalu bangkit dan melangkah menuju pintu depan.

"Heh, susunya dihabisin dulu!" jawab Utari setengah berteriak karena Aqila sudah menghilang dari balik pintu.

Utari segera menyusul dengan tergopoh-gopoh.

"Kerjaan Qila kemarin belum selesai. Qila mau berangkat pagi buat selesein kerjaan yang kemarin."

Tanpa menunggu jawaban sang mama, Aqila berlari keluar gerbang. Di depan sudah ada Kenzo yang menunggu sembari bersandar pada kap mobil.

"Kamu udah sarapan?" Kenzo bertanya seraya membukakan pintu mobil untuk kekasihnya.

"Udah tadi. Ayok, Zo. Aku telat, nih."

"Telat? Ini baru jam berapa, Sayang? Kantor kamu masuk jam setengah sembilan, kan?"

Kenzo menyalakan mesin mobilnya, lalu menginjak gas.

"Aku mau ngerjain tugas yang kemaren aku tinggal. Nanti jam sembilan harus dipresentasikan buat rapat sama klien penting."

Kenzo tersenyum simpul. Gadis yang dipacarinya dua tahun lalu, yang dulu begitu manja dan kekanak-kanakan, kini telah berubah menjadi wanita mandiri dan pekerja keras.

"Kamu berubah, Sayang," bisik Kenzo.

Aqila mengerutkan dahi. "Aku berubah kenapa?"

"Dulu kamu manja banget. Sekarang jadi mandiri, pekerja keras lagi. Aku bangga sama kamu."

Pipi Aqila seketika bersemu merah begitu mendengar ucapan Kenzo, terlebih ketika tangan lelaki itu mengusap puncak kepalanya, jantungnya tiba-tiba berdegup tak beraturan.

Sudah dua tahun mereka berpacaran, tetapi perasaan Aqila terhadap Kenzo sama sekali tidak berubah. Dia masih suka tersipu setiap kali Kenzo menggodanya, masih suka salah tingkah jika Kenzo memuji ataupun memberikan sentuhan-sentuhan ringan untuknya. Rasa sayangnya terhadap lelaki itu juga masih sama. Tak pernah berkurang, tetapi justru tumbuh semakin subur setiap harinya.

Mobil berhenti di depan teras kantor. Aqila turun dari mobil setelah berpamitan, kemudian dengan cepat melangkah menuju lift. Antrean cukup ramai di depan lift. Aqila berdiri di barisan paling belakang. 

Sembari menunggu, Aqila mengeluarkan ponsel dan menggunakannya sebagai cermin, tangannya menyisir poni dan beberapa anak rambutnya yang agak berantakan.

Pintu lift terbuka, Aqila dan para karyawan masuk bergantian. Beberapa karyawan yang mengenalinya langsung menyapa.

"Selamat pagi, Bu Aqila."

"Pagi," jawabnya seraya mengulas senyum seramah mungkin.

Aqila melangkah cepat menuju ruangannya setelah keluar dari lift. Ruangan Direktur Utama terletak di ujung lorong sebelah kanan, sementara di barisan sebelah kiri adalah ruangan direktur dan wakil direktur.

Ruangan Vania dan Rudi ada di sebelah ruangannya, di barisan sebelah kanan lorong. Sedangkan tepat di ujung lorong ada jendela kaca besar yang sejajar dengan lift.

Aqila memasuki ruangan, menempelkan ibu jarinya pada finger print untuk absensi, dan langsung menghempaskan tubuh di atas kursi guna menarik napas sebentar. Tasnya dia letakkan di meja, lalu setelah napasnya kembali teratur, dia bangkit menuju rak berisi folder-folder beraneka warna. Diraihnya beberapa file dari folder-folder itu, lalu kembali duduk di kursinya.

Sekilas, diliriknya jam di pergelangan tangan. Pukul setengah delapan. Masih ada satu setengah jam untuknya menyelesaikan tugas sebelum presentasi dimulai.

Kata Vania, klien yang akan rapat dengannya pagi ini adalah salah satu klien penting untuk perusahaan. Aqila tidak ingin mengecewakan. Dia akan berusaha keras agar kliennya tetap mempertahankan kerja sama dengan perusahaan mereka meskipun yang menghandle perusahaan bukan lagi papanya.

Pintu diketuk tiga kali, disusul masuknya Vania ke ruangannya.

"Qi, udah berangkat? Tante pikir kamu bakal telat hari ini," ujar Vania yang melihat Aqila tengah berkutat dengan berkas-berkas di tangan.

Aqila mengangkat wajah, lalu tersenyum. "Aku harus selesein ini, Tan. Bentar lagi kan ada rapat sama klien."

Vania tersenyum simpul. "Tante nggak nyangka, kamu semangat banget kerjanya."

Aqila hanya tertawa ringan sebagai jawaban.

Vania meletakkan setumpuk dokumen di meja. "Ini, ada beberapa dokumen yang harus ditandatangani. Kamu selesein dulu materi buat rapat nanti, abis itu tandatangani ini, ya. Kalo udah, file-nya taruh situ aja, nanti Tante balik lagi buat ambil. Kamu nggak usah bolak-balik ke ruangan Tante, capek," jelas Vania sembari menahan tawa.

Pasalnya, di hari pertama bekerja kemarin, Aqila sibuk mondar-mandir ke ruangannya ataupun ruangan Rudi. Padahal, dia tinggal menghubungi mereka lewat interkom dan sekretarisnya itu yang akan datang ke ruangannya.

Aqila tertawa. "Hehe, iya, Tante. Makasih, ya."

Vania mengangguk, kemudian melangkah keluar dari ruangan. Pekerjaannya juga masih banyak. Berkas-berkas di mejanya sudah menunggu untuk diselesaikan.

***

Pukul setengah dua belas siang, Aqila keluar dari ruang rapat bersama Vania dan Rudi. Syukurlah rapat hari ini berjalan lancar. Meskipun dia cukup gugup selama presentasi tadi, tetapi semua berjalan dengan baik. 

Jam istirahat makan siang tiba. Aqila berjalan menuju lift untuk kembali ke ruangannya terlebih dahulu sebelum turun ke kafetaria untuk makan siang. Vania dan Rudi mengikutinya di belakang.

"Qi, makan siang bareng, ya?" ajak Vania saat telah sampai di depan pintu ruangannya.

Aqila tersenyum. "Tante duluan, deh. Aku mau ngerjain beberapa hal dulu."

"Makan dulu, Qi. Kalo kamu sakit nanti Tante yang dimarahin papamu."

Aqila tertawa. "Iya, Tan. Nanti aku makan. Tante makan siang duluan aja."

Setelah itu, dia melanjutkan langkahnya menuju ruangannya.

Betapa terkejutnya Aqila karena begitu membuka pintu, dia melihat papanya sedang duduk di sofa bersama laki-laki, entah siapa. Aqila juga tidak mengenalinya. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah untuk apa papanya di kantor?

"Papa?"

Giri dan laki-laki yang bersamanya seketika menoleh. Mereka pun segera bangkit dari duduk.

"Halo, Sayang. Gimana rapatnya? Lancar?"

Aqila mengangguk ragu, raut wajahnya mengguratkan kebingungan. "Rapatnya lancar. Tapi, Papa dateng ke sini buat nanyain itu?" tanya Aqila. Matanya melirik lelaki yang berdiri di sebelah papanya. "Terus dia siapa?"

"Ini bodyguard yang akan menjaga kamu. Dia bakal ngawal kamu sepanjang hari selama kamu nggak di rumah. Dia juga bakal anter-jemput kamu ke mana pun kamu mau pergi, biar kamu nggak perlu minta anter-jemput sama si Kenzo lagi," jelas Giri sambil menepuk bahu lelaki yang terlihat seumuran dengan putrinya itu.

"Hah?" Aqila terperangah. "Pa, yang bener aja, deh. Jangan norak!"

"Papa harap kamu nurut sama Papa. Kalo kamu nggak mau Papa sakit lagi, kamu jauhin itu laki-laki begundal yang jadi pacar kamu. Putusin dia."

"Pa ... jangan ikut campur urusan percintaan aku," keluh Aqila jengkel.

Giri menggelengkan kepala. "Papa ini papa kamu. Wajar kalo Papa ikut campur dalam hal apa pun di hidup kamu. Papa juga udah punya calon yang lebih qualified buat jadi suami kamu. So, mulai sekarang kamu jangan pernah temui Kenzo lagi."

Giri mengalihkan pandangan ke arah lelaki yang dibawanya tadi. "Tolong jaga Aqila. Saya mau pulang dulu."

"Pa!"

"Ssssttt!" Giri menempelkan telunjuknya di depan bibir. "Nurut. Papa tinggal, ya? Baik-baik di sini."

Setelah itu, Giri keluar dari ruangan, meninggalkan Aqila bersama laki-laki yang sejak tadi berdiri mematung di tempatnya.

Aqila mengembuskan napas kesal. Tatapannya beralih pada lelaki itu. "Nama lo siapa?" tanyanya ketus.

"E—Hendra, Non." Lelaki itu menjawab gugup. Tatapannya mengarah ke lantai, tak berani membalas tatapan majikan barunya.

Aqila menghela napas perlahan untuk menurunkan kadar emosinya. "Oke, Hendra. Sekarang kamu keluar."

"Ta—tapi, Non, saya disuruh Bapak untuk ...."

"Keluar!" bentak Aqila kesal. Amarahnya bahkan sudah sampai ubun-ubun. "Lu jaga pintu aja! Jangan masuk kalo nggak gue panggil!"

Hendra melangkah gontai menuju pintu. Aqila mengikuti langkah lelaki itu dengan tatapan jengkel. Setelah Hendra menghilang dari pandangan, Aqila segera menghempaskan tubuhnya ke kursi. Kepalanya yang terasa berat dia rebahkan di atas meja. Kedua matanya terpejam, sambil sesekali memijat pelipisnya dengan ibu jari. Akhir-akhir ini kelakuan papanya memang selalu membuatnya pusing!

***

Related chapters

  • Bodyguard Ganteng Jodohku   Part 3 : Angry Boss

    Aqila mendesah kesal saat membuka pintu ruangannya dan melihat Hendra tengah berdiri di depan pintu."Lu ... dari tadi kaya gitu?" tanya Aqila heran. Pasalnya, dia menyuruh Hendra keluar dari ruangannya sejak tengah hari, saat jam istirahat makan siang. Dan sekarang sudah sore, jam pulang kantor. Namun, laki-laki bersetelan serba hitam itu masih saja berdiri tegap di depan pintu.Hendra yang mendengar pertanyaan Aqila hanya menelengkan kepala. Melihat itu, Aqila membuang napas, lalu memperjelas pertanyaannya. "Lu dari tadi berdiri kaya gitu? Dari siang?""Iya. Kan Non yang suruh," jawab Hendra polos.Aqila geleng-geleng kepala. Tak habis pikir bahwa dia akan bertemu laki-laki seperti ini. Terlebih lagi, lelaki itu akan mengikutinya ke mana pun dia pergi. Argh! Aqila merasa frustasi bahkan hanya dengan memikirkannya.Tanpa menghiraukan Hendra yang masih saja mematung bak manekin, Aqila melenggang pergi begitu saja. Tubuhnya lelah, otaknya serasa hampir terbakar, ditambah melihat wajah

    Last Updated : 2022-06-16
  • Bodyguard Ganteng Jodohku   Bab 4 : Attach

    "Gimana, Qi? Udah dipelajari?" Vania bertanya seraya masuk ke ruangan anak bosnya itu.Aqila mengalihkan pandangan dari layar laptop, lalu tersenyum saat menemukan sekretarisnya melangkah masuk."Udah, Tan." Ditutupnya laptop itu setelah memastikan file tersimpan dengan benar. Kemudian bangkit guna bersiap menghadiri rapat. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan. Mereka akan menghadiri rapat di luar kantor, jadi harus berangkat lebih cepat jika tidak ingin terlambat karena terjebak macet di jalan.Tas telah tersampir di pundak, Aqila bergegas keluar menyusul langkah Vania yang telah terlebih dahulu meninggalkan ruangannya.Begitu melewati pintu, Aqila disambut oleh Hendra yang masih setia berdiri di sana.Tak ingin merusak suasana hatinya, Aqila segera melanjutkan langkah tanpa menyapa bodyguardnya itu. Namun, dia terkejut saat melihat Hendra mengikuti langkahnya menuju ruangan Vania."Ngapain lu ikut? Jaga kantor aja!""Saya disuruh Tuan untuk mengikuti ke mana pun Non pergi. Saya ju

    Last Updated : 2022-06-30
  • Bodyguard Ganteng Jodohku   Bab 5 : Disturb

    Sudah pukul lima sore, waktunya Aqila pulang dari kantor dan mengistirahatkan tubuh dari lelahnya bekerja. Segala kekacauan di atas mejanya segera dia rapikan. Kertas-kertas dokumen, alat tulis, serta apa pun yang berserakan di atas meja dia bereskan.Blazer hitam yang tergantung di belakang kursi dia raih lalu dengan cepat dia kenakan, kemudian jemarinya menyambar tas dan segera melangkah keluar ruangan.Sembari berjalan, dia meraih ponsel dari dalam tas. Mencari nama seseorang yang begitu dia rindukan, kemudian mengetikkan pesan untuknya.[Kita ketemu di kafe biasa aja, ya? Aku harus ngehindarin Hendra biar dia nggak lapor sama Papa.]Pintu lift terbuka tepat saat terdengar denting notifikasi. Aqila tersenyum sembari memasuki lift bersama bodyguard yang senantiasa mengikutinya di belakang.[Oke, Sayang. Aku tunggu di kafe biasa. Kamu hati-hati di jalan. Love you.]Ah, baru membaca pesan dari Kenzo saja hati Aqila sudah berdebar tak keruan begini, bagaimana jika dia mendengar langsun

    Last Updated : 2022-07-02
  • Bodyguard Ganteng Jodohku   Bab 6 : Promise

    Kira-kira pukul setengah sepuluh malam, Hendra baru saja hendak melangkahkan kaki ke teras rumah saat ponsel di saku celananya tiba-tiba berdering. Dahinya seketika mengernyit, tetapi tak dapat dipungkiri, segaris senyum simpul terlukis di bibirnya kala melihat nama sang penelepon.Dia berbelok arah, mengurungkan niat masuk ke rumah dan malah duduk di bangku panjang samping rumahnya. Sebatang rokok dia nyalakan sebelum mengangkat panggilan."Ya, Non."Suara gadis manis di seberang segera menyambut sapaannya."Lu udah pulang?" Suaranya masih serak. Seperti habis bangun tidur."Iya. Saya sudah di rumah," jawabnya seraya mengembuskan asap rokok dari mulut.Terdengar gumam lirih dari seberang. Seperti ragu hendak mengatakan sesuatu."Ada apa, Non?" tanyanya memastikan."Eummm ... gue tadi ketiduran di mobil, ya?"Dalam hati Hendra tergelak mendengar suara Aqila yang terkesan malu-malu. Biasanya, kan, gadis itu selalu marah-marah, bahkan berbicara saja selalu menggunakan nada yang keras. N

    Last Updated : 2024-01-05
  • Bodyguard Ganteng Jodohku   Bab 7 : Fullfilled

    "Sayang!"Kenzo sudah berdiri di depan mobilnya yang terparkir di halaman kantor Aqila. Memakai setelan kemeja kotak-kotak merah hitam dan celana jeans biru yang lututnya sobek-sobek khas anak tongkrongan. Matanya berbinar melihat Aqila melangkah keluar pintu utama, tetapi detik kemudian tatapannya berubah sinis saat Hendra muncul dari balik pintu menyusul langkah gadis itu.Aqila yang mengerti arti dari tatapan Kenzo segera menenangkan hati kekasihnya. "Biarin dia ikut, ya, Sayang. Kaya kemaren."Kenzo mendecih. Bisa-bisanya lelaki kampung itu terus-menerus membuntuti kencan mereka!"Kenapa nggak disuruh pulang aja, sih, dia. Nanti kamu biar aku yang anter pulang," tegasnya.Aqila menggeleng sembari mengusap lengan Kenzo. "Nggak bisa, Yang. Papa bakal marah kalo aku nggak pulang bareng Hendra. Udahlah. Anggep aja dia nggak ada. Yang penting kita bisa ketemu. Oke?"Kenzo mengembuskan napas keras. Kesal rasanya karena waktu berduaannya dengan Aqila terinterupsi oleh makhluk tak jelas

    Last Updated : 2024-01-18
  • Bodyguard Ganteng Jodohku   Bab 8 : Kenzo

    Suara gesekan ban dan paving halaman yang berdecit nyaring membuat ngilu telinga. Sorot lampu mobil terpancar terang bersama deru mesin mobil yang masih terdengar nyaring memecah kebisuan malam, sebelum akhirnya mati beberapa saat kemudian. Tak lama setelahnya, terdengar suara pintu dibuka, lalu ditutup dengan cara dibanting dengan keras. BMW merah itu lantas teronggok diam di garasi rumah setelah ditinggalkan sang pengendaranya.Seorang lelaki muda berambut setengah gondrong menaiki tangga. Dia melangkah cepat dengan kaki dihentak ke arah kamarnya yang berada di lantai dua dan menghadap langsung ke taman samping rumah. Dibukanya pintu dan dibantingnya dengan keras, sekeras dia membanting pintu mobil saat turun tadi. Hatinya dongkol. Begitu kesal karena acara kencannya bersama sang kekasih benar-benar berantakan. Dia masih tak mengerti, bagaimana bisa dua orang yang telah sama-sama dewasa dibuntuti bodyguard saat berkencan! Waktu yang seharusnya mereka habiskan berdua tak bisa diperg

    Last Updated : 2024-01-30
  • Bodyguard Ganteng Jodohku   Prolog

    Malam itu, lorong rumah sakit nampak sepi. Seorang gadis berjalan tergesa menelusuri lorong temaram yang seakan tak berujung itu sambil terisak-isak. Bahunya berguncang, hidung memerah, juga matanya yang bengkak karena air mata terus saja tumpah bak air bah. Beberapa helai anak rambut menempel di pipi dan dagunya yang basah.Di ujung lorong itu terdapat pintu kaca dari sebuah ruangan yang hendak dia tuju, ruangan tempat papanya dirawat, ruang ICU. Air matanya mengalir semakin deras kala melihat wajah wanita yang baru saja bangkit dari duduknya."Mama ...." Gadis itu berlari menghampiri wanita yang dia panggil mama. Kedua lengannya segera merengkuh tubuh yang sama terisaknya sepertinya."Gimana papa?" tanyanya sambil mengurai pelukan.Utari—wanita yang dipanggilnya mama tadi mengusap pipinya sesaat sebelum menjawab, "Dokter baru aja keluar, Sayang. Katanya papa udah baik-baik aja. Papa udah berhasil melewati masa kritisnya."Gadis itu mengembuskan napas lega. "Syukurlah."Pintu terbuka

    Last Updated : 2022-06-16
  • Bodyguard Ganteng Jodohku   Part 1 : CEO Woman

    06.30 WIBAlarm dari ponsel di nakas berdering nyaring sejak satu jam yang lalu, tetapi si empunya masih nyenyak bergelung di alam mimpi. Burung-burung yang berterbangan di luar kaca jendela seakan lelah membangunkan. Begitu pula dengan sinar matahari pagi yang menerobos masuk ke dalam kamar melalui celah-celah korden yang terbuka.Suara langkah kaki yang menghentak menaiki tangga terdengar menyelingi dentingan alarm yang tak kunjung usai. Semakin dekat, langkah kaki itu semakin keras terdengar."Aqila! Udah jam berapa ini? Bangun!" Suara teriakan sang mama membuat Aqila seketika tersentak bangun.Kepalanya masih terasa linglung, matanya juga masih setengah terpejam. Namun, pintu kamar yang terbuka dengan keras membuat kedua matanya seketika terbuka lebar."Kamu bangun aja masih susah, kok sok-sokan mau kerja." Omelan Utari seperti cambuk yang memaksa Aqila bergerak cepat menyambar handuk.Aqila menghela napas kesal. Seminggu yang lalu papanya sudah pulang dari rumah sakit. Begitu pul

    Last Updated : 2022-06-16

Latest chapter

  • Bodyguard Ganteng Jodohku   Bab 8 : Kenzo

    Suara gesekan ban dan paving halaman yang berdecit nyaring membuat ngilu telinga. Sorot lampu mobil terpancar terang bersama deru mesin mobil yang masih terdengar nyaring memecah kebisuan malam, sebelum akhirnya mati beberapa saat kemudian. Tak lama setelahnya, terdengar suara pintu dibuka, lalu ditutup dengan cara dibanting dengan keras. BMW merah itu lantas teronggok diam di garasi rumah setelah ditinggalkan sang pengendaranya.Seorang lelaki muda berambut setengah gondrong menaiki tangga. Dia melangkah cepat dengan kaki dihentak ke arah kamarnya yang berada di lantai dua dan menghadap langsung ke taman samping rumah. Dibukanya pintu dan dibantingnya dengan keras, sekeras dia membanting pintu mobil saat turun tadi. Hatinya dongkol. Begitu kesal karena acara kencannya bersama sang kekasih benar-benar berantakan. Dia masih tak mengerti, bagaimana bisa dua orang yang telah sama-sama dewasa dibuntuti bodyguard saat berkencan! Waktu yang seharusnya mereka habiskan berdua tak bisa diperg

  • Bodyguard Ganteng Jodohku   Bab 7 : Fullfilled

    "Sayang!"Kenzo sudah berdiri di depan mobilnya yang terparkir di halaman kantor Aqila. Memakai setelan kemeja kotak-kotak merah hitam dan celana jeans biru yang lututnya sobek-sobek khas anak tongkrongan. Matanya berbinar melihat Aqila melangkah keluar pintu utama, tetapi detik kemudian tatapannya berubah sinis saat Hendra muncul dari balik pintu menyusul langkah gadis itu.Aqila yang mengerti arti dari tatapan Kenzo segera menenangkan hati kekasihnya. "Biarin dia ikut, ya, Sayang. Kaya kemaren."Kenzo mendecih. Bisa-bisanya lelaki kampung itu terus-menerus membuntuti kencan mereka!"Kenapa nggak disuruh pulang aja, sih, dia. Nanti kamu biar aku yang anter pulang," tegasnya.Aqila menggeleng sembari mengusap lengan Kenzo. "Nggak bisa, Yang. Papa bakal marah kalo aku nggak pulang bareng Hendra. Udahlah. Anggep aja dia nggak ada. Yang penting kita bisa ketemu. Oke?"Kenzo mengembuskan napas keras. Kesal rasanya karena waktu berduaannya dengan Aqila terinterupsi oleh makhluk tak jelas

  • Bodyguard Ganteng Jodohku   Bab 6 : Promise

    Kira-kira pukul setengah sepuluh malam, Hendra baru saja hendak melangkahkan kaki ke teras rumah saat ponsel di saku celananya tiba-tiba berdering. Dahinya seketika mengernyit, tetapi tak dapat dipungkiri, segaris senyum simpul terlukis di bibirnya kala melihat nama sang penelepon.Dia berbelok arah, mengurungkan niat masuk ke rumah dan malah duduk di bangku panjang samping rumahnya. Sebatang rokok dia nyalakan sebelum mengangkat panggilan."Ya, Non."Suara gadis manis di seberang segera menyambut sapaannya."Lu udah pulang?" Suaranya masih serak. Seperti habis bangun tidur."Iya. Saya sudah di rumah," jawabnya seraya mengembuskan asap rokok dari mulut.Terdengar gumam lirih dari seberang. Seperti ragu hendak mengatakan sesuatu."Ada apa, Non?" tanyanya memastikan."Eummm ... gue tadi ketiduran di mobil, ya?"Dalam hati Hendra tergelak mendengar suara Aqila yang terkesan malu-malu. Biasanya, kan, gadis itu selalu marah-marah, bahkan berbicara saja selalu menggunakan nada yang keras. N

  • Bodyguard Ganteng Jodohku   Bab 5 : Disturb

    Sudah pukul lima sore, waktunya Aqila pulang dari kantor dan mengistirahatkan tubuh dari lelahnya bekerja. Segala kekacauan di atas mejanya segera dia rapikan. Kertas-kertas dokumen, alat tulis, serta apa pun yang berserakan di atas meja dia bereskan.Blazer hitam yang tergantung di belakang kursi dia raih lalu dengan cepat dia kenakan, kemudian jemarinya menyambar tas dan segera melangkah keluar ruangan.Sembari berjalan, dia meraih ponsel dari dalam tas. Mencari nama seseorang yang begitu dia rindukan, kemudian mengetikkan pesan untuknya.[Kita ketemu di kafe biasa aja, ya? Aku harus ngehindarin Hendra biar dia nggak lapor sama Papa.]Pintu lift terbuka tepat saat terdengar denting notifikasi. Aqila tersenyum sembari memasuki lift bersama bodyguard yang senantiasa mengikutinya di belakang.[Oke, Sayang. Aku tunggu di kafe biasa. Kamu hati-hati di jalan. Love you.]Ah, baru membaca pesan dari Kenzo saja hati Aqila sudah berdebar tak keruan begini, bagaimana jika dia mendengar langsun

  • Bodyguard Ganteng Jodohku   Bab 4 : Attach

    "Gimana, Qi? Udah dipelajari?" Vania bertanya seraya masuk ke ruangan anak bosnya itu.Aqila mengalihkan pandangan dari layar laptop, lalu tersenyum saat menemukan sekretarisnya melangkah masuk."Udah, Tan." Ditutupnya laptop itu setelah memastikan file tersimpan dengan benar. Kemudian bangkit guna bersiap menghadiri rapat. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan. Mereka akan menghadiri rapat di luar kantor, jadi harus berangkat lebih cepat jika tidak ingin terlambat karena terjebak macet di jalan.Tas telah tersampir di pundak, Aqila bergegas keluar menyusul langkah Vania yang telah terlebih dahulu meninggalkan ruangannya.Begitu melewati pintu, Aqila disambut oleh Hendra yang masih setia berdiri di sana.Tak ingin merusak suasana hatinya, Aqila segera melanjutkan langkah tanpa menyapa bodyguardnya itu. Namun, dia terkejut saat melihat Hendra mengikuti langkahnya menuju ruangan Vania."Ngapain lu ikut? Jaga kantor aja!""Saya disuruh Tuan untuk mengikuti ke mana pun Non pergi. Saya ju

  • Bodyguard Ganteng Jodohku   Part 3 : Angry Boss

    Aqila mendesah kesal saat membuka pintu ruangannya dan melihat Hendra tengah berdiri di depan pintu."Lu ... dari tadi kaya gitu?" tanya Aqila heran. Pasalnya, dia menyuruh Hendra keluar dari ruangannya sejak tengah hari, saat jam istirahat makan siang. Dan sekarang sudah sore, jam pulang kantor. Namun, laki-laki bersetelan serba hitam itu masih saja berdiri tegap di depan pintu.Hendra yang mendengar pertanyaan Aqila hanya menelengkan kepala. Melihat itu, Aqila membuang napas, lalu memperjelas pertanyaannya. "Lu dari tadi berdiri kaya gitu? Dari siang?""Iya. Kan Non yang suruh," jawab Hendra polos.Aqila geleng-geleng kepala. Tak habis pikir bahwa dia akan bertemu laki-laki seperti ini. Terlebih lagi, lelaki itu akan mengikutinya ke mana pun dia pergi. Argh! Aqila merasa frustasi bahkan hanya dengan memikirkannya.Tanpa menghiraukan Hendra yang masih saja mematung bak manekin, Aqila melenggang pergi begitu saja. Tubuhnya lelah, otaknya serasa hampir terbakar, ditambah melihat wajah

  • Bodyguard Ganteng Jodohku   Part 2 : New Bodyguard

    Bi Suti mengetuk pintu kamar Aqila beberapa kali. Gadis berambut cokelat gelap itu tidak keluar dari kamar sejak pulang kantor, mungkin tertidur. Sementara sekarang sudah pukul delapan malam. Utari telah menyuruhnya untuk memanggil Aqila untuk makan malam."Non, makan malam dulu, Non. Udah ditunggu Bapak sama Ibu di bawah," ujarnya dengan suara agak dikeraskan.Bi Suti kembali mengetuk pintu saat tak mendengar jawaban. Lalu, karena takut nona majikannya kenapa-kenapa, dia akhirnya membuka pintu dan menerobos masuk.Di atas ranjang, dia melihat Aqila masih tertidur pulas. Bajunya bahkan belum diganti, masih mengenakan baju kantor. Make up di wajahnya juga belum dihapus. Sepertinya Aqila langsung tidur tanpa mandi terlebih dahulu."Non, udah malem." Bi Suti mengguncang bahu Aqila pelan.Tak ada respon selain gumaman lirih dari bibir tipis merah muda milik Aqila. Gadis itu pasti sangat kelelahan.Kembali diguncangnya bahu Aqila, kali ini lebih keras."Eugh ... kenapa, Bi?" Gadis itu meng

  • Bodyguard Ganteng Jodohku   Part 1 : CEO Woman

    06.30 WIBAlarm dari ponsel di nakas berdering nyaring sejak satu jam yang lalu, tetapi si empunya masih nyenyak bergelung di alam mimpi. Burung-burung yang berterbangan di luar kaca jendela seakan lelah membangunkan. Begitu pula dengan sinar matahari pagi yang menerobos masuk ke dalam kamar melalui celah-celah korden yang terbuka.Suara langkah kaki yang menghentak menaiki tangga terdengar menyelingi dentingan alarm yang tak kunjung usai. Semakin dekat, langkah kaki itu semakin keras terdengar."Aqila! Udah jam berapa ini? Bangun!" Suara teriakan sang mama membuat Aqila seketika tersentak bangun.Kepalanya masih terasa linglung, matanya juga masih setengah terpejam. Namun, pintu kamar yang terbuka dengan keras membuat kedua matanya seketika terbuka lebar."Kamu bangun aja masih susah, kok sok-sokan mau kerja." Omelan Utari seperti cambuk yang memaksa Aqila bergerak cepat menyambar handuk.Aqila menghela napas kesal. Seminggu yang lalu papanya sudah pulang dari rumah sakit. Begitu pul

  • Bodyguard Ganteng Jodohku   Prolog

    Malam itu, lorong rumah sakit nampak sepi. Seorang gadis berjalan tergesa menelusuri lorong temaram yang seakan tak berujung itu sambil terisak-isak. Bahunya berguncang, hidung memerah, juga matanya yang bengkak karena air mata terus saja tumpah bak air bah. Beberapa helai anak rambut menempel di pipi dan dagunya yang basah.Di ujung lorong itu terdapat pintu kaca dari sebuah ruangan yang hendak dia tuju, ruangan tempat papanya dirawat, ruang ICU. Air matanya mengalir semakin deras kala melihat wajah wanita yang baru saja bangkit dari duduknya."Mama ...." Gadis itu berlari menghampiri wanita yang dia panggil mama. Kedua lengannya segera merengkuh tubuh yang sama terisaknya sepertinya."Gimana papa?" tanyanya sambil mengurai pelukan.Utari—wanita yang dipanggilnya mama tadi mengusap pipinya sesaat sebelum menjawab, "Dokter baru aja keluar, Sayang. Katanya papa udah baik-baik aja. Papa udah berhasil melewati masa kritisnya."Gadis itu mengembuskan napas lega. "Syukurlah."Pintu terbuka

DMCA.com Protection Status