Home / Thriller / Black Shadow / Part 2. Alea aka Victoria

Share

Part 2. Alea aka Victoria

Author: almaratus sholehah
last update Huling Na-update: 2024-10-29 19:42:56

Tujuh tahun telah berlalu ... 

Derap langkah kaki menggema di sepanjang lorong. Seorang gadis dengan berpakaian serba hitam, tak lupa aksesoris kacamata juga topi hitam yang melekat di tubuhnya. Gadis itu melangkah sepanjang lorong yang kelam, berjalan menuju sebuah ruangan yang terletak di ujung lorong tersebut. Dia berjalan tegap, dan sama sekali tidak menoleh ke belakang. 

Kakinya pun terhenti tepat di depan pintu di ujung lorong. 2 pintu dengan tinggi 3 meter berwarna kuning emas dengan gambar berlian hitam di tengahnya. 

"Mister B ada? Katakan padanya, saya ingin menemuinya," ucapnya singkat pada 2 orang penjaga yang setia berdiri di depan pintu tuan besarnya. 

Tanpa menjawab ucapan gadis itu, kedua lelaki bertubuh tegap tersebut pun lantas membukakan pintu. Gadis itu langsung memasuki ruangan. 

Langkahnya terhenti, saat melihat lelaki berusia hampir 60 tahun itu tengah bersantai di kursi yang terletak di sudut ruangan. Matanya terpejam dengan kedua kaki yang dipijat oleh 2 wanita muda dengan pakaian terbuka. Saking terbukanya nyaris seperti tidak memakai apapun di tubuh nan indah itu. 

"Ehemm!" Gadis itu berdehem. 

"Owhh kamu datang. Hai anakku sayang. Bagaimana? Apa tugas kamu tadi sudah selesai?" tanyanya dengan senyuman terkembang di wajah keriputnya. 

Tanpa bersuara, gadis itu hanya menatapnya sekilas. Tak lama, dia meletakkan ponsel yang ada dalam genggamannya ke atas meja di samping lelaki itu, memperlihatkan foto seonggok mayat hasil eksekusi tangannya sendiri.

Lelaki itu mendudukkan tubuhnya, meraih ponsel itu dan melihat foto tersebut dengan teliti. Dia pun sumringah, menoleh pada gadis kecil di depannya, mengangkat sudut bibirnya sedikit. 

"Good job, sayangku. God job," teriaknya menggelegar dan bertepuk tangan riang. 

"Tidakku sangka, kamu ternyata sehebat ini dan sangat berguna untukku sekarang. Hahaha. Good," lanjutnya dan tertawa lepas. 

"Vero, berikan bayaran yang besar untuknya," titah lelaki tua tersebut dan kembali memposisikan tubuhnya bersender di kursi. Namun dengan mata yang masih memandang anak angkatnya itu. 

Vero, sang asisten yang selalu standbye di dekat tuannya itu pun, lantas mengangguk. Dia melangkah ke arah gadis tersebut sembari menyerahkan amplop berwarna coklat yang langsung diraih olehnya dengan tatapan dingin. 

Dan tanpa berucap sepatah katapun, gadis tersebut berlalu pergi meninggalkan ruangan. Mister B hanya menatap kepergiannya dengan senyuman puas. 

"Alea, hahhhhh," gumamnya. 

"Tidak sia-sia aku menampungmu saat itu. Didikanku benar-benar tepat, ah bukan, lebih tepatnya kamu memang hebat," lanjutnya lalu meneguk minuman berwarna ungu pekat di atas mejanya dan kembali memejamkan mata, menikmati pijatan dari 2 gadis bayarannya. 

*flashback*

Alea kecil terus menatap ke arah mobil keluarganya yang sudah beberapa jam lalu tidak lagi terlihat. Dia masih setia menunggu kedatangan orang yang dia sayangi. 

Meski rasanya, Alea saat ini ingin menyerah, karena hujan yang begitu deras mengguyur tubuh kecilnya. Namun Alea tidak mau mundur. Dia masih berharap ada keajaiban datang pada dirinya. 

Untuk itu, Alea bertekad akan tetap menunggu orang tua dan juga adiknya di tempat di mana dirinya ditinggalkan. Alea sangat yakin, jika keluarganya tidak akan mungkin melupakannya begitu saja. Dan pasti akan kembali menjemputnya saat kondisi dirasa sudah membaik.

Namun sayang, harapannya pupus. Sudah lebih beberapa jam Alea menunggu. Malam pun dia habiskan dengan tetap menunggu di sana, tertidur dengan hanya menekuk kedua kaki kecilnya, bersender pada tembok di sekitarnya. Baju yang dikenakan Alea pun sudah lusuh, dan hampir mengering seiring berhentinya hujan. 

Beberapa jam setelahnya, mentari pagi menyapa penduduk bumi. Beberapa orang yang lewat memandang aneh ke arah Alea. Namun, dia tetap tidak mau beranjak dan menunggu keluarganya di sana. 

Hingga rasanya, Alea lelah untuk terus menunggu. 

"Ma, Pa, Alena, kalian kemana? Kenapa kalian meninggalkanku? Kenapa kalian tidak ikut membawaku pergi?" isaknya. 

Alea kembali menangis bersandar pada sebuah tembok, di saat hujan dan petir kembali mengguyur daerah itu. Namun, seseorang memukul kepalanya, membuat gadis kecil itu menoleh ke atas. Dia melihat lelaki yang kemarin menawarkan untuk membawanya pergi, sekaligus orang yang telah menghancurkan keluarganya hingga terpisah seperti ini. 

"Dasar bodoh! Menyerahlah. Mereka tidak mungkin kembali untuk menjemput kamu. Mereka lebih baik menyelematkan nyawanya sendiri dari pada membawa kamu ikut bersama," ucap lelaki itu, membuat Alea seketika berhenti menangis. 

"Apa, apa mereka benar-benar meninggalkanku dan tidak balik lagi? Apa mereka telah melupakan aku? Aku kan anak mereka juga. Kenapa mereka bisa melupakan aku dan hanya membawa Alena saja?" tanyanya dengan masih terdengar isakan-isakan kecil dari mulutnya. 

Tidak ada jawaban apapun dari mulut lelaki itu. Dia hanya menatap gadis kecil di depannya itu dengan tatapan tajam. 

"Kalau kamu ingin mati, silahkan tetap menunggu mereka di sini."

Laki-laki berusia di atas 50 tahun itu pun membalikkan tubuhnya dan meninggalkan Alea yang diam membatu. Tak beberapa lama, gadis kecil itu bangkit dan berlari mengejarnya meski dengan langkah tertatih karena kedua lututnya terasa sakit, setelah duduk lama menanti keluarga kecilnya yang tak kunjung datang. 

"Om, kakek, emm bapak. Maaf, aku tidak tahu namanya. Aku, aku harus tinggal sama siapa setelah ini? Aku nggak punya siapa-siapa lagi sekarang," ujarnya membuat langkah mister B terhenti dan menatapnya dengan tatapan tajam. 

Namun, Alea yang ditatap, juga menatap lelaki itu dengan tatapan polosnya. Sama sekali tidak ada rasa takut di matanya. Meski gadis kecil itu tahu, bahwa yang membunuh 2 pekerja di rumahnya, serta meneror keluarganya hingga kini keluarga bahagianya terpisah, adalah anak buah dari lelaki di hadapannya itu. Tapi, Alea sama sekali tidak takut padanya. 

"Ikut aku!"

*Kembali*

Setelah menerima amplop berisi bayaran yang cukup banyak untuknya, Alea dengan langkah cepat berjalan keluar dari markas mister B hendak menuju tempat lain. Dia mengenakan kembali kacamata hitamnya saat dirinya telah di luar markas dan mentari menyoroti langsung ke wajahnya. 

"Victoria," panggil seseorang di kejauhan sana. 

Victoria atau dengan nama kecil Alea, saat itu hendak memasuki mobilnya yang terparkir di halaman. Dia pun lantas menoleh pada lelaki yang memanggilnya tadi. 

Terlihat sosok berparas tampan, dengan senyuman yang begitu manis. Lelaki yang juga bertubuh atletis itu tengah melangkah ke arahnya. 

"Ckk." Victoria berdecak kesal. Dia paling tidak suka melihat lelaki itu. 

Entah mengapa dan entah sejak kapan gadis cantik itu sangat kesal dan muak setiap kali bertemu dengannya. 

Atau mungkin saja, Victoria merasa kesal karena lelaki itu selalu saja mencoba untuk mendekatinya dari awal dirinya tinggal di tempat mister B. Dan setiap kali bertemu, selalu saja menyatakan cintanya meski sudah berkali-kali Victoria tolak. 

"Kamu baru menemui mister B, Ria?" tanyanya tetap dengan wajah ramah. 

"Ya."

Victoria selalu saja bicara ketus pada Jack, meski begitu, lelaki itu tidak tersinggung sama sekali. Dia tahu, bagaimana Victoria kepadanya. Cintanya pada gadis berusia 16 tahun itu buta, hingga apapun yang dilakukan gadis itu, sama sekali tidak membuatnya marah. 

"Mm, apa kamu punya waktu hari ini?" tanyanya menatap Victoria penuh harap. 

"Tidak. Aku sibuk hari ini. Oke."

Tanpa mendengar jawaban dari Jack, Alea alias Victoria pun memasuki mobilnya. Dia memajukan kendaraannya dengan kecepatan tinggi, berlalu pergi meninggalkan lelaki itu yang hanya menatapnya dengan tatapan sendu. 

Usia Victoria memang lah baru 16 tahun. Tetapi, dia yang dilatih oleh mister B sedari kecil untuk menjadi pengikutnya, sebagai pembunuh bayaran, membuat gadis itu harus bisa mandiri, kuat dan hebat dalam segi apapun. Termasuk dalam mengendarai roda 4 itu dan akhirnya di usia Victoria ke 14 tahun, dia bisa mengendarai mobil. 

"Hahhhh. Entah kapan hati kamu akan terbuka untukku, Ria," ucap Jack yang masih setia menatap mobil Victoria yang menjauh.

Kaugnay na kabanata

  • Black Shadow   Part 3. Sebuah Misi

    Seorang gadis memakai seragam sekolah menengah atas, tengah berlari beberapa kali mengelilingi lapangan sekolah yang cukup luas. Gadis itu tengah di hukum oleh guru piket di sekolahnya karena terlambat datang, meski hanya rentan 15 menit saja dari jadwal gerbang tutup. Di belakangnya, terdapat seorang lelaki berparas tampan yang juga satu kelas dengannya, ikut bergabung, berlari mengekori gadis itu dengan kecepatan lari yang menyamai gadis di depannya. "Darren, kamu ngapain sih ikutan lari? Kamu kan nggak terlambat datang, sana pergi. Nanti pak Joy marah loh sama kamu karena tidak masuk kelas," ucap Alena yang tidak ingin kekasihnya itu ikut di hukum demi menemaninya menerima hukuman."Nggak apa-apa kok cantik. Aku cuma ingin nemani wanita yang aku cintai ini saja, biar tidak kesepian. Lagian, lihat ke sana, banyak yang lihatin kamu loh, makanya, aku ikut keliling sekalian jagain kamu dari mereka si hidung belang," ucapnya dan tersenyum lebar, terus melambatkan larinya demi menyamai

  • Black Shadow   Bab 4 : Bawa Aku Bersama Kalian

    Retno selalu saja memandangi Cindy tanpa lelah, bahkan hingga pembelajarannya pun selesai. Dia pun berniat untuk bisa keluar bersama dengan gadis itu. Dia pun sengaja berlama di ruangan, pura-pura berkemas. Dia dengan sengaja membiarkan siswanya keluar lebih dulu. Dia ingin menunggu Cindy keluar kelas agar bisa berbarengan dengannya.Sayang, dua pasang mata yang menatap cemburu itu sadar dengan Retno. Namun, guru itu tidak habis ide untuk segera meminta siswanya keluar kelas. Dia menyuruh Gilang membawakan buku tugas siswa untuk diantar ke ruangannya.Sementara Kesya yang menyadari itu, ia menahan diri dan gengnya untuk menunggu keluarnya Retno dari ruangan. Sembari menunggu, Kesya mengarahkan pandangannya pada Cindy yang masih belum menyadari ada orang yang mengintainya, terus saja membereskan peralatannya di atas meja.Lama Retno berdiri di depan menanti pujaan hati. Dia pun menyadari Kesya belum beranjak dari tempat duduknya.Sorot mata Retno mengarah pada Kesya. Dia merasa gadis it

  • Black Shadow   Bab 5 : Semakin Benci Cindy

    Gilang yang sudah keluar lebih dulu karena ditugaskan Retno, terlihat mencari seseorang di kantin sekolah. “Cindy kok nggak ketemu yah,” pikirnya bingung dan terus melangkahkan kakinya mengitari kantin tersebut.Ya, siapa lagi yang dicari kalau bukan Cindy, gadis pujaan hatinya. Semenjak cintanya diterima Cindy, jika tidak ada kesibukan masing-masing, mereka selalu melewatkan waktu jam istirahatnya bersama.“Haduh, Cindy di mana sih. Kok nggak ketemu juga daritadi,” ucapnya dan memilih mengantri dideretan siswa untuk mengambil makan siangnya.Selepas mendapat makanannya. Gilang melangkah menuju tempat duduk yang kosong berada di pojok kanan. Tidak beberapa lama, gadis yang ditunggu datang. Dia pun lekas menghampiri Cindy yang tampak lesu."Kamu ke mana sih, cantik? Dicariin daritadi nggak ada,” tanyanya bingung.Cindy tidak menjawab, dia hanya tersenyum manis menatap kekasih hatinya. Lalu pamit untuk ikut mengantri dengan siswa lain yang belum mendapatkan makanan. Setelah mendapat ma

  • Black Shadow   Bab 6 : You're The Best, Perfectly

    Sebuah gedung tua, berdiri kokoh di tengah hutan belantara. Seorang gadis cantik berkacamata hitam tengah melangkah memasuki gedung tersebut. Setiap ruangan dengan minim pencahayaan, dia tembus dengan langkah anggunnya. "Mr. P!!" ucapnya pada dua pria bertubuh besar yang berada di depan ruangan, menjaganya dengan ketat. Tanpa membalas, keduanya membuka pintu itu dengan lebar. Gadis itu kembali melangkah setelah sebelumnya menghentikan langkah untuk menghidupkan sebatang rokok yang dibawanya. "Haiii gadisku," ucap pria paruh baya, meletakkan gelas kopi yang baru dia seruput isinya. Gadis itu hanya mengangkat tangannya sekilas, lalu meletakkan sebuah foto di atas meja yang berada di sebelah kiri pria itu. Sembari tersenyum, dia berucap mission succes. Pria paruh baya itu tersenyum getir, melirik sekilas foto dan merasa puas dengan foto tersebut. Lantas Mr. P kembali tersenyum padanya, mengangguk kecil sembari bertepuk tangan memberi pujian."I Like You, Yuna. You're the best. Perfe

  • Black Shadow   Bab 7 : Kamu Mau Mati?

    Setelah satu jam Cindy mengerjakan pekerjaannya. Dia merasa tubuhnya sangat lelah dan segera mengistirahatkannya, untung saja semua pekerjaannya sudah beres hingga dia bisa bersantai sejenak. Cindy yang memang bergantung pada pekerjaan ini, bekerja tanpa henti agar bisa digaji lebih tinggi oleh Wina, sang pemilik toko. Dia juga menjadi karyawan amanah sang pemilik toko, makanya dia sering diberikan makanan gratis oleh Wina karena jujur dan sangat membantu. Cindy menyeka keringat yang membanjiri keningnya. Kedua tangannya aktif mengibas untuk menghilangkan hawa panas di tubuhnya, setelah bekerja cukup keras. "Huufff, lelahnya," ucapnya sembari mengibas baju kausnya, menyenderkan tubuhnya di bangku kasir. Terdengar pintu kaca toko itu dibuka pelan. Cindy lekas berdiri, saat melihat pelanggan masuk ke tokonya. Dia menundukkan kepala sedikit. "Selamat datang," ucapnya sembari tersenyum ramah pada pelanggan yang wajahnya belum terlihat olehnya. Cindy begitu ramah melayani setiap pelan

  • Black Shadow   Bab 8 : Pahlawan Cindy

    Cindy panik kala pekerjaannya yang baru saja diselesaikan, justru kembali dikacaukan teman-teman kelasnya. Dia gegas menuju Kesya, untuk menghentikan kekacauan yang diperbuat mereka. Dia takut jika buk Wina nantinya marah padanya, hingga membuat dirinya harus kehilangan pekerjaan yang menggantungkan kehidupannya. "Stop, stop, hentikan semuanya. Kalian tidak boleh mengobrak-abriknya. Tolong, jangan seenaknya di sini." Cindy berteriak mencoba menghentikan. Namun, sayang, mereka yang memang sengaja berbuat demikian. Mengabaikan ucapan, dan larangan dari Cindy. Justru mereka semakin menjadi-jadi dengan kelakuan mereka. Cindy menguatkan dirinya untuk berani melawan mereka, dia memegang tangan Kesya. "Kesya, cukup. Hentikan semua ini," teriak Cindy. Sang empu nama seketika menghentikan kegiatannya. Dia melihat ada tangan mencengkram pergelangan tangannya. Lalu, mengalihkan pandangannya pada si gadis yang memegang tangannya itu. "Kamu bilang apa tadi?" tanya Kesya mendekati menatap Cind

  • Black Shadow   Bab 9 : Janji Retno

    Cindy mati kutu dibuatnya. Tatapan ketiga gadis kaya keturunan bangsawan, bangsa di atas awan itu, bak menusuk jantungnya. Apalagi, bisikan roh halus jelmaan manusia, Kesya Alvionita, berisi tentang sebuah ancaman. Membuat bulu kuduk Cindy merinding. "Jawab cepat," sentak Kesya memberi ultimatum dari tatapannya. Kesya sibuk sendiri melihat Cindy yang diam membisu. Dia sedikit takut pada Retno yang bisa saja menjadi ancamannya saat ini. Sementara Tania dan Nada hanya diam, memperhatikan di belakang Kesya."I-iya, Pak. Mereka ke sini cuma belanja kok," jawab Cindy gugup, sembari tangannya menyeka keringat yang membendung keningnya. Sadar Cindy ketakutan, Retno melirik tidak percaya pada Kesya, lalu kedua temannya yang mematung. Dia menarik nafas panjang, menghempaskannya kasar. "Ya sudah, kalau kalian sudah selesai membeli apa yang kalian mau, pulang lagi ke rumah kalian," ucap Retno dengan tegas sembari terus berdiri, berkacak pinggang memperhatikan murid-muridnya.Kesya mencebik k

  • Black Shadow   Bab 10 : El, Aku Lebih Berhak

    Malam pun tiba, Yuuna terbangun dari tidurnya. Dia yang sebelumnya berniat berpesta ria setelah sukses dengan misinya, membatalkan semua itu, dan memilih untuk istirahat di rumahnya. Kesadarannya belum terkumpul full, Yuna kembali merebahkan tubuhnya. Tiba-tiba perutnya keroncongan, Yuna yang masih mengantuk, terpaksa bangun. Dia melihat sekeliling rumahnya gelap, hanya lampu dari luar yang merambat masuk ke celah jendelanya. "Mmmhhh." Yuna menggeliat manja, dia meraih ponselnya di atas nakas.Dilihatnya jam telah menunjukkan pukul 8 malam. "Akkkhhh sial," umpatnya dan bangkit.Yuna pun gegas turun dari kontrakan barunya untuk mencari makanan. Berjalan menyusuri gang-gang kecil, dengan sorotan lampu jalanan yang sedikit redup, dan mengerjap. Tiada rasa takut dalam dirinya akan terjadi bahaya yang menimpanya. Sudah lama Yuna berkeliling di lingkungan itu. Namun, belum juga dia dapati tempat untuk dia bisa mengisi perutnya yang sudah memberontak untuk diisi. "Arrgghh, masa di lingku

Pinakabagong kabanata

  • Black Shadow   Bab 23 Amarah Kesya

    Gilang menyenderkan kepalanya ke meja, duduk termangu menatap kosong ke arah bangku Cindy. Pelajaran pertama yang diisi tanpa adanya kekasihnya itu, membuat Gilang malas mengikuti kelas. Dia berharap kekasihnya itu bisa masuk kelas setelah ini, agar dirinya bisa lebih semangat mengikuti kelas. Gilang menghela nafas panjang, mengusap wajahnya kasar."Cindy lagi apa yah sekarang!" pikirnya berharap bisa masuk ke UKS tanpa ada halangan dari Retno, yang dia pahami juga menaruh rasa pada kekasihnya itu.Kesya yang baru saja masuk ke dalam kelas, diikuti Nada dan Tania. Menghentikan langkahnya sejenak di depan pintu. Sorot matanya melihat Gilang yang tiada semangat, dengan mata pria itu menatap bangku Cindy yang kosong.Kesya geram, dia langsung melangkah ke arah Gilang yang memperhatikan bangku Cindy sekilas. Dia pun duduk di bangku Cindy, lalu melihat ke arah pria itu dengan senyuman terbaiknya."Gimana, aku cantik kan. Sampai se

  • Black Shadow   Martin Internasional High School

    Cindy terduduk di lantai, dia menunduk malu diperlakukan demikian rendah oleh Kesya. Hati kecilnya berbicara untuk melawannya, tapi tetap saja dia tidak mampu untuk melawan. Beberapa siswa yang lewat didekatnya, hanya acuh pada gadis itu. Bahkan diantara mereka ada yang dengan sengaja ikut mengoloknya. Toh, mereka memang tidak ingin dekat dan tidak peduli dengan anak seperti Cindy yang miskin dan juga yatim piatu. Begitu rendah levelnya di sekolah itu. Kadang mereka juga berpikir, mengapa anak seperti itu bisa disekolahkan di tempat yang berkelas seperti Martin Internasional High School.Ya, sekolah yang hanya dihuni oleh orang-orang kaya, anak-anak dari pengusaha atau sebangsa dengan itu. Seperti Kesya yang merupakan anak CEO perusahaan tekstil terkenal yang sukses mengekspor produk mereka ke berbagai negara.Atau Nada yang merupakan anak dari pemilik restoran mewah, dengan cabang yang sudah tersebar hampir di pulau Sumatera.Sekolah Martin Intern

  • Black Shadow   Bab 21 : Yuna Dilema

    Yuna yang terpisah selama 7 tahun dengan keluarganya. Dia yang memang tidak tahu keberadaan kedua orang tuanya, hanya bisa menerka-nerka. Apakah toko yang saat ini, toko yang dijaga oleh sang adik kembar adalah milik keluarganya atau bukan. Untuk memastikan hal itu, Yuna segera masuk ke dalamnya. Berpura-pura menjadi pelanggan.Langkahnya mengitari isi toko, awalnya Yuna hanya memperhatikan saja barang-barang yang dia butuhkan, dan berniat menunda untuk membeli, sembari mencari apakah benar keluarganya tinggal di sini atau bukan. Mencari keberadaan papa dan mamanya yang selama 7 tahun tidak pernah berjumpa. Rindu, jelas ada di hati Yuna, tetapi dia tidak ingin terlalu berharap, karena dirinya juga menanamkan kebencian pada kedua orang tuanya. "Sepertinya ini hanya toko biasa deh. Tidak ada tempat tinggal di dalamnya," ucap Yuna dalam hati dan tetap berkeliling tanpa mengambil apapun. Cindy memperhatikan gerak gerik Yuna dari tempat kasir. Dia menaruh kecurigaan pada gadis itu, diperh

  • Black Shadow   Bab 20 : Penasaran

    Yuna terisak dalam tangisnya. Menolak takdir yang begitu kejam padanya. Bodohnya, dia yang seharusnya marah pada Mr. P karena pria tua itu lah keluarganya berpisah, justru dia sekarang hidup bahagia bersama pria itu.Namun, juga ada rasa syukur dalam diri Yuna, di mana Mr. P yang seorang pembunuh bayaran, tidak membunuhnya. Justru pria itu membesarkannya dan membuatnya menjadi wanita tangguh dengan melakukan berbagai pelatihan dan tantangan sejak dari kecil. Meski Yuna harus mengorbankan masa kanak-kanaknya yang seharusnya menikmati bangku sekolah seperti anak biasanya. Sementara dirinya, tidak sama sekali. Di tengah kegalauan Yuna yang teringat masa lalunya yang kelam, hingga membuat dirinya memasuki dunia kejam seperti sekarang. Ponselnya berdering, membuyarkan lamunannya. Yuna pun bangkit dan mengambil ponsel yang berada di atas nakas. Mr. P menghubunginya. "Yuna, kamu di mana sekarang?" tanya Mr. P panik. "Di kontrakan," jawab Yuna singkat. "Masalah misi kemarin, jangan kamu

  • Black Shadow   Bab 19 : Kakak Dimana?

    *FLASHBACK*"Pa, Ma," teriak Nindy kecil, menangis sembari terduduk di jalanan. Menatap mobil hitam yang membawa pergi keluarga kecilnya, meninggalkan dia seorang diri di sana. "Papa, Mama, Nindy ikut," teriaknya terus. "Cukup!! Percuma kamu memanggil mereka. Kamu hanya sebagai tumbal bagi mereka, supaya mereka selamat. Berhenti menangis, atau kamu mau mati seperti dua mayat di rumah mu itu, hah!!" tegas Mr. P. Entah mengapa pria tua itu setia menunggu Nindy, berharap gadis kecil itu ikut dengannya saat ini. Langit sudah menurunkan tetesan air matanya. Membasahi tubuh mungil Nindy yang tidak beranjak. Sementara Mr. P, duduk memperhatikan targetnya itu dari dalam mobilnya, sembari tangan kanannya terus memegang rokoknya. Nindy pun merasakan perih di lututnya, berdarah, pun juga merasakan sekujur tubuhnya perih. Perutnya yang terasa lapar, berbunyi, hingga dia pun memutuskan untuk mengikuti kemauan Mr. P. "Bagus. Pilihan kamu tepat," ucap Mr. P melihat Nindy yang tanpa disuruh, masu

  • Black Shadow   Bab 18 : Andai dulu

    Di tengah kegalauan yang Yuna rasakan, ponselnya berdering, segera membuyarkan lamunannya yang saat ini masih memikirkan tentang sang adik setelah sekian tahun tidak pernah berjumpa. "Hallo," jawabnya ketus. "Hallo Yuna, kamu di mana sekarang?" tanya Mr. P dari sebrang, dari nada suaranya, pria nyaris tua itu tampak sedikit panik. "Di kontrakan. Memangnya ada apa?" jawab Yuna santai. Dia pun bangkit menuju dapurnya, mencari beberapa makanan untuk mengganjal perutnya. "Kamu sendirian di sana? Gawat, gawat. Kamu harus tetap bersembunyi, Yuna. Kamu tahu, Axel sudah tahu kamu membunuh Zaquile, ayahnya. Dia marah besar dan segera bertindak dengan menyuruh asistennya Broto mencari keberadaanmu," jelas Mr. P panjang lebar. Yuna menelan salivanya susah payah. Dia sudah tahu, dan mengira ini sebelumnya, bahkan bukankah tadi dirinya hampir saja kehilangan nyawa oleh anak buah Axel yang terlalu banyak itu. "Yuna, carilah tempat yang aman. Pindah segera dari sana. Papa cemas dengan kamu. Sea

  • Black Shadow   Bab 17 : Kakak Dimana?

    Cindy terduduk lesu di depan pintu, mengingat kembali pertemuannya dengan Nindy yang begitu singkat dan sulit untuk diungkap. Dia seolah tidak percaya dengan apa yang barusan dirinya lihat. Membuat dadanya terasa sesak karenanya.Nindy, melupakan dirinya. Nindy mengucapkan jika dia bukanlah seorang Nindy lagi. Nindy telah mati, sementara dirinya mengaku bernama Yuna ping. "Kak, kenapa kakak seperti itu? Kenapa?" pikirnya. "Dendamkah kakak pada kami? Kak, andai kakak tahu jika kami tidak meninggalkan kakak waktu itu!!!" Cindy terdiam sejenak. Pikirannya kembali ke masa 7 tahun silam, di mana saat itu dia, Marcel dan Luna berhasil meloloskan diri dari kejaran pembunuh bayaran. *Flashback*"Pa, bagaimana ini? Nindy kita, Pa. Nindy kita tertinggal," ucap Luna menangis dalam pelukan Marcel, suaminya. Cindy yang merasa haus dan tenggorokannya kering, memilih keluar kamar. Dia terbangun dari mimpi indahnya. Namun, tidak berani membuka mata kala mendengar kedua orang tuanya masih terjaga.

  • Black Shadow   Bab 16 : Pertemuan yang Tidak Diinginkan

    Yuna melebarkan matanya menatap tajam Cindy yang berdiri beberapa langkah di depannya. "Siapa Nindy? Nindy? Emm, Ahh, gadis yang dibuang dan ditinggal bak seonggok sampah yang tidak berguna itu kan? Ahhh iya iya, dia itu Nindy yah," ucapnya dengan gaya sombong dan mengejek. Cindy menaikkan alis matanya. Dia bingung dengan ucapan kakaknya. Dia pun hendak kembali berbicara, menyanggah ucapan kakaknya. Namun, Yuna mengangkat tangannya, seolah melarang Cindy untuk berbicara. Sang adik pun terpaksa diam. "Gue bukan Nindy, gue Yuna. My Name is Yuna Ping, You Know?" lanjutnya dengan sedikit kasar mendorong tubuh ringkih Cindy, hingga si gadis cantik itu kembali terjatuh. "Kak, kakak kenapa? Kakak jangan gitu kak. Ini Cindy, Cindy adik kakak. Kak, please Papa dan Mama rindu sama kakak." Cindy berusaha mencegat Yuuna semampunya. Memberikan ucapan-ucapan yang bisa membuka hati sang kakak, dan mengingatkannya kembali pada kedua orang tua mereka. Yuna tersenyum sinis mendengarnya. "Papa, Ma

  • Black Shadow   Bab 15 : Ditinggal dan Dibuang Bagai Sampah

    Yuna pun menarik nafas berat. Baginya hari ini adalah hari sialnya. Padahal, tadi dia sangat bahagia mendapat bayaran yang cukup banyak dari Mr. P, hingga dia lupa diri.Yuna yang bosan diciduk seperti maling oleh peliharaan dari pemilik rumah mewah tempat persembunyiannya itu. Lantas memilih melompati pagar untuk keluar dari rumah besar itu, daripada dirinya nanti benar-benar dituduh sebagai maling asli.Yuna mulai memanjat dinding itu. Dan saat dia lompat, tanpa melihat ke sekelilingnya lebih dulu. Dia pun meloncat dari pagar tinggi itu hingga tanpa sengaja, lompatan Yuna hampir mengenai seseorang yang tengah lewat di jalan depannya. "Aduh," ucap gadis itu terduduk seketika. Cindy yang kecewa karena tidak bisa masuk ke sekolahnya, lantas pulang dan ingin segera masuk kerja agar mendapat upah besar nantinya. Terduduk letih karena sosok yang hampir menghimpitnya. Yuna yang tanpa bersalah, segera berdiri dan gegas membalikkan tubuhnya tanpa mau menolong korbannya. "Ya ampun. Siapa s

DMCA.com Protection Status